Bagai disambar petir, betapa kagetnya Andhira saat lelaki itu berbalik dan menatap mereka. Untuk beberapa detik dia dapat merasakan jantungnya seolah berhenti berdetak. Napasnya terasa sesak, keringat dingin mulai keluar dari pelipis. Ujung tangan Andhira mendadak terasa sangat dingin.Devan.Ketakutannya terjadi. Mantan suaminya itu bergerak lebih cepat dari yang dia perkirakan. Andhira memang sudah memperkirakan hari ini akan terjadi. Dia tahu persis siapa Devan, lelaki psikopat dan sangat posesif itu.Namun, dia tidak menyangka akan secepat ini. Awalnya, dia berharap saat devan datang pernikahannya dengan Tibra sudah sah di mata hukum. Sehingga, lelaki di hadapannya ini pasti akan berpikir dua kali jika ingin mengganggunya lagi."Anna, main sama Mbak Warsih dulu ya." Andhira mengelus kepala Anna. "Tapi Anna masih mau main sama Ayah, Bu." Anna merengek.“Duh!” Andhira mengeluh dalam hati mendengar rengekan Anna.“Nanti lagi ya? Inikan jadwalnya Anna mengerjakan PR. Pasti ada PR k
Lelaki itu tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Andhira. Dia bahkan memegangi perutnya yang terasa sakit karena tertawa sampai tidak bersuara. Devan duduk di kursi tamu sambil mengusap ujung matanya yang berair setelah berhasil menguasai diri.Sementara Andhira menatapnya dengan mulut membisu. Dia berusaha keras menata perasaannya agar tidak dikungkung ketakutan.“Jadi benar informasi yang beredar di luaran sana?’ Devan mengambil air minum yang tadi dihidangkan Mbak Warsih. Dalam sekali tegukan, gelas besar itu langsung kosong.“Hebat juga kau bisa masuk ke dalam rumah tangga pasangan terkenal itu. Membuat kau pun kecipratan terkenal karena menjadi perusak rumah tangga mereka.” Devan mengangguk-angguk.“Tapi aku malah bersyukur, berkat mencuatnya berita ini aku bisa menemukanmu dengan mudah.” Devan tersenyum manis menatap Andhira yang membatu.“Apa maumu, Devan? Kita sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi.” Andhira mengembuskan napas kencang. Tiga tahun dia hidup dalam damai. Kini,
“Para saksi itu sudah diamankan Lendra. Aku hafal betul cara kerjanya.” Raka mengetuk-ngetukkan pulpen merk Parker yang selalu dia gunakan. Lelaki itu menatap Tibra yang terlihat tengah memikirkan sesuatu.“Kita bayar saja mereka. Penuhi berapapun yang mereka pinta.” Tibra menatap lurus pada Raka.“Tidak bisa. Saksi-saksi itu sudah diamankan Lendra bahkan jauh sebelum kasus ini naik laporan, Pak Tibra.” Raka menggeleng. Sekilas dia melirik pada Andhira yang sedari tadi hanya menjadi pendengar. Raka tersenyum tipis dan menarik napas panjang.Cantik dan menarik, dia pun tertarik. Namun, jika itu dia, jelas dia akan memilih Aruna dibandingkan Andhira. Entah apa yang dimiliki Andhira, pasti sesuatu yang tidak bisa diberikan oleh Aruna. Sehingga lelaki seperti Tibra bisa berpaling dengan mudah.“Aku hafal mati langkahnya. Ketika laporan ini naik, pasti dia sudah mempunyai bukti yang kuat dan sudah mengamankan saksi.”Tibra mengepalkan tangan dan memukul-mukul pahanya. Lelaki itu menarik
“Begini, Pak Tibra.” Raka melipat tangannya di atas meja. Lelaki itu menarik napas panjang sebelum mulai berbicara.“Lawan kita saat ini memiliki bukti dan saksi yang cukup kuat. Mereka lihai membaca peluang hingga membuat kita tidak mempunyai pilihan.” Raka berhenti sebentar. Otaknya berpikir keras memilih kalimat yang mudah dimengerti oleh kliennya.“Kalian sudah jelas harus mengakui ada hubungan, karena mereka bisa membuktikan itu. Kalau kalian mengelak, proses hukum akan semakin rumit. Itu artinya tidak sportif mengikuti proses hukum." Raka memperhatikan wajah Tibra yang terlihat sangat gusar."Nah, untuk itu, ada dua pilihan bagi kalian kalau bersedia mengakui ada hubungan. Hubungannya sebagai apa? Sudah menikah atau belum? Keduanya sama saja tetap terjerat pasal." Raka memegang tangan Tibra, meminta lelaki itu jangan menyela ucapannya. "Nama baikmu akan tambah hancur kalau mengaku sudah menikah, Pak Tibra. Kalau sekedar berselingkuh, bisalah kau berdalih khilaf. Wajar sebagai l
