"Kau belum mencoba untuk melupakannya." Suara wanita itu terdengar lembut.
"Ya, aku sudah mencobanya. Aku sudah mencoba menghilangkan namanya dalam hidupku, tetapi aku tidak bisa. Harusnya aku membencinya. Aku tidak menyangka dia akan menyakitiku lagi."
Natalie menghela nafas lalu membelai lembut rambut anaknya. "Kau harus mencoba memaafkan dia dengan begitu kau akan merelakannya pergi," Natalie memandang bola mata abu-abu itu lekat. "Jangan pikirkan apa pun lagi, masalah Parker biar aku yang mengurus bersama Jimmy. Kami telah mengumpulkan bukti-bukti untuk membuatnya di penjara."
Setelah mengucap itu Natalie keluar dari kamar Harry dan menutup pintu. Bagian kecil dalam dirinya berharap bisa melihat Kim lagi di kampus. Kim adalah belahan jiwanya yang tidak bisa ia hapus. Namun, ia sadar juga. Kim dan dirinya tidak akan berhasil.
Kata-kata perpisahan Kim masih terngiang di telinganya. Ah, bagaimana bisa wanita itu melakukan perpisahan dengan bercinta
Jelena mundur dari pelukan Harry, membuat Harry bingung. Apakah wanita itu tidak menikmati permainannya? Ternyata wanita itu meraba resleting gaunnya ke bawah. Dan dengan lancar ia menarik gaunnya ke atas dan membuka semuanya. Harry menatapnya dengan tersenyum."Kau perlu bantuan?""Aku bisa. "Harry memandangi Jelena yang sedang berusaha melepaskan bra brendanya berwarna putih. Kemudian melonggar ikatan dan melepaskan benda itu hingga akhirnya ia mengekspos seluruh buah dadanya kepada Harry.Harry menatapnya sejenak dan menikmati pemandangan indah itu. Tapi, jujur ia lebih menyukai milik Kim yang bulat dan penuh. Harry menangkup keduanya dan meremasnya membuat Jelena tersentak oleh kenikmatan itu. Bibir Harry memasukkan ujung dada milik Jelena ke dalam mulutnya dan bermain-main di sana. Menghisap dan menggigitnya ujung yang mengeras itu.Pria itu tampan... Jelena mengakui itu. Ia sangat t
"Harry..." gumam Kim tanpa sadar seraya mengusap sudut matanya yang basah. Ia masih shock melihat hasil test pack di tangannya.Sudah seminggu ia merasakan gejala tidak menyenangkan dan juga merasa aneh, tidak biasanya Kim telat datang bulan. Naresh orang yang terdekat dengannya di Yellowstone mengetahui hubungan Kim dan Harry sudah sejauh apa. Wanita itu berinisiatif membelikan test pack dan hasilnya."Oh My Gosh..." desis Naresh tidak kalah kaget. Ia menyentuh bahu Kim mencoba menenangkan wanita itu. "Apa yang akan kau lakukan sekarang, apa kau akan mengatakannya kepada Harry?""Kimberley?""Aku tidak tahu... aku tidak tahu, Naresh." Ucap Kim frustasi. Rasa panik mulai melanda. Bagaimana kalau ayahnya tahu? Dollores dan Megan... mereka pasti akan membuatnya dalam kesusahan."Tolong aku Naresh," Kim memegang tangan wanita berbadan tegap itu. "Jangan katakan pada siapapun tentang kehamilanku. Bersikaplah seperti biasa.""Apa rencanamu?
Memasukkan ke penjara tidak semudah itu.Leon berkata santai, "Kita lihat saja nanti siapa yang menang." Ucapnya kepada Natalie. Lalu ia melihat Harry dengan lekat. Terlihat ekspresi sedih di wajah Leon. Entah mengapa, tiba-tiba Leon merindukan keluarganya yang dulu. Di saat Amber dan Emily masih hidup dan Harry bersama mereka. Mungkin Kim tidak akan membencinya seperti sekarang ini. Jika saja Leon tidak melakukan kesalahan fatal.Wajah Natalie tampak dingin seperti es batu, dia bicara dengan nada penuh penekanan, "Aku memberikanmu pilihan Tuan Leon Parker, pertama menyerahkan diri ke kantor polisi, akui kesalahanmu. Atau aku akan membuat keluargamu bangkrut."Leon tidak berkata apa-apa, dia hanya menatap Natalie dan bertanya-tanya kenapa wanita itu memberinya kesempatan. Apakah mungkin karena berterimakasih telah merawat Harry hingga besar?"Kurasa kau bicara seperti itu karena kau tidak punya bukti yang kuat untuk membuat suamiku di penjara.
