Share

2. Bidadari Tak Bersayap

Penulis: Sheila FR
last update Terakhir Diperbarui: 2023-06-02 23:49:38

"Mbak, aku mohon jangan terlalu cepat mengambil keputusan, aku ingin mas Hamdan kembali memikirkan keputusannya, karena sejujurnya aku pun enggan menjadi orang ketiga dalam rumah tangga Mbak dan mas Hamdan. Bagaimana juga dengan pandangan orang-orang tentangku, Mbak?" Tutur Salwa dengan rasa tak enak hati.

 

"Aku tidak terlalu cepat mengambil keputusan, adikku. Aku sudah memikirkan ini sejak setahun yang lalu. Ini takdir kita untuk menjadi istri-istri dari satu orang suami," Kata Najma menatap yang kulihat sednag menatap menatap kosong ke depan.  "Tak usah hiraukan perkataan orang, InsyaaAllah Mbak siap melindungi kamu jika mereka berbuat dzalim kepadamu," Pandangannya kembali beralih kepada Salwa disertai seulas senyum yang terlihat begitu tulus.

 

Saat ini, Aku sengaja meninggalkan mereka berdua untuk saling berbicara, karena Aku tak mau akhirnya terjadi pertikaian antara mereka, walaupun pertikaian itu tak bisa dihindari, karena dalam rumah tangga tak 'kan luput dari yang namanya masalah. Aku duduk di ruang tengah agar aku bisa mendengar apa saja yang mereka bicarakan. Sesekali mengintip mereka ketika tak lagi terdengar suara obrolan.

 

"Mbak, sungguh mulia hatimu. Maaf, maafkan aku yang telah menjadi duri dalam rumah tangga, Mbak. Maaf aku telah menciptakan luka di hati Mbak!" Salwa menunduk dengan kedua tangannya menggenggam tangan Najma.

 

"Jangan terlalu memujiku, aku hanya manusia biasa yang penuh dengan kekurangan."

 

"Mbak, aku mohon, aku mundur saja, aku tak ingin merusak kebahagian wanita sebaik mbak," Kini Salwa menatap Najma dengan linangan air mata. 

"Tidak, teruskan saja rencana ini. Lagian jika kamu mundur, apakah kamu yakin mas Hamdan bisa menghapus perasaannya buat kamu? Tidak akan, adikku. Karena aku tahu bagaimana selama setahun ini ia berusaha menghapus perasaannya kepadamu, tapi semua itu sia-sia. Aku yakin mas Hamdan itu suami yang setia, dia berusaha semampu yang ia bisa untuk menghapus perasaannya kepadamu demi kesetiannya kepadaku, tapi Allah menakdirkan hatinya untuk mencintai lebih dari satu wanita. Kita sebagai hamba Allah tak bisa menolak takdir itu, adikku."

Memang Najma mengucapkan itu dengan tenang, tapi begitu jelas terdengar gurat luka pada setiap kalimatnya. 

"Mbak, sungguh aku merasakan bagaimana terlukanya engkau selama setahun ini mengetahui suamimu mencintai wanita lain, jika aku jadi kamu, aku tak akan sanggup, Mbak."

"Adikku, seperti apapun badai yang menimpa kita, jika kita selalu mengingat Allah dan berusaha mendekatkan diri kepada_Nya, insyaaAllah, Allah akan melapangkan hati kita."

 

"Mbak, aku nggak mau menikah dengan mas Hamdan, Mbak. Aku tak sanggup melukai wanita berhati malaikat seperti, Mbak," Berulang kali Salwa menggelengka kepalanya dengan air mata yang berderai di pipinya.

 

"Aku ikhlas, Wallahi aku ikhlas, adikku."

Najma terlihat berusaha menenangkan Salwa.

Ya Allah, dari tanah bagian mana engkau menciptakan wanita se mulia Najma ya Allah. Sungguh beruntung aku memiliki istri seperti dia. Jahatkah aku bila aku menduakannya? Jahatkah aku bila menyakiti hatinya dengan mencintai wanita lain?

"Bolehkah aku memelukmu, Mbak?" Tanya Salwa.

"Kemarilah!"

