Padang, Sumatra barat.
Seusai sarapan bersama tadi, Aulya hanya duduk termenung sendirian di kamarnya. menatap keluar jendela melihat pohon yang daunnya bergoyang ditiup angin semilir, Aulya mengurung diri hampir seharian membuat Nabil heran, dan menimbulkan tanda tanya umi Habibah akan perubahan sikapnya."Nabil... Dimana kakakmu?" Tanya umi Habibah pada Nabil yang jemarinya sedang mengetuk layar ponsel di tangannya."Kak Lya di kamar mi, dari tadi dia enggak keluar!" Jawab Nabil yang masih kesal dengan Aulya."Kenapa dia? Enggak biasanya seperti ini." Umi Habibah pun mendatangi kamar yang pintunya terkunci rapat, mencoba mengajak putrinya berbicara. Ia pun mulai mengetuk pintu kayu itu."Tok! Tok! Tok!""Lya...buka pintunya nak! Umi mau bicara sama kamu!" Sahutnya dan masih berdiri menunggu Aulya membukakan pintu untuknya.Akan tetapi tidak terjadi apa-apa, tidak ada jawaban dari Aulya di dalam sana.Melihat uminya masih setia menunggu. Nabil mematikan ponselnya beranjak dari duduknya dan ikut berdiri di depan kamar Aulya."Mi... mungkin kak Lya masih ingin menenangkan dirinya! Biarkan dulu mi! Umi istirahat saja dulu." Ucap Nabil sambil merangkul pundak sang ibu.Umi Habibah mengangguk menyetujui kata-kata Nabil, "mungkin saat ini, memang sebaiknya Lya jangan di ganggu dulu!" Tapi sebenarnya ia sangat khawatir akan keadaan Aulya.Namun saat umi Habibah dan Nabil beranjak dari hadapan kamar Aulya terdengar suara pintu itu telah di buka."Sreeet!"
Terpampanglah Aulya gadis cantik bermata indah dan tak lupa bulu mata lentik seperti eyelashes kulit putih bersih, dan tinggi 165 centimeter tengah berdiri di ambang pintu. segera dia lari berhamburan dalam pelukan umi Habibah. di peluknya erat-erat tubuh ibunya menumpahkan tangisan di sana hal serupa juga dilakukan umi Habibah ia mendekap tubuh putri sulungnya itu. Masih dalam pelukan sang ibu Aulya mengeluarkan apa yang selama ini ia tahan. Uneg-uneg yang menyangkut di kepalanya ia luapkan semua tanpa ada yang tersisa sedikitpun.
"Umi, kenapa umi tidak pernah bilang kalo umi sakit mi." Kata Aulya menagis sesegukan."Umi baik-baik saja Lya, umi hanya butuh istirahat saja!" Balas umi Habibah yang masih saja enggan memberi tahu soal penyakitnya."Bohong...Lya tau umi sembunyikan sesuatu, beritahu Lya mi, umi sakit apa? Lya ikhlas mi kalau tabungan Abi untuk Lya melanjutkan pendidikan terpakai buat berobat, Lya bahkan tak ingin lagi melanjutkan pendidikan Lya mi! Lya sudah kubur cita-cita Lya! Dan Lya siap menikah dengan bang Farhan, apapun itu akan Lya lakukan mi agar umi sembuh!" Teriaknya dengan suara lirih dan sedih sekali.Melihat tangisan Aulya yang semakin menjadi, membuat umi Habibah dan Nabil tak bisa membendung air mata lagi dengan keadaan sama-sama menangis umi Habibah membelai kepala buah hatinya itu. Sementara Aulya hanya memandangi wajah ibunya dengan lekat agar senantiasa berada dalam ingatannya, dan Nabil sendiri masih berdiri dan menangis melihat ibu dan kakaknya memberi ruang untuk mereka saling bicara.
