"Kim sadarlah! Kau telah memukul Jelena!" Ujar Rachel dengan ekspresi cemas. Kim benar-benar sedang mabuk. "Ini salahku, harusnya aku tidak membawamu ke sini."
Harry menyentuh bahu Rachel, agar wanita itu menyingkir. Lalu dia berdiri di depan Kim dengan wajah dingin penuh kemenangan. "Kita sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi, Kim. Kau sendiri yang ingin menjauh dariku. Jadi kenapa kau marah aku mencium wanita lain?"
Sesuatu seperti akan meledak di kepala Kim. Rasa sakitnya menjalar ke seluruh tubuhnya, dia hampir tidak bisa bernafas.
Putus?
Mengapa Harry berkata seperti itu? Bukankah Harry selalu membahas tentang masa depan dengannya. Harry sendiri yang bilang ingin menikah dengannya. Dia yang menjanjikan masa depan untuk mereka.
Tiba-tiba Kim meringis karena rasa sakit di kepalanya semakin parah. Kim kau saudara perempuannya, seseorang seperti berbisik di telinganya. Kim mundur ia memeluk dirinya sendiri dengan erat. Kenapa bisikan seperti nyata
"Lepaskan aku!" Kim menahan kedua kakinya agar Harry tidak berhasil menyeretnya. Tapi tenaga Harry begitu kuat. Dengan terpaksa tubuhnya melangkah mengikuti Harry."Kau harus pulang denganku, tidak aman untuk wanita dengan pakaian minim sepertimu berjalan sendiri."Setelah berhasil membawa Kim masuk ke mobilnya lalu ia memasangkan seatbealtnya. Sekarang ia tidak perlu takut lagi Kim akan melarikan diri darinya. Karena sekarang Kim terlelap di bangkunya dengan tarikan nafas kasar.Namun, hanya sebentar di mobil itu sepi dan hening. Mungkin Kim sedang pura-pura tidur atau karena pengaruh alkohol hingga Harry tidak mengenal wanita di sebelahnya itu. Dia sekarang sedang bicara dengan ponselnya, padahal Harry tahu tidak ada panggilan masuk di ponsel Kim."Siapa yang kau telepon?" tanya Harry menoleh pada Kim."Harry." Jawab Kim seakan yang duduk dengannya bukan Harry."Kenapa k
Kim tersentak dari tidurnya. Setengah sadar, matanya menelusuri setiap sudut ruangan itu. Wanita itu memegang kepalanya yang terasa sedikit sakit, kemudian menoleh ke sampingnya dan melihat Alice tengah berbaring. Kamar siapa ini?Kim mencoba untuk duduk, wajahnya sudah terlihat cemberut. Kenapa dia berada di kamar orang yang ia benci? Kim mencoba mengingat kejadian tadi malam, saat ia dan Rachel di club."Oh, shit! Aku minum.... aku ma-buk?" Dan paling ia benci kenyataannya adalah dia mengganggu Harry. Bravo Kim! Kau sukses mempermalukan dirimu sendiri."Dasar jalang!" Maki Kim tanpa ia tahu Alice sudah sadar dari tidurnya yang tidak nyenyak karena semalaman Kim membuatnya tidak bisa tidur. Dan sekarang apa?"Kau memanggilku apa barusan?" suara serak Alice mengagetkan Kim."Permisi?" Kim pura-pura tidak mengerti."Tadi kau menjerit 'Dasar jalang' seperti itu." Alice bangun dan menatap Kim dingin.Kim sebenarnya berteriak untuk diriny
"Bagus kalau kau sudah tahu. Jadi, aku tidak perlu susah payah menjelaskan padamu." Kim menelan ludah susah payah. Ia duduk tegak dan meluruskan bahunya supaya terlihat santai.Harry menatap benda di leher Kim. Terpesona dengan benda berkilau dipermukaan kulit putih dan mulus wanita itu. Liontin yang sama yang ia pakai. Jantungnya berpacu dan nafasnya tidak beraturan. Dia ingin menyentuh wanita itu, tapi apakah sekarang mereka masih boleh egois?"Kau percaya kita saudara sedarah? Bisa saja ayahmu berbohong untuk memisahkan kita." Ujar Harry, Kim meliriknya, wajah Harry terlihat sedih dan kecewa."Daddy tidak akan berbohong tentang hal seserius ini. Aku tahu bagaimana Daddy, dan sekarang aku tahu mengapa dia bersikap seperti itu kepada kita." Jeda sejenak, Kim menatap bola mata abu-abu itu. "Yang sekarang kita lakukan adalah menyudahi hubungan tersesat ini.""Semudah itu? Kau lupa apa saja yang telah kita lakukan?" Matanya menyala beberapa sa
"Mommy! Mommy! Seorang wanita tertidur di ranjang lama sekali. Kim mengusap rambutnya sambil terus membangunkannya. Tapi wanita itu tidak bangun. Kim mengguncangnya. "Mommy! Bangun, mom! Kumohon jangan tinggalkan aku. Aku sendiri!"Kim memperhatikan wajah wanita tua itu, terlihat pucat dan masih berbaring di ranjang dengan pakaian serba putih. Di sebelah wanita tua itu ada seorang wanita kecil yang berbaring dengan wajahnya yang pucat juga. Cairan bening jatuh dari kelopak matanya."Kim! Kimberley!" suara seseorang mendesak, menarik keluar Kim dari mimpi buruknya dan keputusasaan. "Kim bangun, sayang!"Kim tersentak dengan mata melotot, seorang pria membawa tubuhnya kepelukannya. Mata hijau birunya dipenuhi air matanya."Harry, kenapa kau di sini?" Kim membuka mulutnya dengan wajah bingung. Ia menatap sekelilingnya. Ingatan akan kejadian buruk tadi saat dirinya dan Rachel pergi untuk membeli makanan kembali.Beberapa pria menghadang mereka da
