Share

Bab 5 Aku Mau Cerai

last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-18 17:42:12

"Aku minta maaf atas apa yang sudah dilakukan istriku," lirih Amran sambil memberikan sebuah dress kepada Rania.

Awalnya dress itu hadiah yang akan ia berikan kepada Zia, karena warnanya juga adalah warna kesukaan Zia. Namun Amran malah memberikannya kepada Rania.

"Makasih, ya. Aku ganti dulu." Rania masuk ke kamar mandi yang ada di kamar Amran, padahal dari dulu Zia selalu berpesan jangan pernah ada wanita lain yang masuk ke kamarnya, namun lagi-lagi Amran melanggar.

Rania membuka paper bag yang diberikan Amran. Dia pun tersenyum lebar ketika melihat warna dress yang ada di dalamnya.

"Sama seperti yang aku katakan dulu, Zia. Semua yang menjadi milikmu akan menjadi milikku," ujarnya sambil menatap pantulan diri di cermin, lalu tersenyum menyeringai, "sejak awal kamu memang sudah kalah telak."

Rania hanya terkena jus yang ada di lantai, namun Amran langsung memberikan baju ganti. Sedangkan Zia yang tersiram hanya memberikannya seorang diri. Ditambah mendapatkan tatapan tajam dan tuduhan menyakitkan dari suaminya sendiri.

"Apa yang sudah kamu lakukan sama Rania?" Amran yang berdiri di depan pintu menatap Zia lekat.

"Aku tidak melakukan apa pun." Zia menjawab dengan malas, lalu berjalan kembali ke arah meja kompor.

"Aku sedang bicara, harusnya kau mendengarkan!"

Amran berteriak hingga suaranya terdengar sampai ke kamar atas dan hal itu membuat Rania semakin bahagia.

"Mulai sekarang aku tidak akan pernah membiarkanmu mengambil sampah yang aku buang, Zia. Tidak akan pernah."

"Aku juga sudah mengatakan yang sebenarnya, Mas. Apalagi yang kamu inginkan?" tanya Zia dengan napas yang terasa sesak.

Dadanya seperti sedang dihimpit batu yang sangat besar hingga membuatnya sangar kesakitan.

Amran kembali mendekat ke arah Zia.

"Sebenarnya apa yang sedang kamu pikirkan, kenapa melakukan itu?" Lagi, Amran mengeluarkan kata-kata yang membuat Zia semakin sesak.

"Susah aku bilang aku tidak melakukannya, Mas. Tidak pernah! Kalau kamu tidak percaya, silakan cek CCTV!" Zia ikut berteriak karena geram Amran sudah menyalahkannya.

Mendengar kata CCTV, Rania langsung masuk kamar Amran dan Zia lagi dan melakukan sesuatu dengan layar monitor.

"Kamu sudah kalah sepenuhnya, Zi. Kamu kalah," ujar Rania dengan senyamannya yang lebar.

"Baik. Aku akan lihat CCTV. Kalau nanti kamu terbukti bersalah, maka aku—"

"Aku apa, Mas?" potong Zia yang tersenyum getir. "Aku tak menyangka kalau kepercayaan kamu padaku hanya selembar tisu yang basah jika tersiram air sedikit saja, Mas."

Amran terdiam, lalu beberapa saat kemudian dia pun pergi menaiki anak-anak tangga ke arah kamarnya untuk melihat bukti yang ada. Akan tetapi, dia langsung terkejut ketika melihat Rabia berdiri di depan cermin.

"Kenapa?" Amran bertanya dengan lembut.

"Ini kan warna kesukaan Zia, Mas. Gapapa kalau aku pake? Gimana kalau dia marah?" tanya Rania sambil memasang wajah polosnya.

"Gapapa, nanti aku yang bilang sama dia. Itu baju buat kamu aja." Amran berucap santai membuat Rania berpikir kalau pria yang ada di hadapannya pasti masih mencintainya. Makanya setelah tiga tahun pernikahan, pernikahannya dan Zia belum dikarunia anak.

