Acara bulan madu penuh drama Cinta dan Adnan pun berakhir tepat pada hari keempat belas, terhitung sejak rombongan itu tiba di Maldives. Mereka harus rela mengakhiri kesenangan yang dirasakan, untuk kembali pada tanggung jawab yang telah lama mereka tinggalkan.Apalagi kepergian mendadak itu turut membawa seorang bocah— yang mana dirinya masih berstatuskan pelajar. Karenanya, mereka tak dapat menunda kepulangan. Nathania telah banyak menorehkan tinta merah pada daftar absensinya. Bisa-bisa Nathania akan dikeluarkan dari tempatnya mengenyam pendidikan dan itu akan membuat Grace selaku ibu kandungnya menyalahkan mereka. “Di, kabar-kabar ya..” “Beres, Dim. Begitu keliatan hilalnya, aku pasti langsung kabarin kamu. Kita pergi cek sama-sama nanti.”Mendengar ayah dan ibu mertua yang lagi-lagi membahas perihal kehamilan, Cinta pun tak dapat menahan keinginan mulutnya untuk menguap.Lelah sekali rasanya! Ia kan belum siap untuk memiliki momongan. Usianya saja belum menyentuh kepala 3 dan l
Sialnya, Cinta memang tengah dalam keadaan mengandung sekarang. Janin itu diperkirakan berada pada minggu pertama sejak terjadinya masa pembuahan. Bak terkena petir di hari yang cerah, informasi yang disebutkan oleh dokter kandungan itu, kembali membuat Cinta tak sadarkan diri untuk kali ketiga. Setelah tersadar, ia pun hanya bisa merasakan kekosongan.“Sayang, are you okay?”Cinta memalingkan wajah, menatap si penanya yang tidak lain merupakan tersangka penghamilan dirinya.“Nggak,” jawab wanita itu dengan gelengan lemah dikepalanya.Disampingnya, si tersangka pun mendesah. “Mas juga, Yang.” Cicit Adnan, tak kalah lemahnya.Sebagai pengantin anyaran, hubungannya dengan Cinta sedang panas-panasnya. Ia dan sang istri mulai terbuka satu sama lain, termasuk dalam urusan ranjang yang akhirnya membuat mereka saling mendambakan satu sama lain.Lah, tapi kok ini?“Inget ya Adnan. Cintanya jangan dicampurin dulu. Usia segitu tuh belom boleh ditengokin. Ntar aja kalau dokter kandungan udah bi
Diah menggelengkan kepala, merasa sangat takjub dengan kebodohan anak bungsunya.Sia-sia sudah kepanikannya sampai berlari dan melemparkan handuk yang tadinya hendak ia berikan kepada sang suami. Setelah ia sampai di kamar putranya, malah justru dirinya yang tampak seperti habis kerasukan setan.Menahan kekesalan usai merasa ter-prank oleh kelakuan si bungsu, Diah pun menyeret paksa anak itu untuk kembali ke lantai dasar rumah mereka.“Jadi istri Adnan nggak kerasukan, Mi?”“Kerasukan, kerasukan! Kalau ngomong jangan sembarangan kamu! Mantu Mami tuh lagi ngidam, bukan kerasukan!” semburnya, lagi-lagi tersulut emosi.“Capek-capek Mami sekolahin sampe ke negara orang, eh, hasilnya kok malah lebih goblok dari yang sekolah di Indo.”“Please deh, Mi. Apa hubungannya ngidam yang baru aku tahu ini, sama study aku di luar? Nggaka da, Mami.”“Jawab aja teroooss, jawab! Nggak usah ngerasa berdosa karena udah ngeprank Mami, Nan. Nggak usah!”Ya, Tuhan! yang hamil istrinya, kenapa yang menjadi san
