"Teman yang baik bisa menjadi pintu rezeki namun teman yang buruk dia akan menutup rezeki."
********
Dengan menumpang kapal Wei Fengying bersama Jacky Lee menuju ke Kota Batam untuk mengambil uang sewa kapal milik ayahnya Jacky , Youpan Lee.
Fengying mengedarkan pandangannya kesekeliling dermaga Batam yang cukup ramai.
"Biasanya apa yang dilakukan orang-orang di demaga ini ,Jack ?"
Jacky pemuda berusia 20 tahun seorang programer di perusahaan IT ternama di Singapura, itu menoleh .
"Kalau orang Singapura yang menyeberang ke Batam itu karena bisnis , seperti kita saat ini. Tapi kalau orang Indonesia ke Singapura sekedar jalan-jalan dan belanja saja."
Fangying mengangguk mendengar penjelasan Jacky. Mereka lalu berjalan keluar Pelabuhan Batam Center setelah selesai dari pos imigrasi untuk melakukan pemeriksaan kartu pass keluar masuk baik dari Batam ke Singapura atau sebaliknya.
Mereka memilih naik taxi untuk bisa ke Nagoya dimana teman Youpan Lee berada. Sebenarnya ada angkutan umum lainnya yang masuk dalam kategori bus umum seperti carry yang merupakan bus milik swasta yang di kelola pemerintah kota Batam . Angkutan berbentuk minivan ini menggunakan model lama dari mobil Suzuki Carry Van yang bisa memuat 8 hingga 10 orang penumpang. Tarifnya pun lebih murah sekitar Rp 2.000 - Rp 6.000 tergantung jarak yang di tuju.
Dan penumpang turun dari kendaraan di sepanjang rute tetap.Atau bisa juga naik Bimbar yang ukurannya lebioh besar dari carry sehingga bisa memuat hingga 16 penumpang dengan tarif Rp5.000 - Rp15.000 tergantung jarak.
Dan ada juga Bus Trans Batam dengan tarif Rp4.000 - Rp15.000, tapi Bus Trans Batam ini tidak melayani seluruh wilayah, distrik dan rute di Batam. Lebih melayani rute ke arah Bandara Hang Nadim, Batam.Meskipun Batam adalah pulau yang jauh lebih besar daripada luas wilayah negara Singapura. Namun sistem tranfortasi di Batam lebih rendah daripada Singapura. Oleh karena itu, banyak wisatawan domistik atau internasional yang berkunjung ke Batam lebih memilih penyewaan kendaraan pribadi beserta sopirnya.
Fangying menikmati suasana kota Batam dari balik kaca jendela taxi yang mereka naiki. Tak lama sopir taxi pun menghentikan mobilnya di kawasan tujuan wisata di Batam yaitu Nagoya. Asal nama Nagoya sendiri itu didapat saat dilakukannya survei awal pengembangan Otoritas Batam sekitar tahun 1960. Dimana pada saat itu banyak terlihat warga negara Jepang di daerah itu, yang memiliki nama asli Lubuk Bajo. Dan kenapa jadi Nagoya, itu karena bahasa lisan masyarakat ditahun tersebut saat ingin pergi ke tempat orang Jepang dengan menyebut Nagoya, maka jadilah nama tempat itu Nagoya.
"Berarti Batam ini dulunya dikuasai Jepang ?" Fangying memandang kawasan yang di juluki surganya belanja.
"Bukan di kuasai sih, kak. Hanya saja sebagaian besar warga di Nagoya ini adalah orang Jepang. Dan karena masyarakat Batam itu lebih suka menyebut menyebut suatu tempat dengan kondisi wilayahnya dar5ipada nama jalan."
"Ohh ... seperti itu . Saya pikir ini adalah daerah kekuasaan orang Jepang."
"Tidak kak, hanya sekedar nama saja."Mereka kembali melanjutkan langkah menyusuri pertokoan dengan design kuno yaitu rumah tradisional Jepang. Tapi walau terkesan kuno, pertokoan di kawasan Nagoya ini ditata layaknya butuk ternama. Dan barang yang mereka jual pun barang dengan merek ternama dunia, mulai dari tas, jam tangan hingga parfum.