"Terima kasih banyak, Mas."

"Sama-sama."

Amran pun duduk di depan layar komputer dan mengecek kejadian di dapur barusan. Namun rekaman itu sudah hilang.

"Cari apa, Mas?" Rania mendekat dengan wajah tenang seolah dia tidak melakukan kesalahan apa pun.

"Enggak cari apa pun." Amran berbohong.

"Ya sudah, ayo kita ke bawah lagi."

Rania dan Amran berjalan beriringan sambil membahas hal-hal kecil, lalu keduanya tertawa seolah tidak menyakiti siapa pun.

Padahal, Zia tengah menatap ke arah mereka dengan perasaan yang sesak dan dadamya terbakar. Rania seolah menjadi bumerang di dalam kehidupannya tepat ketika kembali setelah tiga tahun menghilang.

“Harusnya tiga tahun lalu kamu enggak pergi, jadi sekaran istrinya Mas Amran adalah kamu, bukan aku.” Zia berucap lirih, namun berhasil membuat Amran menatap tajam ke arahnya.

“Apa yang kamu katakan? Yang lalu biarlah berlalu.”

“Aku hanya mengatakan yang sebnarnya. Mas kalau kamu keberatan, kamu bisa marahi aku. Bahkan kamu boleh menampar aku kalau mau.”

Usai mengatakan itu, Zia kembali pergi dari hadapan keduanya. Dia masuk ke kamarnya dan menangis sejadi-jadinya.

“Kalau memang kamu hanya mau memberikan aku luka, kenapa meimilih untuk mmenikahi aku? Kenapa enggak tunggu dia saja?” teriak Zia sambil menarik-narik rambutnya.

Amran dan Rania tidak tahu menahu tentang hal itu, mereka terus saling bercerita sambil tertawa. Amran bahkan sampai melupakan masakan Zia yang sudah dingin, padahal sebelumnya dia tidak pernah seperti ini. Ketika Rania pergi, Amran selalu melakukan apa pun yang Zia minta, kecuali nafkah batin. Katanya Amran masih belum siap untuk melakukannya karena masih butuh waktu untuk melupakan masa lalunya, yaitu Rania.

“Aku pikir kamu marah sama aku dan gak bakal mau ketemu aku lagi setelah kepergianku,” lirih Rania sambil memasang wajah kasihan.

“Enggaklah, mana mungkin aku benci sama kamu. Justru selma ini aku selalu ingat kamu terus.” Amran mengatakan semuanya dengan sangat jujur hinggga membuat Zia yang tidak sengaja mendengarnya semakin terluka.

Padahal, Zia memutuskan kembali turun hanya untuk mengambil makanannya, namun ternyata dia malah mendengar kata-kata yang tidak seharusnya dia dengar.

Zia kembali melanjutkan langkahnya dan berpura-pura tidak mendengar apa yang mereka bicarakan.

“Wah, aku sungguh bahagia kalau kamu masih mengingatku,” ucap Rania sambil menaikan nada bicaranya agar sengaja terdengar oleh Zia yang masih berada di dapur, “ternyata aku tidak sendirian.”

“Maksudnya?” Amran bertanya dengan wajah polos hingga membuat Zia muak.

“Sejak aku pergi, kamu selalu hadir di mimpiku. Bahkan ketika akan melakukan operasi besar saja aku baru bisa tenang setelah mengingat dirimu.

“Kalian berarti berjodoh, menikah saja,” sahut Zia membuat Amran syok karena dia tidak tahu kalau Zia sudah turun lagi.

“Benarkah boleh? Memangnya kamu mau dimadu?” tanya Rania dengan tatapan penuh harap, namun di satu sisi dia juga sedang berusaha untuk menjatyhkan Zia. Ditambah dirinya tahu betul kalau Zia adalah orang yang pemarah dalam segala hal, apalagi jika ada orang lain yang mau merebut miliknya.