Aku kembali mengintip kedua wanita yang sama-sama mengisi hatiku ini. Mereka berpelukan layaknya seorang kakak dan adik. Aku melihat, Salwa menangis di pelukan Najma. Entah apa yang di pikirkan wanita yang telah mencuri hatiku itu? InsyaaAllah Salwa juga wanita yang sholehah. Sebelum aku dan ibu datang untuk melamarnya, aku mencari informasi tentangnya kepada warga sekitaran sana. Alhamdulillah, komentar para tetangga sekitaran rumah Salwa semuanya positif, tak ada perangai buruk yang mereka lontarkan tentang Salwa, bahkan kata mereka, selain menjaga kedai, pada malam harinya Salwa akan mengajari anak-anak dari tetangga sekitar mengaji di musholla.

Ibuku awalnya tak setuju dan teramat marah saat mengetahui aku mencintai wanita lain dan saat Najma meminta ibu untuk melamar perempuan itu. Namun, setelah Najma menjelaskan semuanya akhirnya dengan berat hati ibu setuju. Walaupun butuh beberapa waktu untuk meyakinkannya.

  "Bagaimana pandangan orang kepada ibu, jika kamu menikah lagi? Ibu takut mereka berfikir ibu gagal mendidik kamu, ibu takut mereka mengira ibu yang memintamu menikah lagi. Ibu takut di anggap mertua yang dzolim kepada Najma," kata ibu kala itu sambil menangis karena mendapat kabar aku yang mencintai wanita lain.

"Ibu, Najma yang akan katakan kepada orang jika ini bukan salah ibu. Ibu nggak salah sama sekali, ini permintaan Najma, Bu. Ibu adalah mertua terbaik yang Najma punya. Kita tak usah dengarkan perkataan orang lain, Bu," kata Najma kala itu berusaha menenangkan hati ibu.

"Kamu wanita yang begitu baik, Nak. Entah kenapa putra ibu dengan teganya mencintai wanita lain, padahal di sisinya ada wanita yang begitu mulia. Dimana dia simpan otaknya sehingga tak berpikir dengan benar."

 

Masih terbayang tangisan ibu kala itu yang begitu merasa tak berguna sebagai orang ibu yang menurutnya telah gagal mendidik putranya. Beliau begitu menyayangkan akan diriku yang menyimpan rasa pada wanita lain. 

"Ibu, Mas Hamdan tak salah, ini takdir untuk rumah tangga kita, Bu. Mas Hamdan sudah berusaha melupakan wanita itu selama setahun ini, tapi tak bisa, Bu. Allah sudah mentakdirkan Mas Hamdan untuk tak hanya mencintaiku, tapi juga wanita itu. Aku tak ingin mas Hamdan terus zina fikiran karena memikirkan wanita yang bukan mahramnya, Bu."

 

Aku yang hendak menikah lagi, tapi Najma lah yang berusaha meyakinkan ibu bahwa ini adalah takdirnya. Seolah wanita itu tak merasakan luka sama sekali. Begitu pandainya Najma menyembunyikan apa yang dia rasakan dari orang lain. 

"Kamu akan terluka, Nak. Jika membiarkan suamimu menikah lagi," kata ibu menatap penuh iba kepada istriku.

"Luka itu pasti ada, Bu. Namun Najma punya Allah yang akan selalu menguatkan Najma. InsyaaAllah Najma akan ikhlas, Bu. Percayalah pada Najma, Bu." Senyuman itu tak pernah luntur dari wajah istriku. Entah seluas apa hati yang di milikinya, sehingga dia begitu lapang menerima takdir ini.

 

"Pernikahan kalian baru enam tahun, tapi sudah ada perempuan lain yang akan memasuki rumah tangga kalian," ibu menangis terisak di pelukan menantunya.

"Abah, mari makan dulu, aku sudah masak banyak untuk kita semua," Najma menyentuh pundakku membuat aku membuka mata dan tersadar dari lamunanku. Najma sudah berada di belakangku diikuti Salwa yang menundukkan pandangannya.

 

 

"Mari, kalian sudah selesai mengonbrolnya?" Tanyaku kepada kedua wanita yang ada di hadapanku.

"Sudah, Abah." jawab Najma.

Sedangkan Salwa ia hanya menunduk tak berani menatapku. Bahkan tadi saat aku menjemputnya dan mengatakan jika istriku ingin bertemu dengannya, ia hanya menatapku sekali. Ia menolak ikut karena hanya berdua denganku, tapi aku memaksanya dan memintanya duduk di jok belakang jika memang merasa risih.

