Share

Bertemu Mama

Author: Kayra Lyra
last update Last Updated: 2024-05-31 19:00:53

Kak Daniel hanya tersenyum melihat tingkah aneh kami berdua. Elina yang begitu ekspresif dipadukan denganku yang amat pendiam. Beberapa karyawan resto yang ada di sana seketika melirik ke arah kami. Kurasakan pipiku mulai memanas, ingin rasanya berlari sembunyi, tapi tak mungkin. Ingin menggenggam tangan Kak Daniel lalu menyembunyikan kepalaku di bahunya, ah itu jauh lebih tak mungkin! Jadi, di sinilah aku. Hanya bisa diam mematung menyaksikan tatapan orang-orang yang memperhatikanku. Apa ini panic attack? Oh, tidak! Apa waktu kata Kak Hana?

“Udah! Jangan tegang! Ngobrol sana sama Elina! Aku mau ke Mama dulu!” Kak Daniel berpesan seraya menepuk bahuku. Kemudian lelaki itu berlalu memasuki sebuah pintu yang tertutup.

Apa? Mama? Apa restoran ini milik ibunya? Atau ibunya bekerja di sini?

“Cari tempat, yuk!” Belum selesai aku melakukan konfigurasi terhadap kebingunganku, Elina sudah menarik tanganku. Terpaksa aku mengikutinya.

Wanita berambut panjang hitam lurus itu mengajakku ke halaman
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • MEMATAHKAN SUMPAH IBU   Kemelut Keluarga

    Aku sampai di rumah lebih dulu dari Ibu. Sepertinya orang tuaku masih mampir dulu entah ke mana. Karena nyatanya mereka baru sampai dua jam kemudian setelahku.“Kenapa juga si Abel kepengen buru-buru nikah? Tahu orang tuanya lagi repot banyak hutang.” Ayah mengeluh sambil melepas sepatunya.Aku menyerahkan segelas air putih untuk Ayah pada Ibu. Sudah seperti peraturan tak tertulis di keluarga kami bahwa jika Ayah pulang, kami harus membawakannya segelas air minum. Entah itu oleh Ibu, atau pun kakak-kakakku. Setelah memberikan air putih, segera aku kembali menepi menuju kamarku. Menutup pintu, kemudian hanya mendengarkan dari dalam sini. Sejak peristiwa ayah memukuliku bertahun-tahun lalu, jujur aku malas berdekatan dengan Ayah. Energi Ayah membuatku tak nyaman, seperti ada aura gelap di sana. Atau mungkin, aku hanya trauma? Aku tak tahu pasti. Namun, aku enggan berdekatan dengan Ayah.“Ya, mau gimana lagi. Toh si Abel juga sudah cukup usianya untuk menikah. Nikahin aja, dari pada na

    Last Updated : 2024-06-01
  • MEMATAHKAN SUMPAH IBU   Lepas Dari Bayangan Orangtua

    Setelah beberapa hari membujuk, bahkan sampai membawa Elina datang ke rumahku. Dengan berat hati, akhirnya Ibu pun mengizinkan aku bekerja di resto milik ibunya Kak Daniel bersama Elina. Aku memberitahukan segala tentang resto itu pada Ibu untuk meyakinkannya. Aku akan baik-baik saja, Elina juga anak baik-baik bukan seperti yang selama ini selalu Ibu tuduhkan padaku.“Jangan menghakimi orang tuamu, Nay.” Suatu hari gadis itu memberi nasihat ketika kami selesai bekerja seharian.Jam kerjaku adalah sejak pulang sekolah hingga pukul tujuh malam. Ibu memintaku untuk pulang pergi ke rumah dan tidak boleh menginap di mana pun. Meski jarak rumahku ke sini adalah sekitar tiga puluh lima menit perjalanan. Ibu masih paranoid, takut jika aku melakukan hal-hal yang melanggar norma. Andai saja Ibu tahu tentang perbuatan Kak Abel, apa Ibu akan marah pada Kak Abel? Mengingat selama ini wanita yang menjadi ratu di rumahku itu selalu memperlakukan Kak Abel dengan baik, berbeda denganku. “Tapi mereka