Zia tidak bicara, sedangkan Amran hanya menundukkan kepalanya.

“Maaf, aku hanya bercanda. Jadi tidak perlu memasukannya ke dalam hati.” Rania meralat ucapannya, sengaja untuk membuat Zia marah.

“Tapi aku serius,” lirih Zia tiba-tiba membuat Amran menatap tak percaya, “kalian bisa menikah dengan atau tanpa izinku.”

Amran menatap tajam ke arah Zia dengan

harapan sang istri mau meralat perkataannya, namun ternyata Zia malah kembali menaiki anak-anak tangga.

Amran pun mengejarnya, lalu mencekal pergelangan tangannya. “Apa yang kamu katakan barusan?”

Melihat Amran menatapnya dengan tajam, Zia gtersenyum lebar. “Aku mau cerai,” ucapnya tegas tanpa kesediha, lalu menghempaskan tangan Amran begitu saja.

Komen (13)
goodnovel comment avatar
Wati Puspawati
makin seru
goodnovel comment avatar
Sarah Tuling
Setuju Zia minta cerai
goodnovel comment avatar
Sarah Tuling
Sebaiknya memang Zia minta cerai
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • MARI KITA BERPISAH, MAS   Cinta Tak Pernah Salah

    Zia kembali masuk ke kamarnya dan mengurung diri, sedangkan Amran juga berusaha untuk mengejarnya, namun pintunya sudah terlanjur dikunci dari dalam. Amran menggedor-gedor pintu itu, namun Zia tidak kunjung membukanya.“Sampai kapan pun aku tidak akan pernah menceraikan dirimu, Zia. Asal kamu tahu kalau Rania itu hanya masa lalu. Mau sebesar apa pun cintaku padanya, kenyataan itu tetap tidak akan pernah berubah.” Amran berteriak dari luar pintu, namun Zia menutup kedua telinganya.Zia merasa dipermainkan dengan kenyataan bahwa dirinya tidak pernah ada di hati Amran.“Aku mohon, keluarlah dulu. Kita bicarakan semuanya dengan kepala dingin. Jangan seperti ini.” Amran berusaha untuk membujuk, namun Zia masih tidak ingin mendengarnya. Zia bahkan menarik beberapa benda berat seperti lemari dan sofa agar Amran tidak bisa mendobrak kamrnya.“Pergilah! Saat ini aku sedang tidak ingin berbicara denganmu!” teriak Zia membuat Amran frustasi dan tidak punya pilihan selain pergi.Amran menuruni an

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-24
  • MARI KITA BERPISAH, MAS   Jangan Lemah

    Farid tidak lagi bicara, dia langsung menarik Amran menuju mobilnya, dan membawanya ke suatu tempat."Ngapain Lu bawa gua ke sini?""Sengaja. Gua bawa Lu ke sini biar Lu ingat, sedalam apa luka yang Lu dapat waktu itu ketika Rania pergi," ujar Farid dingin lalu turun dari mobil begitu saja meninggalkan Arman.Farid berjalan ke pesisir, sedangkan Amran hanya bisa mengikutinya dari belakang. Sadar Amran ada di belakang, Farid tersenyum."Lu harus selalu ingat kalau tempat ini selamanya akan tetap menjadi saksi yang paling menyakitkan," lirihnya, namun Amran masih bungkam."Di sinilah Lu terkapar, tidak bernapas, dan keadaan Lu juga berantakan. Namun saat itu Rania yang bersama pria bule itu bahkan tidak melihat ke belakang." Farid terus berbicara agar Amran mengingat kekejian apa yang sudah dilakukan Rania padanya."Semuanya hanya masa lalu," ujar Amran berusaha menutupi lukanya, namun Farid yang dingin langsung tertawa."Dengan entengnya Lu bilang masa lalu? Heh. Padahal setelah kejadi

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-24
  • MARI KITA BERPISAH, MAS   Aku Bisa Tanpamu

