Claire tersenyum saat menekan tombol power pada game tersebut. Alat pemindai berbentuk bulat dengan lensa kamera di tengahnya mulai bergerak tegak.
Berdirilah dan menghadap ke arah kamera.
Claire mengikuti perintah si alat pemindai. Gadis itu berdiri menghadap ke arah kameranya. Seketika alat pemindai itu mengeluarkan semacam cahaya berwarna hijau yang bergerak dari ujung kepala Claire hingga ke ujung kakinya.
Pindaian selesai.
Claire kemudian membawa set permainan itu ke atas meja. Ia meniup debu yang menutupi permukaan meja lalu meletakkan alat berupa monitor dan keyboard joystick itu di atasnya. Claire kemudian membersihkan kursi yang ada di belakang meja itu sebisanya, sedikit terbatuk karena debu yang keluar saat ia melakukannya. Kemudian, ia pun duduk dengan nyaman di atas kursi, siap untuk bermain game. Ia pun menekan tombol ‘start’.
Selamat datang di The Myth. Selesaikan setiap level dalam game, barulah kamu bisa selamat.
“Haha... Mengerikan sekali!” seru Claire sambil terkekeh. Ia kemudian menekan tombol ‘next’.
Pilih karakter dewata sebelum memulai permainan. Rekomendasi: Aphrodite.
Layar monitor menunjukkan gambar Claire dengan pakaian dewi Aphrodite yang anggun dan seksi. Ia mengenakan gaun panjang berwarna putih dengan potongan leher rendah dan belahan rok yang tinggi memamerkan kakinya yang jenjang. Bagian pinggangnya diikat dengan semacam ikat pinggang berwarna emas, memberi aksen cantik pada bentuk tubuhnya yang indah. Di bagian lengannya ada gelang emas dengan permata berkilauan.
“Wow, aku menyukainya. Aku terlihat bagus,” gumam Claire. Tanpa berpikir panjang Claire memilih karakter yang direkomendasikan.
Level 1. Helen of Troy
Helen adalah wanita tercantik di bumi. Ia dihadiahkan oleh Aphrodite untuk Paris, Pangeran negeri Troya. Padahal, Helen adalah istri dari Menelaus, Raja Sparta. Hal ini memicu perang Troya yang sangat terkenal. Sebagai Aphrodite, temukan misimu dan menangkan level ini.
“Baiklah, mari kita mulai,” gumam Claire sambil menekan tombol play.
Permainan dimulai dengan adegan saat Aphrodite menerima apel emas dari Paris, sebagai tanda kalau Aphrodite adalah dewi yang tercantik di Olympus.
“Aku akan menghadiahkan wanita tercantik di bumi untukmu,” kata Aphrodite dalam game. Claire melebarkan matanya karena bahkan suara dan gaya bicara Aphrodite sama persis dengan dirinya.
“Game yang keren,” kata Claire lagi.
Ia melanjutkan permainan dan peperangan Troya pun dimulai. Sebagai Aphrodite, Claire berperang bersama Paris untuk mengalahkan Menelaus. Dengan tombol-tombol yang tersedia, Claire membuat Aphrodite melayang, menendang, mengeluarkan kekuatan dari tangan bahkan matanya. Gerakan cantik yang dibuat Aphrodite saat berperang memukau Claire.
Menelaus, Raja Sparta, hampir saja berhasil menghunuskan pedangnya ke dada Paris. Jika itu terjadi, Claire akan kalah pada level pertama. Namun Claire segera mengambil awan dari langit dan membungkuskannya ke tubuh Paris. Ia kemudian membawanya melayang dan mengembalikan Paris ke kota Troya.
Level 1 selesai. Melanjutkan ke level selanjutnya?
Tanpa ragu, Claire menekan tombol ‘selanjutnya’.
Level 2. The Adonis’s Love. Apakah Anda siap untuk memulai, Aphrodite?
“Tentu saja aku siap,” jawab Claire sambil menekan tombol ‘start’. Namun tiba-tiba, Claire merasa semuanya bergetar, seperti terjadi gempa. Dengan panik, Claire mencengkeram pegangan kursinya. Layar monitor mulai berkedip-kedip tidak karuan. Sensor pemindai dari kamera bulat itu pun berkedip-kedip tidak menentu.
Claire kemudian merasakan dirinya seperti tertarik ke arah layar monitor yang berkedip-kedip itu. Tarikannya begitu kuat sehingga ia harus berpegangan pada tepian meja.