    Last Updated : 2024-06-02
  • MEMATAHKAN SUMPAH IBU   Cahaya Ketenangan

    Semenjak bekerja bersama Elina, sedikit demi sedikit kesadaranku mulai terbuka. Kemurunganku perlahan hilang dan aku bisa tersenyum kembali. Bulan ketiga aku bekerja di sana, aku mulai mengenal keluarga inti Kak Daniel. Tak hanya ibunya, tapi juga ayahnya, kedua kakak kembarnya, serta kedua kakak laki-lakinya. Aku selalu merasa lebih baik saat bersama mereka dibanding saat bersama keluargaku sendiri. Mereka seperti rumah yang selama ini kucari, dan aku belajar banyak hal dari mereka.Kak Daniel telah diterima di sebuah kampus ternama di negeri ini melalui jalur undangan. Aku ikut senang mendengarnya. Juga ikut termotivasi untuk bisa sepertinya. Dia sudah seperti kakakku sendiri. Aku takjub dengan keluarga ini. Kami berbeda agama tapi mereka sangat menghormatiku. Mereka selalu memperhatikan apa yang kumakan, mereka senantiasa mengingatkanku untuk salat lima waktu ketika azan berkumandang. Mereka juga menghormatiku ketika aku berpuasa. Semua orang di sini tulus dan ramah, jauh berbeda d

    Last Updated : 2024-06-04
  • MEMATAHKAN SUMPAH IBU   Kosan

    Minggu pagi aku sudah siap-siap. Aku menjadi lebih rajin setelah mengenal dunia luar lewat Elina dan Kak Daniel. Entahlah, selama ini aku merasa seperti di penjara. Hidup dengan begitu banyak aturan yang diberikan oleh orang tuaku. Namun, di sisi lain, mereka juga tidak mampu memenuhi kebutuhanku. Aku merasa, aku sudah cukup banyak mengalah untuk orang tuaku selama ini.Sejak dini hari aku sudah merapikan kamarku. Lalu membersihkan seisi rumah tanpa harus menunggu perintah Ibu. Wanita yang telah melahirkanku itu enam belas tahun lalu itu tengah memasak untuk sarapan kami. Kak Abel telah resmi menikah satu bulan lalu. Sekarang kakakku satu-satunya itu tinggal bersama suaminya dan mungkin akan jarang pulang lagi ke sini. Aku tak tahu, aku tidak terlalu dekat dengannya. Mungkin waktu aku kecil aku merasa begitu dekat hanya karena sering diizinkan tidur menginap di kamarnya. Namun, baru aku sadari sekarang bahwa kakakku itu sebenarnya tidak terlalu peduli juga padaku. Hal ini terlihat set

    Last Updated : 2024-06-05
  • MEMATAHKAN SUMPAH IBU   Trage Kakak Kedua

    Hari bebas. Libur kenaikan kelas telah tiba. Aku naik ke kelas sebelas. Kak Daniel berhasil masuk ke salah satu perguruan tinggi yang cukup bergengsi di negeri ini. Namun, hal yang paling menyenangkan adalah, aku sudah bebas dari bayang-bayang Ibu. Aku sudah tinggal di tempat kos sekarang. Bersama Elina yang kini menjadi sahabatku. Aku sama sekali tidak membayar biaya sewa untuk kos ini. Semua ditanggung Kak Daniel.Namun di balik itu semua, tentu saja hal paling menyenangkan adalah ketika aku bisa belajar mengendarai sepeda motor setiap hari, bersama Elina. Kadang bersama Kak Eugiene jika salah satu kakak kembar Kak Daniel itu ada waktu luang. Aku begitu di terima dengan hangat di lingkungan keluarga Kak Daniel. Semua orang menyayangiku. Ini luar biasa. Sungguh sesuatu yang di luar dugaanku. Di keluargaku sendiri aku ditolak, diabaikan, bahkan sering dituduh yang aneh-aneh dan dicaci-maki tanpa alasan yang jelas. Namun, lihatlah di keluarga orang lain justru aku begitu diterima dan d

