Amran membulatkan kedua matanya tak percaya dengan apa any dikatakan sang istri. Dia pun mengedarkan pandangannya ke sekeliling dengan harapan melihat pria yang mengajak kencan Zia, namun dia tidak menemukan siapa pun.Amran segera mencekal pergelangan tangan Zia dan membawanya ke tempat sepi.“Jangan berbohong dan cepat katakan yang sebenarnya,” perintahnya dingin membuat Zia semakin enggan untuk menjawab.Zia mengeluarkan kecepatan penuh dan segera melepaskan tangannya dari Amran. “Kalau kamu memang percaya padaku, sepertinya kamu tidak akan pernah membutuhkan penjelasan dariku, Mas.”Amran diam. Dia tertampar dengan kata-kata Zia, namun dia tidak mau mengakuinya.“Percaya atau tidak, bukankah lebih baik bagi hubungan kita untuk menceritakan semuanya?" Amran melayangkan tatapan kejam.“Kita? Kamu kali, Mas. Orang selama ini kamu gak pernah percaya sama aku. Jadi rasanya percuma saja aku bicara banyak, karena semuanya tidak akan berpengaruh padamu.”Semakin emosi Amran, Zia malah sem
Rania tersenyum lebar ketika melihat mobil yang dinaiki Zia dan Gea menjauh. Gea memang sengaja memakai mobil kakaknya agar tidak dikenali Amran, namun siapa yang akan sangka jika hal itu malah membuat sifat asli Amran semakin terkuak. “Loh, kok mobil itu pergi? Bukannya itu mobil kamu, ya?” tanya Amran heran ketika melihat mobil Gea menjauh, sedangkan Rania tersenyum tipis.“Itu bukan mobilku, Mas, hanya mirip. Kebetulan tadi aku lihat Zia naik ke mobil itu, mungkin Gea ganti mobil,” jawabnya enteng membuat Amran langsung berlari mengejar mobil itu, namun tidak terkejar.“Kamu pesan online aja, aku ada perlu,” teriak Amran pada Rania, lalu segera naik ke mobilnya untuk mengejar Zia. Sedangkan Rania hanya bisa menggertakan giginya karena lagi-lagi Amran lebih memilih untuk memprioritaskan Zia daripada dirinya. Padahal hari ini dia sudah tampil cantik daripada biasanya. Amran menambah kecepatan sambil berharap Gea menjalankan mobilnya dengan pelan. Namun setelah menjalankan mobil den
Rahang Amran mengeras ketika menerima pesan dari seseorang yang dikenalnya. Dia tahu betul kalau wanita yang ada di foto ini adalah Zia, istri yang tadi pagi izin pergi dengan Gea. Istri yang juga mendengar percakapannya dengan Rania.“Apa yang dia lakukan di tempat itu dan apa yang dia gunakan?” teriaknya tak terima.Teriakan Amran bahkan terdengar oleh Zein dan beberapa karyawan lain yang berada agak jauh dari ruangannya.“Ada apa, Pak?” Zein mendekat ke arah Amran dengan sedikit takut karena dialah yang sudah merekomendasikan perusahaan itu pada Zia.“Lihatlah!” Amran memberikan ponselnya pada Zein. “Dia benar-benar istri yang enggak berkeprimanusiaan!”“Maaf, mungkin karena Bu Zia mau ketenangan, Pak. Biarkan saja, anggap saja menyalurkan hobi.” Zein berusaha memberikan masukan yang masuk akal.“Mana ada hobi bekerja! Ditambah dia mau kerja apa kalau selama ini belum pernah punya pengalaman? Kalau kerja rendahan, dia hanya akan mempermalukan aku,” sentak Amran memberikan membuat Z
