Claire berusaha menyeimbangkan tubuhnya yang kini melayang di awan-awan. Ia nyaris terjungkal, tapi akhirnya ia berhasil menyeimbangkan tubuhnya. Kini, ia melayang di udara seperti profesional.
“Woohoo!” teriak Claire di udara. Ia menikmati hembusan angin yang menerpa dirinya, terasa seperti nyata.
Claire kemudian mengingat misinya, ia harus menyelamatkan Leon di hutan, entah di mana hutan itu berada. Ia tidak ingin mengulangi level ini lagi dan memulainya kembali di atas ranjang. Mata Claire mulai menatap ke bawah, pohon-pohon rindang menutupi area hutan, sulit untuk mencari keberadaan Leon. Ia mulai terbang mendekati area hutan yang letaknya tidak jauh dari istananya. Namun, Leon tidak terlihat dimana-mana.
Claire mencoba terbang lebih rendah lalu memutari kembali area hutan untuk mencari Leon, tetapi tetap saja, ia tidak menemukannya. Claire memutuskan untuk mendarat di salah satu area hutan yang agak terbuka. Ia melihat ke sekeliling, namun Leon tidak terlihat di manapun.
Sementara itu, setelah game dimulai, Leon tidak bisa mengendalikan kuda putih yang ia tunggangi. Game membawanya langsung masuk ke dalam hutan. Leon belum pernah sampai sejauh ini dalam game, sebab ia harus menunggu pemain yang memilih karakter aphrodite lebih dulu dan tidur bersamanya. Meskipun ia tahu jalan cerita pada level ini, tapi mengalaminya sendiri adalah hal yang jauh berbeda.
Saat sampai di area yang agak terbuka di dalam hutan itu, tiba-tiba sebuah layar digital muncul di hadapan Leon.
Seekor rusa ada di hadapanmu. Panahlah untuk melanjutkan permainan.
Tiba-tiba seekor rusa memang muncul di hadapan Leon dan layar digital itu pun menghilang. Leon menyiapkan panahnya lalu membidik rusa yang sama sekali tidak ada niatan untuk kabur itu. Rusa itu dengan santai merumput di hadapan Leon. 'Ini terlalu mudah,' batin Leon. Namun, Leon tidak punya pilihan lain. Ia harus segera menyelesaikan ini. Entah kapan datang babi hutan yang akan membunuh Adonis. Sebelum itu terjadi, Leon memutuskan untuk mengambil kesempatan memanah rusa ini dulu.
Leon membidik dan dengan kemampuan memanahnya, panah apinya menembus tepat ke jantung rusa itu. Seketika rusa itu roboh ke tanah namun tiba-tiba sebuah layar digital kembali muncul di hadapan Leon.
Oh, tidak! Kamu melakukan kesalahan! Rusa itu ternyata bukan rusa betulan!
“Sial!” seru Leon.
Di hadapannya rusa yang tergeletak di tanah itu kini diselubungi asap hitam bercahaya keunguan. Tiba-tiba, asap itu menghilang dan kini rusa yang terbaring tak berdaya itu sudah berubah menjadi babi hutan bertanduk tajam dengan mata semerah darah. Ini jelas bukan babi hutan biasa. Apa yang Leon ketahui tentang kematian Adonis akan terjadi sekarang.
Hutan kini tiba-tiba menjadi gelap dan Leon hanya berdua dengan babi hutan itu. Leon menyiapkan anak panah dan busurnya dan mulai membidik, namun babi hutan itu jauh lebih lincah dibandingkan perkiraannya. Babi hutan itu berlari ke arah Leon dengan cepat. Leon melepaskan anak-anak panahnya yang berapi, tapi kulit babi hutan itu ternyata mampu menahan anak panah Adonis. Anak panah itu jatuh ke tanah. Seperti dugaannya sebelumnya, ini bukan babi hutan biasa.
Babi itu menyeruduk hingga Leon harus melompat turun dari kudanya. Kuda malang itu kini terbaring tidak berdaya di atas tanah dengan darah bercucuran. Tiba-tiba, kuda itu berkedip-kedip lalu menghilang. Leon kini berhadap-hadapan dengan babi hutan yang sangat besar itu, bahkan kini tubuhnya bertambah besar. Mustahil Leon bisa mengalahkannya, sama seperti Adonis di dalam legenda.