"Ya sudah, yuk!"

Kami bertiga menuju meja makan, di sana sudah terhidang berbagai jenis lauk-pauk yang menggugah selera karena memang masakan istriku sangat menggiurkan. Kami makan dalam diam tanpa adanya percakapan.

Ya Allah, akankah kita akan tetap akur saat bersatu nanti? Aku takut jika istri-istriku kelak akan sering berselisih faham dan saling terluka karena cemburu. Bagaimana aku akan menghadapinya jika hari itu tiba, ya Allah?

*****

"Umma, bagaimana perasaan Umma saat ini?" Tanyaku kepada istriku yang kini sedang tiduran di dada bidangku.

Tadi selesai makan malam, aku dan Najma mengantar Salwa pulang. Awalnya Najma hanya memintaku untuk mengantar Salwa, tapi Salwa memaksa Najma untuk turut serta mengantarnya karena ia tak mau hanya berduaan saja denganku.

"Umma baik-baik saja, Abah,"

"Umma, tolong jangan jawab seperti itu terus, Umm. Abah tahu bahwa hati Umma sedang tidak baik-baik saja."

"Jika boleh jujur, Umma iri kepadanya, Abah. Dia wanita yang begitu sholehah, beruntung abah mendapatkan istri sepertinya."

Tatapan mata itu, aku tahu betul tatapan itu. Tatapan mata ketika hati tak lagi tenang. Tatapannya menyiratkan luka dan putus asa. 

"Umma, jangan iri kepadanya, karena Umma tak kalah Sholehahnya dari dia. Kamu keberuntungan Abah, Umma. Mari batalkan pernikahan ini, Umma. Sungguh Abah tak ingin menyakiti Umma, Abah sangat mencintaimu, Umma."

 

Seketika aku begitu ingin membatalkan niatanku untuk menikahi Salwa. Aku ingin menganggap semua ini hanyalah mimpi buruk yang tak akan terjadi di dunia nyata. Tuhan, ampuni Aku!

"Jangan, Abah. Jangan memberi harapan palsu kepada Salwa, sudah Umma katakan Umma tidak apa-apa. Umma ikhlas Abah menikah lagi,"

"Kita pindah ya dari sini, kalau perlu kita tinggal bersama Abi dan Umi di Jawa timur,"

Abi dan Umi merupakan orang tua dari Najma, mereka merupakan pemilik pesantren terbesar di Jawa timur, lebih tepatnya di kota Malang, bahkan banyak orang dari luar pulau menjadi santri di pesantren Abi dan Umi.

"Tidak, Abah. Jangan lari dari masalah, mari kita hadapi sama-sama. Jalan keluar satu-satunya adalah dengan Abah menikah dengannya,"

"Sayang, Abi dan Umi adalah orang tua yang sangat berhasil mendidik putrinya sehingga memiliki jiwa bak malaikat dan cantik bak bidadari."

Namun, istriku hanya menggeleng, "Jangan berlebihan, Abah!"

 

 

Komen (14)
goodnovel comment avatar
Roroh Siti Rochmah
itulah pria yg kurang bersyukur & tidak mampu kenundukan pandangan,, sebel da
goodnovel comment avatar
Puput Assyfa
suami yg gk bisa bersyukur udah punya istri sholehah dirumah masih tega mencintai wanita lain
goodnovel comment avatar
Wideliaama
ternyata laki juga bisa halu ya? ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Luka di Balik Senyum Istriku   3. Intimidasi Abi Dan Ummi

    Di rumahku kini sedang sibuk menyiapkan acara pernikahanku dengan Salwa yang akan diselenggarakan esok siang. Aku sangat merasa grogi, rasanya tak siap harus mengikrarkan janji suci untuk kedua kalinya dengan wanita yang berbeda.Acaranya akan diadakan di rumah Salwa.Di sini kami sibuk menyiapkan seserahan yang akan di bawa untuk Salwa. Ah, bukan kami. Lebih tepatnya, Najmalah yang paling sibuk menyiapkan semua seserahan yang akan kami bawa ke rumah calon madunya. Abi serta Ummi turut hadir di sini untuk menyaksikan menantunya ini menikah dengan wanita lain. Menyaksikan sang menantu yang akan memberikan madu untuk sang anak.Tadi pagi, saat Abi serta Ummi baru sampai, aku tak berani menatap wajah kedua mertuaku ini karena mereka terlihat begitu marah kepadaku. Aku tahu, dan sangat pantas jika Abi dan Ummi marah kepadaku karena aku telah menduakan putri mereka, putri yang begitu mereka sayangi, putri satu-satunya dari empat saudara yang ketiganya laki-laki semua. Najma merupakan put