"Mengadili 1. Menyatakan terdakwa Tibra Davanka alias Tibra telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga, pengancaman dan perselingkuhan. 2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama …."Ruangan itu ramai oleh suara tepuk tangan pengunjung saat hakim mengetuk palu tiga kali. Beberapa ibu-ibu bahkan berteriak menyoraki Tibra. Salah seorang dari mereka berusaha meraih tubuh lelaki itu saking gemasnya saat polisi menggiringnya."Hidup hukum! Hidup keadilan!" Ruangan itu ramai oleh sorakan yang saling bersahutan. Tangan-tangan teracung mengepal ke udara sebagai bentuk luapan bahagia dari para pendukung Aruna.Sementara Tibra berjalan dengan dagu sedikit terangkat. Wajah lelaki itu bahkan menampakkan senyum tipis. Dia tidak peduli dengan riuh rendah yang ada di ruang persidangan itu. Dia sudah mempunyai rencana lain untuk memberi pelajaran pada Aruna.Tibra melirik ke arah Aruna. Dia bisa melihat wa
Aruna yang sedang sibuk melayani para pengunjung sidang yang memberi selamat, sedikit menautkan alis mendengar suara Raka yang sedang dikerumuni awak media. Wanita yang menggunakan blus navy dengan jilbab senada itu menajamkan telinga agar bisa mendengar ucapan Raka dengan jelas."Sebelum ditahan, beliau sempat mengatakan sangat menyesal karena khilaf melakukan kekerasan pada Aruna. Pak Tibra juga sepenuhnya menyadari kesalahan karena telah mengkhianati istri yang masih sangat dia cinta. Jadi, beliau memutuskan menerima dengan lapang hati semua keputusan hakim."Hampir saja Aruna kelepasan tertawa terbahak-bahak mendengar omong kosong Raka. Masih cinta? Luar biasa memang akal mantan suaminya itu untuk tetap bisa mempertahankan citra baiknya. Dia akhirnya menyibukkan diri dengan orang-orang yang menyapa dan memberikan ucapan selamat padanya. Wanita itu mengabaikan Raka yang dianggapnya sedang mendongeng dan mengarang cerita.Aruna memilih pergi setelah selesai menerima ucapan selamat
Aruna mulai bergerak mendekati satpam perumahan. Tidak butuh waktu lama dia bisa mendapatkan salinan buku tamu untuk membuktikan Andhira sering datang ke sana. Setelah beberapa waktu, dia juga berhasil membujuk satpam perumahan agar pindah kerja ke salah satu tempat usaha yang sedang dia bangun.Ya, dalam diam Aruna mulai membangun usahanya sendiri menggunakan nama Wira dan Adya. pelan-pelan dia mulai mengeluarkan uang untuk dana pembangunan usahanya. Dengan menggunakan nama orangtuanya, kalaupun usaha itu terendus oleh Tibra maka tetap tidak akan bisa dijadikan harta gono-gini.Sekali tepuk, dua pulau terlampaui. Selain bisa mengamankan saksi kedatangan Andhira sekaligus saksi KDRT karena malam itu dia sempat bertemu dengan salah satu petugas, dia juga bisa mendapatkan petugas keamanan yang sudah teruji kinerjanya.Selain itu, Aruna juga mulai membayar detektif untuk menyelidiki sejauh apa hubungan Tibra dan Andhira. Dia cukup terkejut saat mengetahui mereka telah menikah siri, bah
"Apa kau g*la?!" Aruna menarik kerah baju khas tahanan yang digunakan Tibra dari balik sel ruang kunjungan. Hampir saja badan Tibra tertarik dan membentur sel andai polisi yang berjaga tidak bergegas memeluk Tibra dari belakang."Jangan membuat kerusuhan di sini! Atau silahkan tinggalkan tempat ini sekarang juga." Petugas menatap Aruna tajam dari balik jeruji besi. Suaranya yang tegas memenuhi ruangan. "Kami minta maaf, Pak." Lendra langsung menenangkan petugas dan menjelaskan dengan singkat kalau Aruna terbawa emosi."Tahan sedikit, Bu Aruna." Lendra berbisik pelan. Sejujurnya, dia juga merasa ingin menghadiahkan pukulan pada lelaki di balik jeruji besi. Jangankan Aruna, dia saja menahan emosi sejak tadi.Petugas akhirnya berjalan menjauh sambil menatap Aruna tajam. Lewat pandangannya dia memperingatkan Aruna agar tidak memancing kerusuhan lagi. Sementara Aruna tidak terlalu peduli dengan ucapan petugas barusan, ada Lendra yang mengurusnya walau pengacaranya jiga memperingatkan baru