Share

Saudara Sepupu

Penulis: Beelovers
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Mirna membuka pintu rumah dengan sedikit rasa malas. Mungkin ia masih belum bisa menerima kejadian hari ini, bahwa aku sudah menikah lagi dengan wanita lain.

"Marni ... Mas bawa oleh-oleh untuk kamu," ucapku begitu bersemangat. Entah salah apa aku malam ini hingga Marni istriku sama sekali tidak mau menatap wajahku dan melengos begitu saja masuk ke dalam rumah tanpa menyalim padaku seperti malam-malam sebenlumnya.

Aku tertegun melihat perilaku Marni saat ini. Sama sekali tidak mencerminkan menjadi istri yang baik dan sholehah seperti sebelumnya. Aku hanya berdehem pelan dan melepas alas kaki di dalam rumah dan masuk ke dalam sambil menenteng plastik berisi martabak.

Aku lihat, Marni juga sedang sibuk memegang ponselnya dan sama sekali tak memperhatikan aku.

Aku melepas jas hitam ditumpukan cucian kotor dekat kamar mandi. Plastik martabak aku buka dan mulai aku rapihkan di piring untuk aku bawa ke kamar tidur.

Malam ini aku ingin menebus semua kesalahan aku pada Marni. Aku akan menatap bintang dari jendela kamarku sambil menikmati teh manis panas dan martabak kesukaan istriku.

"Sayang ... Aku tadi beli ini. Martabak juara kesukaan kamu. Yuk, Kita makan bareng. Mas lapar. Kamu juga pasti lapar kan?" tanyaku sambil meletakkan piring dan satu gelas air teh manis di meja.

Aku langsung membuka kemeja putihku dan melepas celana bahan hitam yang aku pakai untuk acara ijab tadi. Aku menggantinya dengan kain sarung lemas berwarna hijau dengan corak kotak-kotak dan kaos oblong berwarna putih.

Aku duduk ditepi ranjang tepat disamping Marni yang masih fokus bermain ponsel tanpa menghiraukan kehadiranku sama sekali.

"Marni ..." Aku memanggil nama istriku dengan suara yang begitu lembut. Namun, Istriku tetap asyik menatap layar ponselnya dengan wajah serius.

Sekali, dua kali, aku masih bisa sabar. Ketiga kalinya aku memanggil namanya dengan sangat keras dan lantang agar Marni tahu aku sedang marah kepada dirinya.

"Marni Lestari!!" ucapku dengan suara sedikit meninggi.

"Hemmm ...," jawab Marni sambil melirik sekilas ke arahku lalu memandang lagi ke arah ponselnya.

Aku merasa tidak dihargai sebagai laki-laki dan aku ikut mentaap layar ponsel Marni yang mulai meredup dan akhirnya dimatikan. Aku berusaha mengambilnya dan melihat apa isi ponsel itu hingga Marni bisa mengabaikan aku.

"Mas mau lihat ponsel kamu. Boleh Mas pinjam sebentar?" tanyaku begitu lembut dengan nada begitu tenang.

Aku tak pernah berpikir macam-macam tentang istriku. Aku selalu menaruh kepercayaan yang begitu penuh padanya. Selama ini tidak ada yang aneh pada perilaku istriku. Tapi, memang baru kali ini, Marni mendiamkan aku. Mungkin memang karena ia sedang merajuk atas kesalahan fatal yang aku buat.

"Untuk apa? Bukankah lebih baik sekarang kita jalani kehidupan kita masing-masing tanpa mengganggu privasi?" ucap Marni begitu kasar.

Aku menatap Marni begitu lekat dan semakin dalam. Aku hanya melihat, Marni istriku kini menjadi berbeda. Belum ada satu hari , ia aku tinggalkan.

"Kamu kenapa Marni?" tanyaku ingin memastikan apa yang terjadi pada Marni.