“Sekarang kamu turun untuk makan bersama. Keenakan si Zein makan sendirian,” pinta Amran lagi dan Zia pun segera turun.“Gapapa mungkin, ya, kalau kali-kali nurut,” gumamnya, lalu kembali keluar.Amran segera mendekat ke arah Zia dan menawarkan luka yang ada di wajahnya.“Lihat, aku terluka parah, kan?” tanyanya. “Sekarang aku adalah pasien dan sangat membutuhkan perawatan. Jadi setelah makan ayo rawat aku?”Amran terus bicara, sedangkan Zia hanya diam sampai mereka tiba di meja makan.“Bukannya barusan sudah dirawat Rania, ya?” Zia bertanya sambil menekan kata nama kakaknya hingga membuat Rania menatapnya kesal.“Anehnya malah makin sakit. Dulu, waktu aku bertengkar dengan Farid, di bawah perawatanmu aku langsung sembuh. Apa mungkin ada yang salah?” Amran kembali bertanya dan Rania langsung tak terima.“Mana mungkin, Mas! Aku juga sudah terbiasa merawat luka orang tuaku kalau mereka sakit,” sentaknya tak terima.“Orang tuamu? Heh, mimpi! Yang ada, Papaku yang kaya, dan ibumu yang tid
“Jaga bicaramu! Bagaimanapun dia adalah kakakmu," sentak papanya Zia membuatnya tertawa sumbang."Benar, dia memang kakak saya. Wanita yang lebih tua dua tahun, namun membuat Papa langsung lupa kalau Anda punya anak gadis selain dia," sindirnya membuat Amran terheran.Amran menurunkan kepalanya dengan menunjukkan sikap yang tenang. Berpura-pura tidak mendengar agar dia mengetahui semua rahasia yang dipendam oleh istrinya selama ini.Amran akui, sejak menikah selama tiga tahun dia menambahkan tidak tahu apa pun tentang Zia. Dia bahkan tidak berniat untuk menyentuhnya karena Amran berpikir memberikan nafkah batin itu harus ada cinta. Sedangkan sekarang di hatinya sama sekali tidak memiliki perasaan kepada Zia. Amran sudah berusaha sekuat tenaga untuk menghadirkan cinta itu. Namun pada akhirnya dia tetap kalah dan memilih untuk menyerah. Akan tetapi, lagi-lagi perkataan Zia membuatnya goyah. Amran kembali sadar kalau ternyata dia tidak tahu apa pun tentang Zia. Bahkan Amran suka menyeb
Amran kembali masuk ke ruang kerjanya dan saat ini dia sama sekali tidak bisa fokus. Dia bahkan meminta Zein untuk menginap di rumah ini dan membahas pekerjaan semalaman. Sebenarnya dia juga ingin marah sama Farid karena memberikan masukan yang menurutnya kurang pas karena Zia bukan orang yang mudah tersentuh dengan kata-kata, namun Amran mengurungkan niatnya."Ini bukan waktunya bekerja, tapi kenapa malah meminta saya datang? Apa Anda juga mau memberikan saya uang lembur yang sepadan?" tanya Zen dan Amran mengangguk tanpa ragu."Jangan permasalahkan tentang uang, bukankah selama ini aku tidak pernah keberatan tentang hal itu?" Zein menjadi kikuk. "Tetap saja waktu istirahat tidak visa dibeli, Bos!""Kalau mau mengeluh, berikan aku surat mengundurkan diri dirimu." Amran menatapnya tajam."Hehe ... maaf, Pak. Saya hanya bercanda. Lagian aneh malam-malam begini malah mau mengecek pekerjaan. Pasangan suami istri yang lain biasanya justru sibuk menghabiskan waktu bersama," terang Zein me
Amran melakukan semua yang Zein minta. Bahkan dia meletakkannya dengan kata-kata yang lain."Kalau kamu perlu syarat yang lain, katakan saja. Aku akan berusaha untuk memberikannya," pesannya di secarik kertas yang berisi pin kartunya.Awalnya, Amran berjalan ke arah dapur dan berniat untuk menyimpannya di sana. Akan tetapi, dia ragu dan kembali berjalan ke atas, lalu memasukkannya ke celah pintu bawah.Setelah melakukannya, Amran kembali bangkit dan menatap pintunya dengan penuh harap."Aku ingin setelah ini kamu berhenti mengatakan cerai. Asal kamu tahu, aku tidak akan pernah dan tidak berniat untuk menceraikan kamu meski rasa cinta ini belum hadir," lirihnya pelan namun penuh keyakinan.Amran menatap cukup lama pintu kamar Zia, lalu kembali menyentuhnya dengan lembut sebelum benar-benar pergi."Sebenarnya aku juga bisa membongkar atau membuka pintu ini karena aku punya kunci cadangan, namun aku tidak mau melakukannya karena aku tidak ingin membuatmu semakin kecewa padaku," lirih Amr
