Beranda / Pernikahan / Luka di Balik Senyum Istriku / 8. Panggilan Tak Terjawab

Share

8. Panggilan Tak Terjawab

Penulis: Sheila FR
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Ummi, Abah sudah carikan rumah buat ummi yang dekat dengan rumah Abah dan Umma Najma. InsyaaAllah Minggu depan sudah bisa ditempati."

"Alhamdulillah kalau begitu Abah, ummi nurut saja sama Abah. Apakah Abah sudah bilang ke mbak Najma?"

"Belum, Ummi. Tak enak jika membahas hal seperti ini hanya melalui sambungan telepon. Besok Abah akan bilang sama Umma Najma."

Ini adalah malam ketujuhku bersama Salwa, yang artinya besok sudah waktunya aku kembali bersama istri pertamaku. Aku sudah sangat merindukannya, ini adalah kali pertama aku berjauhan dengannya selama seminggu. Biasanya hanya sehari dua hari aku tidak bertemu dengannya jika ada kegiatan luar kota, dan itupun jarang karena aku lebih memilih mengutus asistenku untuk keluar kota karena tak mau meninggalkan istriku seorang diri.

Saat ini aku sedang berada di dalam kamar tidur kami, sebelum tidur kami biasakan diri untuk mengobrol agar lebih mendekatkan diri satu sama lain. Aku memilih membelikan rumah untuk Salwa di kompleks perumahanku bersama istri pertamaku karena aku tak mau bolak balik dengan jarak yang lumayan jauh.

Aku tak mau mengumpulkan istriku dalam satu atap seperti pesan Abi. Awalnya Najma meminta agar Salwa ikut tinggal bersama kami, tapi aku tak mau hal itu terjadi karena kemungkinan terjadinya hal hal yang tak di inginkan semakin besar peluangnya.

"Abah, apakah sebelumnya Abah pernah berjauhan dengan mbak Najma dalam jangka waktu seperti sekarang ini?"

"Tidak pernah, ummi. Abah tak pernah meninggalkan Umma Najma selama seperti sekarang ini."

"Abah rindu mbak Najma?"

"Jangan tanyakan seperti itu ummi. Sekarang lebih baik kita bahas tentang kita saja, jangan membahas Umma Najma saat ummi bersama Abah, kerena itu akan melukai hati ummi."

"Ummi hanya bertanya Abah," ucapnya.

"Iya Abah tahu, jika ummi bertanya kabar Umma Najma akan Abah jawab, tapi jika bertanya soal seperti itu maaf Abah tak akan menjawab begitupun jika yang bertanya itu Umma Najma, Abah juga tak akan menjawab. Abah hanya ingin menjaga perasaan kalian agar tidak ada rasa sakit dan cemburu."

"Terimakasih sudah menjaga perasaan kami Abah. Maafkan Ummi, ummi janji tak akan bertanya seperti itu lagi."

"Tak apa, Ummi. Doakan Abah agar Abah menjadi suami yang adil buat kalian berdua."

"Selalu Abah,"

"Ya sudah, sekarang tidur, ya."

Aku mengajak Salwa sambil mengeratkan pelukan kami.

Dapat kurasakan istri mudaku itu mengangguk, sebelum kembali menatap wajahku. "Selamat malam, Abah." 

"Selamat malam, Ummi." Kucium keningnya serta kedua netranya.

******

"Abah, jam berapa Abah akan kembali ke rumah mbak Najma?"

Tanya Salwa saat kami baru selesai sarapan dan duduk di teras rumah yang di temani secangkir kopi dan camilan. Ibu tidak ada, beliau sedang pergi ke pasar.

"Nanti sore, Ummi."

"Ya sudah, ummi siapin baju-baju Abah dulu, ya," Salwa hendak bangkit, tapi mendengar penjelasanku dia mengurungkan niatnya.

"Nggak usah, Ummi. Baju-baju Abah yang di sana masih banyak, itu memang di simpan buat di sini."

"Oh, begitu Abah."