    Last Updated : 2024-06-06
  • MEMATAHKAN SUMPAH IBU   Teriakan Tengah Malam

    “Keterlaluan kau, Mas! Kenapa kau tak pulang saja ke rumahnya sekalian, ha?! Tidur sampai pagi di rumah si janda sialan itu!”Aku mengerjapkan mata. Melayangkan pandangan ke sekitar yang diselimuti keremangan cahaya lampu tidur. Tatapanku berhenti pada jam meja analog milik kakakku yang berpendar mengeluarkan cahaya lembut pada jarum jam dan angka-angkanya. Jarum jam dan menit pada benda itu sama-sama menunjuk pada angka satu. Lagi-lagi aku harus terbangun oleh suara keributan yang ditimbulkan Ayah dan Ibu.“Apa sih, Ras? Kebiasaan kau sembarangan nuduh! Aku ini ada rapat sama para pengurus partai lainnya sampai tengah malem. Aku Cuma kebetulan ketemu Rahma pas pulang.”“Prang,” suara benturan dari benda pecah belah yang beradu dengan lantai menyusul terdengar.“Sudah kubilang jangan kau sebut nama si janda laknat itu! Dasar kau banyak alasan! Kau tak ingat ha, tiga anakmu itu perempuan semua, Darman?! Kau tak takut karmamu jatuh pada anak-anakmu, ha?!”“Seharusnya kau ngaca Rasti! Sia

    Last Updated : 2024-02-27
  • MEMATAHKAN SUMPAH IBU   Siksaan Ibu

    “Loh, kok bisa sih Papa Naya ngasih sepeda ke Galang? Padahal Naya sendiri kan gak pernah punya sepeda.” Dinda, teman yang ikut berjalan bersamaku berujar.Aku hanya diam. Ayah memang tidak pernah membelikanku sepeda, bahkan yang roda tiga sekali pun. Alasannya, sudah ada sepeda milik Kak Abel, aku bisa meminjamnya. Tapi sepeda Kak Abel masih terlalu tinggi untuk kupakai belajar.“Loh, Bu Rasti, kok bisa Pak Darman ngasih sepeda ke Galang?” Bu Ratih ikut bertanya pada ibuku.“Iya. Hati-hati loh Bu Rasti, jangan-jangan Galang mau diangkat jadi anaknya,” sambung Bu Mega.“Anak tiri!” Bu Mega berbisik yang masih terdengar jelas olehku. Disusul kemudian oleh tawa tertahan beberapa ibu-ibu yang berjalan mengantar anaknya.Kulihat teman-temanku pun mulai berbisik-bisik. Farah, teman yang berjalan di sampingku mengusap punggungku untuk membesarkan hatiku. Aku hanya bisa berjalan menunduk sambil memainkan dasiku.“Oh itu, kemarin Mas Darman ketitipan dana amal dari partainya. Katanya buat ana

    Last Updated : 2024-02-27
  • MEMATAHKAN SUMPAH IBU   Nyaris Tertabrak Mobil

    “Nay, Nay, Naya ... itu bukannya ayah kamu, ya?” Lusi menunjuk ke arah sebuah Swalayan yang berada di seberang jalan raya.“Mana? Mana?” Tanya teman-temanku yang lain.“Eh, iya kayaknya itu ayahmu deh, Nay!” Farah memastikan, ia menyipitkan indra penglihatannya yang terlindungi oleh sepasang kaca mata minus.Aku berjalan membelah kerumunan teman-temanku. Di sana, mungkin sekitar seratus meter di seberang jalan raya, tampak seorang lelaki dewasa menggunakan setelan jaket hitam dan celana jin biru tua berjalan menuju sebuah sepeda motor yang amat kukenali karena sering terparkir di halaman belakang rumahku. Seorang anak lelaki berjalan mengikuti di belakangnya. Anak itu tampak sedang memakan sebuah es krim dengan lahapnya.“Ayaaah ...!” Aku berlari sambil berteriak memanggil ayahku.“NAYA! AWAS MOBIL!” Seru teman-temanku.Sepasang tangan dengan sigap mendekap erat tubuhku seraya menarikku ke belakang ketika aku hampir berlari melintasi jalan raya yang dipenuhi lalu lalang kendaraan.Itu