“Tidak! Aaaahhh!!” teriaknya sambil berpegangan pada tepian meja. Tangannya mulai memerah karena berpegangan terlalu keras pada tepian meja. Kini kepalanya hanya berjarak satu centimeter saja dari layar monitor. Claire berteriak semakin kencang, ia tidak tahu harus minta tolong pada siapa.
Saat Claire membuka matanya, ia terkejut karena menyadari bagian dahinya menembus layar monitor yang seharusnya keras dan padat. Di saat yang sama, tarikan itu semakin kuat sehingga Claire tidak mampu lagi bertahan pada tepian meja. Ia tersedot masuk begitu saja ke dalam layar monitor. Seketika gempa berhenti dan layar monitorpun berhenti berkedip-kedip.
Level 2 dimulai.
Claire berteriak saat merasakan tubuhnya melayang melalui kegelapan. Ia terus terjatuh, entah kemana. Teriakannya bergema meskipun ia tidak bisa melihat dinding atau apapun di sekitarnya. Tiba-tiba deretan angka-angka berwarna hijau berseliweran di sekitarnya dan cahaya mulai muncul dari arah bawahnya.
Bruk!
Claire terjatuh di atas ranjang empuk berseprai sutera halus.
“Aphrodite, aku sudah lama menunggumu,” kata seorang pria yang ada di sebelahnya. Claire menoleh dan mendapati ada seorang pria yang sedang menatapnya. Pria itu mungkin adalah pria tertampan yang pernah Claire lihat dalam hidupnya. Matanya hijau gelap bagai batu zamrud, rambutnya coklat dipangkas rapi, wajahnya bagai dewa Yunani. Ia tidak mengenakan pakaian atasan, hanya mengenakan celana kain tipis berwarna putih. Tubuhnya yang atleltis itu membuat Claire menelan ludah.
“S-siapa kau?” tanya Claire bingung.
“Kamu tidak mengenaliku? Aku Adonis, putra angkatmu sendiri. Dan juga, penghangat ranjangmu,” jawab pria tampan itu.
“Apa?” tanya Claire bingung. Memang, ia tidak tahu banyak soal mitologi Yunani, dan kini sepertinya ia sedang bermimpi. Mungkin karena hari sudah malam tanpa sadar Claire tertidur? Entahlah, sepertinya itu adalah penjelasan paling logis yang bisa dipikirkan Claire saat ini.
Pria yang mengaku Adonis itu mendekat ke arahnya lalu mengambil kedua pergelangan tangan Claire dan menempelkannya ke atas ranjang. Ia kini berada sangat dekat dengan Claire, bahkan gadis itu kini bisa merasakan napasnya berhembus seperti nyata. Kini Claire mulai meragukan bahwa yang sedang dialaminya ini mimpi.
‘Apakah ini semacam mimpi erotis karena Claire baru saja putus cinta?’ Otak Claire mulai mengarang logika yang mungkin dapat diterima. Namun, sebelum sempat ia berpikir, Adonis sudah membuat otaknya lumpuh saat bibir hangatnya itu melumat bibir Claire dengan lembut. Ciuman itu membuat Claire terhipnotis. Claire memutuskan untuk menyerah dan menikmati apa yang dipikirnya adalah sebuah mimpi yang erotis dan panas.
“Mari kita selesaikan permainan ini,” katanya dengan suara setengah berbisik.
Adonis meninggalkan bibir Claire, membuat napas gadis itu terdengar tersengal. Ia kemudian menyusuri leher jenjang Claire dengan bibirnya yang hangat, membuat gadis itu mendesah penuh kenikmatan. Pria itu kemudian dengan lincah melucuti pakaian Claire yang hanya berupa kain-kain putih berlilit ikat pinggang emas. Bagai terlatih, Adonis mampu melucuti semuanya dengan mudah.
Ia kemudian berhenti untuk menatap tubuh Claire yang polos tak tertutupi sehelai kainpun. Pandangan matanya yang liar malah membuat Claire tergoda. Jantung Claire berdegup dua kali lebih cepat melihat mata indah itu dan cara pria itu menatapnya. Adonis tidak memberi kesempatan Claire untuk berpikir, ia langsung menikmati buah dada Claire dengan rakus. Claire mendesah, ia tak pernah mengalami mimpi seerotis ini.