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-03
  • Luka di Balik Senyum Istriku   4. Hari Pernikahan

    .Happy Reading🌟🌟🌟🌟"Abah, setelah Salwa sah menjadi istrimu, setelah selesai acara perlakukanlah dia sebagaimana engkau memperlakukan diriku dahulu."Najma yang saat ini sedang memakaikan baju pengantin untukku menasehatiku agar aku melakukan hal yang sama kepada Salwa sebagaimana yang aku lakukan kepadanya dulu."InsyaaAllah, Umma."Tadi, pagi-pagi sekali Najma sudah berada di ruang setrika untuk melanjutkan menyetrika baju yang aku kenakan sekarang ini karena semalam belum selesai.Dia begitu telaten memakaikan baju serta memasang kancing pada kemejaku, tak lupa dia juga menyemprotkan parfum kepada beberapa bagian tubuhku. Setelahnya dia mengambil peci dengan warna putih dan memakaikannya di kepalaku, tentunya dengan senyuman yang tak pernah pudar dari wajah cantiknya.Pakaian serba putih kini sudah melekat sempurna di tubuhku. Begitupun dengan istriku, ia juga menggunakan gamis putih yang indah dan tak memperlihatkan lekuk tubuhnya. Gamis putih yang bertaburan mutiara dari bagi

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-23
  • Luka di Balik Senyum Istriku   5. Nasihat Abah

    Siang menjelang sore, kami masih beristirahat di ruang keluarga sebelum nanti sore hingga malam akan mengadakan resepsi. Kami sekeluarga duduk lesehan di lantai beralaskan karpet yang sengaja di gelar untuk acara ijab qobul tadi. Namun, bayang-bayang Najma menangis masih menghantuiku. "Hamdan, jadilah suami yang adil bagi kedua istrimu, perlakukan mereka dengan sama. Jangan pernah bedakan mereka. Janganlah kamu membandingkan antara istrimu yang satu dengan istrimu yang lain," Abi membuka percakapan diantara kami dengan memberikan nasihat kepadaku yang akan aku dengar dan berusaha menjalankan nasihat Abi."Jangan pernah menegur satu istrimu di depan satu istrimu yang lain, karena itu bisa menimbulkan rasa iri, dengki, dendam bahkan sombong di hati istri-istri mu. Nasehati mereka dengan tutur kata yang baik, tegur mereka dengan kalimat yang bijak. Jangan memberitahukan kekurangan satu istrimu kepada istrimu yang lain. Jika ingin menegur, tegurlah saat kalian sedang berdua saja."Abi me

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-23
  • Luka di Balik Senyum Istriku   6. Suara Hati Najma

    Aku pulang bersama Abi dan Umi menuju kediamanku selama ini.Kutarik nafas sepanjang-panjangnya merasakan ada yang mendesak keluar di kedua netraku ini. Tak lama, kuhembuskan perlahan nafas ini seiring buliran bening yang menetes begitu saja melewati pipiku. Segera aku menghapusnya agar umi tak mengetahuinya. Aku memang ikhlas. Namun, bukan berarti aku tak akan menangis saat melihat suamiku bersanding dengan wanita lain. Aku tak akan sanggup membendung air mataku lagi jika aku tetap berada di sana menyaksikan suamiku bak raja dan ratu bersama istri mudanya. Tak apa, aku baik-baik saja, dan akan tetap baik-baik saja. "Abi yakin putri Abi adalah wanita yang kuat." Perkataan Abi sontak membuatku mengalihkan pandanganku kepada lelaki cinta pertamaku ini. Aku berikan senyuman tulus ku kepada Abi untuk membenarkan ucapan beliau kalau aku wanita yang kuat. "Najma kuat kok, Abi," ucapku dengan yakin. "Abi percaya, Nak," ujar Abi sambil mengusap kepalaku yang tertutup Khimar. Setibanya

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-23
  • Luka di Balik Senyum Istriku   7. Mengantar Kepulangan Abi dan Umi