"Kalau mau beli jam tangan, tas dan parfum bermerk dengan harga murah, disini tempatnya kak."
"Bukannya surga belanja di Asia Tenggara itu di Singapura."
"Batam adalah Singapuranya Indonesia." Jacky tampak terkekeh. Dan mereka pun sampai di sebuah ruko yang menjual aneka merek ponsel."Kalau mau beli ponsel berkelas dengan harga bersahabat juga bisa di sini, Kak. Hanya saja hati-hati kalau lagi apes bisa dapat yang ponsel rekondisi."
Fangying kembali mengangguk,"Lalu bagaimana dengan yang ori dengan harga bersahabat?Namanya ori tentumahal."
"Karena kebanyakan barang yang dijual disini adalah barang BM, kak."
"Pantas. Pasti distributornya memiliki ilmu menghilang dari hadapan bea cukai."
Jacky tergelak mendengar pernyataan Fangying, ternyata pria yang dia pikir pendiam dan sombong ini sangat mudah cair dan enak dijadikan teman bicara.
Seorang pria dengan garis wajah sama dengan Fangying dan Jacky menyambut mereka dengan ramah."Saya pikir tuan Youpan sediri yang datang, karena saya ada punya sedikit pembicaraan terkait cuan."
"Maaf, paman. Hari ini kedai laksa papa sedang kedatangan banyak pengunjung, sehingga tidak bisa kemari."
"Baiklah, padahal ini adalah hal yang sangat butuh disegerakan." Pemilik toko ponsel bernama Chen Yue Yin, dengan sedikit raut kecewa. lalu pria itu memberi Jacky tas plastik kecil berisi lembaran uang yang cukup banyak,"Ini untuk uang sewa setengah tahun ini saja dulu, ya. Papa kamu sudah tahu kok."
Jacky mengangguk dan memasukkan tas berisi uang itu kedalam tas cangklong yang dibawanya." Terima kasih banyak , paman Chen."
Fangying yang sedikit merasa penasaran dengan perkataan tuan Chen tadi mencoba memberanikan diri untuk menanyakan. " Tuan Chen, jika berkenan. Bisakah saya mengetahui bisnis apa yang akan ada buat dengan kakak saya, Yupan."
"Apa benar, anda adiknya Yupan?" Tuan Chen bertanya dan dianggukin oleh Fangying juga Jacky.
"Saya Wei Fangying, baru tiba dari Shanghai seminggu yang lalu."
Tuan Chen tampak menganguk-angguk, lalu pandangan pria itu kembali terarah ke Fangying."Apa anda punya waktu untuk minum kopi?"
"Tentu saja."
Tuan Chen lalu mengajak Fangying kesebuah kafe untuk mengobrol tentang bisnis, banyak hal yang bisa didapat oleh Fangying tentang ilmu bisnis akar rumput. Pria bermata sipit itu menyimak apa saja yang di beberkan tuan Chen.
"Bisnis ini memang tidak langsung terlihat hasilnya, dia lebih mirif ragi pada adonan roti yang perlahan mengembang dan menjadi nikmat setelah jadi. Tapi dia juga memiliki resiko, jika kita terburu-buru maka yang sudah mengembang tadi bisa kempis kembali."
Tuan Chen menampakkan senyumnya mendengar analisa yang diberikan oleh Fangying, raut wajahnya menyiratkan rasa puas juga senang,"Saya setuju dengan analisis anda. Satu bisnis yang baik itu saat kita memulainya dari nol secara alami tanpa bantuan bumbu instan yang bisa membuatnya langsung jadi. Proses dari perkembangan itulah yang menjadikan bisnis yang kita bangun akan bisa bertahan lama."
Kali ini ganti Fangying yang mengangguk,"Lebih baik terlihat lemah di permukaan tetapi memiliki akar yang kuat didasarnya. Dengan begitu lawan tak akan memandang kita sebagai ancaman."
"Pemikiran anda sangat luar biasa, tuan. Saya suka berbicara dengan, tuan."
"Saya juga suka, tuan Chen. Saya jadi dapat ilmu baru yang belum saya dapatkan selama ini."
"Lalu kapan kita bisa bergerak? karena rekan saya sudah siap dengan dananya."
"Semakin cepat semakin baik, tuan.'
