Diah menggelengkan kepala, merasa sangat takjub dengan kebodohan anak bungsunya.Sia-sia sudah kepanikannya sampai berlari dan melemparkan handuk yang tadinya hendak ia berikan kepada sang suami. Setelah ia sampai di kamar putranya, malah justru dirinya yang tampak seperti habis kerasukan setan.Menahan kekesalan usai merasa ter-prank oleh kelakuan si bungsu, Diah pun menyeret paksa anak itu untuk kembali ke lantai dasar rumah mereka.“Jadi istri Adnan nggak kerasukan, Mi?”“Kerasukan, kerasukan! Kalau ngomong jangan sembarangan kamu! Mantu Mami tuh lagi ngidam, bukan kerasukan!” semburnya, lagi-lagi tersulut emosi.“Capek-capek Mami sekolahin sampe ke negara orang, eh, hasilnya kok malah lebih goblok dari yang sekolah di Indo.”“Please deh, Mi. Apa hubungannya ngidam yang baru aku tahu ini, sama study aku di luar? Nggaka da, Mami.”“Jawab aja teroooss, jawab! Nggak usah ngerasa berdosa karena udah ngeprank Mami, Nan. Nggak usah!”Ya, Tuhan! yang hamil istrinya, kenapa yang menjadi san
“Harus banget?”Semua orang mengangguk, menjawab serempak dengan gerakan mantap dikepala mereka.Ah, Cinta lelah! Biarkan saja para orang tua melakukan apa yang mereka inginkan. Asalkan mereka tidak membebaninya dengan segala macam persiapan acara, maka tak akan menjadi masalah jika seandainya mereka berniat untuk menggelar pesta perayaan.“Waktu Mbak Grace hamil Thania emang ngadain yang beginian juga?”Grace pun tampak menyukai topik yang adik iparnya angkat. Hal itu diperjelas dengan binar dimatanya yang menyala-nyala. “Iya dong. Kamu lupa ya, Cin?”“Bukan lupa sih, tepatnya aku nggak inget, Mbak.”Disampingnya, Adnan membelai puncak kepala Cinta. “Sama aja namanya, Sayang.” Tutur pria itu lembut agar Cinta tak tersinggung.Mendapatkan koreksi dari sang suami, Cinta pun hanya dapat menyengir kuda.“Waktu tau hamil Thania. Mami sama mertua..”Uhuk! Batuk buatan yang terlontar dari mulut sang mami membuat Grace mengubah panggilannya. “Mantan mertua maksudnya.” Ia pun kembali melanjut
Kabar bahagia datang dari pengusaha muda Adnan Wiyoko. Mantan kekasih Arabela itu dikabarkan akan segera memiliki momongan. “Dih!” Cinta lekas menekan tombol power, menonaktifkan televisi yang saat ini tengah dirinya tonton bersama Adnan.“Kayak artis aja pake diberitain di infotainment. Padahal anak pejabat juga bukan kamu tuh.” gerutu Cinta, tak habis thinking. Mudah sekali untuk muncul dilayar kaca. Tak perlu menjadi pelaku seni dunia hiburan, apalagi orang berpengaruh tanah air, asalkan viral atau pun pernah bersinggungan dengan keduanya, maka status orang yang diberitakan sudah selayaknya selebriti ternama.Herannya, berita yang penting-penting justru tidak ditayangkan. Wajarlah jika negaranya ini minim orang berkualitas. Pengusung beritanya saja menampilkan info-info tak penting, contohnya ya berita tentang kabar kehamilannya yang sama sekali tidak mengandung sebuah prestasi.“Ya, mantan pacar Mas kan artis, Yang. Wajar kalau berita tentang Mas masih dicari-cari.” Ucap Adnan s
Mengandung— satu kata itu nyata masih menjadi hal yang sangat baru didalam hidup Cinta. Tak pernah terbayangkan jika di usianya yang belum menginjak kepala 3, Tuhan akan dengan mudahnya menitipkan sebuah janin, tanpa melihat siap atau tidaknya ia untuk menerima pemberian tersebut. Lantas, apakah ia terpaksa menerimanya?! Jujur saja dari hati yang paling dalam, keterpaksaan itu merupakan jawaban yang sudah pasti akan Cinta benarkan. Ia belum sepenuhnya dapat menerima kehamilan tiba-tibanya, terlebih keadaan itu pada nyatanya menimbulkan efek samping dengan mengurangi tingkat produktivitasnya yang semula memang rendah. Yah, biarlah penerimaan tersebut berjalan secara alami nantinya. Cinta sendiri yakin bahwa kelak ia akan menerima janin didalam kandungannya, persis seperti apa yang dikatakan oleh bunda dan mami mertuanya. Ia hanya harus menikmati setiap prosesnya, bergerak semakin maju, hingga akhirnya dapat menemukan kata syukur dibalik pemberian hang Tuhan berikan padanya.Hanya sa