    "Apa gapapa? Saya malah takut nanti Pak Amran marah besar." Zein mulai ragu."Gapapa, Zein. Bukankah kamu pernah dengar nasihat kalau bersembunyi di tempat musuh adalah yang paling tepat?" bujuk Zia."Pepatah dari mana? Saya gak pernah dengar, yang ada malah membuat kita juga dimusuhi sama Pak Amran." Zein mulai ketakutan karena sepertinya Zia serius dengan perkataannya."Enggak akan. Kalau pun dia menjadikan aku musuh, tapi tidak akan pernah aku biarkan dia mengancam pekerjaan kamu. Pokoknya di sini tugasmu hanya perlu memberikan aku informasi tentang perusahaan Pak Barata itu. Setelahnya, serahkan saja padaku," ucap Zia mantap dengan penuh keyakinan."Tapi saya juga takut Anda kenapa-kenapa." Zein kembali mengatakan kekhawatirannya."Ya ampun, Zein. Apa kamu pernah lihat Mas Amran main tangan? Enggak pernah, kan." Zia mulai lelah. "Selama ini dia adalah orang yang suka menyiksa seseorang lewat batin, bukan fisik."Suara Zia mulai melemah, namun hal itu membuat Zein yakin kalau perka

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-28
  • MARI KITA BERPISAH, MAS   Semakin Menyebalkan

    Amran membulatkan kedua matanya tak percaya dengan apa any dikatakan sang istri. Dia pun mengedarkan pandangannya ke sekeliling dengan harapan melihat pria yang mengajak kencan Zia, namun dia tidak menemukan siapa pun.Amran segera mencekal pergelangan tangan Zia dan membawanya ke tempat sepi.“Jangan berbohong dan cepat katakan yang sebenarnya,” perintahnya dingin membuat Zia semakin enggan untuk menjawab.Zia mengeluarkan kecepatan penuh dan segera melepaskan tangannya dari Amran. “Kalau kamu memang percaya padaku, sepertinya kamu tidak akan pernah membutuhkan penjelasan dariku, Mas.”Amran diam. Dia tertampar dengan kata-kata Zia, namun dia tidak mau mengakuinya.“Percaya atau tidak, bukankah lebih baik bagi hubungan kita untuk menceritakan semuanya?" Amran melayangkan tatapan kejam.“Kita? Kamu kali, Mas. Orang selama ini kamu gak pernah percaya sama aku. Jadi rasanya percuma saja aku bicara banyak, karena semuanya tidak akan berpengaruh padamu.”Semakin emosi Amran, Zia malah sem

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-28
  • MARI KITA BERPISAH, MAS   Wanita Karier

    Rania tersenyum lebar ketika melihat mobil yang dinaiki Zia dan Gea menjauh. Gea memang sengaja memakai mobil kakaknya agar tidak dikenali Amran, namun siapa yang akan sangka jika hal itu malah membuat sifat asli Amran semakin terkuak. “Loh, kok mobil itu pergi? Bukannya itu mobil kamu, ya?” tanya Amran heran ketika melihat mobil Gea menjauh, sedangkan Rania tersenyum tipis.“Itu bukan mobilku, Mas, hanya mirip. Kebetulan tadi aku lihat Zia naik ke mobil itu, mungkin Gea ganti mobil,” jawabnya enteng membuat Amran langsung berlari mengejar mobil itu, namun tidak terkejar.“Kamu pesan online aja, aku ada perlu,” teriak Amran pada Rania, lalu segera naik ke mobilnya untuk mengejar Zia. Sedangkan Rania hanya bisa menggertakan giginya karena lagi-lagi Amran lebih memilih untuk memprioritaskan Zia daripada dirinya. Padahal hari ini dia sudah tampil cantik daripada biasanya. Amran menambah kecepatan sambil berharap Gea menjalankan mobilnya dengan pelan. Namun setelah menjalankan mobil den