"Iya Ummi. Sekarang ummi siap-siap gih, kita ke mall hari ini, beli keperluan ummi."

"Nggak usah, Abah. 'Kan kemaren lusa sudah,"

"Nggak mau nih jalan-jalan sama suami?"

Salwa tersenyum malu-malu, aku lekas menariknya membawa ke kamar agar dia berganti pakaian yang lebih bagus.

"Pakai baju yang Abah belikan kemarin Ummi,"

"Baik, Abah."

"Abah tunggu di ruang tamu,"

Setelah selesai bersiap, Salwa menghampiriku dengan menggunakan baju gamis warna Army yang begitu pas dengan warna kulitnya.

"Handphone Abah ada di kamar, nggak mau dibawa?"

"Nggak usah, lagian itu belum keisi penuh baterainya."

"Oh," balasku.

"Udah siap, Ummi?"

"Sudah Abah," jawabnya

"Ya sudah, yuk berangkat!"

Kami pun berangkat menuju mall untuk membeli beberapa keperluan Salwa. Setibanya di mall, aku menggandeng tangan Salwa untuk memasuki pusat perbelanjaan yang begitu besar ini. 

Kami menuju pusat baju muslimah untuk membelikan Salwa beberapa potong baju. Tak lupa aku pun membelikan beberapa helai baju untuk Umma Najma.

Selesai berbelanja, kami menuju restauran yang tersedia di dalam mall.

"Kita makan siang sekalian," ajakku mumpung kami sedang di luar, pun biar Salwa tak perlu memasak ketika sampai di rumah nanti.

"Iya, Abah."

Setelah selesai makan siang, kami memutuskan untuk pulang. Lalu lintas siang ini begitu macet karena sekarang merupakan jam makan siang dan jam pulang sekolah. Tak lupa kami membungkuskan makan siang juga untuk ibu.

Jam satu siang barulah kami tiba di rumah, rasa lelah membuatku ingin segera mengistirahatkan tubuh ini di atas ranjang.

"Abah, sholat Dzuhur dulu," Salwa mengingatkanku ketika aku mulai memejamkan mata di pembaringan. Dia baru memasuki kamar karena harus memberikan makanan yang tadi dibeli kepada ibu.

"Ah, iya. Ummi mandi duluan saja, nanti Abah ganti ummi."

Selesai mandi kami melaksanakan sholat berjamaah di musholla bersama ibu juga. Selesai sholat aku mengajak Salwa untuk beristirahat sebelum nanti sore aku meninggalkan istri mudaku ini karena sudah waktunya aku bersama istri pertamaku.

****

"Ummi, jaga diri ummi baik-baik saat tak bersama Abah, Abah akan tetap menghubungi selama Abah di rumah Umma Najma."

"Iya, Abah. Abah hati-hati di jalan, ummi titip buah mangga ini ya buat mbak Najma."

Salwa menyerahkan satu kresek buah mangga madu yang sudah matang, memang di halaman samping rumah Salwa ada beberapa pohon mangga madu yang buahnya sangat lebat dan sudah mulai memasuki masa panen.

"Iya, terimakasih udah ngasih oleh-oleh buat Umma Najma, Ummi." ucapku sambil mengelus kepalanya yang tertutup khimar.

"Sama-sama, Abah."

"Abah pulang, assalamualaikum," pamitku.

"Wa'alaikum salam," balasnya.

Kecupan di kening Salwa tak lupa ku daratkan sebagai tanda perpisahan kami.

*****

Saat Adzan maghrib berkumandang, aku baru tiba di rumah. Aku begitu heran melihat keadaan rumah yang begitu sepi, bahkan lampu pun tak ada yang menyala. Kemana istriku?

"Assalamualaikum, Umma?" Aku memasuki rumah sambil memanggil istriku.

Satu persatu saklar lampu ku tekan agar rumah ini tak gelap lagi. Aku gegas menuju tempat tidurku, mungkin Najma sedang beristirahat, tapi tak mungkin, ia tak akan tidur saat sudah memasuki waktu ashar ke atas.