“Oh... Oh my...” Claire meracau tak jelas saat merasakan sensasi yang ditimbulkan dari bibir Adonis di kulitnya. Namun Adonis tidak peduli, ia kemudian menyusuri setiap inci tubuh Claire dengan bibir dan lidahnya.
“Tunggu... ini bukan mimpi?” tiba-tiba Claire menyadarinya.
“Kita sedang bermain,” jawab Adonis.
“Apa maksudmu?” tanya Claire dengan wajah merona merah akibat sensasi yang ia rasakan.“Kita sedang bermain, dalam permainan ini,” jawabnya.“Jadi kamu pemain? Bukan tokoh dalam game?” tanya Claire dengan suara meninggi.Namun, Adonis segera mengunci bibir Claire dengan bibirnya, melumatnya dengan lembut hingga Claire melupakan apa yang baru saja ia ucapkan. Otaknya lumpuh akibat ciuman pria itu. Claire seharusnya berteriak, memaki, melawan, tapi ia malah melakukan yang sebaliknya. Entah itu pesona seorang Adonis atau pesona pria yang bermain di baliknya.Claire mendesah saat Adonis menindih tubuhnya lalu memasukkan miliknya pada organ tubuh gadis itu. Claire bahkan bergerak sesuai irama gerakan tubuh Adonis, menikmati semua yang ia lakukan pada tubuhnya. Claire sadar penuh bahwa dirinya ada di dalam sebuah game, tapi semuanya terasa seperti nyata. Pria di hadapannya tampak seperti nyata, terasa nyata, dan sangat mengga
Claire berusaha menyeimbangkan tubuhnya yang kini melayang di awan-awan. Ia nyaris terjungkal, tapi akhirnya ia berhasil menyeimbangkan tubuhnya. Kini, ia melayang di udara seperti profesional.“Woohoo!” teriak Claire di udara. Ia menikmati hembusan angin yang menerpa dirinya, terasa seperti nyata.Claire kemudian mengingat misinya, ia harus menyelamatkan Leon di hutan, entah di mana hutan itu berada. Ia tidak ingin mengulangi level ini lagi dan memulainya kembali di atas ranjang. Mata Claire mulai menatap ke bawah, pohon-pohon rindang menutupi area hutan, sulit untuk mencari keberadaan Leon. Ia mulai terbang mendekati area hutan yang letaknya tidak jauh dari istananya. Namun, Leon tidak terlihat dimana-mana.Claire mencoba terbang lebih rendah lalu memutari kembali area hutan untuk mencari Leon, tetapi tetap saja, ia tidak menemukannya. Claire memutuskan untuk mendarat di salah satu area hutan yang agak terbuka. Ia melihat ke sekeliling, namun Leon
“Kita benar-benar berhasil!” seru Claire senang sambil kembali menatap Leon yang masih berada di bawah tubuhnya.“Iya, kita berhasil,” jawab Leon sambil tersenyum. Senyuman itu membuat tawa Claire berhenti. Lagi-lagi, Leon berhasil membuatnya terpana. Namun, Claire segera mengusir pikirannya itu, ia cepat-cepat berdiri dan Leon pun ikut berdiri di sebelahnya.“Sekarang mungkin kita punya waktu. Kamu punya banyak hal untuk dijelaskan,” kata Claire dengan tatapan menuntut.Di hadapan mereka, tiba-tiba layar digital kembali terbuka.Proceed to next level? Y/N. Auto play in 30 seconds.“Kita hanya punya 30 detik!” seru Claire.“Baiklah... baiklah. Aku tersedot ke dalam game ini sudah lama, entahlah sudah berapa lama tidak ada penanda waktu di sini. Mungkin beberapa bulan, aku tidak tahu. Aku tidak bisa keluar karena apapun yang kulakukan aku harus menunggu pemain yang memilih Aphrodi
“Shit!” seru Claire saat melihat Leon sudah pergi meninggalkannya sendirian. Ia kemudian mengencangkan pegangannya pada tombak emasnya. Ia tidak yakin akan bisa bertahan sepuluh menit melawan monster ini. Belum lagi, Claire melihat bercak darah yang ditimbulkan monster itu di tanah, berasap dan membuat tanah berlubang. Betapa beracunnya darah monster ini.Claire memperhitungkan apa yang harus ia lakukan, melawan Hydra bukanlah hal yang pintar. Ia harus memikirkan cara lain. Bertahan adalah satu-satunya cara. Tapi kepala-kepala naga itu mulai menyerang Claire tanpa ampun. Claire terpaksa hanya menghindar, berguling kesana kemari sambil menghindari noda darah yang sudah ada di tanah.Kini total sebelas kepala naga yang menyerang Claire seorang diri, ia harus mencari tempat bersembunyi. Namun, Claire kesulitan untuk mencapai ke tempat lain karena kepala-kepala naga itu terus menyerangnya. Ia terpaksa hanya berlarian di sektiar tanah di depan naga itu saja, set