“Kamu masih belum bisa nerima dia, Yang?”Mendengar nada bicara Adnan yang melirih bersama tatapannya sendunya, tak pelak Cinta pun tergelak dengan hebatnya.Perempuan itu lalu berjinjit, berdiri menggunakan ujung flat shoes yang dirinya kenakan, untuk dapat mendaratkan telapak tangan pada pangkal rambut Adnan.“Lucu banget tau nggak sih.” Ucapnya sembari mengacak rambut Adnan hingga tatanannya tak serapi sebelumnya.“Sayang.” Adnan kontan menangkap lengan Cinta, sebelum kemudian kedua tangannya berpindah pada pundak-pundak kecil istrinya, agar sang istri tak lagi memaksakan diri untuk menyamakan tinggi tubuh mereka.“Mas nggak bercanda, Yang. Mas perlu tahu semuanya.”“Makanya aku bilang kamu lucu, Mas.”Cinta melipat lengannya ke dalam dada. Ia memberengut, berpura-pura tidak menyukai topik yang Adnan angkat.“Please, Cinta. Selain karena nggak siap, apa yang buat kamu sulit menerima dia? Kasih tahu ke Mas. At least dengan begitu Mas bisa pikirin solusinya.”Mengetahui orang-orang ta
Pada drama-drama romansa yang pernah Cinta tonton secara maraton, biasanya (even itu tidak selalu terjadi), pemeran pria akan memilih meninggalkan kegiatan yang tengah digelutinya untuk mengejar kaburnya sang kekasih. Si pria akan mengemis maaf, mengakui kesalahan dan melakukan segala cara agar wanitanya luluh hingga keduanya pun kembali berdamai.Perilaku para pria bucin pada drama-drama itu hampir selalu sama. Mereka tak akan memperdulikan sepenting apa aktivitas yang tengah mereka kerjakan— bagi mereka, sang kekasih merupakan prioritas utama yang harus didahulukan diatas segala kepentingannya.Ya, harusnya demikian! Tapi realita tidaklah semanis drama meski si pria masuk ke dalam jajaran para buciners. Scene selegit lapis surabaya itu tak terjadi didalam kehidupan rumah tangga Cinta.Usai meninggalkan Adnan dan melepaskan knop pantry agar pintu tertutup dengan sendirinya, Cinta pun dengan sengaja memperlambat langkah kakinya. Ia sempat meyakini jika teriakan Adnan akan membuat pria
“Mami sama Papi nggak ikut?”Diah menghela napasnya sebelum menggeleng dengan enggannya. “Mami pengen tapi nggak bisa. Sore ini Mami udah janji mau nemenin Papi ketemuan sama temen lamanya.”“Yah,” desah Cinta, tampak kecewa.“Next time kita berburu makanan bareng, oke?”“Oke.” jawab Cinta walau sebenarnya ia ingin membujuk sang ibu mertua.“Aromatherapy, tisu basah sama kantong buat mual-mualnya Cinta, udah kamu siapin kan, Nan?”“Aman, Mi. Udah semua.”“Have fun ya, Sayang. Maem yang banyak pokoknya.Menantu dan ibu mertuanya itu lalu bercipika-cipiki sebelum akhirnya Diah harus melepas kepergian Cinta dengan lambaian tangannya.“Bye-bye, Mami! Jangan lupa bawain Cinta jajan kalau pulang.” Teriak Cinta sembari membalas lambaian tangan ibu mertuanya.“Sayang, udah. Nanti kamu nyusruk.” Peringat Adnan, menarik pakaian Cinta agar istrinya tak lagi melongokkan tubuhnya melewati kaca mobil.“Jadi kangen Bunda deh.” Gumam Cinta terdengar sampai ke telinga Adnan.“Mau ke rumah Bunda aja?”
Tidak Pemirsa! Mana mungkin Cinta membeli gerobak milik Pakde cilok, terlebih hanya dengan memasukkan panci kukusan cilok ke dalam kabin mobil, seorang pria yang doanya terjamah oleh langit, histeris, memohon agar Cinta tidak bertingkah diluar nalar.“Terus abis itu, Mas Adnannya pingsan, Yah.” Ucap Cinta, melengkapi cerita perngidamannya sore ini.Pingsannya Adnan tentu membuat Cinta dan supirnya panik. Pasalnya, mereka belum pernah melihat Adnan tiba-tiba tak sadarkan diri. Alhasil, untuk mengurangi kepanikannya, Cinta pun menghubungi sang ayah guna meminta bantuan.“Kesimpulannya si Adnan mabok cilok?“Kayaknya gitu deh, Yah. Sebelumnya dia juga lari waktu aku mau makan nih cilok.” Beber Cinta, memberitahu sang ayah sembari menyentak genggaman tangannya pada garpu bertusukkan sebutir cilok.Dimas melipat bibirnya masuk ke dalam mulut. “Em..” bergumam dengan wajah berpaling, menatap sang menantu yang kini masih terbaring tak sadarkan diri di atas sofa rumahnya.“Klenger-nya lama ju