"Umma, Umma di mana?"

Aku meraih handphone ku di dalam saku celanaku, handphone yang sedari siang tidak aku nyalakan sama sekali. Saat aku nyalakan, terdapat puluhan panggilan tak terjawab dari nomor Najma juga nomor Mbak Hanifah tetangga depan rumah.

Ada juga beberapa pesan dari aplikasi balon hijau, aku segera membuka pesan dari mbak Hanifah. 

Deg!

Aku begitu terkejut membaca pesan yang dikirim mbak Hanifah sekitar tujuh jam yang lalu.

Sheila FR

Aduduuh, kenapa yaa?? Ada apa dengan Umma Najma????

| 16
Komen (9)
goodnovel comment avatar
Roroh Siti Rochmah
suami oneng pretttt bru satu minggu udh bkin nyesek,, mna keadilnmu. dsar buaya buntung
goodnovel comment avatar
Puput Assyfa
jd suami teledor bgt sih
goodnovel comment avatar
Julianes Purnama Wiriawan
cerita ini mengandung bawang , meski dlm islam beristri dua itu dibolehkan , tetap saja akan ad rasa luka yg menggores dihati istri pertama , baru baca cerita doang , gak ngalamin langsung tp sakit nya ngena bgt
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Luka di Balik Senyum Istriku   9. Kabar Bahagia

    "Mbak Najma pingsan, segeralah pulang!" Begitu isi pesan yang aku terima dari mbak Hanifah, gegas aku menghubungi nomor ponsel Mbak Hanifah. Pada dering ke tiga barulah panggilan bisa tersambung ke nomor tujuan. "Assalamualaikum, Mbak. Ada dimana Najma sekarang?" "Wa'alaikum salam, Mas Hamdan, mbak Najma sedang di rawat di rumah sakit Pelita. Segeralah kemari!" "Baik, Mbak. Saya akan segera kesana, assalamualaikum," "Waalaikum salam," Aku segera menuju mobilku dan melajukannya meninggalkan rumah, tak lupa aku mengunci pintu terlebih dahulu. Aku mengendarai mobil dengan kecepatan diatas rata-rata, aku begitu khawatir terhadap istriku. Apa yang terjadi dengannya hingga ia sampai pingsan? Apakah istriku sedang sakit? Ya Allah, selamatkanlah istriku. Setibanya di rumah sakit, selesai memakirkan mobil aku segera berlari menuju resepsionis untuk menanyakan dimana ruang rawat istriku. Setelah mengetahui di mana ruang rawat umma Najma. Aku berlari kecil menyusuri koridor rumah sakit

  • Luka di Balik Senyum Istriku   10. Hasil Pemeriksaan

    Wa'alaikum salam, Ibu."Kami menjawab salam wanita paruh baya yang telah melahirkan ku ke dunia ini."Bagaimana keadaanmu, Nak?" Tanya ibu kepada istriku."Alhamdulillah sudah mendingan, Bu." jawab Najma sambil mencium tangan ibu."Ibu bahagia dan bersyukur banget denger kalian akan memberikan ibu cucu, selamat ya,""Alhamdulillah, Bu. Allah masih mempercayakan kami untuk dititipkan amanahnya." jawabku dengan penuh binar kebahagian."Ibu sama siapa kesini? Tahu dari mana kalau Najma ada disini?""Ibu sama ...""Assalamualaikum,"Kami kembali menoleh saat mendengar salam dari arah pintu, di sana istri mudaku dengan membawa parsel buah ditangannya. Wanita itu menghampiriku lalu mencium tanganku, setelahnya dia bercipika-cipiki dengan Najma."Aku turut bahagia, Mbak dengar kabar baik itu," "Terimakasih, Adikku.""Selamat ya, Mas, Mbak.""Iya, sekali lagi terimakasih.""Ini, ibu sama Salwa. Tadi ibu ke rumah kalian, mau bawakan pepes ikan tuna buat Najma, tapi kata Hanifah dari kemaren

