“Apa maksudmu?” tanya Claire dengan wajah merona merah akibat sensasi yang ia rasakan.
“Kita sedang bermain, dalam permainan ini,” jawabnya.
“Jadi kamu pemain? Bukan tokoh dalam game?” tanya Claire dengan suara meninggi.
Namun, Adonis segera mengunci bibir Claire dengan bibirnya, melumatnya dengan lembut hingga Claire melupakan apa yang baru saja ia ucapkan. Otaknya lumpuh akibat ciuman pria itu. Claire seharusnya berteriak, memaki, melawan, tapi ia malah melakukan yang sebaliknya. Entah itu pesona seorang Adonis atau pesona pria yang bermain di baliknya.
Claire mendesah saat Adonis menindih tubuhnya lalu memasukkan miliknya pada organ tubuh gadis itu. Claire bahkan bergerak sesuai irama gerakan tubuh Adonis, menikmati semua yang ia lakukan pada tubuhnya. Claire sadar penuh bahwa dirinya ada di dalam sebuah game, tapi semuanya terasa seperti nyata. Pria di hadapannya tampak seperti nyata, terasa nyata, dan sangat menggairahkan.
Suara desahan Claire dan Adonis terdengar memenuhi seluruh ruangan kamar yang megah itu. Mereka kemudian mencapai puncaknya bersama-sama.
“Kurasa, kita harus pergi sekarang,” kata Adonis tiba-tiba saat Claire masih berbaring di atas ranjang, kelelahan.
“Apa?” tanya Claire bingung, masih belum sempat berpikir jernih.
“Cepat kenakan pakaianmu! Dia datang!” seru Adonis sambil memakai celana dan pakaiannya. Ia juga melemparkan gaun Claire.
“Siapa?” tanya Claire sambil mulai mengenakan gaunnya. Ekspresi panik dari wajah Adonis membuatnya juga sedikit panik.
“Tidak ada waktu untuk menjelaskan,” jawab Adonis. Ia kemudian menarik tangan Claire untuk keluar dari ruangan kamar itu.
“Aphrodite!” seru seseorang dengan suara menggelegar.
“Siapa itu?” tanya Claire. Di saat yang sama seseorang berpakaian kotor datang dari arah pintu. Kakinya pincang dan ia berjalan dibantu dengan sebuah tongkat besi. Janggutnya panjang menjuntai namun kotor dengan debu dan berbau hangus.
“Hephaistos, dewa api dan pandai besi,” gumam Adonis.
“Apa yang baru saja kamu lakukan, Aphrodite?” tanya pria itu dengan pandangan menyelidik.
“Memangnya apa urusanmu?” tanya Claire lantang.
“Dia suamimu,” bisik Adonis.
“Apa??” Claire berseru terkejut. Dewi secantik Aphrodite menikah dengan dewa sejelek itu? Claire melebarkan matanya.
“Apa yang baru saja kamu lakukan, Aphrodite?” tanya pria itu mengulangi pertanyaannya.
“Kenapa dia mengulangi pertanyaannya?” tanya Claire.
“Karena dia adalah orang dalam game, bukan benar-benar seseorang. Kamu mengerti, kan?”
“Dan kamu adalah?” Claire menoleh dengan tatapan marah ke arah Adonis. Ia baru mengingat hal itu dan kini amarahnya mulai bangkit. Pria itu telah memanfaatkan tubuhnya saat ia lengah dan bingung!
“Aphrodite, aku mohon sekarang bukan saatnya. Kita harus melanjutkan permainan,” jawab Adonis.
“Apa yang baru saja kamu lakukan, Aphrodite?” tanya Hephaistos lagi.
“Aku hanya bermain bersama Adonis,” jawab Claire asal.
“Bermain? Kamu pikir kamu tidak tahu permainan apa yang kamu lakukan bersamanya!” seru Hephaistos dengan suara menggelegar.