Zia dan Gea pergi ke tempat yang mereka inginkan. Hanya saja pikiran dan hati Zia tetap saja tertuju pada Amran. Dia penasaran apa yang dilakukan oleh suaminya itu hingga tidak datang ke tempat yang sudah dijanjikan."Zi, makannya enak, ya?" Gea berusaha menghibur Zia, namun sahabatnya itu hanya tersenyum tipis seolah dipaksakan."Zi, aku tahu kamu masih sangat mencintai Amran dan cinta pertama itu susah untuk dilupakan. Namun selama masih ada Rania, menurutku dia enggak akan bisa balas cintamu yang luar biasa itu," lanjutnya karena tahu apa yang ada di pikiran sahabatnya."Aku gak mau kamu larut begini, Zi, sedangkan mereka malah bersenang-senang.""Ayolah, kita juga harus bahagia seperti mereka terlepas kehidupan seperti apa yang kita jalani."Gea terus bicara, namun Zia masih setia dengan kediamannya. Dia tidak tahu harus berbicara apa."Entahlah, Ge. Aku merasa semuanya hambar. Apalagi dari kecil, apa yang kupunya selalu direbut oleh Rania. Masa sampai suami juga begitu? Aku lela
Bukannya langsung ikut dengan Amran, Zia malah tampak santai dan tenang seolah keracunan adalah hal yang biasa."Apalagi yang sedang kamu pikirkan? Apa kamu sama sekali tidak peduli dengan apa yang terjadi pada papamu?" tanya Amran tak percaya."Peduli atau tidak, tidak ada hubungannya denganmu, Mas. Terlebih, aku sudah tahu hal ini akan terjadi, namun sayangnya papaku lebih memilih untuk mempercayai istri dan anak tirinya itu," terang Zia.Amran kehilangan kata-kata."Pergilah, Mas. Mungkin sekarang Rania sedang ada di rumah sakit dan menunjukkan akting terbaiknya. Jenguklah dia, Mas. Mungkin sekarang dia sedang membutuhkanmu," suruh Zia."Apa sebenarnya yang ada di kepalamu?" teriak Amran tak percaya. "Apa tahu kalau papamu sedang mempertaruhkan nyawa?""Aku tahu, tapi itulah pilihannya. Aku juga tidak punya waktu lagi untuk terus berbicara omong kosong," jawab Zia. "Jadi pergilah, lihat apa yang sebenarnya terjadi di sana."Karena Amran tidak bisa membawa Zia pergi, akhirnya dia k
"Jangan bercanda, aku dan Alia memang punya hubungan. Namun sebatas teman saja. Jadi jangan menuduh sembarangan," sangkalnya cepat."Teman?" Zia mendekat ke arah Rania. "Sejak kapan kamu punya teman modelan begini?""Walau kita tidak pernah dekat, aku tahu betul kamu tidak akan pernah berteman dengan manusia seperti itu," tandasnya lagi."Jangan sok tahu! Kamu tidak akan pernah tahu tentangku," sentak Rania, lalu dia memposisikan tubuhnya berhadapan dengan Zia. "Semua yang menjadi milikmu akan menjadi milikku," bisiknya membuat Zia spontan menamparnya keras."Kau sungguh wanita yang tidak tahu malu," teriaknya membuat Haris segera mendekat dan mengecek kondisi tangan Zia."Jangan lakukan itu lagi, aku mohon. Katakan saja padaku, aku akan meminta orang-orang untuk menamparnya," ujar Haris lembut."Rio, Alia!" panggilnya dengan teriakan yang membuat burung-burung beterbangan jauh."Ada apa, Bos?" Rio segera mendekat dengan Alia yang ditariknya."Tampar Rania masing-masing lima kali. Ka