"Maafkan umi nak! Karena umi kamu jadi tidak bisa menggapai cita-cita kamu." Keluh umi Habibah ada rasa bersalah menyelimuti relung hatinya saat ini."Tidak umi, jangan meminta maaf seperti ini! Seharusnya Lya yang meminta maaf sama Abi dan umi karena telah menyusahkan umi dan abi, Lya juga sudah berpikiran buruk terhadap abi, maafkan Lya mi...maaf." Umi Habibah mengangkat dagu Aulya agar bisa melihat wajah anaknya, ia mendaratkan kecupan hangat di dahi Aulya, dan menyeka air mata di pipi gadis itu. Aulya tersenyum mendapat perlakuan dan perhatian seperti itu dari sang ibu dan membuat perasaannya jauh lebih tenang."Mi... jawablah jujur! Umi sakit apa?" Tanya aulya kembali."Umi sakit...dysfunctional uterine bleeding atau DUB kak bisa disebut sebagai pendarahan rahim! Pendarahannya hebat kak terakhir kali umi kambuh, buat umi enggak sadarkan diri sampai 4 hari!" Sahut Nabil seraya menghapus bulir bening yang jatuh di pipinya."Su-sungguh mi, separah itu kah umi?" Tanya Aulya lagi.Sementara umi Habibah hanya mengangguk membenarkan apa yang di ucapkan Nabil. Benar saja Aulya kembali memeluk ibunya dan menangis lagi di sana, "Umi...Aulya minta maaf!""Sudah nak! Jangan khawatirkan umi! Insya Allah, Allah selalu menjaga umi yang penting kamu do'a kan saja untuk kesehatan umi!" Ucap umi Habibah agar dapat menenangkan Aulya."Aulya akan selalu mendo'akan umi." Gumamnya ditelinga umi Habibah.***
Kegundahan hati Aulya kini telah berkurang, tak ada rasa yang membebani perasaannya. Ia juga telah berlapang dada jika harus dijodohkan dan esok adalah hari ia akan bertemu calon suaminya Farhan Iskandar, lelaki berusia 26 tahun yang memiliki tubuh atletis, kulit putih bersih, serta wajah tampan dan ada sedikit bulu-bulu rapat di sekitar pipi dan dagunya. Menambah kesan perkasa bagi siapapun yang melihatnya.Sore ini, Aulya pamit mengikuti kajian fiqih wanita di masjid ditemani Nabil yang juga suka ikut kajian ini, Karena salah satu pengisi acara tersebut adalah teman baik Nabil. Mereka datang lebih awal karena jarak antara masjid dan rumah mereka cukup jauh karena berbeda kampung, sejak kejadian haru siang tadi hubungan Aulya dan Nabil sudah kembali baik dan bahkan kini mereka begitu kompak, terukir senyum diwajah mereka.
Sementara di satu sisi Farhan telah mendarat di kota Padang, tidak perlu waktu lama baginya untuk datang dan pergi dari kota satu ke kota lain, untuknya semua adalah hal mudah karena Farhan seorang pengusaha sukses. Di kota itu Farhan bersama asistennya menginap di hotel berbintang mesiki pengusaha ia tak mau membuang uang untuk membeli sebuah apartemen di tiap kota karena baginya rumah adalah tempat yang nyaman.
"Pak! Mobilnya sudah saya siapkan, besok pagi kita bisa berangkat ke rumah pak Ilyas." Kata asisten Farhan memberitahunya."Bagus! Kita berangkat pagi saja karena kamu taukan kampung mereka jauh banget!" Ujarannya ketus."Baik pak!"Asistennya pun pergi meninggalkan Farhan di kamarnya. Pria itu langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur berukuran king size,"Aulya...apa istimewanya gadis itu? Sampai-sampai aku di beri wasiat dari ayah untuk menikahinya!" Gumamnya dalam hati.
Tepat pukul 07.15, Farhan beserta assisten pribadinya bergerak menuju kediaman keluarga Aulya, sengaja dia pergi pagi sekali karena perjalanan ke sana cukup jauh. Hampir memakan waktu, sedangkan Farhan harus segera kembali ke Magelang untuk mengurus perusahaannya. Dalam perjalanannya raut wajah Farhan sama sekali tidak bersemangat ditambah pikirannya saat ini hanya tertuju pada kekasihnya Nadira. Yang saat ini sedang berada di luar negeri.Mata Farhan hanya memandangi foto Nadira yang terpampang dalam aplikasi hijau di ponselnya berharap kekasihnya itu menelpon sekedar untuk memberi kabar."Sayang! Kamu kemana saja?" Lirihnya perlahan.Saat Farhan tengah sibuk mengkhawatirkan Nadira, tiba-tiba ponsel itu berdering dengan nama pak Ilyas yang tertera di layar ponsel itu.[Hallo? Assalamualaikum abi?] Sapanya dengan lemah lembut.[Waalaikumsalam! Farhan kamu sudah sampai di mana?] Balas abi Ilyas
