Tak ada suara grasak grusuk, tak ada suara tawa keras, tak ada suara celotehan, tak ada suara ghibahan, tak ada suara seperti biasanya, semuanya tengah fokus mengerjakan tugas masing masing, ketika akan bertanya pun suaranya dikecilkan bahkan tidak bersuara saking takutnya menimbulkan suara.
ketakutan itu terjadi karena ada tiga orang yang datang tanpa diundang dan malah menebar keuwuan terhadap pasangan masing masing membuat para jomblo iri dengki.
Darga yang tengah menggarisi puluhan kertas atas arahan Aryani karena sang pujaan hati tengah tidur nyenyak, Anggun dibantu Hans menggarisi sedangkan dirinya menulis sehati hati mungkin, ketika salah pun Hans berusaha untuk menenangkannya. Dan Lili? Revo tidak membantu sama sekali membuat Lili kesal pada awalnya karena seorang Revo tidak sesabar itu untuk membantu menyelesaikan tugas ini, justru Lili yang mengerjakan dan Revo menyuapi berbagai makanan pada Lili, bagaimana hati para jomblo OTKP 2 bisa aman?
<Malam ini cukup sepi dan dingin diluar ruangan dan dapat membuat tubuh kedinginan dan pastinya butuh sesuatu untuk menghangatkan tubuh, baik itu makanan dan minuman ataupun berbagai benda penghangat.Berbeda dengan cuaca diluar, didalam sebuah ruangan minimalis yang terang dan hangat terdapat keramaian yang membuat suasana betah, dua keluarga tengah berkumpul dengan suka cita. Tak ada perayaan apapun, hanya berkumpul bersama untuk mempererat silaturahmi dan kekeluargaan.pukul tujuh lewat dua puluh menit tepatnya setelah Adzan Isya berkumandang, Bintang berjalan keluar dari kamarnya usai melaksanakan shalat Isya, kedua orang tua beserta adiknya ternyata masih belum kembali dari kediaman Echa dan Bagas, karena malas kembali ke rumah Echa, Bintang pun memutuskan untuk pergi ke dapur untuk membuat mie instan favorit nya.ketika membuka rak tempat menyimpan Mie instan, Bintang menghela nafas pelan karena tak menemukan apa yang ia cari, dengan lesu ia kembali k
denting sendok dan piring menjadi suara ditengah kesunyian, bukan apa, Gibran tidak menyukai jika ketika makan malah mengobrol, seperti tidak menghargai makanan. Maka dari itu Darga dan Anna sudah terbiasa makan dengan khidmat ketika bersama Gibran.Tegukan segelas air putih menjadi penutup makan malam ini, "papa duluan ke depan ya," pamit Gibran yang dibalas anggukan oleh Anna.Dengan gesit Anna membereskan meja makan dan Gibran membawa piring kotornya ke westafle, usai menyimpan piring piring itu Darga menyusul sang Papa ke ruang keluarga, terlihat Gibran yang tengah fokus menatap Ipad nya dengan kening berkerut."Pa," panggil Darga membuat Gibran menutup layar Ipadnya dan menyimpan disampingnya disofa yang kosong, sedangkan Darga duduk di single sofa samping Gibran."kenapa hmm?" tanya Gibran dengan wajah lelah."papa sibuk ya? wajahnya kucel banget kaya kurang jatah," Ujar Darga membuat Gibran melotot dengan ucapan frontal ana
Keheningan malam menjadi teman seorang gadis yang tengah terisak merutuki kebodohannya karena telah berbicara tak sopan kepada Ibu nya, ia yakin pasti kata kata nya membuat Ibunya sakit hati dan berpikir yang tidak tidak kala ia mengingat ibunya begitu perasa dan hatinya begitu lembut.Dering ponsel memekakan telinga ditengah kesunyian kamar yang awalnya hanya terdengar detik jarum jam dinding dan isakan kecil dari sang pemilik kamar. Gadis yang tengah duduk disamping ranjang sambil menutup wajahnya dengan bantal merasa terganggu kemudian mendengus kesal.Dengan ogah ogahan Bintang beranjak dari tempat duduknya untuk mengambil ponsel yang setengah jam lalu ia lempar ke meja belajar karena kesal.Dengan nafas tersenggal karena hidungnya mampet Bintang meraih ponsel yang masih berdering kemudian menatap lama nama dilayar ponsel tersebut, dengan pelan ia menggeser ikon telepon berwarna hijau guna mengangkat panggilan tersebut."Assalamualikum?"&n