Leon membidik dengan anak panahnya ketika babi hutan itu mulai berlari ke arahnya. Ia membidik bola mata si babi hutan, dan dengan kemampuan memanah Adonis, anak panah itu melesat dan mengenai sasaran dengan ketepatan yang luar biasa. Babi hutan itu meraung kencang, raungannya terdengar hingga ke langit. Di saat itulah Claire bisa mendengar dan mencari arah suaranya.
Claire terbang rendah ke arah suara dan kini ia bisa melihat seekor babi hutan yang sangat besar. Leon sedang berada di hadapannya dengan anak panahnya. Tanpa pikir panjang, Claire menggunakan pedang emasnya. Ia mendarat sambil menebaskan pedangnya ke leher babi hutan itu, namun ajaib, kulitnya sangat keras bahkan pedang Aphrodite pun tidak mampu menembusnya.
“Claire! Dia bukan babi hutan betulan,” kata Leon. Matanya yang indah menatap Claire penuh arti. Akhirnya ada harapan baginya.
“Kita tidak bisa menembus kulitnya,” lanjut Leon. Namun kata-katanya terputus saat babi hutan itu kembali menyeruduk dengan marah. Anak panah Leon masih terhujam di bola matanya. Ia kesakitan dan kini sangat marah, ia mengejar Leon. Pria itu melompat lalu berguling ke arah lain. Di saat yang sama, Claire menyadari kalau Adonis tidak bisa terbang seperti dirinya.
“Apa yang kamu sarankan, Leon? Cepatlah!” seru Claire sambil menghindar dari amukan babi hutan itu dengan melayang di udara. Semakin lama, babi hutan itu bertumbuh semakin besar. Semakin mustahil mereka mengalahkan babi hutan itu.
“Kurasa, bagian dalamnya masih lembut, bisa dilukai!” seru Leon sambil berguling lagi mengindari serangan babi hutan itu.
“Bagian dalam? Bagaimana kita melakukannya?” tanya Claire bingung.
“Dari mulutnya!” seru Leon lagi.
“Mulutnya? Babi itu terus menerus menutup mulut!” seru Claire bingung.
Babi hutan itu benar-benar tidak memberikan Leon kesempatan untuk beristirahat sedetikpun. Ia terus menyerang hingga kini Leon benar-benar tersudut. Punggung pria itu sudah menempel di sebuah batu keras dan babi hutan itu sudah tepat berada di hadapannya. Leon tidak bisa lagi menghindar.
“Cepatlah, Claire!” seru Leon. Ia kemudian memejamkan matanya, sebab babi hutan itu kini sudah berlari ke arahnya.
Tiba-tiba, Leon merasakan seseorang mendarat di hadapannya. Saat ia membuka mata, Claire sudah berada di hadapannya. Babi hutan itu sudah membuka mulutnya untuk memangsa Leon. Rupanya, saking marahnya, babi itu tidak jadi menusuk Leon dengan tanduknya, tetapi hendak menelan Leon hidup-hidup. Kini babi hutan itu memang berukuran raksasa.
Jantung Claire berdegup dengan kencang sebab babi hutan itu sesaat lagi akan memangsa tidak hanya Leon tetapi juga Claire. Gadis itu dengan cepat melemparkan pedangnya masuk ke dalam mulut babi hutan itu. Ia kemudian menutup matanya seolah bersiap menahan rasa sakit. Tiba-tiba, ia merasakan sepasang tangan memegang bahunya lalu membawanya melompat ke samping.
Tepat di saat itu, babi hutan itu menabrak dinding batu dan kemudian jatuh berdebam ke tanah. Leon dan Claire berguling-guling di atas tanah hingga akhirnya tubuh Leon berada di bawah tubuh Claire. Mata Claire seolah terkunci pada bola mata Leon yang menghipnotis. Jantung Claire mulai berdegup dua kali lebih cepat. Sesaat, Claire lupa akan amarahnya pada Leon.
“Apakah kita berhasil?” tanya Leon. Claire menoleh ke arah babi hutan itu dan melihat babi hutan itu mulai berkedip-kedip dan menghilang. Pedang Aphrodite tertancap di atas tanah.
