Awas diabetes hihi
Ruang makan di rumah itu terdengar cukup ribut karena sang kepala keluarga tengah membuat sarapan untuk kedua anaknya. Biasanya dia selesai membuat sarapan sebelum kedua anaknya bangun, tapi hari ini dia bangun cukup siang karena semalam dia harus lembur mengerjakan beberapa kerjaan dari kliennya.Melihat papanya yang tengah sibuk, Angga berinisiatif menuangkan susu untuk dirinya dan adiknya, tidak lupa dia membuatkan teh untuk papanya. Seperempat jam kemudian Lendra berhasil menyelesaikan masakannya."Hari ini kita keluar yuk."Lendra menatap kedua anaknya yang sedang makan. Hari ini dia berencana membelikan putranya ponsel, karena putranya itu belum memilikinya. Bukan tanpa alasan Lendra membelikan Angga ponsel, dia membelikan Angga ponsel agar mudah menghubungi putranya."Ayok Pa!" seru Adhara dengan semangat.Adhara mengangguk dengan semangat. Sedangkan Angga terkekeh melihat adiknya. Dia akan ikut kemana saja asalkan bersama adiknya. Dia akan bahagia jika adiknya bahagia. Sesimpl
Suara ketukan pintu di rumahnya membuat Lendra yang tengah bersantai bersama anak-anaknya terpaksa menghentikan aktivitasnya sesaat. Lelah setelah berbelanja di Mall, ketiganya pulang berniat beristirahat seraya menonton acara televisi. Tapi sepertinya niat mereka terpaksa harus terganggu dengan tamu yang mereka tidak tahu siapa.Lendra mengingat-ngingat, siapa gerangan yang bertamu sore-sore begini. Kenzie pasti akan memberitahunya jika akan bertamu. Keluarganya tentu saja tidak mungkin, mustahil orang yang sudah tiada bertamu.Lendra membuka pintu dengan perlahan, menatap bingung gadis yang akhir-akhir ini dibicarakan oleh Kenzie. Marsha, gadis itu tersenyum mengangkat satu kantung plastik entah berisi apa, Lendra tidak mengetahuinya."Kenzi ngasih tau aku rumah Mas Lendra, jadi aku gak papa kan main?" tanya Marsha.Lendra tersenyum tipis, mau menolak tidak mungkin. Dia tidak sejahat itu untuk mengusir tamunya. Lagipula Marsha hanya bermain kan, gadis itu hanya ingin bertemu dengan t
Pagi ini setelah mengantar kedua anaknya, Lendra membersihkan rumah. Mulai dari mencuci baju hingga mengepel rumah. Sebelum berangkat sekolah, sejak kemarin Angga selalu membantunya menyapu rumah. Anak laki-lakinya itu sudah pandai membantunya meringankan pekerjaan rumah.Lendra tidak berniat memperkerjakan pembantu karena dia masih sanggup. Toh pekerjaannya sekarang fleksibel sehingga dia bisa membagi waktu dengan mudah. Tidak seperti saat dia bekerja di perusahaannya dulu, Lendra harus pintar membagi antara pekerjaannya sebagai karyawan dan freleence design grafis juga menemani kedua anaknya mengerjakan tugas.Di tengah-tengah kesibukannya, ponsel Lendra berdering pertanda ada pesan masuk. Keningnya berkerut saat melihat nomor asing yang menghubunginya. Bukan hanya nomor asing itu yang membuatnya bingung tapi juga kode nomor asing itu, yang mana kode luar negeri."Alex.."Lendra membaca pesan yang kembali orang itu kirim. Nama ini seperti tidak asing baginya. Lendra terkekeh saat pri
Lendra dan Sienna duduk di ruang tengah untuk membicarakan Adhara. Setelah permintaan Adhara setengah jam yang lalu, Sienna mengiyakan permintaan Adhara. Lendra? Duda beranak dua itu, tentu saja mengizinkan asalkan Sienna tidak keberatan.Keduanya belum berbicara sejak Lendra meletakkan dua cangkir teh di depan meja kaca. Sienna merasa sangat canggung jika tidak ada Adhara bersamanya. Karena jika ada Adhara, gadis kecil itu lah yang lebih banyak bicara, sehingga Sienna hanya menanggapi saja. Dia tidak perlu berpikir bagaimana memulai pembicaraan."Maaf karena merepotkan Ibu dan terimakasih karena mau merawat Ara." Lendra berusaha memecah keheningan. Terlalu lama diam membuatnya tidak nyaman, guru anaknya itu butuh istirahat jadi Lendra berusaha cepat membicarakan masalah putrinya agar Sienna cepat istirahat.Bukan hanya Lendra yang merasa tidak nyaman, duda dua anak itu juga yakin kalau Sienna merasa tidak nyaman dengan situasi yang mereka hadapi sekarang. Sehingga Lendra harus cepat