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-30
  • MARI KITA BERPISAH, MAS   Baru Awal

    Rahang Amran mengeras ketika menerima pesan dari seseorang yang dikenalnya. Dia tahu betul kalau wanita yang ada di foto ini adalah Zia, istri yang tadi pagi izin pergi dengan Gea. Istri yang juga mendengar percakapannya dengan Rania.“Apa yang dia lakukan di tempat itu dan apa yang dia gunakan?” teriaknya tak terima.Teriakan Amran bahkan terdengar oleh Zein dan beberapa karyawan lain yang berada agak jauh dari ruangannya.“Ada apa, Pak?” Zein mendekat ke arah Amran dengan sedikit takut karena dialah yang sudah merekomendasikan perusahaan itu pada Zia.“Lihatlah!” Amran memberikan ponselnya pada Zein. “Dia benar-benar istri yang enggak berkeprimanusiaan!”“Maaf, mungkin karena Bu Zia mau ketenangan, Pak. Biarkan saja, anggap saja menyalurkan hobi.” Zein berusaha memberikan masukan yang masuk akal.“Mana ada hobi bekerja! Ditambah dia mau kerja apa kalau selama ini belum pernah punya pengalaman? Kalau kerja rendahan, dia hanya akan mempermalukan aku,” sentak Amran memberikan membuat Z

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-30
  • MARI KITA BERPISAH, MAS   Terlempar

    “Sekarang kamu turun untuk makan bersama. Keenakan si Zein makan sendirian,” pinta Amran lagi dan Zia pun segera turun.“Gapapa mungkin, ya, kalau kali-kali nurut,” gumamnya, lalu kembali keluar.Amran segera mendekat ke arah Zia dan menawarkan luka yang ada di wajahnya.“Lihat, aku terluka parah, kan?” tanyanya. “Sekarang aku adalah pasien dan sangat membutuhkan perawatan. Jadi setelah makan ayo rawat aku?”Amran terus bicara, sedangkan Zia hanya diam sampai mereka tiba di meja makan.“Bukannya barusan sudah dirawat Rania, ya?” Zia bertanya sambil menekan kata nama kakaknya hingga membuat Rania menatapnya kesal.“Anehnya malah makin sakit. Dulu, waktu aku bertengkar dengan Farid, di bawah perawatanmu aku langsung sembuh. Apa mungkin ada yang salah?” Amran kembali bertanya dan Rania langsung tak terima.“Mana mungkin, Mas! Aku juga sudah terbiasa merawat luka orang tuaku kalau mereka sakit,” sentaknya tak terima.“Orang tuamu? Heh, mimpi! Yang ada, Papaku yang kaya, dan ibumu yang tid

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-31
  • MARI KITA BERPISAH, MAS   Bukan Salahmu

    “Jaga bicaramu! Bagaimanapun dia adalah kakakmu," sentak papanya Zia membuatnya tertawa sumbang."Benar, dia memang kakak saya. Wanita yang lebih tua dua tahun, namun membuat Papa langsung lupa kalau Anda punya anak gadis selain dia," sindirnya membuat Amran terheran.Amran menurunkan kepalanya dengan menunjukkan sikap yang tenang. Berpura-pura tidak mendengar agar dia mengetahui semua rahasia yang dipendam oleh istrinya selama ini.Amran akui, sejak menikah selama tiga tahun dia menambahkan tidak tahu apa pun tentang Zia. Dia bahkan tidak berniat untuk menyentuhnya karena Amran berpikir memberikan nafkah batin itu harus ada cinta. Sedangkan sekarang di hatinya sama sekali tidak memiliki perasaan kepada Zia. Amran sudah berusaha sekuat tenaga untuk menghadirkan cinta itu. Namun pada akhirnya dia tetap kalah dan memilih untuk menyerah. Akan tetapi, lagi-lagi perkataan Zia membuatnya goyah. Amran kembali sadar kalau ternyata dia tidak tahu apa pun tentang Zia. Bahkan Amran suka menyeb