"kamu bakalan jadi abang!" seru Gibran dengan semangat.Tak ada balasan dari Darga, dengan segera Gibran menghampiri sang anak yang terlihat sudah menutup mata dengan damai, suara dengkuran halus dengan nafas teratur membuat Gibran yakin anaknya sudah masuk ke alam mimpi tanpa mendengar kabar menggembirakan ini.Dengan pelan Gibran menyelimuti tubuh Darga, diusapnya kepala Darga dengan pelan. Umur Darga memang sudah bukan anak anak lagi, tapi Gibran tak ingin Darga merasa kedua orang tuanya mengabaikannya sehingga Darga tumbuh dengan limpahan kasih sayang kedua orang tuanya. Gibran sebisa mungkin tidak menyibukan diri ketika bersama Darga. Ia hanya takut jika ia terlalu sibuk, Darga akan mencari perhatian diluaran sana dan berakhir dengan kenakalan remaja yang akan menjerumuskan Darga. Gibran sungguh tidak ingin itu terjadi."Kamu harus jadi orang yang kuat ya Ga, jangan buat Mama sakit hati," ujar Gibran.Asik menatap wajah damai anaknya tak sadar
suara Adzan subuh berkumandang membuat orang orang yang beragama islam diwajibkan menunaikan kewajibannya shalat lima waktu, salah satunya salat subuh. Sama hal nya seperti Darga yang baru saja bangun karena mendengar seruan dari mesjid membuat ia segera beranjak meninggalkan tempat tidur dan harus segera menunaikan shalat subuh. Dengan mata yang masih terasa rapat namun sebisa mungkin ia membukannya dan segera berwudhu. Setelah selesai dari kamar mandi Darga segera menggelar sejadahnya dan memakai sarung serta pecinya. Bukan tak mau ia pergi ke mesjid, namun karena posisi rumahnya yang jauh dari mesjid membuat ia berpikir dua kali, ia pasti ketinggalan jika harus berjalan sejauh itu. setelah selesai shalat, niat hati akan tidur kembali dan bangun jam enam nanti, namun suara dering ponsel membuat ia menguruhkan niatnya ketika melihat nama yang tertera. "Assalamualaikum," sapa Darga. "waalaikumsalam, kamu ga tidur lagi kan?" tanya sipenelpo
baru saja Bintang menginjakan kakinya dipintu kelas, suasana ribut terdengar jelas dengan pekikan sana sini ditambah keributan seperti Ranti, Syami dan Lili yang tidak membawa atribut lengkap untuk upacara."WOY INI GUE GIMANA IH GA BAWA TOPI," Pekik Lili panik namun tak ada yang menggubris."ANJIR INI DASI GUE KAYANYA KETINGGALAN DAH! MAMPUS DAH MAMPUS!" teriak Syami frustasi.Bintang berjalan santai kearah bangkunya kemudian duduk tepat dibelakang Aryani, dan disamping kiri Malia."yang lain kenapa pada heboh bener?" tanya Bintang sambil menepuk pundak Aryani."Tugas Bu Yash hari ini harus dikumpulin, anak anak ga inget jadi buru-buru, mana jam pelajaran pertama," jelas Aryani santai dan sepertinya ia telah selesai dengan tugasnya."Tugas? Yang mana?" tanya Bintang kaget."kita udah yang waktu belajar bareng kan kita juga ngerjain yang Dana kas dibantu Darga sama Hans," jelas Malia yang mendengar obrolan kedu
suara langkah sepatu menggema dilorong koridor yang sepi, baju futsal masih dipakai dengan dua tas yang disampirkan dipundak kiri dan kanannya, keringat masih membanjiri tubuhnya yang tengah berlari menuju parkiran dimana sahabatnya sudah menunggu kedatangannya dan sudah bersiap dengan motor matic hitam miliknya yang sudah dinyalakan dan bersiap pergi.Hans yang datang dengan dua tas dipundaknya segera melempar tas Darga kemudian berlari ke arah motornya dan segera menghidupkannya, keduanya segera pergi dari parkiran SMA Pancasila guna mencari Bintang.Darga mengeratkan pegangannya pada stang motor dan menarik gas untuk memacu kuda besinya lebih cepat lagi, belum ada tempat tujuan namun Darga dan Hans akan mencoba mencari sekitar sini terlebih dahulu.Dering ponsel milik Darga memang tidak terdengar, namun getaran ponsel disaku celananya terasa oleh Darga sehingga Darga dengan segera menepikan motornya disusul Hans yang ikut menepikan motornya.
Dalam keheningan hanya terdengar suara mesin Elektrokardiogram yang terdengar, tak ada suara lain, hanya sesekali terdengar suara langkah dari luar. Seorang gadis tengah terbaring lemah dengan selang infus ditangannya, wajahnya pucat pasi dengan luka dibeberapa bagian wajahnya.Seorang pemuda tengah duduk disamping gadis tersebut sambil memegang lembut tangan si gadis. Mata pemuda tersebut tak pernah lepas dari wajah pucat gadisnya itu.Ia tak pernah menyangka akan menyaksikan keadaan seperti ini, ia sangat menyayangi gadis dihadapannya ini.sejak kemarin masuk rumah sakit, sang gadis belum membuka mata sama sekali, hela nafas berat dihembuskan si pemuda, tak lama matanya menggenang siap mengeluarkan air mata mengingat kejadian kemarin, namun sebisa mungkin si pemuda menahan agar air matanya tidak menetes dengan cara mendongkak agar air matanya tak turun."maafin aku sayang," lirihnya sambil mengecup tangan digenggamannya.suara ketukan d