    Selesai solat subuh berjamaah bersama Salwa dan ibu, aku segera bersiap-siap untuk pulang ke rumahku bersama Najma. Meskipun Najma melarang, tapi aku akan tetap mengantar Abi dan Umi ke bandara. Sedangkan ibuku sudah pulang sejak semalam bersama budhe Kiki. Bagaimana mungkin aku tak mengantar kepulangan mereka karena aku baru menikah, sedangkan mereka saja rela jauh-jauh datang dari Jawa timur ke Jakarta demi menghadiri pernikahan keduaku, yang mungkin kebanyakan mertua tak akan merestui pernikahan kedua menantunya."Mas, kenapa kamu terlihat sangat terburu-buru, mau kemana?" tanya Salwa menghampiriku yang tengah berganti pakaian. "Dik, hari ini mas harus pulang ke rumah Najma, mas mau mengantarkan umi dan Abi ke bandara." "Bukankah mbak Najma melarang mu untuk mengantar mereka dan mengatakan akan mengantar sendiri Abi dan Umi?" Terlihat wajah istri baruku ini tampak tak suka mendengar perkataanku barusan. "Dik, tak elok rasanya membiarkan Najma sendirian mengantar kepulangan Ab

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-23
  • Luka di Balik Senyum Istriku   8. Panggilan Tak Terjawab

    "Ummi, Abah sudah carikan rumah buat ummi yang dekat dengan rumah Abah dan Umma Najma. InsyaaAllah Minggu depan sudah bisa ditempati." "Alhamdulillah kalau begitu Abah, ummi nurut saja sama Abah. Apakah Abah sudah bilang ke mbak Najma?" "Belum, Ummi. Tak enak jika membahas hal seperti ini hanya melalui sambungan telepon. Besok Abah akan bilang sama Umma Najma." Ini adalah malam ketujuhku bersama Salwa, yang artinya besok sudah waktunya aku kembali bersama istri pertamaku. Aku sudah sangat merindukannya, ini adalah kali pertama aku berjauhan dengannya selama seminggu. Biasanya hanya sehari dua hari aku tidak bertemu dengannya jika ada kegiatan luar kota, dan itupun jarang karena aku lebih memilih mengutus asistenku untuk keluar kota karena tak mau meninggalkan istriku seorang diri. Saat ini aku sedang berada di dalam kamar tidur kami, sebelum tidur kami biasakan diri untuk mengobrol agar lebih mendekatkan diri satu sama lain. Aku memilih membelikan rumah untuk Salwa di kompleks per

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-23
  • Luka di Balik Senyum Istriku   9. Kabar Bahagia

    "Mbak Najma pingsan, segeralah pulang!" Begitu isi pesan yang aku terima dari mbak Hanifah, gegas aku menghubungi nomor ponsel Mbak Hanifah. Pada dering ke tiga barulah panggilan bisa tersambung ke nomor tujuan. "Assalamualaikum, Mbak. Ada dimana Najma sekarang?" "Wa'alaikum salam, Mas Hamdan, mbak Najma sedang di rawat di rumah sakit Pelita. Segeralah kemari!" "Baik, Mbak. Saya akan segera kesana, assalamualaikum," "Waalaikum salam," Aku segera menuju mobilku dan melajukannya meninggalkan rumah, tak lupa aku mengunci pintu terlebih dahulu. Aku mengendarai mobil dengan kecepatan diatas rata-rata, aku begitu khawatir terhadap istriku. Apa yang terjadi dengannya hingga ia sampai pingsan? Apakah istriku sedang sakit? Ya Allah, selamatkanlah istriku. Setibanya di rumah sakit, selesai memakirkan mobil aku segera berlari menuju resepsionis untuk menanyakan dimana ruang rawat istriku. Setelah mengetahui di mana ruang rawat umma Najma. Aku berlari kecil menyusuri koridor rumah sakit

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-24
  • Luka di Balik Senyum Istriku   10. Hasil Pemeriksaan