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-01

Bab terbaru

  • MARI KITA BERPISAH, MAS   Syukuran (tamat)

    Bukannya langsung ikut dengan Amran, Zia malah tampak santai dan tenang seolah keracunan adalah hal yang biasa."Apalagi yang sedang kamu pikirkan? Apa kamu sama sekali tidak peduli dengan apa yang terjadi pada papamu?" tanya Amran tak percaya."Peduli atau tidak, tidak ada hubungannya denganmu, Mas. Terlebih, aku sudah tahu hal ini akan terjadi, namun sayangnya papaku lebih memilih untuk mempercayai istri dan anak tirinya itu," terang Zia.Amran kehilangan kata-kata."Pergilah, Mas. Mungkin sekarang Rania sedang ada di rumah sakit dan menunjukkan akting terbaiknya. Jenguklah dia, Mas. Mungkin sekarang dia sedang membutuhkanmu," suruh Zia."Apa sebenarnya yang ada di kepalamu?" teriak Amran tak percaya. "Apa tahu kalau papamu sedang mempertaruhkan nyawa?""Aku tahu, tapi itulah pilihannya. Aku juga tidak punya waktu lagi untuk terus berbicara omong kosong," jawab Zia. "Jadi pergilah, lihat apa yang sebenarnya terjadi di sana."Karena Amran tidak bisa membawa Zia pergi, akhirnya dia k

  • MARI KITA BERPISAH, MAS   Racun

    "Jangan bercanda, aku dan Alia memang punya hubungan. Namun sebatas teman saja. Jadi jangan menuduh sembarangan," sangkalnya cepat."Teman?" Zia mendekat ke arah Rania. "Sejak kapan kamu punya teman modelan begini?""Walau kita tidak pernah dekat, aku tahu betul kamu tidak akan pernah berteman dengan manusia seperti itu," tandasnya lagi."Jangan sok tahu! Kamu tidak akan pernah tahu tentangku," sentak Rania, lalu dia memposisikan tubuhnya berhadapan dengan Zia. "Semua yang menjadi milikmu akan menjadi milikku," bisiknya membuat Zia spontan menamparnya keras."Kau sungguh wanita yang tidak tahu malu," teriaknya membuat Haris segera mendekat dan mengecek kondisi tangan Zia."Jangan lakukan itu lagi, aku mohon. Katakan saja padaku, aku akan meminta orang-orang untuk menamparnya," ujar Haris lembut."Rio, Alia!" panggilnya dengan teriakan yang membuat burung-burung beterbangan jauh."Ada apa, Bos?" Rio segera mendekat dengan Alia yang ditariknya."Tampar Rania masing-masing lima kali. Ka

  • MARI KITA BERPISAH, MAS   Membereskan Gadis Kecil

    Kau! Bagaimana bisa mengatakan itu tanpa beban di depan seorang wanita?" Alia melemparkan tatapan tak percaya pada pria yang sudah lama dikaguminya itu."Lantas, apa yang menurutmu pantas aku lakukan?" Haris mendekat ke arah Zia dan kembali menghujaninya dengan ciuman tanpa mengindahkan keberadaan Alia."Cukup, aku ada di sini. Apa kau sama sekali tidak mau balas Budi pada kakakku yang sudah mengorbankan segalanya untukku?" Alia kembali melemah.'Hanya cara ini yang aku bisa. Dengan berpura-pura menjadi lemah, Haris akan kembali menjadi milikku,' batinnya tertawa.'Yah, seorang Haris Amarta, pria paling sempurna di pelosok dunia ini hanya boleh menjadi suamiku. Dia tidak diizinkan untuk menjadi suami orang lain, apalagi dari seorang wanita yang berstatus janda,' lanjutnya.Alia sama sekali tidak mendengar kabar yang beredar kalau Zia bercerai dengan status perawan. Dia bahkan tidak membuka matanya dengan baik karena tidak melihat tubuh Zia yang sangat jauh jika dibandingkan dengan tub