Empat tahun kemudian."Polisi baru saja menggerebek bagasi kita di bengkel Vernon. Sepertinya keadaan kita tidak aman lagi." Ujar pria berkepala botak, "Mereka sedang mengincar kita, jadi kita kita harus berpencar untuk bersembunyi.""Kalau bukan karena ulah Thomas, kita tidak akan diincar polisi," ujar Juan. "Merepotkan saja." Dia mundar-mandir gelisah memikirkan perkara itu."Jika salah satu diantara kita ada yang tertangkap, maka semua harus menyerahkan diri." Ucap Harry kepada mereka. Semua mengangguk pasrah. "Seandainya Thomas tidak menusuknya. Aku sendiri yang akan mematahkan leher Jacob.""Dia pasti dendam karena kita menjebaknya waktu itu." Gerald mengingat waktu mereka memasukkan narkoba ke mobil Jacib.Tiga hari lalu mereka melakukan tindakan gila di California ketika melakukan balapan liar. Thomas menusuk Jacob dengan kaca botol minuman. Itu karena orang itu menggoda Jelena dan
Harry akhirnya sampai di Singapure. Wajah tegang di sekitarnya ketika ia berjalan kaki untuk mencapai Skyhouse. Lorong telah berubah, lukisan yang dulu menghiasi di depan apartemen mewah itu telah dibersihkan. Banyak perubahan besar di sini, dia jadi bingung. Apakah mungkin dia salah tempat?Orang yang melihat Harry mengerutkan kening padanya. Harry menghela nafas. Ia tahu betapa tampan wajahnya. Tapi tentu saja bukan karena itu mereka melihat Harry."Hei, enyah dari situ!""Aku sedang mencari seseorang orang." Ucap Harry kepada pria bertampang garang itu."Aku tidak peduli, jangan berdiri di situ! Pergi sana!"Harry mengumpat pelan, dia tidak mau membuat keributan dan memilih pergi.Waktu menunjukkan pukul 1 siang, Harry belum makan apa pun setibanya dia di bandara tadi. Ia memutuskan untuk singgah makan, di sekitar tempat itu ada kedai pizza. Ia berjalan meny
Pagi sebelum matahari menyapa, Kim sudah bangun dan membuat sarapan. Hari ini jadwalnya sangat penuh tapi Kim berhasil mengaturnya. Wanita berambut sebahu itu terlihat lihai membuat sarapan kesukaan anaknya."Biar aku yang memandikan si kecil. Pergilah bersiap-siap nanti kau terlambat," seorang wanita baru saja datang ke dapur."Dia ada jadwal ke dokter gigi siang ini. Aku minta tolong antarkan dia ya, hati ini aku sibuk sekali." Kata Kim yang sedang memindahkan potongan roti ke piring dan mengolesinya dengan selai coklat."Kau memberinya sarapan roti coklat padahal dia ada jadwal ke dokter gigi? Yang benar saja, Kim?" cetus Naresh heranKim menatap wanita yang sudah dia anggap seperti kakak kandungnya sendiri dan tersenyum, "Hanya periksa gigi bulanan, Naresh. Makan coklat tidak akan membuatnya sakit gigi.""Kau terlalu memanjakan jagoanmu." Ujar Naresh tersenyum, "Baiklah aku yang mengan
"SAM! Are you okay?" suara pria tua itu sangat kuat. Ia mengambil Sam dari gendongan pemuda itu tanpa melihat wajah orang itu, "Thank God! Kau baik-baik saja my little boy." Suara pria itu lemah."Kakek..."Harry hampir tidak percaya orang itu adalah Leon Parker. Dia memperhatikan kedua orang yang sedang berpelukan itu.Apa katanya kakek?Setelah mengamati wajah anak kecil itu, tidak salah lagi mata itu mirip Kim-nya. Mata hijau biru yang mampu membuatnya terhipnotis.Kerutan muncul di dahi Harry, "Anak siapa ini?" tanyanya. Leon menoleh dengan wajah tak kalah kaget. Ia mengeratkan pelukannya, "Mengapa kau begitu ceroboh membiarkan anak sekecil ini tanpa pengawasan? Hanya karena hobi memancingmu.""Ya. Aku minta maaf," kata Leon bingung. Begitu saja ia mengucapkan maaf. Harry menghela nafas, merasa sudah keterlaluan bicara."Dia tidak apa-apa Tubuhnya tidak ada yang lecet."Harry memusatkan perhatiannya