"Kenapa? Mas Galih masih nanya Marni kenapa? Apa perlu Marni jawab?" tanya istriku sambil melotot tanpa rasa takut.

Marni langsung berdiri dan keluar dari kamar lalu berjalan menuju sofa sambil membuka ponselnya kembali dan memainkan jari-jarinya dengan lincah diatas ponsel layar sentuh itu.

Malam ini, aku biarkan Marni melakukan hal yang menjadi kesukaannya. Mungkin saja memang Marni masih kesal. Aku menikmati minuman hangat itu sendiri dan mulai melahap martabak manis yang kubeli tadi dijalan.

Setelah menikmati beberapa potong martabak, aku lansung mengambil posisi untuk tidur karena besok pagi aku harus melanjutkan kativitasku sebagai guru seperti hari-hari biasanya.

***

Malam pertama Amira yang harus ia habiskan sendirian diwarungnya sendiri. Beberapa pekerjanya sudah sibuk meracik dan memotong sayuran untuk jualan besok. Hati Amira sedikit terobati karena beberapa teman yang sudah dianggap keluarganya itu tengah mengajaknya bercanda.

Amira masuk ke dalam kamar dan mengganti pakaiannya dengan pakaian yang sangat seksi sekali. Selama ini, Amira memang sangat menginginkan Galih. Cintanya dalam diam akhirnya bisa ia dapatkan walaupun dengan cara yang menurutnya sedikit memaksa. Tapi ini keputusan dua keluarga, hasil kesepakatan bukan paksaan.

Didepan cermin yang tak begitu besar, Amira menatap tubuhnya yang indah. Selama ini, Amira selalu menutup tubuhnya agar tidak digoda banyak lelaki.

"Kenapa? Kenapa aku tidak merasakan malam pertama bersamamu Mas Galih. Sebesar itukah cintamu untuk Mbak Marni, hingga kamu terbauru-buru pulang dan tak ingin sesuatu terjadi pada mbak Marni?" ucap Marni mendesah pelan.

Amira hanya tidak ingin banyak berdebat, apalagi menuntut. Sesuai perjanjian yang ia buat pada Ayahnya. Setelah menikah, Ayahnya tak lagi mmeberikan uang untuk Amira. Mungkin setelah ini Amira akan menabung sedikit demi sedikit dari hasil jualannya.

Tok ... Tok ... Tok ...

"Amira... Ini Isah," panggil Isah dengan suara pelan sambil mengetuk pintu kamar Amira berulang kali.

"Ya Sah ... Masuk saja," ucap Amira pelan.

Isah masuk ke dalam dan tersenyum pada Amira lalu duduk ditepi ranjang didekat Amira.

"Sabar ya, Mira," ucap Isah begitu lembut dan berusaha menyemangati Amira.

Isah adalah saudara sepupu sekaligus sahabat Amira. Mereka besar bersama dan Isah paling tahu soal Amira yang sudah sejak lama mencintai Galih.

Amira memeluk Isah dan mulai menangis. Hatinya sesak sekali saat melihat Galih pergi dan berpamitan pulang karena lebih berat pada perasan Marni, istrinya pertamanya.

"Aku pasti kuat menjalani ini semua," desah Amira berusaha menguatkan dirinya sendiri.

IItulah AMira, Amira yang terlihat lemah karena seorang perempuan. Tapi ia memiliki jiwa yang kuat dan hati yang begitu tegar.

***

Mendengar suara adzan shubuh telah bergema di Masjid dekat rumahnya. Seperti biasa, aku langsung terbangun dan ambil wudhu dan bersiap ke Masjid untuk melakukan sholat berjamaah.

Kulihat Marni masih terlelap tidur dengan selimut tebal yang makin membuat nyaman dari udara dingin pagi yang cukup menggigit kulit.

Setelah memakai sarung dan baju koko serta peci hitam dikepala. Aku langsung keluar dari rumah menuju Masjid.