  • Luka di Balik Senyum Istriku   11. Dia (tidak) Baik-baik Saja

    Aku tak mempedulikan Najma yang terus saja meminta turun, aku segera membawanya ke kamar agar ia bisa segera istirahat. Soal Salwa, aku harap dia bisa memaklumi apa yang aku lakukan kepada Najma di hadapannya tadi. Setelah meletakkan Najma di kamar, aku keluar untuk mengambil minum di dapur buat Najma. ku lihat beberapa tetangga datang untuk menjenguk istriku. Mereka duduk di ruang tamu di temani ibu. Mereka tak datang dengan tangan kosong, masing-masing dari mereka membawa bungkusan plastik putih transparan yang terlihat jelas isinya. Ada yang membawa roti tawar beserta susu, ada yang membawa camilan, dan ada juga yang membawa buah-buahan. Aku tak heran, karena memang istriku pun melakukan hal yang sama ketika ada tetangga yang sedang sakit. Aku menyampaikan kepada Najma kalau ada para tetangga, tapi aku melarangnya keluar karena harus istirahat. Aku yakin mereka pasti mengerti dan memaklumi jika Najma tak menemui mereka. Sayangnya Najma memaksa untuk tetap menemui mereka. Dia tur

  • Luka di Balik Senyum Istriku   12. Kejadian di Dapur

    "Ummi lagi masak apa?" tanyaku pada istri keduaku yang ku lihat sedang memotong bawang merah dan bawang putih."Astagfirullah, Abah. Bikin kaget saja!" Seketika Salwa menghentikan kegiatannya, laku mengusap dadanya karena kaget."Maaf, Ummi." Sesalku, "Ummi lagi masak apa?" tanyaku sambil melingkarkan tanganku pada kedua pinggulnya.Dia mengangguk,"Mau buat sup ayam." lalu Salwa berusaha melepaskan tanganku yang melingkar di perutnya, "Jangan seperti ini Abah, nggak enak entar kalau di lihat ibu ataupun mbak Najma.""Oh, iya, ibu kemana?" aku bertanya lagi tanpa melepaskan pelukanku."Ibu lagi ke warung mau beli penyedap rasa katanya udah nggak ada.""Ummi, maafkan Abah ya, dari pagi Abah mengabaikan Ummi." ujarku sambil mencium pipinya."Nggak apa-apa, Abah. Ummi ngerti kok." jawabnya sambil menunduk menyembunyikan rona merah jambu di pipinya"Semoga disini juga segera tumbuh buah hati kita," kataku sambil mengusap perut rata Salwa."Aamiin,""Aamiin,"Setelah Salwa mengaminkan ucapa

  • Luka di Balik Senyum Istriku   13. Musibah yang Menimpa Istri Mudaku

    Setelahnya aku pun pergi menuju rumah istri keduaku. Tak butuh waktu lama, hanya butuh waktu sekitaran lima menit untuk aku sampai di rumah Salwa. Saat tiba di persimpangan di depan rumah Salwa, aku melihat di sana terparkir sebuah mobil yang tidak aku ketahui siapa pemiliknya.Seorang wanita paruh baya bersama seorang pemuda berdiri di depan pintu sedang menunjuk-nunjuk Salwa. Bahkan di sekitaran mereka ada beberapa ibu-ibu yang menontonnya. Ada apa ini? Aku memilih turun dari mobil dan mendekat ke arah mereka. Tampaknya tak ada yang menyadari kehadiranku, perlahan aku mulai mendengar perbincangan mereka"Jadi ini alasan kamu menolak anak saya? Di lamar bujang nggak mau, maunya nikah sama orang yang sudah beristri. Kamu itu tak ubahnya hanya seorang pelakor, Salwa!" Makian ibu-ibu itu membuat Salwa menunduk mungkin karena malu."Anak saya wanita baik-baik, bukan dia yang masuk ke rumah tangga orang, tapi orang itulah yang mengajak Salwa untuk masuk