Malam harinya Kim menikmati makan malam di ruang makan bersama ayahnya. Hubungan mereka beberapa tahun belakangan ini sangat baik dan terlihat dekat. Kim selalu menyempatkan diri untuk berkumpul dengan ayahnya sekedar bercerita hal yang mereka lakukan hati ini atau Kim akan meminta masukan tentang pekerjaanya."Dad, aku sudah menghubungi orang properti dan pengacara untuk menjual Skyhouse," kata Kim."Kau yang bilang kita tidak perlu menjual tempat ini," sahut Leon meliat ke arah Kim, "apa ada wartawan lagi mengawasi rumah ini?""Meskipun kita mengganti nama pemilik Skyhouse, tetap saja mereka pasti bebal. Tidak percaya Skyhouse telah di jual, apalagi dia melihat Daddy mundar-mandir di sini. "Leon menghela nafas, ia telah menghabiskan sepiring steak sapi, "Waktu cepat sekali berlalu.""Kenapa wajahmu muram seperti itu, Dad? Kita sudah berjanji untuk tidak mengenang masa lalu lagi," ucap Kim pelan.Leon mengalihkan pe
Tiga jam kemudian Kim sudah berada di depan pintu kamar 301 milik Harry. Wanita itu tampak begitu gugup, satu tangannya sudah bersedia untuk mengetuk pintu tapi selalu ia urungkan.Tiba-tiba, seseorang membuka pintu itu. Harry hanya melotot, kaget melihat wanita yang selama ini ia cari kini berada di depannya. Rasanya ingin menarik tubuh Kim ke dalam pelukannya. Namun, mata Harry teralih pada tangan Kim yang menggenggam tangan anak kecil laki-laki. Anak itu yang ia selamatkan sore tadi.Setelah hening beberapa saat Kim berkata, "Boleh aku masuk?""Untuk apa kau datang? Ohh, ayahmu itu pasti sudah memberitahu pertemuan kami, kan," Kata Harry, "Sayangnya aku ada urusan, aku harus pergi." Harry pura-pura sibuk dengan melihat jam tangannya."Sebentar saja," ujar Kim lembut.Harry menelan ludahnya, ia membuang nafasnya sebelum memiringkan tubuhnya ke samping agar Kim bisa masuk."Sam ucapkan salam." Kim menundukkan kepalanya mel
Malam harinya Kim menikmati makan malam di ruang makan bersama ayahnya. Hubungan mereka beberapa tahun belakangan ini sangat baik dan terlihat dekat. Kim selalu menyempatkan diri untuk berkumpul dengan ayahnya sekedar bercerita hal yang mereka lakukan hati ini atau Kim akan meminta masukan tentang pekerjaanya."Dad, aku sudah menghubungi orang properti dan pengacara untuk menjual Skyhouse," kata Kim."Kau yang bilang kita tidak perlu menjual tempat ini," sahut Leon meliat ke arah Kim, "apa ada wartawan lagi mengawasi rumah ini?""Meskipun kita mengganti nama pemilik Skyhouse, tetap saja mereka pasti bebal. Tidak percaya Skyhouse telah di jual, apalagi dia melihat Daddy mundar-mandir di sini. "Leon menghela nafas, ia telah menghabiskan sepiring steak sapi, "Waktu cepat sekali berlalu.""Kenapa wajahmu muram seperti itu, Dad? Kita sudah berjanji untuk tidak mengenang masa lalu lagi," ucap Kim pelan.Leon mengalihkan pe
