Hingga beberapa detik, Aluna belum juga berkedip. Tidak di sangka ia akan bertemu dengan Yasmin dan Rara, teman kelas Aluna yang sekarang dekat dengan Fatma.
“Aluna!” sapa Yasmin pelan dan ragu. Menyadari sosok yang tidak jauh dari hadapannya ialah orang yang ia kenal. "Aluna 'kan?" ulang Yasmin lagi.
Aluna tersenyum, canggung. Anton berbalik, melihat orang yang menegur Aluna. Ia kaget, namun sepersekian detik, ia mampu mengubah raut wajah. Tidak ingin mahasiswanya mencurigai. Meskipun sekarang ia sudah ketangkap basah, jalan bersama Aluna.
“Pak Anton!” ucap Rara, kaget melihat Anton. Yasmin dan Rara saling berpandangan, tidak lama, kemudian melihat Aluna dan Anton secara bergantian. Dosen yang mereka tahu sangat di segani di kalangan mahasiswa kedokteran, sekarang sedang bersama mahasiswa bernama Aluna. Seorang perempuan yang tidak memiliki banyak teman, tidak suka bergaul, dan termasuk mahasiswa yang pendiam.
Semua orang menyadari, dari penamp
Terimakasih teman-teman. Tinggalkan komentar yaaa, jika kalian suka dengan novel ini.
*** Aluna sudah berada di Rumah, ia mengambil catatan yang beberapa hari tidak tersentuh. Membuka lembaran berisi kisah di awal masuk kampus. Kenangan tentang teman-teman yang menganggapnya rendah, karena pakaian yang ia gunakan. Tangan Aluna menyentuh tinta polpen yang bertuliskan percapakan, “Kamu mahasiwa baru juga di kedokteran? Kok ada, mahasiswa sepertimu di jurusan ini?” “Orang tua kamu kerjanya apa? Kenapa ada mahasiswa kedokteran yang berpakaian seperti kamu?” Orang itu menatap Aluna dari ujung kaki, hingga kepala. Terlintas dalam ingatan, saat itu Aluna tidak menghiraukan. Ia hanya terdiam dan tertunduk malu, mereka sedang berada di dalam kelas dan menjadi bahan tontonan. Percuma Aluna membalas, ia orang lemah, pasti akan kalah. Ketika itu, Aluna juga belum mengenalnya. Setelah beberapa hari berlalu, Aluna baru mengetahui, jika orang yang pernah merendahkannya itu bernama Rara. Tidak behenti sampai di situ, di baris selanj
Detik jam terus berputar, hingga jarum menunjuk pukul empat subuh. Aluna sudah terbiasa, sehingga tanpa alarm pun ia akan terbangun. Masuk ke kamar mandi untuk mencuci muka, setelahnya Aluna kembali ke ranjang. Di tatapnya wajah yang sedang pulas tertidur, Aluna mengusap wajah dan mencium kening Zolan. Tidak ingin ketahuan, Aluna segera berdiri dan memperbaiki selimut yang menutupi tubuh Zolan.Aluna menuju meja yang menjadi tempat favoritnya dalam kamar. Sebelum belajar, ia mengambil diary yang sudah di siapkan khusus untuk menceritakan kisah tentang Zolan. Bertekad akan memulai tulisan setelah malam pertama. Aluna mulai merangkai kata, polpen bertinta hijau sedang menari di atas kertas. Tidak banyak, Aluna hanya menulis satu lembar. Setelahnya, Aluna menatap Zolan dari jauh, tersenyum. "Aku harus yakin, suatu saat kamu akan berubah!" lirih Aluna.Aluna menutup diary dan menyimpannya di rak yang terkunci. Ia mengambil buku kuliah untuk di baca. Satu jam fokus me
Aluna melanjutkan makan yang sempat tertunda, di temani Marfel yang terus mengajaknya cerita. lima belas menit, akhirnya selesai. “Ayah, aku ke kamar dulu ya, mau siap-siap ke kampus,” ujar Aluna. Setelah memasukan suapan terakhir dan minum. “Belajar baik-baik. Kamu jangan pikirkan uang. Kalau ingin beli sesuatu dan uangmu kurang, cerita ke ayah,” tutur Marfel, serius. Aluna tersenyum mengangguk. "Zolan juga ngasih aku ATM, ayah!!Jadi tidak mungkin kurang," ucap Aluna. Berdiri dari duduknya, melangkahkan kaki menuju kamar. Satu jam berlalu, Aluna sudah berada di kampus. Kaki berjalan dengan ragu, semua orang menatap jijik padanya, ada beberapa yang berbisik sambil melihat dengan sinis. Berusaha agar tetap melangkah, ia menunduk agar tidak melihat wajah semua orang. Aluna tidak mengerti dengan tatapan orang-orang. Ia masuk ke dalam kelas, sama, semua teman kelas melihatnya dengan mimik wajah hal yang aneh. Meskipun banyak yang tidak menyuka