“Jangan berani tinggalkan aku lagi!” kata Claire ketus.“Ehm, baiklah kalau begitu mari kita mencari tempat untuk bermalam,” jawab Leon sambil tersenyum kikuk. Ia kemudian membantu Claire berdiri. Tubuh Claire terasa sakit di beberapa bagian, seperti lengan. Rasanya lelah sekali dan ia ingat dia belum tidur sama sekali. Setelah mendapati kekasihnya berselingkuh di tengah malam, Claire lalu terjebak di sebuah rumah tua, dan sekarang ia terjebak di dalam game. Sungguh kesialan yang luar biasa.Mereka kemudian berjalan menyusuri tepian danau. Rasanya, tadi Leon melihat sebuah gua di dekat sini saat ia sedang mencari obor. Claire sudah menguap berkali-kali sambil berjalan. Leon hampir saja ingin memapah tubuh Claire, tapi ia takut gadis itu akan marah. Jadi dia diam saja sambil terus berjalan.Akhirnya, Leon menemukan sebuah gua yang tadi ia lihat. Leon mengajak Claire masuk ke dalam gua itu sambil membawa obor yang masih menyala di tangannya
Empusa itu menghindari tombak Claire dengan mudah kemudian terbang melayang-layang dengan rambutnya yang berapi-api.“Jangan hanya diam saja!” seru Claire pada Leon.Leon baru tersadar, ia kini mengangkat pedangnya. Sambil berteriak, Leon berlari lalu melompat tinggi. Dengan cepat ia menebas ke arah makhluk buruk rupa itu lalu mendarat di tanah. Sedetik kemudian, makhluk yang masih berada di udara itu terbelah dua lalu jatuh ke tanah. Darahnya yang hitam kehijauan memenuhi tanah di bawahnya.Tak lama kemudian tubuh Empusa yang terbelah dua beserta ceceran darahnya berkedip-kedip dan menghilang. Kini bahaya yang tersisa hanyalah tatapan sadis dari Claire. Gadis itu menatapnya seakan ingin membunuhnya saat ini juga.“C-Claire ...”“Tutup mulut mesummu itu!” seru Claire sambil menghadap ke arah Leon sambil memegang tombaknya. Belum habis kemarahannya saat di level sebelumnya, kini Leon sudah membuatnya semakin jijik
Setelah tulisan ‘Start’ menghilang, mereka diperhadapkan dengan labyrinth yang entah seluas apa. Kabut tipis melayang-layang di hadapan mereka. Sunyi sepi, tidak terdengar apapun di labyrinth berkabut itu.“Kurasa kita harus mulai sekarang, Claire,” kata Leon.“Kurasa begitu,” jawab Claire.Mereka kemudian melangkahkan kaki menuju pintu masuk labirin itu. Seketika terdengar bunyi berdetak, seperti bunyi jam. Claire dan Leon saling berpandangan.“Jangan bilang kita berpacu dengan waktu!” seru Claire.“Entahlah. Tidak ada game seperti ini seingatku, semuanya sudah berubah,” jawab Leon.Leon kemudian menjulurkan tangannya ke depan, mengeluarkan layar opsi miliknya. Layar itu terbuka, di bagian atasnya terlihat jelas angka dengan warna kuning yang berkedip sesuai dengan bunyi detakan jam itu. ‘23:59:40’ dan terus menurun.“Sial! Mereka hanya memberi kita waktu d
“Aphrodite bisa terbang,” bisik Claire ke telinga Leon. “Lalu?” tanya Leon bingung. Claire dengan cepat mengeluarkan layar digital dari tangannya, membuat suara yang menarik perhatian Minotaur itu. “Claire! Apa yang kamu lakukan?” tanya Leon panik. Minotaur itu berlari cepat dengan langkah-langkahnya yang berat berdebam di tanah. Napasnya yang terdengar mendengus itu terdengar semakin keras. Leon panik, sementara Claire malah memilih-milih tombol yang menampilkan gambar-gambar berbeda. Entah apa yang Claire cari. “Cepat, kita pergi sekarang, Claire!” seru Leon. Kini ia tidak repot-repot lagi untuk mengecilkan suaranya. Minotaur itu sudah tahu dimana mereka berada. Leon hampir saja menyeret Claire pergi dari situ, namun tiba-tiba Claire berseru dengan keras. “Ini dia!” seru Claire. Di saat yang sama, Minotaur itu terdengar di belakang mereka, tanduknya menyeruduk ke arah mereka. “Tukar karakter ke Aphrodite!” seru Claire. Dalam