"Baik, kalau begitu tiga hari lagi. Datanglah tuan kesini ajak Yupan, kita bicarakan skema bisnis ini didepan tuan Derek selaku pemilik dana."
"Baik, tuan Chen. Saya akan tandai diagenda saya pertemuan kembai kita tiga hari kedepan."
Tuan Chen lalu menyalami Fang ying dengan senang,"Apakah tuan Fang, berencana tinggal lama di sini?"
"Saya masih belum tahu, tapi dari apa yang saya dengar dan lihat di berita maupun para pekerja Indonesia yang banyak bekerja di Singapura. Saya sepertinya tertarik untuk mencoba peruntungan saya di Indonesia, khususnya di pulau Jawa."
"Baik, jangan sungkan jika membutuhkan bantuan. Saya akan senang hati membantu tuan. Dan jika tuan bersedia, saya punya kerabat di Surabaya dia memiliki usaha pengolahan hasil perternakan, nanti bisa belajar kultur masyarakat disana dengan kerabat saya itu."
"Tentu saja saya bersedia." Fangying menjawab dengan cepat juga mantap. Dia tak ingin memiliki perasaan ragu untuk langkah awalnya menuju masa depan. "Kopi di kafe ini sangat nikmat sekali."
"Ini kopi Arabika asli dari Gayo, Aceh. Rasanya memang nikmat."
Fangying mengangguk dan menghabiskan kopinya, dia baru ingat kalau dirinya harus segera kembali ke Singapura sebelum senja. Segera di temuinya Jacky yang sudah menunggunya di toko ponsel milik tuan Chen. Bergegas keduanya menaiki taksi menuju Pelabuhan Batam Center untuk menyeberang kembali ke Singapura.
Dan hal baik yang Wei Fabng ying dapat hari ini, tak salah mencari temansambil minum kopi. Karena ketika bertemu teman yang tepat maka kita bisa mendapat manfaat, tetapi bila kita terlalu terburu-buru, teman buruk yang kita dapat, Karena bisa jadi malah kita yang dimanfaatkan.
*****
"Timah akan seperti tanah, kalau berada di tempatnya. Kayu cendana pun hanya akan seperti kayu bakar, bila menetap di tanah." *********** MerantaulahOrang berilmu dan beradab tidak tinggal beristirahat di kampung halaman. Tinggalkan negerimu dan hidup asing di negeri orang. MerantaulahKau akan mendapatkan pengganti dari orang-orang yang ditinggalkan ( kerabat dan kawan )Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang. Aku melihat udara menjadi rusak karena diam terputus Jika mengalir menjadi jernih, jika tidak, akan menggenang menjadi keruh. Singa jika tak keluar dari sarang , tak akan mendapat mangsa.Anak panah jika tak ditinggalkan busur, ta
"Kesuksesan merupakan mengembangkan kekuatan kita, sedangkan kegagalan adalah akumulasi dari kelemahan kita,"****Dalam kehidupan manusia tida ada rasa kepahitan, tidak ada kesakitan yang abadi, tidak ada lubang yang tidak dapat dilangkahi, dan tidak ada kesulitan yang tidak bisa di lewati."Ingat yang perlu di ingat, lupa dengan apa yang harus dilupakan, mengubah apa yang bisa di ubah dan menerima apa yang tidak dapat diubah." Gu Wei Gong berkata denganekspresi wajahnya yang hangat. Gu wei Gong ini adalah seorang pujangga yang kini memilih menjadi seorang biksu. Dia adalah guru spiritual Yupan yang kerab datang ke kedai untuk sekedar mengobrol dan memahami makna dari sebuat arti kehidupan."Apa yang bisa di ubah itu, guru Gu?" Wei Fangying sangat tertarik dengan kiasan yang disampaikan oleh pria bijak ini. Guru Gu tersenyum dan mengangguk."Yang bisa di ubah dalam kehidupan adalah nasib dan yang tak bisa di ubah dalam kehidupan itu adalah takdir.