Farhan terdiam cukup lama memandangi ujung rambut hingga ujung kaki Aulya nyaris membuat dirinya lupa diri, sungguh Aulya begitu sempurna. Sedangkan Aulya hanya tertunduk ia baru kali pertama memperlihatkan wajah pada lelaki selain abi Ilyas, ia pun sangat canggung karena Farhan melihatnya begitu tajam. Membuat Aulya dengan spontan menutup kembali cadar yang di kenakannya. Membuat Farhan tersontak kaget."Farhan, inilah Aulya dan kamu juga sudah melihatnya! Dia seorang hafidzah, sekarang bagaimana pendapat kamu tentangnya?" Tanya Abi Ilyas pada Farhan."Ya bi, Allah maha baik telah menyiapkan aku wanita shalihah di hadapanku ini! Aku ingin segera menghalalkannya!"Sungguh kata-kata Farhan membuat Aulya tersanjung ia tersenyum dan tersipu malu di balik cadarnya, pipinya merona akibat Farhan yang memujinya."Abi... bagaimana besok kita laksanakan akad nikahnya?" Tanya Farhan serius, Membuat semua orang terkeju
Di malam pernikahan mereka, Farhan langsung pamit membawa Aulya ke hotel yang masih ia tempati dia juga tidak ingin menginap di rumah abi Ilyas dengan alasan bahwa besok pagi sekali ia akan pulang ke Magelang, dengan berat hati abi Ilyas dan umi Habibah melepaskan kepergian putri sulungnya.Umi Habibah pun ikut membantu Aulya berkemas barang-barang miliknya. Bibir cemberut terbias begitu lekat pada wajah Aulya, tak henti ia berceloteh mengatai suaminya pada umi Habibah"Mas Farhan kebangetan ya um, masa dia enggak mau nginep disini! Padahal semalam saja!" Aulya mendengus kesal pada suami barunya itu."Eh, kamu ini kok ngomong gitu pada suamimu." Umi Habibah berjalan menuju lemari berisi pakaian Aulya."Iya habisnya mas Farhan sih bikin kesel mi, aku kan masih mau kangenan sami umi, Abi sama Nabil." Ucap Aulya yang masih keras dengan rasa kesalnya."Lya...kamu itu sudah menikah nak jadi, kemanapun suami
"Aulya... abi sudah menta'arufkan kamu dengan seseorang, Farhan namanya! Dia adalah anak sahabat baik abi ketika kuliah di Magelang!" Ungkap seorang lelaki berusia senja yang menatap penuh harap pada putri sulungnya agar mau menikah.Sementara itu, gadis cantik yang kini berhadapan dengannya itu sangat terkejut dan seketika bola matanya membulat mendengar perkataan abi Ilyas yang diam-diam telah menjodohkannya. Aulya menatap kearah umi Habibah ibunya berharap mendapatkan kebenaran sesungguhnya dan ya, umi Habibah mengangguk sambil melihat Aulya. Ia pun menghembuskan nafasnya dengan kasar dan kembali menatap abinya yang masih setia duduk menunggu jawaban."Su-sungguh bi? Abi sudah menta'arufkan Lya? Kenapa Abi tidak membahas ini sebelumnya sama Lya bi?" Serunya dengan nada sedikit meninggi. Sebenarnya Aulya tidak ingin meninggikan suara ketika dia sedang berbicara kepada kedua orang tuanya terlebih pada abinya. Akan tetapi ada rasa kecewa dalam hati Aulya ia belum bisa
Di malam pernikahan mereka, Farhan langsung pamit membawa Aulya ke hotel yang masih ia tempati dia juga tidak ingin menginap di rumah abi Ilyas dengan alasan bahwa besok pagi sekali ia akan pulang ke Magelang, dengan berat hati abi Ilyas dan umi Habibah melepaskan kepergian putri sulungnya.Umi Habibah pun ikut membantu Aulya berkemas barang-barang miliknya. Bibir cemberut terbias begitu lekat pada wajah Aulya, tak henti ia berceloteh mengatai suaminya pada umi Habibah"Mas Farhan kebangetan ya um, masa dia enggak mau nginep disini! Padahal semalam saja!" Aulya mendengus kesal pada suami barunya itu."Eh, kamu ini kok ngomong gitu pada suamimu." Umi Habibah berjalan menuju lemari berisi pakaian Aulya."Iya habisnya mas Farhan sih bikin kesel mi, aku kan masih mau kangenan sami umi, Abi sama Nabil." Ucap Aulya yang masih keras dengan rasa kesalnya."Lya...kamu itu sudah menikah nak jadi, kemanapun suami