Aku membiarkan Marni melakukan apapun yang ia suka. Ini sebagai bentuk permintaan maafku pada isriku atas pernikahan kedua yang tentunya membuat hatinya gundah.

"Pak Galih?" panggil Pak RT menyapa Galih yang baru saja keluar dari Masjid.

"Pak RT ... Apa kabar Pak?" sapaku kembali dengan senyum melebar.

"Saya baik -baik saja. Ada hal yang ingin saya tanyakan pada Pak Galih, mumpung ketemu," ucap Pak RT dengan wajah serius.

Deg ...

Deg ...

Deg ...

Kenapa jantungku rasanya berdetak keras. Apa jangan-jangan, Pak RT mengetahui soal pernikahan kedua yang kemarin aku lakukan?

"Soal apa Pak?" tanyaku begitu ragu dan gugup.

"Soal saudara sepupu Pak Galih," ucap Pak RT mantap.

"Saudara sepupu?" ucapku mengulang dengan sedikit terbata. Kepalaku masih tak bisa menerima maksud ucapan Pak RT.

Bab terkait

  • MADU CAP HALAL   KEPERCAYAAN YANG MULAI TERKIKIS

    "Iya saudara sepupu Pak Galih. Itu kata Mbak Marni," ucap Pak RT padaku."Saya tidak punya saudara sepupu, Pak RT. Pak RT kan tahu saya hidup seorang diri hanya bersama Ayah saja," ucapku pada Pak RT."Lagi pula, Selama ini Marni sibuk di Rumah Sakit menjaga Ayah," ucapku kembali menambahkan."Ohh ... Mungkin Saya yang salah dengar," jawab Pak RT padaku seperti tidak ingin memperpanjang masalah."Memangnya ada apa, Pak? Kalau boleh saya tahu?" tanyaku pada Pak Rt mulai penasaran."Emmm ... Kita bicara saja di rumah. Kalau Pak Galih tak keberatan," ucap Pak RT padaku sambil berbisik.Aku mengangguk kecil dan kita berdua berjalan menuju rumah Pak RT yang tak jauh dari Masjid.Pak RT menjamuku seperti tamu jauh yang tak pernah bersilaturahmi. Semua makanan kecil di keluarkan beserta dengan kopi hitam panas yang sudah etrsaji di meja kecil yang ada di teras.Suara burung perkutut dan burung beo saling bersahutan dari kandang membuat suasana etras itu lebih nyamn dan enak untuk di nikmati

  • MADU CAP HALAL   Permintaan Menikah Lagi

    "Marni ... Lusa, Mas akan menikah dengan Amira. Keputusan ini sudah bulat," ucapku tanpa ada keraguan. Aku sudah mantap untuk menikahi Amira demi hutang budi Sang Ayah di masa lampau kepada Juragan Empang. Ayah yang sedang sekarat di ruang ICU memintaku menikahi Amira sebagai pelunas hutang.PLAK!!Tamparan keras spontan mendarat di pipiku. Aku hanya terdiam tanpa mengaduh kesakitan. Aku sudah tahu, jika hal ini bakal terjadi. Aku pantas menerima amarah Marni yang tak mau aku madu."Pokoknya sampai kapan pun, Marni tidak pernah mau punya madu. Marni tidak menyetujui pernikahan Mas galih dengan wanita ilihan Ayah Mas Galih. Ini sama saja penghinaan Mas," ucap Marni keras sambil menangis. Buku -buku jarinya menancap di hamparan meja makan yang terbuat dari triplek."Inget Mas!! Kalau Mas memang lakukan itu, ceraikan saja Marni dan pulangkan Marni ke rumah orang tua Marni!!" teriak Marni dengan suara keras.Marni membalikkan tubuhnya dan masuk ke dalam kamar lalu membanting pintu kamar d