Keributan dalam kelas seketika hening, seorang Dosen masuk. Aluna menyimpan kembali handphone ke dalam tas, mengangkat tangan, izin ke toilet. Aluna melangkah dengan tergesa-gesa. Tidak ingin ke tinggalan materi kuliah. Setibanya, ia melepas kaca mata di wajah dan mencuci muka. Menetralkan perasaan, menarik napas dalam dalam dan menghembuskan, di ulangnya sebanyak tiga kali. Aluna kembali ke kelas dengan perasaan yang lebih baik. Di dalam kelas, Dosen sudah memulai pembelajaran, materi kuliah terpampang jelas di depan kelas, semua mata fokus membaca dan menyimak penjelasan Dosen. Aluna masuk, sejenak ucapan dosen terhenti. “Okey, kita lanjut. Jangan ada lagi yang keluar masuk!” tutur dosen, setelah Aluna duduk di kursi. Aluna pun fokus menyimak, mencoba lupa dengan kejadian tadi. Dua jam berlangsung, akhirnya perkuliahan selesai. Aluna memasukan semua buku yang ada di atas meja ke dalam tas. Tidak ingin menjadi mahasiswa yang terakhir kaluar kelas, takut pemb
*** Aluna sedang duduk di taman, sambil membaca buku materi kuliah besok. Marfel menghampiri bersama seorang asisten lelaki yang mendorong kursi roda. Aluna tidak menyadari kedatangan Marfel. “Kenapa tidak belajar di kamar, nak!” Suara Marfel mengagetkan Aluna. “Eh, ayah,” tutur Aluna. Marfel semakin mendekat dengan kursi rodanya. “Tolong tinggalkan kami, aku ingin di sini bersama anakku!” ucap Marfel, pada seorang asisten yang ada di belakangnya. “Baik, Pak!” ucap asisten, tersenyum pada Aluna. Meninggalkan Aluna dan Marfel berdua di taman. “Tumben kamu belajar di sini, Aluna,” ucap Marfel. Ia kini berhadapan dengan Aluna. “Aku bosan belajar di kamar terus, ayah. Ingin mencari suasana baru, jadinya aku ke sini,” ucap Aluna, menutup buku dan menaruh di sampingnya. “Bosan?" Marfel menaikan satu alis ke atas. "Apa Kamu ingin mengganti nuansa kamar? Nanti di bantu asisten. Atau kamu mau ganti warna cat kamar agar tid
Beberapa jam terlewati, Aluna sudah berada di Kafe, yang tidak jauh dari kampus mereka. Sengaja Yasmin memilih tempat itu karena dekat dengan rumahnya. Aluna tidak sendiri, ada Lilis yang lebih dulu datang. “Al, aku mau tanya serius ke kamu, tidak bermaksud membully, cuman penasaran saja. Apa gosip yang beredar itu benar?” ucap Lilis berbisik pada Aluna. Aluna fokus pada buku bacaannya, ia berpura-pura tidak mendengar perkataan Lilis. "Apa sih maksud Lilis, membahas itu saat lagi belajar! Dia niat belajar nggak sih? Aku tahu, kamu hanya penasaran, bukan peduli!" batin Aluna. “Aku bertanya karena tidak percaya dengan ucapan teman-teman. Kalau kamu merasa risih, aku minta maaf,” lanjut Lilis masih dengan berbisik. Hanya ada mereka berdua, jika ada orang lain, tidak mungkin Lilis berani bertanya tentang itu. “Bukan ingin mencampuri urusanmu, Aluna. Hanya saja kalau kamu butuh kerjaan aku bisa bantu. Di tempat aku kerja sekarang sedang butuh k
Tiga jam mengerjakan, tugas mereka selesai. Aluna berpamitan lebih dulu, ia memasukan buku dan laptop yang ada di meja ke dalam tasnya.“Buru-buru sekali ya, Al? Sudah ada pelanggan yang tunggu?" tutur Rara, tanpa melihat Aluna.Tidak menggubris ucapan Rara, Aluna langsung berdiri dari duduknya, dan keluar ruangan. Aluna menuju kasir untuk membayar semua pesanan.“Kamu jangan terlalu dekat dengan Aluna, Lis! Kamu belum tahu dia siapa, takutnya kamu akan seperti dia. Kamu tahu 'kan, kalau kita berteman dengan pembuat besi maka akan kena cipratan panasnya, dan kalau berteman dengan penjual minyak wangi, maka akan kecipratan wangiannya. Aku hanya mau ingatkan kamu, jangan dekat-dekat dengan Aluna, takut kamu juga akan seperti dia. Lihat saja, di kelas kami tidak ada yang mau berteman dengan dia. Fatma yang dulu dekat dengannya saja, sekarang sudah menjauh,” ucap Yasmin, sambil menatap Lilis.“Karena tidak tahu Aluna siapa,
***Sudah beberapa hari terlewatkan, Aluna belum menemui Anton. Masih sama, belum ada yang berubah. Setiap langkah masih di temani tatapan sinis, Aluna berusaha untuk tidak peduli. Ia melihat Fatma, sedang bersama Rara, Yasmin dan dua lekaki yang Aluna tidak tahu namanya. Tetapi dari bisik-bisik yang pernah ia dengar, itu kekasih Yasmin dan Rara. Aluna tidak tahu yang mana kekasih Yasmin dan mana kekasih Rara. Dua lelaki itu yang Aluna tahu, kuliah di jurusan Teknik Aresitek. Dari sudut mata, Aluna melihat mereka sedang menatap jijik ke arah Aluna.“Awas-awas! Ratu cantik mau lewat tuh!” ucap Rara saat Aluna sudah tidak jauh lagi dari tempat mereka berdiri.“Jagain pacar kamu, Ra!” ucap Yasmin, sambil memainkan rambutnya.“Kamu juga, Yasmin. Jangan sampai di embat sama dia!” jawab Rara, sambil tertawa.“Memang siapa dia? Lagi pula kami masih waras, tidak mungkin mau dengan perempuan culun! Laki-laki normal