Farhan terdiam cukup lama memandangi ujung rambut hingga ujung kaki Aulya nyaris membuat dirinya lupa diri, sungguh Aulya begitu sempurna. Sedangkan Aulya hanya tertunduk ia baru kali pertama memperlihatkan wajah pada lelaki selain abi Ilyas, ia pun sangat canggung karena Farhan melihatnya begitu tajam. Membuat Aulya dengan spontan menutup kembali cadar yang di kenakannya. Membuat Farhan tersontak kaget."Farhan, inilah Aulya dan kamu juga sudah melihatnya! Dia seorang hafidzah, sekarang bagaimana pendapat kamu tentangnya?" Tanya Abi Ilyas pada Farhan."Ya bi, Allah maha baik telah menyiapkan aku wanita shalihah di hadapanku ini! Aku ingin segera menghalalkannya!"Sungguh kata-kata Farhan membuat Aulya tersanjung ia tersenyum dan tersipu malu di balik cadarnya, pipinya merona akibat Farhan yang memujinya."Abi... bagaimana besok kita laksanakan akad nikahnya?" Tanya Farhan serius, Membuat semua orang terkeju
Tepat pukul 07.15, Farhan beserta assisten pribadinya bergerak menuju kediaman keluarga Aulya, sengaja dia pergi pagi sekali karena perjalanan ke sana cukup jauh. Hampir memakan waktu, sedangkan Farhan harus segera kembali ke Magelang untuk mengurus perusahaannya. Dalam perjalanannya raut wajah Farhan sama sekali tidak bersemangat ditambah pikirannya saat ini hanya tertuju pada kekasihnya Nadira. Yang saat ini sedang berada di luar negeri.Mata Farhan hanya memandangi foto Nadira yang terpampang dalam aplikasi hijau di ponselnya berharap kekasihnya itu menelpon sekedar untuk memberi kabar."Sayang! Kamu kemana saja?" Lirihnya perlahan.Saat Farhan tengah sibuk mengkhawatirkan Nadira, tiba-tiba ponsel itu berdering dengan nama pak Ilyas yang tertera di layar ponsel itu.[Hallo? Assalamualaikum abi?] Sapanya dengan lemah lembut.[Waalaikumsalam! Farhan kamu sudah sampai di mana?] Balas abi Ilyas
Padang, Sumatra barat.Seusai sarapan bersama tadi, Aulya hanya duduk termenung sendirian di kamarnya. menatap keluar jendela melihat pohon yang daunnya bergoyang ditiup angin semilir, Aulya mengurung diri hampir seharian membuat Nabil heran, dan menimbulkan tanda tanya umi Habibah akan perubahan sikapnya."Nabil... Dimana kakakmu?" Tanya umi Habibah pada Nabil yang jemarinya sedang mengetuk layar ponsel di tangannya."Kak Lya di kamar mi, dari tadi dia enggak keluar!" Jawab Nabil yang masih kesal dengan Aulya."Kenapa dia? Enggak biasanya seperti ini."Umi Habibah pun mendatangi kamar yang pintunya terkunci rapat, mencoba mengajak putrinya berbicara. Ia pun mulai mengetuk pintu kayu itu."Tok! Tok! Tok!""Lya...buka pintunya nak! Umi mau bicara sama kamu!" Sahutnya dan masih berdiri menunggu Aulya membukakan pintu untuknya.Akan tetapi tidak terjadi apa-apa, tidak ada jawaban
"Aulya... abi sudah menta'arufkan kamu dengan seseorang, Farhan namanya! Dia adalah anak sahabat baik abi ketika kuliah di Magelang!" Ungkap seorang lelaki berusia senja yang menatap penuh harap pada putri sulungnya agar mau menikah.Sementara itu, gadis cantik yang kini berhadapan dengannya itu sangat terkejut dan seketika bola matanya membulat mendengar perkataan abi Ilyas yang diam-diam telah menjodohkannya. Aulya menatap kearah umi Habibah ibunya berharap mendapatkan kebenaran sesungguhnya dan ya, umi Habibah mengangguk sambil melihat Aulya. Ia pun menghembuskan nafasnya dengan kasar dan kembali menatap abinya yang masih setia duduk menunggu jawaban."Su-sungguh bi? Abi sudah menta'arufkan Lya? Kenapa Abi tidak membahas ini sebelumnya sama Lya bi?" Serunya dengan nada sedikit meninggi. Sebenarnya Aulya tidak ingin meninggikan suara ketika dia sedang berbicara kepada kedua orang tuanya terlebih pada abinya. Akan tetapi ada rasa kecewa dalam hati Aulya ia belum bisa