    Last Updated : 2024-02-27

Latest chapter

  • MEMATAHKAN SUMPAH IBU   Trage Kakak Kedua

    Hari bebas. Libur kenaikan kelas telah tiba. Aku naik ke kelas sebelas. Kak Daniel berhasil masuk ke salah satu perguruan tinggi yang cukup bergengsi di negeri ini. Namun, hal yang paling menyenangkan adalah, aku sudah bebas dari bayang-bayang Ibu. Aku sudah tinggal di tempat kos sekarang. Bersama Elina yang kini menjadi sahabatku. Aku sama sekali tidak membayar biaya sewa untuk kos ini. Semua ditanggung Kak Daniel.Namun di balik itu semua, tentu saja hal paling menyenangkan adalah ketika aku bisa belajar mengendarai sepeda motor setiap hari, bersama Elina. Kadang bersama Kak Eugiene jika salah satu kakak kembar Kak Daniel itu ada waktu luang. Aku begitu di terima dengan hangat di lingkungan keluarga Kak Daniel. Semua orang menyayangiku. Ini luar biasa. Sungguh sesuatu yang di luar dugaanku. Di keluargaku sendiri aku ditolak, diabaikan, bahkan sering dituduh yang aneh-aneh dan dicaci-maki tanpa alasan yang jelas. Namun, lihatlah di keluarga orang lain justru aku begitu diterima dan d

  • MEMATAHKAN SUMPAH IBU   Kosan

    Minggu pagi aku sudah siap-siap. Aku menjadi lebih rajin setelah mengenal dunia luar lewat Elina dan Kak Daniel. Entahlah, selama ini aku merasa seperti di penjara. Hidup dengan begitu banyak aturan yang diberikan oleh orang tuaku. Namun, di sisi lain, mereka juga tidak mampu memenuhi kebutuhanku. Aku merasa, aku sudah cukup banyak mengalah untuk orang tuaku selama ini.Sejak dini hari aku sudah merapikan kamarku. Lalu membersihkan seisi rumah tanpa harus menunggu perintah Ibu. Wanita yang telah melahirkanku itu enam belas tahun lalu itu tengah memasak untuk sarapan kami. Kak Abel telah resmi menikah satu bulan lalu. Sekarang kakakku satu-satunya itu tinggal bersama suaminya dan mungkin akan jarang pulang lagi ke sini. Aku tak tahu, aku tidak terlalu dekat dengannya. Mungkin waktu aku kecil aku merasa begitu dekat hanya karena sering diizinkan tidur menginap di kamarnya. Namun, baru aku sadari sekarang bahwa kakakku itu sebenarnya tidak terlalu peduli juga padaku. Hal ini terlihat set

  • MEMATAHKAN SUMPAH IBU   Cahaya Ketenangan

    Semenjak bekerja bersama Elina, sedikit demi sedikit kesadaranku mulai terbuka. Kemurunganku perlahan hilang dan aku bisa tersenyum kembali. Bulan ketiga aku bekerja di sana, aku mulai mengenal keluarga inti Kak Daniel. Tak hanya ibunya, tapi juga ayahnya, kedua kakak kembarnya, serta kedua kakak laki-lakinya. Aku selalu merasa lebih baik saat bersama mereka dibanding saat bersama keluargaku sendiri. Mereka seperti rumah yang selama ini kucari, dan aku belajar banyak hal dari mereka.Kak Daniel telah diterima di sebuah kampus ternama di negeri ini melalui jalur undangan. Aku ikut senang mendengarnya. Juga ikut termotivasi untuk bisa sepertinya. Dia sudah seperti kakakku sendiri. Aku takjub dengan keluarga ini. Kami berbeda agama tapi mereka sangat menghormatiku. Mereka selalu memperhatikan apa yang kumakan, mereka senantiasa mengingatkanku untuk salat lima waktu ketika azan berkumandang. Mereka juga menghormatiku ketika aku berpuasa. Semua orang di sini tulus dan ramah, jauh berbeda d