  • MADU CAP HALAL   Restu untuk Pernikahan Kedua

    Galih mendekati ruang ICU dan menatap Sang Ayah begitu lemah. Seharusnya, jika ia bisa membiayai pengobatan Ayah di rumah sakit besar yang ada di kota, mungkin kondisinya tidak akan seperti ini."Aku harus bagaimana? Tidak mungkin aku menikah lagi jika kedua -duanya tak paham situasi dan kondisiku. Marni, maafkan aku, suamimu," ucap Galih lirih.Aku kembali duduk di kursi besi yang panjang dan menatap nanar ke arah ruang ICU. Bagaimana nasib Ayahnya setelah ini."Mas Galih ...," panggil Marni dengan wajah yang pucat dan kedua mata bengkak karena terlalu lama menangis.Aku pun menoleh ke arah sumber suara dan mendapati Marni, istriku sedang berjalan ke arahku dengan membawa berkas di pelukannya."Marni?" ucapku lembut dan kaget melihat Marni.Jarak antara rumah dan rumah sakit ini cukup jauh. entu saja harus menaiki kendaraan untuk sampai kesini."Tanda tangani ini," titah Marni padaku. Marni menyodorkan satu bendel yang tertutup rapi di dalam map berwarna kuning."Tanda tangan? Ini ap

  • MADU CAP HALAL   Akhirnya SAH

    Pernikahan kedua Galih akan dilaksanakan pagi ini sekitar pukul delapan. Semua sudah dipersiapkan dengan baik. Mulai dari seserahan, mahar dan mas kawinnya juga sudah teretata di meja."Marni ... Kenapa kamu tak mengganti pakaian kamu yang diberikan Amira?" tanyaku yang sudah rapih dengan setelan jas hitam. Ditanganku sudah ada sebuah kertas yang bertuliskan nama Amira lengkap dengan bintinya. Aku belum hapal untuk mengucap ijab kabul itu."Badanku gak enak, Mas," jawab Marni yang masih berada ditempat tidur dan belum memulai aktivitas pagi ini. Marni telah berjanji pada Amira untuk datang ke cara pernikahan kedua suaminya. Namun, ternyata Marni tak setegar itu untuk menyaksikan Galih, suaminya harus duduk berdua dengan perempuan lain di pelaminan. Apalagi harus mendengar ucapan Galih mengucap janji ijab kabul untuk mensahkan pernikahan keduanya atas ijin Marni sebagai istri pertama.Aku melirik ke arah Marni yang tubuhnya ditutup rapat oleh selimut dan tak bergerak sedikitpun tubuhn

  • MADU CAP HALAL   Malam Pertama yang Terlewatkan

    "Saya terima nikah dan kawinnya Amira binti Jatmiko dengan mas kawin uang tunai sebesar seratus ribu rupiah," ucap Galih dengan suara lantang."Bagaimana SAH?" tanya penghulu itu penuh semangat."SAH!!" jawab para tamu undangan serempak.Setelah pengucapan ijab kabul tersebut aku langsung menghela napas begitu lega. Rasanya beban hutang yang selama ini membuat pundakku sakit pun perlahan terasa ringan saat duduk tegak.Amira dibawa masuk ke dalam ruangan besar itu dan duduk disampingku. Aku memakaikan cincin di jari manis tangan kirinya sebagai bentuk simbol ikatan pernikahan yang telah kita jalani. Mulai hari ini, kita berdua adalah pasangan suami istri. Amira mencium punggung tanganku dengan sikap begitu hormat. Ia memang bukan wanita dari kalangan kaum alim, tapi akhlaknya begitu baik dan beradab sekali.Jantungku berdebar sangat kencang saat bibir Amira menyentuh punggung tangan ini lalu menatap wajahku dengan penuh cinta. Senyum Amira yang manis penuh ketulusan. Aku spontan menar