“Kita benar-benar berhasil!” seru Claire senang sambil kembali menatap Leon yang masih berada di bawah tubuhnya.“Iya, kita berhasil,” jawab Leon sambil tersenyum. Senyuman itu membuat tawa Claire berhenti. Lagi-lagi, Leon berhasil membuatnya terpana. Namun, Claire segera mengusir pikirannya itu, ia cepat-cepat berdiri dan Leon pun ikut berdiri di sebelahnya.“Sekarang mungkin kita punya waktu. Kamu punya banyak hal untuk dijelaskan,” kata Claire dengan tatapan menuntut.Di hadapan mereka, tiba-tiba layar digital kembali terbuka.Proceed to next level? Y/N. Auto play in 30 seconds.“Kita hanya punya 30 detik!” seru Claire.“Baiklah... baiklah. Aku tersedot ke dalam game ini sudah lama, entahlah sudah berapa lama tidak ada penanda waktu di sini. Mungkin beberapa bulan, aku tidak tahu. Aku tidak bisa keluar karena apapun yang kulakukan aku harus menunggu pemain yang memilih Aphrodi
“Shit!” seru Claire saat melihat Leon sudah pergi meninggalkannya sendirian. Ia kemudian mengencangkan pegangannya pada tombak emasnya. Ia tidak yakin akan bisa bertahan sepuluh menit melawan monster ini. Belum lagi, Claire melihat bercak darah yang ditimbulkan monster itu di tanah, berasap dan membuat tanah berlubang. Betapa beracunnya darah monster ini.Claire memperhitungkan apa yang harus ia lakukan, melawan Hydra bukanlah hal yang pintar. Ia harus memikirkan cara lain. Bertahan adalah satu-satunya cara. Tapi kepala-kepala naga itu mulai menyerang Claire tanpa ampun. Claire terpaksa hanya menghindar, berguling kesana kemari sambil menghindari noda darah yang sudah ada di tanah.Kini total sebelas kepala naga yang menyerang Claire seorang diri, ia harus mencari tempat bersembunyi. Namun, Claire kesulitan untuk mencapai ke tempat lain karena kepala-kepala naga itu terus menyerangnya. Ia terpaksa hanya berlarian di sektiar tanah di depan naga itu saja, set
“Jangan berani tinggalkan aku lagi!” kata Claire ketus.“Ehm, baiklah kalau begitu mari kita mencari tempat untuk bermalam,” jawab Leon sambil tersenyum kikuk. Ia kemudian membantu Claire berdiri. Tubuh Claire terasa sakit di beberapa bagian, seperti lengan. Rasanya lelah sekali dan ia ingat dia belum tidur sama sekali. Setelah mendapati kekasihnya berselingkuh di tengah malam, Claire lalu terjebak di sebuah rumah tua, dan sekarang ia terjebak di dalam game. Sungguh kesialan yang luar biasa.Mereka kemudian berjalan menyusuri tepian danau. Rasanya, tadi Leon melihat sebuah gua di dekat sini saat ia sedang mencari obor. Claire sudah menguap berkali-kali sambil berjalan. Leon hampir saja ingin memapah tubuh Claire, tapi ia takut gadis itu akan marah. Jadi dia diam saja sambil terus berjalan.Akhirnya, Leon menemukan sebuah gua yang tadi ia lihat. Leon mengajak Claire masuk ke dalam gua itu sambil membawa obor yang masih menyala di tangannya
Empusa itu menghindari tombak Claire dengan mudah kemudian terbang melayang-layang dengan rambutnya yang berapi-api.“Jangan hanya diam saja!” seru Claire pada Leon.Leon baru tersadar, ia kini mengangkat pedangnya. Sambil berteriak, Leon berlari lalu melompat tinggi. Dengan cepat ia menebas ke arah makhluk buruk rupa itu lalu mendarat di tanah. Sedetik kemudian, makhluk yang masih berada di udara itu terbelah dua lalu jatuh ke tanah. Darahnya yang hitam kehijauan memenuhi tanah di bawahnya.Tak lama kemudian tubuh Empusa yang terbelah dua beserta ceceran darahnya berkedip-kedip dan menghilang. Kini bahaya yang tersisa hanyalah tatapan sadis dari Claire. Gadis itu menatapnya seakan ingin membunuhnya saat ini juga.“C-Claire ...”“Tutup mulut mesummu itu!” seru Claire sambil menghadap ke arah Leon sambil memegang tombaknya. Belum habis kemarahannya saat di level sebelumnya, kini Leon sudah membuatnya semakin jijik