"Semua mimpimu akan menjadi kenyataan jika kamu punya keberanian untuk mengejarnya."***Jika kamu ingin mengalahkan rasa takut, Jangan duduk di rumah dan berpikir tentang rasa takut itu. Pergilah keluar dan sibukkan dirimu agar rasa takut itu tak lagi bersemayam di pikiranmu.Hari ini Wei Fangying menyibukkan diri dengan menganilisa wilayah. Pemuda itu mulai pukul 6 pagi sudah berkeliling sekitar rumah Tan Sabran Zahirulloh, sahabat guru Gu yang tinggal di Kelana Jaya. Pakcik Tan bekerja sebagai guru besar di salah satu Universitas di Johor Bahru sementara istrinya memiliki balai latihan kecerdasan bagi perempuan. Pakcik Tan memiliki tiga orang anak, mereka sudah menikah dan tinggal di Kuala Lumpur juga di Inggris dan Jepang.Selama tinggal di rumah guru besar itu, Wei Fangying tak ubahnya sedang menjalankan peran sebagai mahasiswa. Karena saat sore hari Pakcik Tan akan membahas hal-hal krusial yang terjadi terutama masalah pertumbuhan ekonomi.
"Keberhasilan tidak akan mendatangimu, tetapi kamu sendiri yang harus mendatanginya."*****Karena terkendala bahasa terkadang membuat Fangying dan Wong Li Yue merasakan kesulitan. Karena tidak semua orang yang bertemu dengan mereka bisa dan paham berbahasa Inggris atau Mandarin. Apalagi buat Wong Li Yue yang bahasa Inggrisnya masih tidak beraturan, sesuka dia menyebutnya saja.Dan hari ini mereka berencana menghabiskan sabtu sore di Kuala Lumpur, karena hari ini Buntario sedang banyak uang. Upah kerjanya di Kilang di terimanya siang tadi.Mereka naik LRT sama seperti saat tiba sebulan yang lalu. Tujuan mereka kali ini adalah jalan Alor yaitu tempat wisata kuliner Kuala Lumpur yang sangat cocok untuk menyuka kuliner seperti Wong Li Yue. Tapi sebelumnya mereka mengunjungi Batu Caves, Kuil Hindu tempat yang akan dipenuhi banyak orang saat diadakan festifal Thaipusam. Tapi di hari biasa pun pengunjung tak pernah surut untuk berphoto dengan latar belakang pat
"Masalah yang kamu hadapi di masa lalu akan membantumu sukses di masa depan."***Wei Fangying membungkuk hormat di hadapan seorang pria yang sama-sam membungkukkan badannya. Dia adalah paman Chen, orang kepercayaan paman Lin yang juga ayah tirinya."Kenapa paman ada disini? dan bagaimana paman bisa tahu kalau saya terkurung di sini." tatapan curiga jelas diberikan Fangying pada pria yang berprofesi sebagai pengacara keluarga Wei itu."Ini semua adalah tugas dari Tuan besar Wei Jun dan tuan Wei Qio Lin, untuk menjaga tuan muda Wei dari jauh."Tuan Chen buru-buru menambah pernyataannya sebelum Fangying melayangkan protes. "Jangan berprasangka buruk pada kakek juga ayahmu, tuan muda. Mereka menugaskan saya untuk menjaga tuan muda tidak terlibat masalah hukum di negara lain. Status tuan muda di sini adalah warga negara asing yang kedudukannya sangat rentan. Oleh karena itu tuan besar memberi saya perintah untuk mendampingi uisi