“Aku adalah anak angkatmu,” bisik Adonis lagi. Claire mendelik, ia ingin sekali bertanya, ‘Lalu kenapa kamu menyetubuhi ibu angkatmu sendiri?’ tapi ia mengerti ini bukan saatnya. Ia tidak mungkin bertanya seperti itu di hadapan suaminya sendiri, atau suami Aphrodite. Entahlah, Claire merasa bingung sekarang.
“Tentu saja bermain dengan putraku sendiri,” jawab Claire lagi sambil memaksakan seulas senyum.
Hephaistos menatap Claire dan Adonis bergantian dengan tatapan penuh curiga. Namun akhirnya ia menghela napas.
“Adonis, pergilah berburu. Aku ingin makan daging rusa,” jawab Hephaistos akhirnya.
“Ini tantangan pada level ini. Ia akan menyiapkan jebakan saat berburu,” bisik Adonis lagi.
“Kembalilah dengan selamat, Adonis,” ujar Hephaistos lagi sambil menyunggingkan seringai, menampakkan gigi-giginya yang hitam dan rusak. Matanya yang kecil menyala seperti api. Ia kemudian pergi keluar dari ruangan.
Tiba-tiba dimensi tempat Claire dan Adonis berada berubah. Dari sebuah istana yang megah, menjadi halaman rumput. Adonis tiba-tiba berada di atas sebuah kuda putih. Ia juga membawa anak panah dan busurnya.
“Aphrodite, kamu tahu kan apa yang terjadi dalam legenda?” tanya Adonis dengan mata melebar.
“Berhenti memanggilku Aphrodite, namaku Claire! Dan urusan kita belum selesai!” seru Claire marah.
“Claire, nama yang cantik. Aku Leon Maxwell, panggil saja Leon,” jawabnya.
“Kamu memanfaatkan tubuhku!” seru Claire.
“Tidak seperti itu Claire. Nanti akan kujelaskan aku janji. Tapi kita tidak punya waktu sekarang. Kita sedang berada dalam tantangan game yang akan mulai dalam beberapa menit, karena tidak ada yang memijit tombol start,” jawab Leon.
Claire kini terdiam sebab apa yang dikatakan Leon mulai masuk akal. Ia menunggu apa yang akan dikatakan Leon saat ini.
“Claire, kamu tahu kisah legenda kematian Adonis, kan?” tanya Leon serius.
“Tidak,” jawab Claire pendek, ketus, tapi jujur.
“Adonis akan berburu, tapi sebenarnya ia dijebak. Suruhan Hephaistos akan menyamar menjadi babi hutan dan Adonis akan mati tertusuk tanduknya. Aphrodite menemukan tubuh Adonis yang sudah tak bernyawa di dalam hutan. Itu legendanya,” jawab Leon.
“Baguslah. Aku harap babi hutan itu menusukmu hingga mati saat ini juga,” sahut Claire asal.
“Claire kamu tidak mengerti. Jika aku mati, kita akan mengulangi level ini kembali dari awal. Aku kehilangan satu nyawa, tapi kamu juga tidak akan bisa melanjutkan. Kita akan terjebak selamanya dalam game ini. Kamu tidak mau itu terjadi, bukan?” tanya Leon.
“Jadi apa yang harus aku lakukan?” tanya Claire akhirnya.
“Kamu harus menyelamatkanku. Jika aku selamat dari tusukan babi hutan itu, kita bisa melanjutkan ke level yang berikutnya,” jawab Leon.
“Dengan begitu kita bisa keluar dari game ini?” tanya Claire.
“Mungkin. Kita tidak punya pilihan, Claire,” jawab Leon.
Game Start!
Setelah suara itu terdengar, kuda Adonis meringkik lalu mulai berlari ke arah hutan meninggalkan Claire sendirian di halaman istana. Tiba-tiba sebuah layar digital berwarna hijau keluar di hadapan Claire.
Jadikan Adonis kekasihmu selamanya? Y/N?
Claire bingung. Memangnya ia punya pilihan? Tapi dibanding Hephaistos, Claire tidak bisa membayangkan jika ia harus menghabiskan malam bersama pria itu di atas ranjang. Jadi tanpa pikir panjang, Claire menjawab, “Yes!”