Setelah tulisan ‘Start’ menghilang, mereka diperhadapkan dengan labyrinth yang entah seluas apa. Kabut tipis melayang-layang di hadapan mereka. Sunyi sepi, tidak terdengar apapun di labyrinth berkabut itu.“Kurasa kita harus mulai sekarang, Claire,” kata Leon.“Kurasa begitu,” jawab Claire.Mereka kemudian melangkahkan kaki menuju pintu masuk labirin itu. Seketika terdengar bunyi berdetak, seperti bunyi jam. Claire dan Leon saling berpandangan.“Jangan bilang kita berpacu dengan waktu!” seru Claire.“Entahlah. Tidak ada game seperti ini seingatku, semuanya sudah berubah,” jawab Leon.Leon kemudian menjulurkan tangannya ke depan, mengeluarkan layar opsi miliknya. Layar itu terbuka, di bagian atasnya terlihat jelas angka dengan warna kuning yang berkedip sesuai dengan bunyi detakan jam itu. ‘23:59:40’ dan terus menurun.“Sial! Mereka hanya memberi kita waktu d
“Aphrodite bisa terbang,” bisik Claire ke telinga Leon. “Lalu?” tanya Leon bingung. Claire dengan cepat mengeluarkan layar digital dari tangannya, membuat suara yang menarik perhatian Minotaur itu. “Claire! Apa yang kamu lakukan?” tanya Leon panik. Minotaur itu berlari cepat dengan langkah-langkahnya yang berat berdebam di tanah. Napasnya yang terdengar mendengus itu terdengar semakin keras. Leon panik, sementara Claire malah memilih-milih tombol yang menampilkan gambar-gambar berbeda. Entah apa yang Claire cari. “Cepat, kita pergi sekarang, Claire!” seru Leon. Kini ia tidak repot-repot lagi untuk mengecilkan suaranya. Minotaur itu sudah tahu dimana mereka berada. Leon hampir saja menyeret Claire pergi dari situ, namun tiba-tiba Claire berseru dengan keras. “Ini dia!” seru Claire. Di saat yang sama, Minotaur itu terdengar di belakang mereka, tanduknya menyeruduk ke arah mereka. “Tukar karakter ke Aphrodite!” seru Claire. Dalam
Claire tidak bisa berhenti. Entah dirinya yang benar-benar menginginkan Leon, entah karakter Aphrodite yang membuatnya begini. Yang jelas, gairahnya tak terbendung lagi. Ia tahu akan menyesali ini setelahnya, tapi saat ini ia benar-benar tidak peduli. Medkipun otaknya menuruhnya berhenti, tapi Claire lebih mendengarkan nada tubuhnya yang menginginkan Leon.“C-Claire... Minotaur itu hmmm... Claire... hmmm...” Leon mencoba berbicara namun Claire terus melumat bibirnya dengan penuh gairah. Leon menyerah. Dalam tubuh Aresnya, Leon tidak bisa menolak Aphrodite. Meskipun ia tahu, jauh di dalam lubuk hatinya yang terdalam Leon memang menyukai Claire sejak pertama mereka bertemu. Untuk itu, Leon tidak merasa ragu. Gadis itu gadis pertama yang menggetarkan hati Leon selama sepuluh tahun terakhir ini.Hal berikutnya yang mereka tahu adalah mereka sudah melucuti pakaian masing-masing, bercumbu seolah di dunia ini hanya ada mereka berdua. Leon mencumbui leher Claire de
“Aaaaahhh!” teriakan Claire sudah tidak karuan ketika mereka sudah hampir sampai ke tanah. Entah akan terasa sakit atau tidak, tapi yang jelas mereka akan kehilangan nyawa. Claire memejamkan matanya, bersiap menerima hantaman namun setelah menunggu beberapa detik, tidak terjadi apa-apa. Saat Claire membuka matanya, tepat di depan matanya adalah rumput hijau yang berjarak hanya sekitar lima centimeter saja.Claire menghela napas saat mengetahui bahwa mereka melayang lima centimeter di atas tanah. Gadis itu menengok ke arah Leon yang masih memeluk pinggangnya kuat-kuat. Pria itu masih memejamkan mata.“Buka matamu dan lepaskan aku,” kata Claire.Leon membuka matanya perlahan, lalu menghela napas lega. Di saat yang sama mereka langsung jatuh ke tanah begitu saja.“Leon!” protes Claire saat berusaha bangkit. Meskipun hanya berjarak lima centimeter saja, jatuh seperti tadi rasanya cukup sakit. Apalagi rerumputan seakan menus