"Segala kemungkinan kerab kali datang menghampiri. Dan segala kebetulan pun akan ikut menyertai."*****Ketiga pria itu pun melanjutkan perjalanan mereka, kali ini mereka akan berkeliling di sekitar Kelana Jaya atau lebih dikenal dengan nama Petaling Jaya salah satu kota modern di Selangor, yang memiliki fasilitas dan akomodasi yang lengkap. Di Petaling ini terdapat pusat perbelanjaan modern dan berbagai restoran, hingga kuil-kuil tradisional yang ikut memberikan warna pada kota satelit ini.Mereka akan menghabiskan libur selama dua hari hanya untuk bersenang-senang karena pada hari senin mereka akan mulai aktifitas mereka.Tiba-tiba dari arah berlawanan tampak seorang wanita berlari dengan wajah ketakutan. Wanita itu bersembunyi di belakang Wei Fangying dan kedua temannya duduk.Terdengar suara wanita itu mengiba meminta perlindungan,"Tolonglah pakcik, jangan sebar tahukan soal saya disini dengan laki-laki yang berlari di
"Orang-orang yang berpengetahuan tinggi ialah mereka yang mengerti dan masih bertanya. sementara orang-orang yang berpengetahuan rendah ialah mereka yang tidak mengerti dan tidak mau bertanya."*******Wei Fangying dan kedua temannya berjalan mengikuti langkah Serly melewati jalan semen menuju rumah sewa wanita itu. Rumah berbentuk couple dengan warna-warni cerah itu berjajar saling berhadapan. Walau begitudarisekian banyak rumah yang mereka lewati tak satu pun yang membuka pintunya."Sepi sekali, ya." Buntario menjadi komentator pertama dalam menilai suasana di daerah rumah sewa wanita yang sedang di ikutinya itu."Kalau jam segini mereka masih berada di kilang atau tempat kerja lainnya. Nanti menjelang maghrib baru mereka pulang.""Jadi ramainya malam hari ya.""Tidak, tetap saja. Tidak ada yang buka pintu. Karena kami memilih untuk istirahat dari pada mengobrol. Tidak seperti di daerah perkampungan di Indonesia,
"Masa lalu adalah pelajaran yang tak perlu di ulang. Dia hanya bisa dijadikan sebagai pengingat agar masa depan tak sekelam masa lalu."***Dan sesuai janji mereka kembali bertemu, kali ini ketiga pria itu menjemput Serly dirumah sewanya. Berempat mereka menuju Kuala Lumpur dengan menggunakan LRT. Rencananya mereka naik pesawat langsung ke Surabaya dan tinggal beberapa hari di rumah emaknya Buntario di daerah Malang Raya."Anak sampeyan usianya berapa tahun , mbak?" Buntario kembali bertanya, jujur dia sangat penasaran dengan sosok wanita bernama asli Sri Erni Nursaly ini."Sudah usia lima tahun,Mas. Kata ibu, sudah didaftarkan ke taman kanak-kanak. Saya awal kerja disini begitu lulus sekolah, setelah tiga tahun terus saya nikah sama sesama pekerja di kilang. Karena kontrak kerja di habis, jadi mantan suami saya pulang duluan ke Indonesia dan berjanji akan tetap di sana sembari merawat anak juga mengolah sawah hasil kerja s
Sejak lamarannya di tolak dan sejak dirinya memantapkan diri untuk mengadu nasib di Surabaya. Fai Mo tidak ada terlihat menjalin hubungan dengan seorang wanita. Waktunya di habiskan untuk mencari uang melalui tempe buatannya. Dia ingin memiliki bisnis sendiri tanpa bayang-bayang bisnis keluarga Wei Jun yang sudah membesarkannya selama ini. "Aku titipkan dia. Lanjutkan perjuanganku 'tuknyaBahagiakan dia, kau sayangi dia. Seperti ku menyayanginya." "Kan kuikhlaskan dia. Tak pantas ku bersanding dengannya 'Kan kuterima dengan lapang dada. Aku bukan jodohnya." Suara bariton milik Buntario terdengar di iringi petikan gitar pria itu. Sementara Fai Mo tampak tengah mengobrol melalui sambungan jarak jauh dengan adiknya Wu Nian dengan posisi rebahan di atas tikar dan hanya memakai celana pendek tanpa atasan, karena cuaca hari ini memang cukup terik.