Seketika huruf ‘Y’ dalam layar berkedip dan layar digital itu pun menghilang dari hadapan Claire. Ia sama sekali tidak menyadari apa konsekuensi dari pilihannya tersebut. Kini Claire kebingungan apa yang harus ia lakukan untuk menyelamatkan Leon. Namun, ia masih ingat apa yang ia lakukan dalam game level pertama tadi. Ia menjulurkan tangannya ke depan, kemudian layar digital kembali muncul di hadapannya, menunjukkan sedikit profil mengenai karakternya.
“Tiga nyawa. Kekuatan: terbang, memanah, berpedang, sangat sensual. Kelemahan: Laki-laki tampan,” kata Claire membaca layar di hadapannya.
Di bagian bawahnya, ada senjata-senjata yang bisa ia pilih. Pedang, busur dan anak panah, perisai, serta masih banyak lagi bisa ia pilih. Claire memilih pedang dan perisai. Meskipun di dalam game, benda-benda itu terasa berat. Ia belum pernah menggunakannya sebelumnya, tapi ia tidak punya pilihan. Claire memejamkan matanya, berusaha membuat dirinya terbang seperti saat menggunakan joystick pada level pertama tadi. Saat ia membuka mata, Claire terkejut hingga tubuhnya bergoncang. Ia kini sudah berada di langit.
Claire berusaha menyeimbangkan tubuhnya yang kini melayang di awan-awan. Ia nyaris terjungkal, tapi akhirnya ia berhasil menyeimbangkan tubuhnya. Kini, ia melayang di udara seperti profesional.“Woohoo!” teriak Claire di udara. Ia menikmati hembusan angin yang menerpa dirinya, terasa seperti nyata.Claire kemudian mengingat misinya, ia harus menyelamatkan Leon di hutan, entah di mana hutan itu berada. Ia tidak ingin mengulangi level ini lagi dan memulainya kembali di atas ranjang. Mata Claire mulai menatap ke bawah, pohon-pohon rindang menutupi area hutan, sulit untuk mencari keberadaan Leon. Ia mulai terbang mendekati area hutan yang letaknya tidak jauh dari istananya. Namun, Leon tidak terlihat dimana-mana.Claire mencoba terbang lebih rendah lalu memutari kembali area hutan untuk mencari Leon, tetapi tetap saja, ia tidak menemukannya. Claire memutuskan untuk mendarat di salah satu area hutan yang agak terbuka. Ia melihat ke sekeliling, namun Leon
“Kita benar-benar berhasil!” seru Claire senang sambil kembali menatap Leon yang masih berada di bawah tubuhnya.“Iya, kita berhasil,” jawab Leon sambil tersenyum. Senyuman itu membuat tawa Claire berhenti. Lagi-lagi, Leon berhasil membuatnya terpana. Namun, Claire segera mengusir pikirannya itu, ia cepat-cepat berdiri dan Leon pun ikut berdiri di sebelahnya.“Sekarang mungkin kita punya waktu. Kamu punya banyak hal untuk dijelaskan,” kata Claire dengan tatapan menuntut.Di hadapan mereka, tiba-tiba layar digital kembali terbuka.Proceed to next level? Y/N. Auto play in 30 seconds.“Kita hanya punya 30 detik!” seru Claire.“Baiklah... baiklah. Aku tersedot ke dalam game ini sudah lama, entahlah sudah berapa lama tidak ada penanda waktu di sini. Mungkin beberapa bulan, aku tidak tahu. Aku tidak bisa keluar karena apapun yang kulakukan aku harus menunggu pemain yang memilih Aphrodi