“Harus banget?”Semua orang mengangguk, menjawab serempak dengan gerakan mantap dikepala mereka.Ah, Cinta lelah! Biarkan saja para orang tua melakukan apa yang mereka inginkan. Asalkan mereka tidak membebaninya dengan segala macam persiapan acara, maka tak akan menjadi masalah jika seandainya mereka berniat untuk menggelar pesta perayaan.“Waktu Mbak Grace hamil Thania emang ngadain yang beginian juga?”Grace pun tampak menyukai topik yang adik iparnya angkat. Hal itu diperjelas dengan binar dimatanya yang menyala-nyala. “Iya dong. Kamu lupa ya, Cin?”“Bukan lupa sih, tepatnya aku nggak inget, Mbak.”Disampingnya, Adnan membelai puncak kepala Cinta. “Sama aja namanya, Sayang.” Tutur pria itu lembut agar Cinta tak tersinggung.Mendapatkan koreksi dari sang suami, Cinta pun hanya dapat menyengir kuda.“Waktu tau hamil Thania. Mami sama mertua..”Uhuk! Batuk buatan yang terlontar dari mulut sang mami membuat Grace mengubah panggilannya. “Mantan mertua maksudnya.” Ia pun kembali melanjut
Kabar bahagia datang dari pengusaha muda Adnan Wiyoko. Mantan kekasih Arabela itu dikabarkan akan segera memiliki momongan. “Dih!” Cinta lekas menekan tombol power, menonaktifkan televisi yang saat ini tengah dirinya tonton bersama Adnan.“Kayak artis aja pake diberitain di infotainment. Padahal anak pejabat juga bukan kamu tuh.” gerutu Cinta, tak habis thinking. Mudah sekali untuk muncul dilayar kaca. Tak perlu menjadi pelaku seni dunia hiburan, apalagi orang berpengaruh tanah air, asalkan viral atau pun pernah bersinggungan dengan keduanya, maka status orang yang diberitakan sudah selayaknya selebriti ternama.Herannya, berita yang penting-penting justru tidak ditayangkan. Wajarlah jika negaranya ini minim orang berkualitas. Pengusung beritanya saja menampilkan info-info tak penting, contohnya ya berita tentang kabar kehamilannya yang sama sekali tidak mengandung sebuah prestasi.“Ya, mantan pacar Mas kan artis, Yang. Wajar kalau berita tentang Mas masih dicari-cari.” Ucap Adnan s
Mengandung— satu kata itu nyata masih menjadi hal yang sangat baru didalam hidup Cinta. Tak pernah terbayangkan jika di usianya yang belum menginjak kepala 3, Tuhan akan dengan mudahnya menitipkan sebuah janin, tanpa melihat siap atau tidaknya ia untuk menerima pemberian tersebut. Lantas, apakah ia terpaksa menerimanya?! Jujur saja dari hati yang paling dalam, keterpaksaan itu merupakan jawaban yang sudah pasti akan Cinta benarkan. Ia belum sepenuhnya dapat menerima kehamilan tiba-tibanya, terlebih keadaan itu pada nyatanya menimbulkan efek samping dengan mengurangi tingkat produktivitasnya yang semula memang rendah. Yah, biarlah penerimaan tersebut berjalan secara alami nantinya. Cinta sendiri yakin bahwa kelak ia akan menerima janin didalam kandungannya, persis seperti apa yang dikatakan oleh bunda dan mami mertuanya. Ia hanya harus menikmati setiap prosesnya, bergerak semakin maju, hingga akhirnya dapat menemukan kata syukur dibalik pemberian hang Tuhan berikan padanya.Hanya sa
“Kamu masih belum bisa nerima dia, Yang?”Mendengar nada bicara Adnan yang melirih bersama tatapannya sendunya, tak pelak Cinta pun tergelak dengan hebatnya.Perempuan itu lalu berjinjit, berdiri menggunakan ujung flat shoes yang dirinya kenakan, untuk dapat mendaratkan telapak tangan pada pangkal rambut Adnan.“Lucu banget tau nggak sih.” Ucapnya sembari mengacak rambut Adnan hingga tatanannya tak serapi sebelumnya.“Sayang.” Adnan kontan menangkap lengan Cinta, sebelum kemudian kedua tangannya berpindah pada pundak-pundak kecil istrinya, agar sang istri tak lagi memaksakan diri untuk menyamakan tinggi tubuh mereka.“Mas nggak bercanda, Yang. Mas perlu tahu semuanya.”“Makanya aku bilang kamu lucu, Mas.”Cinta melipat lengannya ke dalam dada. Ia memberengut, berpura-pura tidak menyukai topik yang Adnan angkat.“Please, Cinta. Selain karena nggak siap, apa yang buat kamu sulit menerima dia? Kasih tahu ke Mas. At least dengan begitu Mas bisa pikirin solusinya.”Mengetahui orang-orang ta