Lima belas menit kemudian mereka telah sampai dikediaman Natalie. Kim dan Rachel mengikuti para pemuda itu memasuki ruang tamu. Natalie menyambut mereka, tampak tidak senang karena Harry membawa Kim ke tempatnya."Kenapa kau membawanya ke sini?" katanya, berdiri di depan mereka, "aku tidak lupa telah memberitahumu bahwa Parker adalah musuhku." Natalie memandang Harry lalu melirik Kim tajam"Maaf, Mom. Kedatangan kami memang tiba-tiba. Sesuatu terjadi pada kami, dan aku menyadari hanya keluarga kita yang dapat menyelesaikan masalah ini."Kris, Juan, Gerald, Thomas, dan Rachel duduk dengan sopan di sofa berwarna putih. Sedangkan Kim masih berdiri memperhatikan wajah ibu Harry. Ya... Kim ingat pernah bertemu dimana."Maaf, Mam. Apa anda ingat denganku? Kita pernah bertemu di McDonald tempat aku kerja part time." Kim tersenyum ramah, meski pertemuan mereka bukan hal yang menyenangkan.Waktu itu wanita ini memesan makanan dan Kim tidak
Dia mengguncang rasa amarahnya untuk pergi. Di sini di atas sofa ia sedang berada bersama wanita yang ia cintai selama bertahun-tahun. Tapi sikap Kim merusak semuanya. Bahkan ia sudah mengesampingkan dendam keluarganya. Tapi, Kim tidak menghargai itu."Pikirkan baik-baik," ucap Kim menarik dirinya untuk lebih dekat lagi, "Kau tidak akan bisa menyentuhku lagi setelah ini. Jadi, lakukan apa yang ingin kau lakukan.""Diam, sialan!""Sentuh aku," Kim sengaja meletakkan satu tangannya ditengah-tengah paha Harry, "Jika kau menyuruhku memilih antara Daddy dan dirimu, aku memilih Daddy. Kita hanya orang asing yang ditakdirkan bertemu.""Sialan!"Harry menubrukkan bibirnya ke atas bibir merah Kim dengan brutal dan tanpa ampun. Membuat bibir Kim membengkak. Setelah lama berciuman, Harry lebih dulu melepaskan bibirnya. Tangannya meremas dada Kim kuat, membuat mata Kim tajam menatapnya."Kenapa? Kau pikir aku tidak bisa menidurimu dengan kasar? Ha
Sampai di depan pintu gerbang mansion mewah milik Parker, ia menarik nafas pelan. Begitu ia masuk ke sana, dunianya mungkin tidak akan kembali seperti dulu. Tapi, setidaknya ia berharap menemukan siapa dalang kematian adiknya.Matahari telah tenggelam dan bumi telah diselimuti awan gelap. Malam itu menjadi malam Kim yang penuh penderitaan. Kehilangan orang yang ia cintai. Kim menggeleng kuat, dia membuyarkan pikirannya tentang Harry. Lupakan Harry!"Kenapa kau kembali ke sini?" tanya Dollores saat melihat Kim keluar dari lift. Pertanyaan itu bukan bernada pertanyaan tapi lebih ketidaksukaan akan kehadiran Kim di rumah itu.Menyadari suara Dollores sinis dan menyudutkan, Kim malah tersenyum tipis, "Aku berada di rumahku, apa yang membuatmu kaget?"Ekspresi Dollores tiba-tiba waspada. "Aku tidak kaget.""Oia?"Tadinya Dollores berharap Kim memilih Harry dan tidak akan pulang lagi. Hingga warisannya jatuh ke tangannya da
"Kau belum mencoba untuk melupakannya." Suara wanita itu terdengar lembut."Ya, aku sudah mencobanya. Aku sudah mencoba menghilangkan namanya dalam hidupku, tetapi aku tidak bisa. Harusnya aku membencinya. Aku tidak menyangka dia akan menyakitiku lagi."Natalie menghela nafas lalu membelai lembut rambut anaknya. "Kau harus mencoba memaafkan dia dengan begitu kau akan merelakannya pergi," Natalie memandang bola mata abu-abu itu lekat. "Jangan pikirkan apa pun lagi, masalah Parker biar aku yang mengurus bersama Jimmy. Kami telah mengumpulkan bukti-bukti untuk membuatnya di penjara."Setelah mengucap itu Natalie keluar dari kamar Harry dan menutup pintu. Bagian kecil dalam dirinya berharap bisa melihat Kim lagi di kampus. Kim adalah belahan jiwanya yang tidak bisa ia hapus. Namun, ia sadar juga. Kim dan dirinya tidak akan berhasil.Kata-kata perpisahan Kim masih terngiang di telinganya. Ah, bagaimana bisa wanita itu melakukan perpisahan dengan bercinta