“Lepaskan aku! Aku ini calon presiden kalian! Lepaskan aku sekarang juga!” seru Boston Hopkins pada para polisi yang memborgol tangannya.“Anda berhak untuk diam. Semuanya bisa Anda jelaskan di pengadilan. Anda juga bisa menyewa pengacara untuk membela Anda,” jawab polisi itu.“Pengawal! Pengawal!” teriak Boston Hopkins dengan panik. Tetapi tidak ada satupun pengawal yang mendekat. Sebab Leon sudah menyuruh mereka pergi sejauh mungkin.Boston Hopkins terpaksa menyerah kepada para polisi. Ia masuk ke dalam mobil polisi dan dibawa pergi. Sepanjang perjalanan, orang-orang melemparinya dengan telur busuk. Polisi harus menertibkan masyarakat agar tidak melempari Boston dengan telur dan benda-benda lainnya. Boston tidak percaya ini benar-benar menimpa dirinya. Padahal selangkah lagi saj
Fox kembali berbaring di sofa meluruskan kakinya yang sakit. Claire membantu Fox dengan mengganjal kakinya dengan bantal agar bengkaknya tidak semakin parah.“Aku bisa membantu Leon,” katanya.“Kamu tidak akan bisa membantu kalau kamu belum sehat. Istirahatlah dulu, kamu membutuhkannya,” jawab Claire.Claire pergi ke dapur dan ia pun memanaskan air untuk membuatkan teh hangat untuk Leon. Masih ada teh yang belum basi di apartemen itu. Ia pun membawakannya untuk Leon. Pria itu bahkan belum beristirahat sejak tadi. Tubuhnya masih basah kuyup.“Terima kasih,” kata Leon sambil tersenyum. Senyuman yang selalu membuat jantung Claire berdegup dua kali lebih cepat.“Apakah kamu tidak bisa ber
Claire berlari menuju ke arah jendela yang mulai terbakar itu, sementara Fox merangkak mengikuti Claire. Ia tidak mungkin diam saja, meskipun kini ia benar-benar tidak bisa melakukan apapun.“Leon!” seru Fox dengan suaranya yang parau. Rasa sakit di kepalanya semakin menjadi, sedikit lagi, ia tidak ingin pingsan sekarang. Ia harus membantu Claire dan Leon! Fox berusaha tetap sadar lebih lama, tetapi percuma saja. Sekejap kemudian segalanya menjadi gelap dan telinganya mulai berdenging. Fox jatuh dan tidak bisa mendengar atau melihat apapun lagi.“Leon!!” seru Claire.Ia hampir saja masuk ke dalam ketika tiba-tiba tangan Leon menggapai jendela. Saking terkejutnya, Claire hampir saja terjatuh.“Leon!” serunya lagi ketika ia sadar bahwa L
Claire berlari menuju ke arah jendela yang mulai terbakar itu, sementara Fox merangkak mengikuti Claire. Ia tidak mungkin diam saja, meskipun kini ia benar-benar tidak bisa melakukan apapun.“Leon!” seru Fox dengan suaranya yang parau. Rasa sakit di kepalanya semakin menjadi, sedikit lagi, ia tidak ingin pingsan sekarang. Ia harus membantu Claire dan Leon! Fox berusaha tetap sadar lebih lama, tetapi percuma saja. Sekejap kemudian segalanya menjadi gelap dan telinganya mulai berdenging. Fox jatuh dan tidak bisa mendengar atau melihat apapun lagi.“Leon!!” seru Claire.Ia hampir saja masuk ke dalam ketika tiba-tiba tangan Leon menggapai jendela. Saking terkejutnya, Claire hampir saja terjatuh.“Leon!” serunya lagi ketika ia sadar bahwa L
“Hey bro, kamu sudah lihat berita di televisi?” tanya salah seorang bodyguard yang sedang berjaga di markas tempat Fox menjalani hukumannya.“Sudah. Aku berpikir kita sebaiknya pergi sebelum polisi menangkap kita juga,” jawab bodyguard yang satunya.“Ssst!! Pelankan suaramu. Jika yang lain mendengar kita bisa dibunuh,” jawabnya.“Hey... let me go, please...” kata Fox mengiba pada kedua orang yang sedang berbisik-bisik itu.Dua orang itu berpandang-pandangan lalu melihat ke arah Fox.“Sorry, kid. Kalau kami melepaskanmu, kami pasti akan mati. Sekarang kecilkan suaramu atau kita akan dapat masalah!” seru orang itu dengan suara berbisik.