Sienna menatap dengan kesal mamanya yang tidak memberi izin kepadanya untuk memilih gaun sesuai keinginannya. Lantas untuk apa Sienna pulang kalau mamanya yang memilih gaun untuknya, kalau tahu akan seperti ini Sienna lebih baik tidak pulang.Batinnya tertawa perih, sejak kecil Sienna memang tidak bisa memilih sesuai keinginannya. Jika Sienna memilih A mamanya akan memilih B. Keinginan mamanya dan Sienna berbanding terbalik. Sampai sekarang, untuk memilih gaun pertunangannya saja Sienna tidak bisa memilih. Bayangkan saja jodoh mamanya yang mengatur, dan gaunnya dia juga yang mengatur. Sienna ingin bebas berpendapat seperti orang-orang diluar sana."Sienna akan turuti Mama, tapi Sienna gak mau pertunangan ini diketahui oleh media."Sofia menatap Sienna sekilas. "Kamu tidak bisa mengajukan syarat. Ikuti aturan Mama.""Sienna bukan anak kecil lagi Ma. Sienna anak Mama, darah yang mengalir di tubuh Sienna ada darah Mama, Mama tahu maksud Sienna kan?"Sofia adalah wanita yang keras kepala
Sore ini taman kota terlihat cukup ramai. Banyak pengunjung yang datang untuk menikmati berbagai jajanan yang dijual di pinggir jalan dekat taman itu. Bukan hanya jajanan, di sana juga terdapat tempat bermain. Jika kalian malas mengelilingi taman itu, menyewa sepeda bisa menjadi solusi.Mulai dari anak-anak, remaja dan orang dewasa mengunjungi taman itu. Gadis cantik dengan bibir berbentuk hati dan seorang pria tampan duduk di tangga yang berada di taman itu.Keduanya mengobrol dengan sangat menyenangkan. Sienna, gadis cantik itu menatap dengan kagum wajah pria di sampingnya. Dari samping wajah pria di sampingnya itu terlihat sangat tampan, rahang yang tegas, hidung mancung dan bibirnya yang tipis terlihat sangat sempurna.Sienna menatap kagum pria di sampingnya. Pria itu tidak pernah terlihat jelek. Ketampanannya bertambah saat dia tertawa melihat sesuatu yang lucu. Sienna tidak tahu apa yang pria itu tertawakan. Fokus Sienna hanya kepada pria di sampingnya, yang lain nampak tidak jel
Hari senin pagi ini, Sienna bangun cukup pagi karena dia harus menyiapkan sarapan untuk adik-adik kostnya. Ya, pagi ini adalah jadwalnya bersama Megan menyiapkan sarapan. Biasanya saat piket pagi, mereka akan membeli sarapan sendiri, tapi malam tadi dia, Hana dan Megan belanja di pasar malam yang mereka lewati, sehingga dia dan Megan memutuskan untuk membuat sarapan.Ketukan di pintunya membuat Sienna membuka pintu kamarnya. Sienna berdecak saat melihat Megan dengan rambut acak-acakan dan mata yang masih mengantuk berdiri di depan kamarnya. Tanpa berbicara apapun gadis itu masuk, menghempaskan tubuhnya di atas kasur empuk milik Sienna."Bangun Megan! jangan bilang lo males ya," teriak Sienna, mencoba membangunkan Megan."Kak, gue males banget masak, kita beli aja yuk."Sienna memutar bola matanya mendengar perkataan Megan. Selalu seperti ini jika piket pagi bersama Megan. Megan akan mengajaknya untuk tidak masak dan membeli saja untuk sarapan mereka. Meskipun Sienna juga malas untuk m
Savero menatap gerbang sekolah dasar dimana Sienna bekerja. Sudah setengah jam pria itu menunggu tapi adiknya belum juga keluar. Sudah mencoba menghubungi, tapi Sienna tidak membalasnya. Tidak biasanya Sienna slow respon, Sienna selalu fast respon, apa lagi keduanya telah membuat janji.Savero keluar dari mobilnya menuju gerbang sekolah dasar yang terbuka lebar. Seorang satpam datang saat melihat Savero dengan pakaian formalnya. Satpam bernama Pak Tarno itu tersenyum hangat kepada Savero menanyakan apa ada yang bisa dia bantu.Pak Tarno meninggalkan Savero setelah dia menjawab pertanyaan pria paruh baya itu. Savero menunggu Sienna di post satpam selagi satpam sekolah itu memanggil Sienna. Selang beberapa menit kepergian Pak Tarno, Savero menatap pria yang menghentikan motornya di sebrang post satpam.Savero menoleh ke parkiran saat mendengar suara hentakan sepatu. Seorang gadis kecil berlari memanggil pria yang memarkirkan motornya di sebrang post satpam. Savero menatap anak dan ayah i