Bab terbaru

  • MADU CAP HALAL   KEPERCAYAAN YANG MULAI TERKIKIS

    "Iya saudara sepupu Pak Galih. Itu kata Mbak Marni," ucap Pak RT padaku."Saya tidak punya saudara sepupu, Pak RT. Pak RT kan tahu saya hidup seorang diri hanya bersama Ayah saja," ucapku pada Pak RT."Lagi pula, Selama ini Marni sibuk di Rumah Sakit menjaga Ayah," ucapku kembali menambahkan."Ohh ... Mungkin Saya yang salah dengar," jawab Pak RT padaku seperti tidak ingin memperpanjang masalah."Memangnya ada apa, Pak? Kalau boleh saya tahu?" tanyaku pada Pak Rt mulai penasaran."Emmm ... Kita bicara saja di rumah. Kalau Pak Galih tak keberatan," ucap Pak RT padaku sambil berbisik.Aku mengangguk kecil dan kita berdua berjalan menuju rumah Pak RT yang tak jauh dari Masjid.Pak RT menjamuku seperti tamu jauh yang tak pernah bersilaturahmi. Semua makanan kecil di keluarkan beserta dengan kopi hitam panas yang sudah etrsaji di meja kecil yang ada di teras.Suara burung perkutut dan burung beo saling bersahutan dari kandang membuat suasana etras itu lebih nyamn dan enak untuk di nikmati

  • MADU CAP HALAL   Saudara Sepupu

    Mirna membuka pintu rumah dengan sedikit rasa malas. Mungkin ia masih belum bisa menerima kejadian hari ini, bahwa aku sudah menikah lagi dengan wanita lain."Marni ... Mas bawa oleh-oleh untuk kamu," ucapku begitu bersemangat. Entah salah apa aku malam ini hingga Marni istriku sama sekali tidak mau menatap wajahku dan melengos begitu saja masuk ke dalam rumah tanpa menyalim padaku seperti malam-malam sebenlumnya.Aku tertegun melihat perilaku Marni saat ini. Sama sekali tidak mencerminkan menjadi istri yang baik dan sholehah seperti sebelumnya. Aku hanya berdehem pelan dan melepas alas kaki di dalam rumah dan masuk ke dalam sambil menenteng plastik berisi martabak.Aku lihat, Marni juga sedang sibuk memegang ponselnya dan sama sekali tak memperhatikan aku. Aku melepas jas hitam ditumpukan cucian kotor dekat kamar mandi. Plastik martabak aku buka dan mulai aku rapihkan di piring untuk aku bawa ke kamar tidur. Malam ini aku ingin menebus semua kesalahan aku pada Marni. Aku akan menat

  • MADU CAP HALAL   Malam Pertama yang Terlewatkan

    "Saya terima nikah dan kawinnya Amira binti Jatmiko dengan mas kawin uang tunai sebesar seratus ribu rupiah," ucap Galih dengan suara lantang."Bagaimana SAH?" tanya penghulu itu penuh semangat."SAH!!" jawab para tamu undangan serempak.Setelah pengucapan ijab kabul tersebut aku langsung menghela napas begitu lega. Rasanya beban hutang yang selama ini membuat pundakku sakit pun perlahan terasa ringan saat duduk tegak.Amira dibawa masuk ke dalam ruangan besar itu dan duduk disampingku. Aku memakaikan cincin di jari manis tangan kirinya sebagai bentuk simbol ikatan pernikahan yang telah kita jalani. Mulai hari ini, kita berdua adalah pasangan suami istri. Amira mencium punggung tanganku dengan sikap begitu hormat. Ia memang bukan wanita dari kalangan kaum alim, tapi akhlaknya begitu baik dan beradab sekali.Jantungku berdebar sangat kencang saat bibir Amira menyentuh punggung tangan ini lalu menatap wajahku dengan penuh cinta. Senyum Amira yang manis penuh ketulusan. Aku spontan menar