Kau! Bagaimana bisa mengatakan itu tanpa beban di depan seorang wanita?" Alia melemparkan tatapan tak percaya pada pria yang sudah lama dikaguminya itu."Lantas, apa yang menurutmu pantas aku lakukan?" Haris mendekat ke arah Zia dan kembali menghujaninya dengan ciuman tanpa mengindahkan keberadaan Alia."Cukup, aku ada di sini. Apa kau sama sekali tidak mau balas Budi pada kakakku yang sudah mengorbankan segalanya untukku?" Alia kembali melemah.'Hanya cara ini yang aku bisa. Dengan berpura-pura menjadi lemah, Haris akan kembali menjadi milikku,' batinnya tertawa.'Yah, seorang Haris Amarta, pria paling sempurna di pelosok dunia ini hanya boleh menjadi suamiku. Dia tidak diizinkan untuk menjadi suami orang lain, apalagi dari seorang wanita yang berstatus janda,' lanjutnya.Alia sama sekali tidak mendengar kabar yang beredar kalau Zia bercerai dengan status perawan. Dia bahkan tidak membuka matanya dengan baik karena tidak melihat tubuh Zia yang sangat jauh jika dibandingkan dengan tub
Mereka pun sampai di rumah yang sudah dipersiapkan Haris untuk ditinggali bersama Zia.Akan tetapi, belum sempat mereka masuk ke dalam rumah, ponsel Haris lebih dulu berdering dengan keras."Aku sudah ada di bandara. Jemput aku sekarang kalau kamu mau membalas budi pada kakakku," ucap seorang wanita, lalu mematikan sambungan teleponnya begitu saja tanpa menunggu penjelasan dari Haris.Mendengar apa yang dikatakan wanita itu, Zia mengerutkan keningnya."Apa yang dikatakan dia sama seperti kata-kata Rania beberapa waktu lalu," ujarnya membuat Haris tidak berani melangkah."Semuanya terserah padamu, Mas. Tapi aku tekankan sekali lagi, kalau memang kamu bersungguh-sungguh, jangan pernah hadirkan orang ketiga. Jangan berikan aku surga lewat pintu poligami," lanjutnya menegaskan."Baik." Haris menjawab mantap, lalu segera menghubungi seseorang."Jemput Alia di bandara sekarang! Kalau dia hanya di mana aku, bilang aku sedang menikmati malam pertama dengan istriku," titahnya."Apa? Bagaimana
"Kalian baru saling mengenal, tidak mungkin kamu sudah mencintainya sedalam itu dan tidak mungkin dia juga sudah mencintaimu sebesar yang kamu katakan. Aku saja ragu padanya, bagaimana mungkin kamu tidak meragukannya?" tanya Amran tanpa memperdulikan tatapan Haris yang menatapnya penuh ketajaman. "Aku percaya pada suamiku, siapa pun dia, kepercayaanku akan selalu melekat padanya. Bukankah aku juga melakukan hal yang sama ketika kita masih menjadi suami istri?" tanya Zia yang lagi-lagi membuat Amran diam. "Aku sudah memaafkan apa yang telah kamu lakukan di masa lalu, kini aku sudah menjalani kehidupan yang baru. Jadi, aku juga berharap kamu melupakan masa lalu kita dan kembali meniti kehidupan yang baru," tegas Zia berusaha membuat Amran sadar kalau kehidupan di antara mereka sekarang sudah berbeda. "Aku tidak akan menyerah semudah itu, aku yakin pasti ada kesempatan untukku agar bisa kembali bersamamu. Aku dan kamu saja bisa berpisah setelah lima tahun pernikahan, apalagi antara ka
"Kenapa kamu manis banget, sih? Bukannya orang-orang bilang kamu kejam?" Zia melemparkan tatapan tak percaya pada pria yang ada di depan matanya.Zia selalu mendengar kritikan negatif terhadap keluarga Amarta, bahkan katanya keluarga ini adalah keluarga dengan orang-orang yang paling berbahaya.Sebelumnya Zia percaya akan gosip itu karena selama ini mereka memang selalu menunjukkan sisi negatif, namun setelah masuk langsung dan menjadi menantu Amarta, Zia tidak merasa demikian. Justru Zia merasa orang-orang yang mengatakan mereka jahat hanya pandai melihat dari luar, namun tidak jeli dengan kebenaran yang ada."Aku manis hanya di hadapanmu," sahut Haris cepat membuat Zia memalingkan tatapan, "karena kamu istriku, tentu aku akan melakukan apa yang aku bisa untuk mencintaimu.""Kalau nanti kamu berpaling?" tanya Zia penasaran karena Haris bukanlah pria biasa."Sebelum itu terjadi, aku akan mengatur beberapa aset untukmu. Ada anak atau tidak di antara kita, kamu tetap akan mendapatkannya