    Wa'alaikum salam, Ibu."Kami menjawab salam wanita paruh baya yang telah melahirkan ku ke dunia ini."Bagaimana keadaanmu, Nak?" Tanya ibu kepada istriku."Alhamdulillah sudah mendingan, Bu." jawab Najma sambil mencium tangan ibu."Ibu bahagia dan bersyukur banget denger kalian akan memberikan ibu cucu, selamat ya,""Alhamdulillah, Bu. Allah masih mempercayakan kami untuk dititipkan amanahnya." jawabku dengan penuh binar kebahagian."Ibu sama siapa kesini? Tahu dari mana kalau Najma ada disini?""Ibu sama ...""Assalamualaikum,"Kami kembali menoleh saat mendengar salam dari arah pintu, di sana istri mudaku dengan membawa parsel buah ditangannya. Wanita itu menghampiriku lalu mencium tanganku, setelahnya dia bercipika-cipiki dengan Najma."Aku turut bahagia, Mbak dengar kabar baik itu," "Terimakasih, Adikku.""Selamat ya, Mas, Mbak.""Iya, sekali lagi terimakasih.""Ini, ibu sama Salwa. Tadi ibu ke rumah kalian, mau bawakan pepes ikan tuna buat Najma, tapi kata Hanifah dari kemaren

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-25

Bab terbaru

  • Luka di Balik Senyum Istriku   23. RASA YANG SAMA. END

    Kamu pantas mendapatkan itu, karena kamu manusia yang tidak tahu diri!" ujar Kinan dengan penuh emosi. "Pergi sebelum aku memanggil satpam untuk mengusirmu! Jangan sampai atasanku keluar dan memberimu sanksi atas keributan yang kau lakukan. Jangan pernah ganggu hidupku lagi. Jangan pernah ikut campur urusanku lagi. Tante hanyalah orang asing yang kebetulan dinikahi papa karena hamil duluan!" Ucapan pedas Maira membuat Kinan semakin naik pitam. "Heh, semakin kurang ajar kamu ya sama orang tua!" Geram Kinan sambil menjambak rambut Maira dari balik kerudung yang dikenakan wanita itu. "Panggil selingkuhanmu ke sini! Gara-gara dia kamu kehilangan Reno dan gara-gara dia kamu semakin tak bisa diatur!" "Aauuwwhh, sakiiiit! Lepasin, Mak lampir! Dasar Gila!" Maira berusaha melepaskan cekalan ibu tirinya pada rambutnya. Sungguh saat ini kepalanya terasa kebas dan kulit kepalanya terasa mau copot. Sontak saja mereka di hampiri orang beberapa orang termasuk para pelayan di restoran tersebu

  • Luka di Balik Senyum Istriku   22. Playing Victim

    "Kenapa anak nakal itu belum juga di temukan?!"Entah kemana perginya Laura yang sesungguhnya, sehingga orang punya kuasa sekuat ayahnya saja tak dapat menemukan keberadaannya. Bahkan detektif handal yang biasanya tak pernah gagal dalam misinya, juga tak dapat menemukan keberadaan wanita muda itu. Jangan menemukan Laura, mendapatkan jejak kepergiannya saja tidak.Tuan Derial mulai ketakutan, ia takut kalau Laura di culik oleh musuhnya. Dia adalah pebisnis yang besar, tentu tak sedikit orang yang membencinya, sisi gelap dalam dunia bisnis salah satunya adalah bersaing dengan kotor, dan itu sudah menjadi rahasia umum."Tapi, siapa yang sudah memanfaatkan Laura demi bisa menyaingi ku? Selama lima bulanan ini tak ada yang berusaha menekan atau menyenggol diriku dengan kepala menunduk, dan satu tangan yang memikat pangkal hidungnya. Ia terlalu pusing memikirkan kemana perginya Laura. Ditambah sang istri yang sering jatuh sakit akibat kepikiran kepada putri mereka satu-satunya.Tak mau piki

  • Luka di Balik Senyum Istriku   21. Berakhirnya Kehidupan Salwa

    "Bil, maafkan aku, gara-gara aku kamu jadi korbannya Reno." Kini Bilal dan Maira tengah duduk di sebuah kursi yang terletak di teras minimarket di seberang restoran. Maira memaksa untuk membantu Bilal mengompres wajah lelaki itu yang memar dan mengobatinya. Saat terjadi adu jotos tadi, teman-teman yang semula hanya menonton kini turun tangan untuk memisahkan Bilal dan Reno, begitupun satpam dan kang ojol yang di pesan Bilal. "Gak papa, Mai. Lagian aku memang geram sama lelaki yang beraninya hanya sama perempuan, apalagi sampai main fisik segala. Beruntunglah kamu sudah bebas dari lelaki seperti itu." Jawab Bilal sambil mengompres wajahnya sendiri, karena ia tak mau jika Maira yang melakukannya. Tentu Bilal masih sangat ingat akan batasan-batasan dalam agamanya. Bilal membantu Maira bukan karena apa, tapi ia tak suka saja melihat kekerasan yang dilakukan oleh lelaki kepada perempuan, apalagi kejadian itu tepat berada di depan matanya. Bilal tak bisa untuk pura-pura tak melihat, apa