  • MEMATAHKAN SUMPAH IBU   Lepas Dari Bayangan Orangtua

    Setelah beberapa hari membujuk, bahkan sampai membawa Elina datang ke rumahku. Dengan berat hati, akhirnya Ibu pun mengizinkan aku bekerja di resto milik ibunya Kak Daniel bersama Elina. Aku memberitahukan segala tentang resto itu pada Ibu untuk meyakinkannya. Aku akan baik-baik saja, Elina juga anak baik-baik bukan seperti yang selama ini selalu Ibu tuduhkan padaku.“Jangan menghakimi orang tuamu, Nay.” Suatu hari gadis itu memberi nasihat ketika kami selesai bekerja seharian.Jam kerjaku adalah sejak pulang sekolah hingga pukul tujuh malam. Ibu memintaku untuk pulang pergi ke rumah dan tidak boleh menginap di mana pun. Meski jarak rumahku ke sini adalah sekitar tiga puluh lima menit perjalanan. Ibu masih paranoid, takut jika aku melakukan hal-hal yang melanggar norma. Andai saja Ibu tahu tentang perbuatan Kak Abel, apa Ibu akan marah pada Kak Abel? Mengingat selama ini wanita yang menjadi ratu di rumahku itu selalu memperlakukan Kak Abel dengan baik, berbeda denganku. “Tapi mereka

  • MEMATAHKAN SUMPAH IBU   Kemelut Keluarga

    Aku sampai di rumah lebih dulu dari Ibu. Sepertinya orang tuaku masih mampir dulu entah ke mana. Karena nyatanya mereka baru sampai dua jam kemudian setelahku.“Kenapa juga si Abel kepengen buru-buru nikah? Tahu orang tuanya lagi repot banyak hutang.” Ayah mengeluh sambil melepas sepatunya.Aku menyerahkan segelas air putih untuk Ayah pada Ibu. Sudah seperti peraturan tak tertulis di keluarga kami bahwa jika Ayah pulang, kami harus membawakannya segelas air minum. Entah itu oleh Ibu, atau pun kakak-kakakku. Setelah memberikan air putih, segera aku kembali menepi menuju kamarku. Menutup pintu, kemudian hanya mendengarkan dari dalam sini. Sejak peristiwa ayah memukuliku bertahun-tahun lalu, jujur aku malas berdekatan dengan Ayah. Energi Ayah membuatku tak nyaman, seperti ada aura gelap di sana. Atau mungkin, aku hanya trauma? Aku tak tahu pasti. Namun, aku enggan berdekatan dengan Ayah.“Ya, mau gimana lagi. Toh si Abel juga sudah cukup usianya untuk menikah. Nikahin aja, dari pada na

  • MEMATAHKAN SUMPAH IBU   Bertemu Mama

    Kak Daniel hanya tersenyum melihat tingkah aneh kami berdua. Elina yang begitu ekspresif dipadukan denganku yang amat pendiam. Beberapa karyawan resto yang ada di sana seketika melirik ke arah kami. Kurasakan pipiku mulai memanas, ingin rasanya berlari sembunyi, tapi tak mungkin. Ingin menggenggam tangan Kak Daniel lalu menyembunyikan kepalaku di bahunya, ah itu jauh lebih tak mungkin! Jadi, di sinilah aku. Hanya bisa diam mematung menyaksikan tatapan orang-orang yang memperhatikanku. Apa ini panic attack? Oh, tidak! Apa waktu kata Kak Hana?“Udah! Jangan tegang! Ngobrol sana sama Elina! Aku mau ke Mama dulu!” Kak Daniel berpesan seraya menepuk bahuku. Kemudian lelaki itu berlalu memasuki sebuah pintu yang tertutup.Apa? Mama? Apa restoran ini milik ibunya? Atau ibunya bekerja di sini?“Cari tempat, yuk!” Belum selesai aku melakukan konfigurasi terhadap kebingunganku, Elina sudah menarik tanganku. Terpaksa aku mengikutinya.Wanita berambut panjang hitam lurus itu mengajakku ke halaman