  • MARI KITA BERPISAH, MAS   Tamu Tak Diundang

    Mereka pun sampai di rumah yang sudah dipersiapkan Haris untuk ditinggali bersama Zia.Akan tetapi, belum sempat mereka masuk ke dalam rumah, ponsel Haris lebih dulu berdering dengan keras."Aku sudah ada di bandara. Jemput aku sekarang kalau kamu mau membalas budi pada kakakku," ucap seorang wanita, lalu mematikan sambungan teleponnya begitu saja tanpa menunggu penjelasan dari Haris.Mendengar apa yang dikatakan wanita itu, Zia mengerutkan keningnya."Apa yang dikatakan dia sama seperti kata-kata Rania beberapa waktu lalu," ujarnya membuat Haris tidak berani melangkah."Semuanya terserah padamu, Mas. Tapi aku tekankan sekali lagi, kalau memang kamu bersungguh-sungguh, jangan pernah hadirkan orang ketiga. Jangan berikan aku surga lewat pintu poligami," lanjutnya menegaskan."Baik." Haris menjawab mantap, lalu segera menghubungi seseorang."Jemput Alia di bandara sekarang! Kalau dia hanya di mana aku, bilang aku sedang menikmati malam pertama dengan istriku," titahnya."Apa? Bagaimana

  • MARI KITA BERPISAH, MAS   Bersaing dengan Pria Sejati

    "Kalian baru saling mengenal, tidak mungkin kamu sudah mencintainya sedalam itu dan tidak mungkin dia juga sudah mencintaimu sebesar yang kamu katakan. Aku saja ragu padanya, bagaimana mungkin kamu tidak meragukannya?" tanya Amran tanpa memperdulikan tatapan Haris yang menatapnya penuh ketajaman. "Aku percaya pada suamiku, siapa pun dia, kepercayaanku akan selalu melekat padanya. Bukankah aku juga melakukan hal yang sama ketika kita masih menjadi suami istri?" tanya Zia yang lagi-lagi membuat Amran diam. "Aku sudah memaafkan apa yang telah kamu lakukan di masa lalu, kini aku sudah menjalani kehidupan yang baru. Jadi, aku juga berharap kamu melupakan masa lalu kita dan kembali meniti kehidupan yang baru," tegas Zia berusaha membuat Amran sadar kalau kehidupan di antara mereka sekarang sudah berbeda. "Aku tidak akan menyerah semudah itu, aku yakin pasti ada kesempatan untukku agar bisa kembali bersamamu. Aku dan kamu saja bisa berpisah setelah lima tahun pernikahan, apalagi antara ka

  • MARI KITA BERPISAH, MAS   Terlalu Manis

    "Kenapa kamu manis banget, sih? Bukannya orang-orang bilang kamu kejam?" Zia melemparkan tatapan tak percaya pada pria yang ada di depan matanya.Zia selalu mendengar kritikan negatif terhadap keluarga Amarta, bahkan katanya keluarga ini adalah keluarga dengan orang-orang yang paling berbahaya.Sebelumnya Zia percaya akan gosip itu karena selama ini mereka memang selalu menunjukkan sisi negatif, namun setelah masuk langsung dan menjadi menantu Amarta, Zia tidak merasa demikian. Justru Zia merasa orang-orang yang mengatakan mereka jahat hanya pandai melihat dari luar, namun tidak jeli dengan kebenaran yang ada."Aku manis hanya di hadapanmu," sahut Haris cepat membuat Zia memalingkan tatapan, "karena kamu istriku, tentu aku akan melakukan apa yang aku bisa untuk mencintaimu.""Kalau nanti kamu berpaling?" tanya Zia penasaran karena Haris bukanlah pria biasa."Sebelum itu terjadi, aku akan mengatur beberapa aset untukmu. Ada anak atau tidak di antara kita, kamu tetap akan mendapatkannya