  • Luka di Balik Senyum Istriku   20. Baku hantam

    Kamu gak ada rencana buat pulang, Nak?" Tanya Nafisah saat menghubungi Bilal."InsyaaAllah awal Ramadhan ini Hamdan pulang, Mi, tapi belum tahu pastinya tanggal berapa." jawab Bilal.Satu bulan lagi sudah memasuki bulan Ramadhan, dan tanpa disadarinya sudah empat bulan Bilal bekerja di restoran."Syukurlah kalau begitu. Abi dan Umi sangat merindukan kamu, Nak." ujar Nafisah dari seberang sana dengan raut wajah yang begitu kentara menatap penuh rindu kepada sang putra."Bilal juga sangat merindukan Abi dan Umi. Kalian sehat-sehat kan di situ?""Alhamdulillah, kami semua sehat, Nak.""Alhamdulillah kalau umi dan Abi sehat semua."Setelah mengobrol lama dengan sang ibu, Bilal mengakhiri panggilannya dikarenakan ia sudah tiba di tempat kerjanya. Bilal turun dari angkot setelah membayar ongkos. Dihalaman depan, Bilal berpapasan dengan beberapa rekannya yang juga baru tiba di restoran. Bilal menyapa dengan ramah, dan mereka juga membalas sapaan Bilal tak kalah ramahnya. Namun, ada satu oran

  • Luka di Balik Senyum Istriku   19. Tempat Kerja Baru

    "Halo, Baby, mau aku temani?" Tanya Salwa dengan suara yang dibuat sesensual mungkin di dekat telinga pada salah satu pengunjung yang kini tengah menenggak anggur merah.Salwa kini tengah berdiri di belakang pria itu sambil mengalungkan tangannya pada leher pria itu. Tubuhnya bergerak bergoyang kesana-kemari mengikuti alunan musik DJ yang berputar."Owwhh, yees babyy." jawab lelaki tersebut sambil menarik tangan Salwa dan mendudukkan Salwa di atas pangkuannya.Semenjak kematian sang putri, lebih tepatnya kematian Riko, Salwa tak memiliki ladang uang lagi. Bukannya menyesal atas apa yang menimpa Alifah, tapi Salwa justru semakin menjadi-jadi. Bahkan kini wanita itu bekerja sebagai kupu-kupu malam di sebuah klub terkenal di ibukota. Tanpa ada sedikitpun rasa risih atau malu mengenakan pakaian yang begitu mini dan mencetak seluruh lekuk tubuhnya itu. Bahkan dengan bangganya ia memamerkan tubuhnya pada setiap pengunjung yang datang. Sekalipun usianya tak lagi muda, tapi bentuk tubuh Salwa

  • Luka di Balik Senyum Istriku   18. Mengenang masa Lalu

    "Ini adalah surat pemecatanmu, silahkan ambil gaji terakhirmu dan juga bonusnya. Maaf saya tak dapat membantumu untuk bertahan dalam pekerjaan ini."Sesuai dengan permintaan tuan Derial, jikalau dalam tiga hari Laura belum juga ditemukan, maka Bilal harus dikeluarkan dari kantor ini. Dan saat ini, dengan berat hati Tuan Xavier memberikan surat pemecatan untuk Bilal. Pernah kemarin tuan Xavier berusaha membela Bilal dan berusaha mempertahankan Bilal di perusahaan, tapi tanpa kata, satu proyek besar mengalami kegagalan dan kekacauan. Dan tentu itu menimbulkan kerugian yang fantastis.Dengan berat hati, Tuan Xavier mengeluarkan surat pemecatan untuk Bilal."Tidak apa-apa, Pak. Jangan mengorbankan banyak orang hanya demi satu orang, saya sungguh tidak apa-apa. Saya bisa mencari pekerjaan di tempat lain." jawab Bilal yang berusaha berlapang dada dengan apa yang diterimanya hari ini.Tuan Xavier semakin menatap iba kepada Bilal, "Tapi, namamu sudah di blacklist di seluruh perusahaan manapun