Pada drama-drama romansa yang pernah Cinta tonton secara maraton, biasanya (even itu tidak selalu terjadi), pemeran pria akan memilih meninggalkan kegiatan yang tengah digelutinya untuk mengejar kaburnya sang kekasih. Si pria akan mengemis maaf, mengakui kesalahan dan melakukan segala cara agar wanitanya luluh hingga keduanya pun kembali berdamai.Perilaku para pria bucin pada drama-drama itu hampir selalu sama. Mereka tak akan memperdulikan sepenting apa aktivitas yang tengah mereka kerjakan— bagi mereka, sang kekasih merupakan prioritas utama yang harus didahulukan diatas segala kepentingannya.Ya, harusnya demikian! Tapi realita tidaklah semanis drama meski si pria masuk ke dalam jajaran para buciners. Scene selegit lapis surabaya itu tak terjadi didalam kehidupan rumah tangga Cinta.Usai meninggalkan Adnan dan melepaskan knop pantry agar pintu tertutup dengan sendirinya, Cinta pun dengan sengaja memperlambat langkah kakinya. Ia sempat meyakini jika teriakan Adnan akan membuat pria
“O-iya loh. Mirip.” Samuel tak hentinya memandangi album foto berisikan potret bayi mungil yang tak lain adalah menantu perempuannya. Ia lalu menggeser pandangan, memindai kembali rupa cucu hasil pernikahan putranya dengan wanita itu. “Nggak ada bedanya sama sekali. Plek-ketiplek kayak yang Cinta bilang.” Plak! Gemas dengan keheranan suaminya, Diah pun melayangkan pukulan pada pundak pria paruh baya itu. “Apa sih, Pi? Masa baru percaya sekarang. Kita loh punya fotonya Cinta dari segala usia.” Tutur ibu kandung Adnan itu, memarahi Samuel yang baru bisa mempercayai penuturan mereka. Sudah dibilang Amora itu cetakannya Cinta. Tidak ada satupun bagian dari Cinta yang terlewat dalam proses terbentuknya rupa cucunya. “ini kali ya, yang dibilang kita punya 7 kembaran.” Diah melengos sedangkan Dimas, besannya— pria itu mengedikkan bahu. ‘Suka-Suka lo aja-lah, Sam.’ lontar Dimas, membatin. “Ckckckck! Niar banget loh sampe bawain foto bayi aku. Orang tuh nengok lahiran bawa makanan
Amora Anindya Wiyoko— nama itu Adnan ciptakan dengan mengingat sang istri dalam setiap pertimbangannya. Amora, suku pertama ini Adnan ambil dari kata amor yang jika diartikan kedalam bahasa Indonesia, akan merujuk pada nama wanita yang telah bertaruh nyawa untuk melahirkan putrinya. Sedangkan untuk Anindya, Adnan mengambilnya dari bahasa Sansekerta yang berartikan cantik. Paras ayu Cinta pasti akan menurun pada sang putri. Adnan berharap putrinya kelak dapat tumbuh rupawan seperti halnya istri yang ia kasihi. “Astaga.. Cinta banget mukanya. Padahal anak cewek loh.” Dan, yah! Harapan Adnan terkabul. Gen istrinya bekerja lebih banyak, membuat Adnan kini mempunyai miniatur wanita yang sangat dirinya cintai. “Bangun-bangun pingsan ini anaknya.” Mendengar celotehan ibu mertuanya, Adnan pun tak dapat menahan kekehannya. Semoga saja istrinya tidak berulah setelah sadar. “Aneh banget ya? Anak cewek loh. Kok malah lebih mirip mamanya daripada papanya.” Ucap Dimas, ikut heran sama se