"Hasil tidaklah membohongi atas usaha yang di keluarkan. Karena setiap usaha pasti mengharapkan hasil yang baik bukan sebaliknya."***Wei Fang Ying alias Fai Mo bertekad akan memajukan usahanya sendiri. Pria itu tak mengenal kata menyerah. Menempati rumah berlantai dua yang tidak terlalu besar, Fai Mo ditemani Buntario memulai hidupnya di kota Pahlawan Surabaya.Tetap membuat dan menjual tempe, Fai Mo memulai perjalanan hidupnya di kota besar ini. Memiliki tetangga yang sangat baik di kampung biluh membuat Fai Mo kerasan dan bisa membaur dengan mereka."Mas Fai Mo! besok saya pesan tempe yang bundar sepuluh ya!"pesan Bu Sulastri tetangga kampung sebelah yang menjadi pelanggan tetapnya."Wehh ...! lagi banyak pesanan kripik tempenya, ya Bu!"tanya Fai Mo seraya menurunkan tempe pesanan bu Sulastri yang memiliki usaha kripik tempe."Alhamdulillah! lancar, mas. Mereka suka kripik tempenya karena bahan bakunya sendiri juga sudah enak. Sampeyan p
"Tidak ada kesuksesan tanpa kerja keras dan tidak ada kesulitan tanpa adanya kemudahan. Karena Tuhan Maha Tahu akan apa yang terbaik untuk umatnya." ***** Wei Feng Ying alias Fai Mo semakin serius dengan usahanya untuk bisa menadiri dari bisnis di bidang kuliner yaitu membuat tempe. Jenis makanan yang sama sekali janggal ditelinga karena di negara asalnya, makanan ini tidak ada. Yang Fai Mo tahu hanya tauco, yaitu fermentasi kacang kedelai uang di gunakan untuk bahan campuran masakan. Dan Fai Mo yang merasa usianya semakin bertambah, dia pun berkeinginan untuk memiliki kekasih dan menikahinya satu hari nanti. Dan pilihannya jatuh pada Wulansari. Gadis berparas ayu dan berasal dari keluarga yang cukup berada. Pertemuan mereka bermula pada saat Fai Mo mengantar pesanan tempe di salah satu warung makan yang ternyata milik budenya Wulan. Dari hanya saling pandang, dan berkat bantuan Buntario yang ternyata teman sekelas Wulan sewaktu SMP. Fai Mo b
"Bila sudah cinta tak perlu kau bertanya lagi apa alasannya kenapa saling cinta, karena cinta tak butuh sebuah alasan tapi dia butuh sebuah tindakan."******Fai Mo juga Buntario saling berpandangan seolah saling meminta pendapat atas permasalahan teman mereka ini. Sementara Karsan lebih tertarik dengan obrolan bisnis jamur merang dengan salah satu tetangga Sherly dan Wong Li Yue yang sudah bergerilya mengabsen menu jamuan tasyakuran ini."Apa hal ini sudah kamu bicarakan dengan Ardian?""Belum sih, Fai. Aku masih ragu.""Ragu kenapa? Soal status pernikahanmu?"Sherly mengangguk dan kembali berkata dengan lirih,"Iya, itu rasanya kok mengganjal sekali.""Setahu Aku, yo Mbak! Bila seorang pria sudah mencintai seorang wanita, dia tidak perduli dengan status apapun wanita itu. Dan Aku yakin, Ardian sudah memikirkan hal tersebut. Ada baiknya kamu bicarakan ini sama dia, biar enak ke depannya.""Bener itu, Aku setuju dengan pendapat
"Teman sejati itu akan selalu ada di hati bukan saja selalu ada di sisi. Tak pernah pergi walau disuruh pergi, tetap memberi tanpa pernah harap kembali."*******Sabtu ini Fai Mo beserta ketiga temennya berencana mengunjungi Sherly di Sumber Manjing, Malang. Memenuhi undangan wanita itu dalam tasyakuran anaknya yang baru saja di khitan.Dengan meminjam mobil milik kang Tarno kakak iparnya Karsan mereka pun pergi ke Malang dan berencana akan menginap di rumah mas Andri, anak bapak pemilik warung makan di stasiun Kota Baru Malang."Mbak Sherly ini beneran janda, Mo?"tanya Karsan penuh rasa penasaran saat mendengar cerita tentang Sely dari Buntario dan Wong Lu Yue.Fai Mo jelas menggeleng menjawab pertanyaan Karsa sembari tetap fokus menyetir."Saya ndak tahu pastinya, tapi kalau dari ceritanya mbak Sherly sendiri sih statusnya janda anak satu.""Kira-kira, dia mau ndak ya sama saya?"Fai Mo mengangkat kedua bahu