  • MEMATAHKAN SUMPAH IBU   Rahasia Kak Daniel

    Aku memasukkan seluruh alat tulisku ke dalam tas. Hari ini sekolah berakhir lebih cepat dari biasanya. Ada rapat para guru. Anak kelas dua belas sebentar lagi akan menghadapi ujian nasional. Pantas, sudah beberapa waktu berlalu Kak Daniel tidak lagi mencariku. Aku masih sering masih sering melihatnya wara-wiri di sekitar sekolah, tapi tampaknya ia cukup sibuk. Sesekali, aku mendapati ada coklat dan makanan lain telah tersedia di kolong meja tempat belajarku ketika aku datang pagi-pagi. Aku tak tahu siapa yang menaruhnya di sana. Namun, firasatku mengatakan itu ulah Kak Daniel. Entah bagaimana caranya tapi aku merasa seolah pikiranku bisa terhubung dengan kakak kelasku itu. Setiap kali aku memikirkan suatu makanan pasti keesokan harinya makanan itu akan tersedia di mejaku. Bukan hanya itu, kemarin malam aku memikirkan tentang masa depanku. Maksudku, setelah aku selesai membaca diari Kak Yumna, aku mulai memikirkan masa depanku. Tentang apa yang harus aku lakukan di masa depan, jika ak

  • MEMATAHKAN SUMPAH IBU   Nasihat Ayah

    Pov DanielDi sepanjang jalan, Nayara menceritakan tentang keluarganya yang sedang terkena musibah. Di sana aku baru tahu jika kakaknya meninggal beberapa hari yang lalu, dan hari ini jenazahnya akan dimakamkan di kampungnya. Gadis itu gelisah karena seharusnya sekarang dia sudah ada di rumahnya. Namun, ia memilih berangkat sekolah perkara ada suatu sebab yang ia tak mau menjelaskannya. Entah, aku tak ingin memaksanya. Aku menghargai privasinya.Aku merasa gadis ini menanggung beban perasaan yang cukup berat. Aku tidak tahu apa yang terjadi di masa lalunya, Nayara hanya menceritakan bahwa ia tidak dekat dengan keluarganya, sama sekali. Apalagi dengan ibunya. Maksudku, aku bukan ahli psikologi keluarga, tapi sebagai sesama anak bungsu, nasib kami begitu jauh berbeda.Jika aku begitu dekat dengan keluargaku, dengan ayah, ibu juga kakak-kakakku, maka berbeda halnya dengan gadis itu. Kulihat ia pun bukan seorang yang ekstrover yang senang bergaul, bagaimana jika ia tidak diterima di rumah

  • MEMATAHKAN SUMPAH IBU   Daniel Zach

    Pov DanielBel berbunyi. Jam istirahat yang sedari tadi kutunggu-tunggu pun akhirnya tiba. Segera aku turun menuju tempat di mana aku memarkir sepeda motor pertama yang kubeli menggunakan uang hasil kerja kerasku sendiri. Meski orang tuaku berkecukupan, aku sudah bekerja mencari uang sendiri sejak kelas empat SD. Ayahku mengelola sebuah toko elektronik yang cukup besar di kotaku, yang merupakan warisan orang tuanya. Penghasilan ayahku sebenarnya cukup untuk kami sekeluarga, tapi ayah mendidik kami agar kami tidak terlalu bergantung pada orang lain, termasuk orang tua. Ayah juga mengizinkan Ibu untuk mengelola restoran milik keluarganya, ketika kakek–nenekku dari ibu memutuskan pensiun. Ayah sama sekali tidak merasa tersaingi ketika melihat Ibu bekerja, sebaliknya ayah justru bangga dan percaya, karena kelak jika ia sudah tak ada di dunia maka ibulah yang akan bertanggung jawab untuk mengambil alih semua pekerjaan ayah.Ibuku mengelola sebuah restoran warisan keluarganya. Kadang aku

DMCA.com Protection Status