“Simon gimana, Mas? Ada bales?” Adnan menggenggam erat telapak tangan Cinta. “Sayang.. Nggak usah mikirin Simon dulu ya.” Ia lalu meminta agar sang istri fokus pada persalinannya saja. Bagaimanapun juga, ketidakhadiran istrinya dalam pernikahan pria itu berada diluar kendali manusia. Absennya Cinta disebabkan oleh perihal yang tidak dapat diganggu gugat oleh seorang makhluk. Sungguh, ini benar-benar diluar kuasa mereka. “Iya, Cin. Bunda juga udah minta maaf ke maminya Simon. Kamu tenang aja. Simon pasti ngerti.” Ucap Nirmala, membelai kepala putrinya. Dini hari menjelang subuh, sahabatnya menelepon, mengabarkan jika Cinta mengalami kontraksi hebat. Setelah dilarikan ke rumah sakit ibu dan anak di daerah Kemang, dalam perjalanannya menyusul sang putri, ia mendapatkan kabar bila Cinta sudah mengalami pecah ketuban. Saat itulah, ditengah kepanikannya, ia menghubungi mami Simon. “Sakit, Mas.” “Sabar ya, Sayang. Kamu.. Kamu mau operasi aja?” tanya Adnan, semakin tak tega melihat sang i
“Bun, shopping yuk.” Ajak Cinta, tiba-tiba.Mendengar itu, Nirmala pun menghentikan aktivitas menyulam yang sedang ia kerjakan. Ia menatap sang putri, lalu bertanya, “mau belanja apa?” Saat putri dan menantunya berkunjung bersama suaminya, ibunda Cinta itu tengah mengisi waktu luangnya dengan menciptakan sebuah karya yang nantinya akan ia jadikan sebagai hadiah kelahiran cucu pertamanya.“Emang kalau shopping harus udah ada yang mau dibeli dulu ya?”“Ya, iya dong. Kocak ini anak. Kalau nggak ada yang mau dibeli, ngapain kamu ngajakin Bunda belanja?”“Astaga, Bun. Konsep dari mana itu? Nggak mesti ya! yang penting pergi aja dulu. Ntar juga pasti ada yang pengen dibeli.”Nirmala pun berdecak dan decakkannya itu membuat Cinta kembali berkata-kata.“Please, Bun. Jangan pelit-pelit banget sama diri sendiri. Suami Bunda loh banyak duit. Matanya dimanjain. Kalau nemu barang bagus, bungkus. Shopping diluar kebutuhan nggak akan bikin Bunda miskin kok.”Nirmala menggelengkan kepala, tak habis p
Keributan yang disebabkan oleh Cinta di dalam showroom milik sang ayah dapat teratasi dengan cepat setelah Dimas mendatangkan relasinya bersama datangnya satu unit motor bebek keluaran terbaru ke hadapan si ibu hamil. “Kalau ini dijamin Ibunya bisa naikin.” Seloroh Dimas, menepuk bagian kepala motor yang didatangkannya.Tahu bahwa ayahnya kesal, Cinta pun meringis. “Hehe..” Ia menunjukkan deretan gigi putihnya. Memasang ekspresi bersalah yang dibalut dengan cengiran manisnya. Ia kan hanya ingin berbuat baik. Berhubung ayahnya mempunyai bisnis jual-beli kendaraan, situasi itu hendak ia manfaatkan agar dirinya tak perlu keluar uang.“Moge yang tadi keren loh padahal. Ibu beneran nggak mau?” tanya Cinta untuk memastikan apakah si ibu benar-benar tidak berminat dengan motor yang ia pilihkan.Sedikit ngeyel nggak ngaruh kan? Toh keluarga ayahnya tidak akan jatuh miskin hanya karena menghibahkan sebuah motor.“Nggak, Non. Bahaya. Selain saya nggak bisa naikinnya, di lingkungan saya pasti r
Kata siapa menjadi istri pria kaya akan menghindarkan kita dari berbagai masalah? Siapa yang bilang, hah?!Sebagai istri pria keyong-reyong yang nantinya akan mewarisi kerajaan bisnis papi mertuanya, Cinta dengan sungguh menolak keras statement menyesatkan kaum materialistis itu.Para wanita yang memiliki pemikiran sesempit itu, Cinta yakin mereka hanya hidup di dalam angan-angan indah belaka. Mereka jelas merupakan kaum-kaum pengkhayal yang tak melibatkan unsur kelogisan ke dalam cara berpikirnya.Mana ada kaya sama dengan bebas masalah. Tidak seperti itu, Suketi! Karena yang namanya masalah pasti tidak memandang kasta. Akan tiba masanya dia datang tanpa membawa surat undangan. Seperti sekarang contohnya.“Hiks, itu orangnya mati nggak, Pak?” Cinta bertanya dengan tangis sesenggukannya.Secara tidak sengaja ia terlibat dengan kecelakaan ketika hendak menyusul Adnan. Sejak meninggalkan kediaman orang tua suaminya, ia tidak pernah menyusun planning untuk menabrak pengendara lain di jal