  • Luka di Balik Senyum Istriku   14. Aku Bukan Pelakor (Salwa POV)

    Muhammad Hamdan Alfariki, lelaki tampan yang telah memikat hati ini. Seorang lelaki yang menjadi pelanggan di warung kopiku saat ia mendatangi sebuah pembangunan hotel tepat di seberang jalan depan warungku. Ada debar yang tak bisa ku jelaskan setiap kali bertemu dengannya. Beberapa kali kami sempat beradu pandang, tapi dengan cepat dia memutuskannya seolah sedang menjaga pandangan dan itu semakin membuatku kagum akan sosok dirinya.Tak pernah satu waktu sholat pun ia jalankan dengan terlambat. Setiap kali adzan berkumandang, ia segera menuju musholla yang tak jauh dari gedung yang ia pantau untuk melaksanakan sholat. Diam-diam aku selalu memperhatikan setiap kegiatannya.Entah keberanian dari mana, aku selalu menyelipkan namanya di setiap doaku, berharap dia akan menjadi imam buatku dan ayah dari anak-anakku kelak. Aku memintanya kepada Rabb-ku, berharap menyatukan kami dalam sebuah ikatan pernikahan.Hingga selama beberapa bulan ini, aku tak melihat kehadirannya memantau proyek yang

  • Luka di Balik Senyum Istriku   15. Ngidam

    Angin membelai wajahku dengan lembut, langit yang berhiaskan taburan bintang nan mengelilingi bulan tak membuatku beranjak dari jendela kamar yang sengaja ku buka untuk menghirup udara malam yang damai. Begitu menenangkan hati, meski tak sepenuhnya. Lambaian daun karena diterpa angin membuat suasana semakin terasa sejuk.Tak ada suara, selain suara jangkrik serta detak jarum jam yang bergantian saling bersahutan menambah kesunyian malam yang kini sudah semakin larut. Dua puluh tiga lewat lima puluh menit, arah yang di tunjuk jarum jam yang ada di sisi kanan tempat tidurku.Tiada kantuk yang ku rasakan, mata ini terasa begitu enggan untuk terpejam. Setetes air mata jatuh melewati pipi, segera aku menghapusnya dan menggantikannya dengan senyuman. Berusaha berfikir positif atas apa yang terjadi beberapa hari ini. Berusaha memikirkan alasan yang baik mengapa ia tak pernah menghubungiku selama lima hari ini. Ah, aku merindukannya, merindukan suami yang tak lagi seutuhnya milikku. Suami yan

  • Luka di Balik Senyum Istriku   16. Luka yang Semakin Dalam

    Satu jam, dua jam, bahkan sudah lima jam suamiku tak kunjung datang. Berkali-kali aku membuang napas kasar, berharap bisa sedikit saja mengurangi sesak yang semakin menghimpit dada. Membuat ibu jadi geram dan memutuskan untuk menelpon mas Hamdan. Aku sudah melarangnya karena ini sudah malam, tapi ibu tetep kekeuh ingin menelpon anak semata wayangnya tersebut.Tak hanya aku yang menunggu, tapi masakan kesukaannya yang berada di atas meja tetap utuh tak tersentuh menunggu sang pemilik makanan datang untuk menghabiskannya."Assalamualaikum, Bu." sapa mas Hamdan di sebrang sana."Waalaikum salam," jawab ibu ketus."Kenapa, Bu?" tanya mas Hamdan dengan suara serak mungkin dia sudah tidur."Hamdan, kamu masih nanya kenapa ibu menelponmu?" kata ibu sedikit menaikkan nada suaranya.Aku mengelus lengan ibu guna meredam emosinya."Apakah Hamdan berbuat kesalahan?" Tak adakah dia merasa bersalah pada diri yang sudah berjam-jam menunggunya,