  • MARI KITA BERPISAH, MAS   Tiga Ungkapan Cinta

    Zia memasang wajah datar dan menatap Amran lekat. Kini, dirinya benar-benar elegan dan setiap gerakannya sangat menarik. Itulah yang Amran lihat dari Zia yang sekarang. Padahal, sejak dulu Zia memang sudah seperti itu, sayangnya dia tidak melihatnya dengan baik."Kesempatan?" tanya Zia pelan dan Amran mengangguk cepat."Kalau kesenangan untuk dibenci olehku atau dipukul suamiku masih ada, tapi untuk hidup bersamaku ... kamu terlambat berubah, Mas. Aku yang sekarang tidak akan pernah lagi memilih untuk mencintaimu jika diberikan kehidupan kedua. Ini menandakan kesalahanmu sudah fatal," terang Zia tanpa perasaan membuat hati Amran benar-benar terluka."Bagaimana kalau ternyata Haris juga tidak tulus atau mengkhianatimu. Apa kamu bersedia kembali padaku?" tanya Amran lagiKali ini dia akan melakukan banyak cara untuk menarik Zia kembali ke sisinya. Terlebih sekarang dia sadar kalau dirinya sama sekali tidak mencintai Rania. Perasaan padanya ternyata sudah pergi bersama pengkhianatan yang

  • MARI KITA BERPISAH, MAS   Aku Mencintaimu

    "Dasar pria yang tidak tahu malu," ujar Amran tak terima, "beraninya kau merebut Zia?""Merebut?" Harus menatapnya tak percaya, lalu mendekat ke arah Zia. "Sayang, katakan padanya, apa aku sudah merebutmu darinya?"Zia tersenyum lembut. "Tidak, justru dialah yang sudah merebut kebahagiaanku selama ini. Bodoh kalau aku mau kembali kepada pria seperti dirinya," jawabnya penuh penekanan seketika membuat Amran ditertawakan banyak orang.Akan tetapi, semuanya tidak berlangsung lama karena Rania lebih dulu datang dan mengajak Amran ke tempat yang tidak terlalu ramai."Mas, sebenarnya apa yang sudah kamu lakukan? Apa kamu lupa kalau Zia yang sekarang bukan lagi Zia yang dulu. Dia sudah berubah, Mas," terangnya sambil meminta seorang dokter untuk mengecek kondisi Amran."Bagaimana, Dok?" tanya Rania sedikit panik."Dia baik-baik saja. Mana mungkin Haris mengeluarkan tendangan yang begitu kuat setelah tahu Anda bukanlah pria yang bisa menjadi lawannya," ucap dokter itu membuat Rania marah."Si

  • MARI KITA BERPISAH, MAS   Satu Pukulan di Hari Pernikahan

    Haris kembali menarik dirinya dari Zia ketika seorang pria mengeluarkan suaranya yang kuat."Mama suka dengan ketegasan kamu. Pria itu memang harus diberikan pelajaran," ucap Mama Haris, lalu menatap ke arah anaknya tajam. "Kalau nanti Haris begitu saja, Mama sendiri yang akan memberikannya pelajaran.""Apa, sih, Ma. Aku enggak akan begitu. Aku bukan orang bodoh yang akan menyia-nyiakan wanita seperti Zia." Harus berbicara dengan tegas bahwa dirinya akan terus mempertahankan Zia."Baguslah kalau memang kamu tidak punya niat itu. Awas kalau macam-macam," ancam mamanya membuat Haris bergidik ngeri.Di tempat lain, orang-orang yang diminta Zein untuk mencari keberadaan Gea sama sekali tidak mendapatkan hasil apa pun. Hal itu tentu membuat Amran semakin marah, terlebih kabar pernikahan tentang Zia dan pria lain itu sudah terdengar oleh banyak orang. Amran menjadi semakin tidak terkendali, bahkan Via sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya diinginkan oleh putranya itu. "Memangnya kenapa ka

DMCA.com Protection Status