“Lepaskan aku! Aku ini calon presiden kalian! Lepaskan aku sekarang juga!” seru Boston Hopkins pada para polisi yang memborgol tangannya.“Anda berhak untuk diam. Semuanya bisa Anda jelaskan di pengadilan. Anda juga bisa menyewa pengacara untuk membela Anda,” jawab polisi itu.“Pengawal! Pengawal!” teriak Boston Hopkins dengan panik. Tetapi tidak ada satupun pengawal yang mendekat. Sebab Leon sudah menyuruh mereka pergi sejauh mungkin.Boston Hopkins terpaksa menyerah kepada para polisi. Ia masuk ke dalam mobil polisi dan dibawa pergi. Sepanjang perjalanan, orang-orang melemparinya dengan telur busuk. Polisi harus menertibkan masyarakat agar tidak melempari Boston dengan telur dan benda-benda lainnya. Boston tidak percaya ini benar-benar menimpa dirinya. Padahal selangkah lagi saj
Fox kembali berbaring di sofa meluruskan kakinya yang sakit. Claire membantu Fox dengan mengganjal kakinya dengan bantal agar bengkaknya tidak semakin parah.“Aku bisa membantu Leon,” katanya.“Kamu tidak akan bisa membantu kalau kamu belum sehat. Istirahatlah dulu, kamu membutuhkannya,” jawab Claire.Claire pergi ke dapur dan ia pun memanaskan air untuk membuatkan teh hangat untuk Leon. Masih ada teh yang belum basi di apartemen itu. Ia pun membawakannya untuk Leon. Pria itu bahkan belum beristirahat sejak tadi. Tubuhnya masih basah kuyup.“Terima kasih,” kata Leon sambil tersenyum. Senyuman yang selalu membuat jantung Claire berdegup dua kali lebih cepat.“Apakah kamu tidak bisa ber
Claire berlari menuju ke arah jendela yang mulai terbakar itu, sementara Fox merangkak mengikuti Claire. Ia tidak mungkin diam saja, meskipun kini ia benar-benar tidak bisa melakukan apapun.“Leon!” seru Fox dengan suaranya yang parau. Rasa sakit di kepalanya semakin menjadi, sedikit lagi, ia tidak ingin pingsan sekarang. Ia harus membantu Claire dan Leon! Fox berusaha tetap sadar lebih lama, tetapi percuma saja. Sekejap kemudian segalanya menjadi gelap dan telinganya mulai berdenging. Fox jatuh dan tidak bisa mendengar atau melihat apapun lagi.“Leon!!” seru Claire.Ia hampir saja masuk ke dalam ketika tiba-tiba tangan Leon menggapai jendela. Saking terkejutnya, Claire hampir saja terjatuh.“Leon!” serunya lagi ketika ia sadar bahwa L
Claire berlari menuju ke arah jendela yang mulai terbakar itu, sementara Fox merangkak mengikuti Claire. Ia tidak mungkin diam saja, meskipun kini ia benar-benar tidak bisa melakukan apapun.“Leon!” seru Fox dengan suaranya yang parau. Rasa sakit di kepalanya semakin menjadi, sedikit lagi, ia tidak ingin pingsan sekarang. Ia harus membantu Claire dan Leon! Fox berusaha tetap sadar lebih lama, tetapi percuma saja. Sekejap kemudian segalanya menjadi gelap dan telinganya mulai berdenging. Fox jatuh dan tidak bisa mendengar atau melihat apapun lagi.“Leon!!” seru Claire.Ia hampir saja masuk ke dalam ketika tiba-tiba tangan Leon menggapai jendela. Saking terkejutnya, Claire hampir saja terjatuh.“Leon!” serunya lagi ketika ia sadar bahwa L
“Hey bro, kamu sudah lihat berita di televisi?” tanya salah seorang bodyguard yang sedang berjaga di markas tempat Fox menjalani hukumannya.“Sudah. Aku berpikir kita sebaiknya pergi sebelum polisi menangkap kita juga,” jawab bodyguard yang satunya.“Ssst!! Pelankan suaramu. Jika yang lain mendengar kita bisa dibunuh,” jawabnya.“Hey... let me go, please...” kata Fox mengiba pada kedua orang yang sedang berbisik-bisik itu.Dua orang itu berpandang-pandangan lalu melihat ke arah Fox.“Sorry, kid. Kalau kami melepaskanmu, kami pasti akan mati. Sekarang kecilkan suaramu atau kita akan dapat masalah!” seru orang itu dengan suara berbisik.