  • MADU CAP HALAL   Akhirnya SAH

    Pernikahan kedua Galih akan dilaksanakan pagi ini sekitar pukul delapan. Semua sudah dipersiapkan dengan baik. Mulai dari seserahan, mahar dan mas kawinnya juga sudah teretata di meja."Marni ... Kenapa kamu tak mengganti pakaian kamu yang diberikan Amira?" tanyaku yang sudah rapih dengan setelan jas hitam. Ditanganku sudah ada sebuah kertas yang bertuliskan nama Amira lengkap dengan bintinya. Aku belum hapal untuk mengucap ijab kabul itu."Badanku gak enak, Mas," jawab Marni yang masih berada ditempat tidur dan belum memulai aktivitas pagi ini. Marni telah berjanji pada Amira untuk datang ke cara pernikahan kedua suaminya. Namun, ternyata Marni tak setegar itu untuk menyaksikan Galih, suaminya harus duduk berdua dengan perempuan lain di pelaminan. Apalagi harus mendengar ucapan Galih mengucap janji ijab kabul untuk mensahkan pernikahan keduanya atas ijin Marni sebagai istri pertama.Aku melirik ke arah Marni yang tubuhnya ditutup rapat oleh selimut dan tak bergerak sedikitpun tubuhn

  • MADU CAP HALAL   Restu untuk Pernikahan Kedua

    Galih mendekati ruang ICU dan menatap Sang Ayah begitu lemah. Seharusnya, jika ia bisa membiayai pengobatan Ayah di rumah sakit besar yang ada di kota, mungkin kondisinya tidak akan seperti ini."Aku harus bagaimana? Tidak mungkin aku menikah lagi jika kedua -duanya tak paham situasi dan kondisiku. Marni, maafkan aku, suamimu," ucap Galih lirih.Aku kembali duduk di kursi besi yang panjang dan menatap nanar ke arah ruang ICU. Bagaimana nasib Ayahnya setelah ini."Mas Galih ...," panggil Marni dengan wajah yang pucat dan kedua mata bengkak karena terlalu lama menangis.Aku pun menoleh ke arah sumber suara dan mendapati Marni, istriku sedang berjalan ke arahku dengan membawa berkas di pelukannya."Marni?" ucapku lembut dan kaget melihat Marni.Jarak antara rumah dan rumah sakit ini cukup jauh. entu saja harus menaiki kendaraan untuk sampai kesini."Tanda tangani ini," titah Marni padaku. Marni menyodorkan satu bendel yang tertutup rapi di dalam map berwarna kuning."Tanda tangan? Ini ap

  • MADU CAP HALAL   Permintaan Menikah Lagi

    "Marni ... Lusa, Mas akan menikah dengan Amira. Keputusan ini sudah bulat," ucapku tanpa ada keraguan. Aku sudah mantap untuk menikahi Amira demi hutang budi Sang Ayah di masa lampau kepada Juragan Empang. Ayah yang sedang sekarat di ruang ICU memintaku menikahi Amira sebagai pelunas hutang.PLAK!!Tamparan keras spontan mendarat di pipiku. Aku hanya terdiam tanpa mengaduh kesakitan. Aku sudah tahu, jika hal ini bakal terjadi. Aku pantas menerima amarah Marni yang tak mau aku madu."Pokoknya sampai kapan pun, Marni tidak pernah mau punya madu. Marni tidak menyetujui pernikahan Mas galih dengan wanita ilihan Ayah Mas Galih. Ini sama saja penghinaan Mas," ucap Marni keras sambil menangis. Buku -buku jarinya menancap di hamparan meja makan yang terbuat dari triplek."Inget Mas!! Kalau Mas memang lakukan itu, ceraikan saja Marni dan pulangkan Marni ke rumah orang tua Marni!!" teriak Marni dengan suara keras.Marni membalikkan tubuhnya dan masuk ke dalam kamar lalu membanting pintu kamar d

DMCA.com Protection Status