"Tidak ada satu usaha pun yang tak memiliki hasil. Hanya seorang pemalas saja yang mengatakan setiap usaha itu hanya sia-sia karena dia tak pernah mengerjakannya."*********Hidup sederhana di desa, dengan peralatan yang apa adanya dijalani Wei Fangying yang sekarang memiliki nama baru pemberian simbok angkatnya yaitu Fai Mo. Jauh memang dari nama aslinya, tapi Fai Mo sangat menyukai nama pemberian dari orang-orang yang menerimanya dengan tulus. Mereka tak ada yang menanyakan asal usul keluarganya, tak juga bertanya status sosialnya. Mereka menerima Fai Mo dengan mereka yang terbuka lebar.Mengawali kehidupan penuh perjuangan membuat Fai Mo semakin menyadari bahwa selama ini dirinya terlalu terlena dengan kehidupan serba ada ala keluarga Wei yang terkenal sebagai pengusaha sangat sukses.Dan dirinya sangat bersyukur memiliki seorang kakek Wei Jun yang sangat tegas dalam mendidiknya. Sejak kecil sang kakek kerab memintanya untuk men
"Kata sebagian orang, apalah arti sebuah nama.Tapi bagi sebagian lagi nama sangat penting sebagai pengenalan jati diri dari sebuah ambisi. Tanpa nama siapa yang mengenal kita." **** Bangun sebelum muadzin sholat subuh mengumandangkan adzan mulai dijalani Fangying juga Wong Li Yue yang setia mengikutinya. Dengan berboncengan sepeda keduanya pergi ke rumah mbah Wagiyem di desa Bendosari dari rumah ibunya Buntario di desa Bakulan. Suasana pagi yang bersahaja dengan udara yang dingin tak menyurutkan semangat mereka untuk belajar dan menata masa depan. Tak akan surut langkah kebelakang bila sudah ditetapkan untuk kedepan, begitulah tekad Fangying. Dan seperti kata Karsan, mbah Wagiyem sangat telaten juga ramah dan tak pelit berbagi ilmu. Wanita tua itu selain membagi ilmu membuat tempe juga membagi pengalamannya dulu semasa muda. "Anak muda sekarang itu enak. Semua fasilitas ada dan tidak takut kalau mau kemana-mana. Mau s
"Beli tempe di warung bu Mariyah, Tempe di bungkus daun talas.Janganlah suka menyerah, karena sukses bukan milik si pemalas." ****** Fangying juga Wong Li Yue memutuskan untuk menginap di rumah Buntario untuk sementara waktu. Kehidupan yang sangat berbeda dari apa yang dia terima selama ini. Rumah sederhana milik orangtua Buntario memang sangat jauh dengan Rumah besar bak istana milik kakek Wei Jun yang lengkap dan mewah fasilitasnya. Mau mandi tinggal menyalakankran air maka air hangat pun bisa langsung sampai ke kulit. Suhu udara panas tinggal menekan tanda minus pada remote AC maka ruangan seketika menjadi sejuk, makanan berbagai jenis sudah tersedia tanpa harus ikut berkotor-kotor kepasar. Tak perlu menimba air disumur ketika ingin mandi, tak perlu kipas bambu untuk membuat tubuh sejuk. Tapi semua kesederhanaan itu di nikmati Fangying dengan senang hati. Selama tinggal di desa ini Fangying mu
"Ibu doamu bagaikan air di musim kemarau, selimut disaat hujan dan peneduh disaat hari sedang panas."****Ardian menurunkan Fangying dan kedua temannya di depan kantor Polres Kabupaten Malang sementara dirinya langsung menuju ke Kecamatan Sumbermanjing untuk mengantar Sherly. Dan kebetulan sekali hari ini Ardian memang ada tugas ke desa Klepu, Sumbermanjing jadi bisa sekalian.Ketiga pria ini langsung mencari angkutan untuk bisa sampai di kecamatan Talun, kabupaten Blitar dan kebetulan angkutan yang akan mengarah kesana sedang bersiap untuk berangkat. Mereka menaiki bus Bagong rute Malang-Kepanjen-Karangkates-Kesamben-Blitar dengan tarif 15 ribu perorang.Pemandangan hijau dan ramainya pengunjung di kawasan wisata Waduk Karangkates menjadi satu hal yang menarik bagi Fangying."Itu gunung apa, Bun?" Tanya Li Yue sembari menunjuk ke sebelah kanan. Tampak dari kejauhan bentuk gunung dengan di tutupi kabut tipis.Bunta