Zia memasang wajah datar dan menatap Amran lekat. Kini, dirinya benar-benar elegan dan setiap gerakannya sangat menarik. Itulah yang Amran lihat dari Zia yang sekarang. Padahal, sejak dulu Zia memang sudah seperti itu, sayangnya dia tidak melihatnya dengan baik."Kesempatan?" tanya Zia pelan dan Amran mengangguk cepat."Kalau kesenangan untuk dibenci olehku atau dipukul suamiku masih ada, tapi untuk hidup bersamaku ... kamu terlambat berubah, Mas. Aku yang sekarang tidak akan pernah lagi memilih untuk mencintaimu jika diberikan kehidupan kedua. Ini menandakan kesalahanmu sudah fatal," terang Zia tanpa perasaan membuat hati Amran benar-benar terluka."Bagaimana kalau ternyata Haris juga tidak tulus atau mengkhianatimu. Apa kamu bersedia kembali padaku?" tanya Amran lagiKali ini dia akan melakukan banyak cara untuk menarik Zia kembali ke sisinya. Terlebih sekarang dia sadar kalau dirinya sama sekali tidak mencintai Rania. Perasaan padanya ternyata sudah pergi bersama pengkhianatan yang
"Dasar pria yang tidak tahu malu," ujar Amran tak terima, "beraninya kau merebut Zia?""Merebut?" Harus menatapnya tak percaya, lalu mendekat ke arah Zia. "Sayang, katakan padanya, apa aku sudah merebutmu darinya?"Zia tersenyum lembut. "Tidak, justru dialah yang sudah merebut kebahagiaanku selama ini. Bodoh kalau aku mau kembali kepada pria seperti dirinya," jawabnya penuh penekanan seketika membuat Amran ditertawakan banyak orang.Akan tetapi, semuanya tidak berlangsung lama karena Rania lebih dulu datang dan mengajak Amran ke tempat yang tidak terlalu ramai."Mas, sebenarnya apa yang sudah kamu lakukan? Apa kamu lupa kalau Zia yang sekarang bukan lagi Zia yang dulu. Dia sudah berubah, Mas," terangnya sambil meminta seorang dokter untuk mengecek kondisi Amran."Bagaimana, Dok?" tanya Rania sedikit panik."Dia baik-baik saja. Mana mungkin Haris mengeluarkan tendangan yang begitu kuat setelah tahu Anda bukanlah pria yang bisa menjadi lawannya," ucap dokter itu membuat Rania marah."Si
Haris kembali menarik dirinya dari Zia ketika seorang pria mengeluarkan suaranya yang kuat."Mama suka dengan ketegasan kamu. Pria itu memang harus diberikan pelajaran," ucap Mama Haris, lalu menatap ke arah anaknya tajam. "Kalau nanti Haris begitu saja, Mama sendiri yang akan memberikannya pelajaran.""Apa, sih, Ma. Aku enggak akan begitu. Aku bukan orang bodoh yang akan menyia-nyiakan wanita seperti Zia." Harus berbicara dengan tegas bahwa dirinya akan terus mempertahankan Zia."Baguslah kalau memang kamu tidak punya niat itu. Awas kalau macam-macam," ancam mamanya membuat Haris bergidik ngeri.Di tempat lain, orang-orang yang diminta Zein untuk mencari keberadaan Gea sama sekali tidak mendapatkan hasil apa pun. Hal itu tentu membuat Amran semakin marah, terlebih kabar pernikahan tentang Zia dan pria lain itu sudah terdengar oleh banyak orang. Amran menjadi semakin tidak terkendali, bahkan Via sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya diinginkan oleh putranya itu. "Memangnya kenapa ka