Tidak butuh waktu lama, Claire dan Leon sudah sampai ke apartemen lama Leon. Mereka berlari menuju ke elevator setelah memarkirkan mobil di garasi pribadi Leon. Elevator pribadi itu langsung mengantarkan mereka ke apartemen Leon yang ditinggal dalam keadaan berantakan. Bekas-bekas peluru masih ada di tembok, kaca jendela yang pecah, bahkan bantal sofa yang berlubang.Leon tidak menunggu waktu lama, ia langsung berlari ke ruang kerja lamanya lalu mengeluarkan laptop milik Claire dan segala peralatan yang ia bawa di dalam tas. Claire langsung menyalakan TV untuk mendengarkan ada berita apa di televisi. Begitu dinyalakan, berita di televisi langsung menayangkan hal yang sudah Claire dan Leon duga sebelumnya.“Sejumlah pejabat negara mendatangi kantor polisi secara tiba-tiba hari ini. Belum ada konfirmasi resmi dari pihak kepolisian tetapi informasi yang bere
Api yang keluar dari mulut Chimera itu kini sudah disemburkan ke arah Claire dan Leon. Air mata Claire meleleh turun ke pipinya. Dengan perlahan dan lembut, ia menyentuhkan bibirnya ke bibir Leon. Mungkin ini ciuman mereka yang terakhir. Tidak ada cukup kata-kata bagi Claire untuk mengungkapkan perasaannya pada Leon, ia memilih untuk mengungkapkannya melalui ciuman terakhir ini.Namun sesaat sebelum api itu membakar tubuh mereka, tiba-tiba Claire dan Leon merasa diri mereka tersedot ke dimensi yang berbeda. Saat mereka membuka mata, mereka kembali ke tempat mereka semula. Ini di apartemen Claire, di depan laptop mereka.“Apakah kita sudah mati sekarang?” tanya Claire.“Kurasa tidak,” jawab Leon.“Apakah ini ilusi?” tanya Claire lagi.
“Kamu akan menyusul mereka secepatnya. Jangan khawatir,” kata Boston sambil melihat ke mana arah pandang Fox.Fox tetap tidak menjawab. Ia tetap menatap Boston tanpa ekspresi. Wajahnya memerah, senada dengan warna rambutnya. Setiap melihat wajah Boston, ia teringat bagaimana Mrs. Andrew meninggal. Kepalanya mengeluarkan darah, bahkan kini masih meninggalkan noda di pakaian Fox. Dalam hati, Fox bersumpah bahwa ia akan menuntut balas. Boston harus mati di tangannya.“Terserah jika kamu ingin tetap membisu seperti itu. Tapi sekarang kamu harus mengirimkan hipnotis pada semua orang di Amerika. Akses ke satelitnya sudah kuberikan padamu,” kata Boston Hopkins lagi.Fox hanya diam saja, menatap Boston tanpa berkata apapun. Boston mulai jengah dengan sikap Fox, ia memberikan kode pada orang yang meno
“Ayo kita lakukan sekarang. Lebih cepat, lebih baik. Kita tidak ingin kehilangan momen ini,” kata Leon lagi. Ia sudah duduk di depan laptopnya bersiap untuk kembali masuk ke dalam The Myth. Matanya menatap ke arah Claire menunggu gadis itu duduk di sebelahnya dan segera memulai misi kali ini.Claire menghela napas panjang, berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri. Ia kemudian melangkahkan kakinya dan duduk di sebelah Leon. Jantungnya berdebar, perasaannya mengatakan bahwa ada sesuatu yang salah. Namun, ia harus melakukan ini. Seperti kata Leon, ini mungkin kesempatan mereka untuk menghancurkan Boston Hopkins untuk selamanya.“Kamu sudah siap?” tanya Leon.“Iya,” jawab Claire singkat.Ia menatap wajah Leon lalu sesaat kemudian, tanpa