Tidak butuh waktu lama, Claire dan Leon sudah sampai ke apartemen lama Leon. Mereka berlari menuju ke elevator setelah memarkirkan mobil di garasi pribadi Leon. Elevator pribadi itu langsung mengantarkan mereka ke apartemen Leon yang ditinggal dalam keadaan berantakan. Bekas-bekas peluru masih ada di tembok, kaca jendela yang pecah, bahkan bantal sofa yang berlubang.Leon tidak menunggu waktu lama, ia langsung berlari ke ruang kerja lamanya lalu mengeluarkan laptop milik Claire dan segala peralatan yang ia bawa di dalam tas. Claire langsung menyalakan TV untuk mendengarkan ada berita apa di televisi. Begitu dinyalakan, berita di televisi langsung menayangkan hal yang sudah Claire dan Leon duga sebelumnya.“Sejumlah pejabat negara mendatangi kantor polisi secara tiba-tiba hari ini. Belum ada konfirmasi resmi dari pihak kepolisian tetapi informasi yang bere
Api yang keluar dari mulut Chimera itu kini sudah disemburkan ke arah Claire dan Leon. Air mata Claire meleleh turun ke pipinya. Dengan perlahan dan lembut, ia menyentuhkan bibirnya ke bibir Leon. Mungkin ini ciuman mereka yang terakhir. Tidak ada cukup kata-kata bagi Claire untuk mengungkapkan perasaannya pada Leon, ia memilih untuk mengungkapkannya melalui ciuman terakhir ini.Namun sesaat sebelum api itu membakar tubuh mereka, tiba-tiba Claire dan Leon merasa diri mereka tersedot ke dimensi yang berbeda. Saat mereka membuka mata, mereka kembali ke tempat mereka semula. Ini di apartemen Claire, di depan laptop mereka.“Apakah kita sudah mati sekarang?” tanya Claire.“Kurasa tidak,” jawab Leon.“Apakah ini ilusi?” tanya Claire lagi.
“Kamu akan menyusul mereka secepatnya. Jangan khawatir,” kata Boston sambil melihat ke mana arah pandang Fox.Fox tetap tidak menjawab. Ia tetap menatap Boston tanpa ekspresi. Wajahnya memerah, senada dengan warna rambutnya. Setiap melihat wajah Boston, ia teringat bagaimana Mrs. Andrew meninggal. Kepalanya mengeluarkan darah, bahkan kini masih meninggalkan noda di pakaian Fox. Dalam hati, Fox bersumpah bahwa ia akan menuntut balas. Boston harus mati di tangannya.“Terserah jika kamu ingin tetap membisu seperti itu. Tapi sekarang kamu harus mengirimkan hipnotis pada semua orang di Amerika. Akses ke satelitnya sudah kuberikan padamu,” kata Boston Hopkins lagi.Fox hanya diam saja, menatap Boston tanpa berkata apapun. Boston mulai jengah dengan sikap Fox, ia memberikan kode pada orang yang meno
“Ayo kita lakukan sekarang. Lebih cepat, lebih baik. Kita tidak ingin kehilangan momen ini,” kata Leon lagi. Ia sudah duduk di depan laptopnya bersiap untuk kembali masuk ke dalam The Myth. Matanya menatap ke arah Claire menunggu gadis itu duduk di sebelahnya dan segera memulai misi kali ini.Claire menghela napas panjang, berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri. Ia kemudian melangkahkan kakinya dan duduk di sebelah Leon. Jantungnya berdebar, perasaannya mengatakan bahwa ada sesuatu yang salah. Namun, ia harus melakukan ini. Seperti kata Leon, ini mungkin kesempatan mereka untuk menghancurkan Boston Hopkins untuk selamanya.“Kamu sudah siap?” tanya Leon.“Iya,” jawab Claire singkat.Ia menatap wajah Leon lalu sesaat kemudian, tanpa