Bab terbaru

  • Luka di Balik Senyum Istriku   23. RASA YANG SAMA. END

    Kamu pantas mendapatkan itu, karena kamu manusia yang tidak tahu diri!" ujar Kinan dengan penuh emosi. "Pergi sebelum aku memanggil satpam untuk mengusirmu! Jangan sampai atasanku keluar dan memberimu sanksi atas keributan yang kau lakukan. Jangan pernah ganggu hidupku lagi. Jangan pernah ikut campur urusanku lagi. Tante hanyalah orang asing yang kebetulan dinikahi papa karena hamil duluan!" Ucapan pedas Maira membuat Kinan semakin naik pitam. "Heh, semakin kurang ajar kamu ya sama orang tua!" Geram Kinan sambil menjambak rambut Maira dari balik kerudung yang dikenakan wanita itu. "Panggil selingkuhanmu ke sini! Gara-gara dia kamu kehilangan Reno dan gara-gara dia kamu semakin tak bisa diatur!" "Aauuwwhh, sakiiiit! Lepasin, Mak lampir! Dasar Gila!" Maira berusaha melepaskan cekalan ibu tirinya pada rambutnya. Sungguh saat ini kepalanya terasa kebas dan kulit kepalanya terasa mau copot. Sontak saja mereka di hampiri orang beberapa orang termasuk para pelayan di restoran tersebu

  • Luka di Balik Senyum Istriku   22. Playing Victim

    "Kenapa anak nakal itu belum juga di temukan?!"Entah kemana perginya Laura yang sesungguhnya, sehingga orang punya kuasa sekuat ayahnya saja tak dapat menemukan keberadaannya. Bahkan detektif handal yang biasanya tak pernah gagal dalam misinya, juga tak dapat menemukan keberadaan wanita muda itu. Jangan menemukan Laura, mendapatkan jejak kepergiannya saja tidak.Tuan Derial mulai ketakutan, ia takut kalau Laura di culik oleh musuhnya. Dia adalah pebisnis yang besar, tentu tak sedikit orang yang membencinya, sisi gelap dalam dunia bisnis salah satunya adalah bersaing dengan kotor, dan itu sudah menjadi rahasia umum."Tapi, siapa yang sudah memanfaatkan Laura demi bisa menyaingi ku? Selama lima bulanan ini tak ada yang berusaha menekan atau menyenggol diriku dengan kepala menunduk, dan satu tangan yang memikat pangkal hidungnya. Ia terlalu pusing memikirkan kemana perginya Laura. Ditambah sang istri yang sering jatuh sakit akibat kepikiran kepada putri mereka satu-satunya.Tak mau piki

  • Luka di Balik Senyum Istriku   21. Berakhirnya Kehidupan Salwa

    "Bil, maafkan aku, gara-gara aku kamu jadi korbannya Reno." Kini Bilal dan Maira tengah duduk di sebuah kursi yang terletak di teras minimarket di seberang restoran. Maira memaksa untuk membantu Bilal mengompres wajah lelaki itu yang memar dan mengobatinya. Saat terjadi adu jotos tadi, teman-teman yang semula hanya menonton kini turun tangan untuk memisahkan Bilal dan Reno, begitupun satpam dan kang ojol yang di pesan Bilal. "Gak papa, Mai. Lagian aku memang geram sama lelaki yang beraninya hanya sama perempuan, apalagi sampai main fisik segala. Beruntunglah kamu sudah bebas dari lelaki seperti itu." Jawab Bilal sambil mengompres wajahnya sendiri, karena ia tak mau jika Maira yang melakukannya. Tentu Bilal masih sangat ingat akan batasan-batasan dalam agamanya. Bilal membantu Maira bukan karena apa, tapi ia tak suka saja melihat kekerasan yang dilakukan oleh lelaki kepada perempuan, apalagi kejadian itu tepat berada di depan matanya. Bilal tak bisa untuk pura-pura tak melihat, apa