“Engh.” Cinta mengerang. Wanita itu menengadahkan kepala, menarik napas dalam-dalam untuk ia hembuskan lagi keluar. “Mau kemana, Sayang?!” Dibelakang meja kerjanya, Adnan memperhatikan pergerakan sang istri. Sedari tadi ia melihat Cinta yang bergerak gelisah seolah tak mau duduk tenang di atas ranjang mereka. Selama masa kehamilan akhir Cinta, Adnan telah memindahkan meja dari ruang kerjanya ke dalam kamar. Maminya yang sangat khawatir dengan menantu perempuannya, meminta Adnan untuk tak berada jauh dari sisi sang istri. Sebentar lagi, meja yang ia gunakan ini juga akan diturunkan ke kamar baru mereka di lantai satu. “Ke bawah.” “Loh, ngapain?” “Feelingku bilang, bentar lagi orang Korea itu balik.” Plak! Adnan memukul kening— ini toh yang membuat istrinya tak tenang sedari tadi. “Mereka nggak akan pulang, Sayang. Kan tadi Mbak Grace telepon, bilang kalau bakalan nginep sana.” “Pulang, Mas. Mas nggak percaya sama feelingnya aku?” Adnan mau tak mau bangkit dari kursinya.
Samuel— ayah mertua Cinta, pria paruh baya itu hanya bisa menunduk lesu sembari mendengarkan omelan istrinya. Ia juga tidak tahu kalau putri dan menantunya yang lain tidak akan pulang ke rumah malam ini. “Lagian Papi ngapain pake janji-janji ke Cinta? Ngambek kan anaknya.” Sungguh terlalu! Jika sebelumnya ia dihadapkan pada kebingungan untuk mengusir Nathan, sekarang perasaan itu kembali ia rasakan setelah sempat merasakan kelegaan. Sebelumnya ia sangat gembira mendengar kabar bahwa Nathan tak akan pulang. Pria berdarah campuran Korea-Indonesia itu memboyong anak dan cucunya pulang ke rumah maminya. Memang setelah anak-anak mereka menikah, besannya itu memutuskan untuk pindah meninggalkan kota kelahirannya. Semarang dirasa cukup jauh meski dapat ditempuh secara singkat menggunakan pesawat. Setidaknya dengan begitu, besannya berharap jika Nathan dan keluarga kecilnya dapat lebih sering berkunjung menjenguknya. “Kayaknya Nathan tuh punya kekuatan deh, Mi. Masa iya dia tiba-tiba
“Kok bisa?! Kamu tau dari mana?” “Anaknya, Mbak. Dia di rumah sekarang.” “Jadi Simon pulang bawa kabar kalau dia sakit parah?!” tanya Nirmala yang anehnya justru dibalas dengan gelengan oleh mami Simon. “Loh, ah! Terus kamu tau kalau dia sakit dari mana?” “Itu— Dia bilang, dia setuju buat nikahin Louise. Gila kan?! Anakku pasti sakit parah. Kalau enggak, nggak mungkin dia tiba-tiba mau tanggung jawab.” “...” Fix! Gelar ibu durhaka abad ini pastilah dimenangkan oleh mami Simon. Wanita itu memiliki kriteria unik yang tidak dimiliki oleh para nominator lain, yaitu pemikiran yang secara tidak langsung menjadikan kata-katanya sebagai doa untuk memendekkan umur putranya. “Kok kamu diem aja sih, Mbak? Aku lagi panik loh ini.” Sama seperti bundanya yang langsung terdiam, Cinta yang diam-diam menguping pun ikut kehilangan kata-kata. Ia jadi kasihan pada Simon. Kalau saja Simon melihat kedurhakaan maminya, Cinta jamin sahabatnya itu pasti akan tantrum dua hari dua malam. “Ekstrim ju