"SAM! Are you okay?" suara pria tua itu sangat kuat. Ia mengambil Sam dari gendongan pemuda itu tanpa melihat wajah orang itu, "Thank God! Kau baik-baik saja my little boy." Suara pria itu lemah."Kakek..."Harry hampir tidak percaya orang itu adalah Leon Parker. Dia memperhatikan kedua orang yang sedang berpelukan itu.Apa katanya kakek?Setelah mengamati wajah anak kecil itu, tidak salah lagi mata itu mirip Kim-nya. Mata hijau biru yang mampu membuatnya terhipnotis.Kerutan muncul di dahi Harry, "Anak siapa ini?" tanyanya. Leon menoleh dengan wajah tak kalah kaget. Ia mengeratkan pelukannya, "Mengapa kau begitu ceroboh membiarkan anak sekecil ini tanpa pengawasan? Hanya karena hobi memancingmu.""Ya. Aku minta maaf," kata Leon bingung. Begitu saja ia mengucapkan maaf. Harry menghela nafas, merasa sudah keterlaluan bicara."Dia tidak apa-apa Tubuhnya tidak ada yang lecet."Harry memusatkan perhatiannya
Pagi sebelum matahari menyapa, Kim sudah bangun dan membuat sarapan. Hari ini jadwalnya sangat penuh tapi Kim berhasil mengaturnya. Wanita berambut sebahu itu terlihat lihai membuat sarapan kesukaan anaknya."Biar aku yang memandikan si kecil. Pergilah bersiap-siap nanti kau terlambat," seorang wanita baru saja datang ke dapur."Dia ada jadwal ke dokter gigi siang ini. Aku minta tolong antarkan dia ya, hati ini aku sibuk sekali." Kata Kim yang sedang memindahkan potongan roti ke piring dan mengolesinya dengan selai coklat."Kau memberinya sarapan roti coklat padahal dia ada jadwal ke dokter gigi? Yang benar saja, Kim?" cetus Naresh heranKim menatap wanita yang sudah dia anggap seperti kakak kandungnya sendiri dan tersenyum, "Hanya periksa gigi bulanan, Naresh. Makan coklat tidak akan membuatnya sakit gigi.""Kau terlalu memanjakan jagoanmu." Ujar Naresh tersenyum, "Baiklah aku yang mengan
Harry akhirnya sampai di Singapure. Wajah tegang di sekitarnya ketika ia berjalan kaki untuk mencapai Skyhouse. Lorong telah berubah, lukisan yang dulu menghiasi di depan apartemen mewah itu telah dibersihkan. Banyak perubahan besar di sini, dia jadi bingung. Apakah mungkin dia salah tempat?Orang yang melihat Harry mengerutkan kening padanya. Harry menghela nafas. Ia tahu betapa tampan wajahnya. Tapi tentu saja bukan karena itu mereka melihat Harry."Hei, enyah dari situ!""Aku sedang mencari seseorang orang." Ucap Harry kepada pria bertampang garang itu."Aku tidak peduli, jangan berdiri di situ! Pergi sana!"Harry mengumpat pelan, dia tidak mau membuat keributan dan memilih pergi.Waktu menunjukkan pukul 1 siang, Harry belum makan apa pun setibanya dia di bandara tadi. Ia memutuskan untuk singgah makan, di sekitar tempat itu ada kedai pizza. Ia berjalan meny
Empat tahun kemudian."Polisi baru saja menggerebek bagasi kita di bengkel Vernon. Sepertinya keadaan kita tidak aman lagi." Ujar pria berkepala botak, "Mereka sedang mengincar kita, jadi kita kita harus berpencar untuk bersembunyi.""Kalau bukan karena ulah Thomas, kita tidak akan diincar polisi," ujar Juan. "Merepotkan saja." Dia mundar-mandir gelisah memikirkan perkara itu."Jika salah satu diantara kita ada yang tertangkap, maka semua harus menyerahkan diri." Ucap Harry kepada mereka. Semua mengangguk pasrah. "Seandainya Thomas tidak menusuknya. Aku sendiri yang akan mematahkan leher Jacob.""Dia pasti dendam karena kita menjebaknya waktu itu." Gerald mengingat waktu mereka memasukkan narkoba ke mobil Jacib.Tiga hari lalu mereka melakukan tindakan gila di California ketika melakukan balapan liar. Thomas menusuk Jacob dengan kaca botol minuman. Itu karena orang itu menggoda Jelena dan