  • Luka di Balik Senyum Istriku   17. Ancaman Untuk Bilal

    "Kamu tahu kenapa saya memanggilmu kesini?" Tanya Tuan Xavier yang kini sudah berdiri dari duduknya.Berbeda dengan orang yang duduk di depan meja tuan Xavier yang tetap duduk di tempatnya tapi kursinya ia putar agar bila melihat ke arah Bilal."Tidak, Tuan!" Jawab Bilal sambil menunduk."Ada yang ingin bertemu denganmu." ujar Tuan Xavier sambil melangkahkan kakinya menuju sofa.Bilal sontak mendongak dan menatap seseorang yang baru saja memutar kursinya. Lelaki itu! Ya, Bilal masih sangat ingat siapa lelaki yang sedang menatap tak ramah kepadanya tersebut."Dimana kamu menyembunyikan putriku?" Pertanyaan tanpa basa basi tersebut membuat Bilal menyerukan dahinya.Ya, lelaki itu adalah tuan Derial, orang tua dari Laura, yang seminggu yang lalu membuat Bilal babak belur."Putri Anda? Maksud Anda Laura? Kenapa Anda bertanya pada saya?"Tuan Derial yang tak mendapatkan jawaban atas pertanyaan, dan justru di balas dengan pertanyaan pula, seketika amarahnya semakin memuncak. Tuan Derial ban

  • Luka di Balik Senyum Istriku   16. Duka Hamdan untuk Kesekian Kali

    Hamdan masih terpaku menatap batu nisan dengan tanah yang masih merah di hadapannya. Sekalipun air matanya tak lagi menetes, tapi kesedihan masihlah tergambar jelas di wajah lelaki yang usianya sudah lebih dari kepala enak tersebut. Jika dilihat lebih dekat lagi, kedua sudut mata Hamdan masih basah oleh sisa-sisa air mata.Sungguh, semua ini masih seperti mimpi buruk bagi Hamdan, lelaki itu sangat berharap ada yang membangunkannya dan membuktikan bahwa semua ini hanyalah mimpi. Namun, rintik-rintik hujan yang semakin deras membasahi bumi dan mengguyur tubuhnya membuat Hamdan tersadar bawa semua ini adalah nyata adanya."Om, ayo pulang, hujannya sudah semakin deras!" Ajak Airi yang sejak tadi setia menemani Hamdan beserta kedua orang tuanya."Iya, mari pulang Pak Hamdan, belajarlah mengikhlaskan Alifah, karena dia sudah tenang di sana." sahut pak Herman, papanya Airi."Kalian pulanglah terlebih dahulu, saya masih ingin disini. Terimakasih sudah menemani saya dari tadi." tolak Hamdan t

  • Luka di Balik Senyum Istriku   15. Tidak Selamat

    "Bu, beli es batunya ya, dua," kata Hamdan saat baru pulang dari pertemuannya dengan papanya Laura.Hamdan membeli es batu di warung dekat kontrakannya untuk mengompres wajahnya yang terasa sakit akibat terkena bogeman dua kali dari nak buah tuan Derial."Ini, Mas, 4000 ribu ya." Ibu pemilik warung menyodorkan satu kantung plastik berisi dua es batu yang terbungkus plastik setengah kilo kepada Bilal.Bilal mengambil uang di dalam dompetnya dan menyerahkan uang pecahan sepuluh ribuan kepada pemilik warung, "Ini, Bu, sisanya beli soklin yang 5000 ya Bu, seribunya kasih permen dah." Bilal teringat jika di kontrakannya sudah tidak ada sabun cuci baju. Ya, Bilal memang terbiasa mencuci bajunya sendiri sejak ia remaja.Si pemilik warung mengambilkan pesanan Bilal dan menyerahkannya kepada si empunya. "Itu kenapa wajahnya, Mas? Habis berantem ya?""Gak apa-apa, Bu, ini cuma terjadi kesalahpahaman saja tadi.""Walahh.. Mau heran tapi ini Jakarta, Mas Bilal harus terbiasa ya sama kerasnya kota

DMCA.com Protection Status