  • Luka di Balik Senyum Istriku   20. Baku hantam

    Kamu gak ada rencana buat pulang, Nak?" Tanya Nafisah saat menghubungi Bilal."InsyaaAllah awal Ramadhan ini Hamdan pulang, Mi, tapi belum tahu pastinya tanggal berapa." jawab Bilal.Satu bulan lagi sudah memasuki bulan Ramadhan, dan tanpa disadarinya sudah empat bulan Bilal bekerja di restoran."Syukurlah kalau begitu. Abi dan Umi sangat merindukan kamu, Nak." ujar Nafisah dari seberang sana dengan raut wajah yang begitu kentara menatap penuh rindu kepada sang putra."Bilal juga sangat merindukan Abi dan Umi. Kalian sehat-sehat kan di situ?""Alhamdulillah, kami semua sehat, Nak.""Alhamdulillah kalau umi dan Abi sehat semua."Setelah mengobrol lama dengan sang ibu, Bilal mengakhiri panggilannya dikarenakan ia sudah tiba di tempat kerjanya. Bilal turun dari angkot setelah membayar ongkos. Dihalaman depan, Bilal berpapasan dengan beberapa rekannya yang juga baru tiba di restoran. Bilal menyapa dengan ramah, dan mereka juga membalas sapaan Bilal tak kalah ramahnya. Namun, ada satu oran

  • Luka di Balik Senyum Istriku   19. Tempat Kerja Baru

    "Halo, Baby, mau aku temani?" Tanya Salwa dengan suara yang dibuat sesensual mungkin di dekat telinga pada salah satu pengunjung yang kini tengah menenggak anggur merah.Salwa kini tengah berdiri di belakang pria itu sambil mengalungkan tangannya pada leher pria itu. Tubuhnya bergerak bergoyang kesana-kemari mengikuti alunan musik DJ yang berputar."Owwhh, yees babyy." jawab lelaki tersebut sambil menarik tangan Salwa dan mendudukkan Salwa di atas pangkuannya.Semenjak kematian sang putri, lebih tepatnya kematian Riko, Salwa tak memiliki ladang uang lagi. Bukannya menyesal atas apa yang menimpa Alifah, tapi Salwa justru semakin menjadi-jadi. Bahkan kini wanita itu bekerja sebagai kupu-kupu malam di sebuah klub terkenal di ibukota. Tanpa ada sedikitpun rasa risih atau malu mengenakan pakaian yang begitu mini dan mencetak seluruh lekuk tubuhnya itu. Bahkan dengan bangganya ia memamerkan tubuhnya pada setiap pengunjung yang datang. Sekalipun usianya tak lagi muda, tapi bentuk tubuh Salwa

  • Luka di Balik Senyum Istriku   18. Mengenang masa Lalu

    "Ini adalah surat pemecatanmu, silahkan ambil gaji terakhirmu dan juga bonusnya. Maaf saya tak dapat membantumu untuk bertahan dalam pekerjaan ini."Sesuai dengan permintaan tuan Derial, jikalau dalam tiga hari Laura belum juga ditemukan, maka Bilal harus dikeluarkan dari kantor ini. Dan saat ini, dengan berat hati Tuan Xavier memberikan surat pemecatan untuk Bilal. Pernah kemarin tuan Xavier berusaha membela Bilal dan berusaha mempertahankan Bilal di perusahaan, tapi tanpa kata, satu proyek besar mengalami kegagalan dan kekacauan. Dan tentu itu menimbulkan kerugian yang fantastis.Dengan berat hati, Tuan Xavier mengeluarkan surat pemecatan untuk Bilal."Tidak apa-apa, Pak. Jangan mengorbankan banyak orang hanya demi satu orang, saya sungguh tidak apa-apa. Saya bisa mencari pekerjaan di tempat lain." jawab Bilal yang berusaha berlapang dada dengan apa yang diterimanya hari ini.Tuan Xavier semakin menatap iba kepada Bilal, "Tapi, namamu sudah di blacklist di seluruh perusahaan manapun