Memasukkan ke penjara tidak semudah itu.Leon berkata santai, "Kita lihat saja nanti siapa yang menang." Ucapnya kepada Natalie. Lalu ia melihat Harry dengan lekat. Terlihat ekspresi sedih di wajah Leon. Entah mengapa, tiba-tiba Leon merindukan keluarganya yang dulu. Di saat Amber dan Emily masih hidup dan Harry bersama mereka. Mungkin Kim tidak akan membencinya seperti sekarang ini. Jika saja Leon tidak melakukan kesalahan fatal.Wajah Natalie tampak dingin seperti es batu, dia bicara dengan nada penuh penekanan, "Aku memberikanmu pilihan Tuan Leon Parker, pertama menyerahkan diri ke kantor polisi, akui kesalahanmu. Atau aku akan membuat keluargamu bangkrut."Leon tidak berkata apa-apa, dia hanya menatap Natalie dan bertanya-tanya kenapa wanita itu memberinya kesempatan. Apakah mungkin karena berterimakasih telah merawat Harry hingga besar?"Kurasa kau bicara seperti itu karena kau tidak punya bukti yang kuat untuk membuat suamiku di penjara.
"Harry..." gumam Kim tanpa sadar seraya mengusap sudut matanya yang basah. Ia masih shock melihat hasil test pack di tangannya.Sudah seminggu ia merasakan gejala tidak menyenangkan dan juga merasa aneh, tidak biasanya Kim telat datang bulan. Naresh orang yang terdekat dengannya di Yellowstone mengetahui hubungan Kim dan Harry sudah sejauh apa. Wanita itu berinisiatif membelikan test pack dan hasilnya."Oh My Gosh..." desis Naresh tidak kalah kaget. Ia menyentuh bahu Kim mencoba menenangkan wanita itu. "Apa yang akan kau lakukan sekarang, apa kau akan mengatakannya kepada Harry?""Kimberley?""Aku tidak tahu... aku tidak tahu, Naresh." Ucap Kim frustasi. Rasa panik mulai melanda. Bagaimana kalau ayahnya tahu? Dollores dan Megan... mereka pasti akan membuatnya dalam kesusahan."Tolong aku Naresh," Kim memegang tangan wanita berbadan tegap itu. "Jangan katakan pada siapapun tentang kehamilanku. Bersikaplah seperti biasa.""Apa rencanamu?
Jelena mundur dari pelukan Harry, membuat Harry bingung. Apakah wanita itu tidak menikmati permainannya? Ternyata wanita itu meraba resleting gaunnya ke bawah. Dan dengan lancar ia menarik gaunnya ke atas dan membuka semuanya. Harry menatapnya dengan tersenyum."Kau perlu bantuan?""Aku bisa. "Harry memandangi Jelena yang sedang berusaha melepaskan bra brendanya berwarna putih. Kemudian melonggar ikatan dan melepaskan benda itu hingga akhirnya ia mengekspos seluruh buah dadanya kepada Harry.Harry menatapnya sejenak dan menikmati pemandangan indah itu. Tapi, jujur ia lebih menyukai milik Kim yang bulat dan penuh. Harry menangkup keduanya dan meremasnya membuat Jelena tersentak oleh kenikmatan itu. Bibir Harry memasukkan ujung dada milik Jelena ke dalam mulutnya dan bermain-main di sana. Menghisap dan menggigitnya ujung yang mengeras itu.Pria itu tampan... Jelena mengakui itu. Ia sangat t