  • Luka di Balik Senyum Istriku   17. Ancaman Untuk Bilal

    "Kamu tahu kenapa saya memanggilmu kesini?" Tanya Tuan Xavier yang kini sudah berdiri dari duduknya.Berbeda dengan orang yang duduk di depan meja tuan Xavier yang tetap duduk di tempatnya tapi kursinya ia putar agar bila melihat ke arah Bilal."Tidak, Tuan!" Jawab Bilal sambil menunduk."Ada yang ingin bertemu denganmu." ujar Tuan Xavier sambil melangkahkan kakinya menuju sofa.Bilal sontak mendongak dan menatap seseorang yang baru saja memutar kursinya. Lelaki itu! Ya, Bilal masih sangat ingat siapa lelaki yang sedang menatap tak ramah kepadanya tersebut."Dimana kamu menyembunyikan putriku?" Pertanyaan tanpa basa basi tersebut membuat Bilal menyerukan dahinya.Ya, lelaki itu adalah tuan Derial, orang tua dari Laura, yang seminggu yang lalu membuat Bilal babak belur."Putri Anda? Maksud Anda Laura? Kenapa Anda bertanya pada saya?"Tuan Derial yang tak mendapatkan jawaban atas pertanyaan, dan justru di balas dengan pertanyaan pula, seketika amarahnya semakin memuncak. Tuan Derial ban

  • Luka di Balik Senyum Istriku   16. Duka Hamdan untuk Kesekian Kali

    Hamdan masih terpaku menatap batu nisan dengan tanah yang masih merah di hadapannya. Sekalipun air matanya tak lagi menetes, tapi kesedihan masihlah tergambar jelas di wajah lelaki yang usianya sudah lebih dari kepala enak tersebut. Jika dilihat lebih dekat lagi, kedua sudut mata Hamdan masih basah oleh sisa-sisa air mata.Sungguh, semua ini masih seperti mimpi buruk bagi Hamdan, lelaki itu sangat berharap ada yang membangunkannya dan membuktikan bahwa semua ini hanyalah mimpi. Namun, rintik-rintik hujan yang semakin deras membasahi bumi dan mengguyur tubuhnya membuat Hamdan tersadar bawa semua ini adalah nyata adanya."Om, ayo pulang, hujannya sudah semakin deras!" Ajak Airi yang sejak tadi setia menemani Hamdan beserta kedua orang tuanya."Iya, mari pulang Pak Hamdan, belajarlah mengikhlaskan Alifah, karena dia sudah tenang di sana." sahut pak Herman, papanya Airi."Kalian pulanglah terlebih dahulu, saya masih ingin disini. Terimakasih sudah menemani saya dari tadi." tolak Hamdan t

  • Luka di Balik Senyum Istriku   15. Tidak Selamat

    "Bu, beli es batunya ya, dua," kata Hamdan saat baru pulang dari pertemuannya dengan papanya Laura.Hamdan membeli es batu di warung dekat kontrakannya untuk mengompres wajahnya yang terasa sakit akibat terkena bogeman dua kali dari nak buah tuan Derial."Ini, Mas, 4000 ribu ya." Ibu pemilik warung menyodorkan satu kantung plastik berisi dua es batu yang terbungkus plastik setengah kilo kepada Bilal.Bilal mengambil uang di dalam dompetnya dan menyerahkan uang pecahan sepuluh ribuan kepada pemilik warung, "Ini, Bu, sisanya beli soklin yang 5000 ya Bu, seribunya kasih permen dah." Bilal teringat jika di kontrakannya sudah tidak ada sabun cuci baju. Ya, Bilal memang terbiasa mencuci bajunya sendiri sejak ia remaja.Si pemilik warung mengambilkan pesanan Bilal dan menyerahkannya kepada si empunya. "Itu kenapa wajahnya, Mas? Habis berantem ya?""Gak apa-apa, Bu, ini cuma terjadi kesalahpahaman saja tadi.""Walahh.. Mau heran tapi ini Jakarta, Mas Bilal harus terbiasa ya sama kerasnya kota

DMCA.com Protection Status