“Shit!” seru Claire saat melihat Leon sudah pergi meninggalkannya sendirian. Ia kemudian mengencangkan pegangannya pada tombak emasnya. Ia tidak yakin akan bisa bertahan sepuluh menit melawan monster ini. Belum lagi, Claire melihat bercak darah yang ditimbulkan monster itu di tanah, berasap dan membuat tanah berlubang. Betapa beracunnya darah monster ini.Claire memperhitungkan apa yang harus ia lakukan, melawan Hydra bukanlah hal yang pintar. Ia harus memikirkan cara lain. Bertahan adalah satu-satunya cara. Tapi kepala-kepala naga itu mulai menyerang Claire tanpa ampun. Claire terpaksa hanya menghindar, berguling kesana kemari sambil menghindari noda darah yang sudah ada di tanah.Kini total sebelas kepala naga yang menyerang Claire seorang diri, ia harus mencari tempat bersembunyi. Namun, Claire kesulitan untuk mencapai ke tempat lain karena kepala-kepala naga itu terus menyerangnya. Ia terpaksa hanya berlarian di sektiar tanah di depan naga itu saja, set
“Jangan berani tinggalkan aku lagi!” kata Claire ketus.“Ehm, baiklah kalau begitu mari kita mencari tempat untuk bermalam,” jawab Leon sambil tersenyum kikuk. Ia kemudian membantu Claire berdiri. Tubuh Claire terasa sakit di beberapa bagian, seperti lengan. Rasanya lelah sekali dan ia ingat dia belum tidur sama sekali. Setelah mendapati kekasihnya berselingkuh di tengah malam, Claire lalu terjebak di sebuah rumah tua, dan sekarang ia terjebak di dalam game. Sungguh kesialan yang luar biasa.Mereka kemudian berjalan menyusuri tepian danau. Rasanya, tadi Leon melihat sebuah gua di dekat sini saat ia sedang mencari obor. Claire sudah menguap berkali-kali sambil berjalan. Leon hampir saja ingin memapah tubuh Claire, tapi ia takut gadis itu akan marah. Jadi dia diam saja sambil terus berjalan.Akhirnya, Leon menemukan sebuah gua yang tadi ia lihat. Leon mengajak Claire masuk ke dalam gua itu sambil membawa obor yang masih menyala di tangannya
Empusa itu menghindari tombak Claire dengan mudah kemudian terbang melayang-layang dengan rambutnya yang berapi-api.“Jangan hanya diam saja!” seru Claire pada Leon.Leon baru tersadar, ia kini mengangkat pedangnya. Sambil berteriak, Leon berlari lalu melompat tinggi. Dengan cepat ia menebas ke arah makhluk buruk rupa itu lalu mendarat di tanah. Sedetik kemudian, makhluk yang masih berada di udara itu terbelah dua lalu jatuh ke tanah. Darahnya yang hitam kehijauan memenuhi tanah di bawahnya.Tak lama kemudian tubuh Empusa yang terbelah dua beserta ceceran darahnya berkedip-kedip dan menghilang. Kini bahaya yang tersisa hanyalah tatapan sadis dari Claire. Gadis itu menatapnya seakan ingin membunuhnya saat ini juga.“C-Claire ...”“Tutup mulut mesummu itu!” seru Claire sambil menghadap ke arah Leon sambil memegang tombaknya. Belum habis kemarahannya saat di level sebelumnya, kini Leon sudah membuatnya semakin jijik
Setelah tulisan ‘Start’ menghilang, mereka diperhadapkan dengan labyrinth yang entah seluas apa. Kabut tipis melayang-layang di hadapan mereka. Sunyi sepi, tidak terdengar apapun di labyrinth berkabut itu.“Kurasa kita harus mulai sekarang, Claire,” kata Leon.“Kurasa begitu,” jawab Claire.Mereka kemudian melangkahkan kaki menuju pintu masuk labirin itu. Seketika terdengar bunyi berdetak, seperti bunyi jam. Claire dan Leon saling berpandangan.“Jangan bilang kita berpacu dengan waktu!” seru Claire.“Entahlah. Tidak ada game seperti ini seingatku, semuanya sudah berubah,” jawab Leon.Leon kemudian menjulurkan tangannya ke depan, mengeluarkan layar opsi miliknya. Layar itu terbuka, di bagian atasnya terlihat jelas angka dengan warna kuning yang berkedip sesuai dengan bunyi detakan jam itu. ‘23:59:40’ dan terus menurun.“Sial! Mereka hanya memberi kita waktu d
“Aphrodite bisa terbang,” bisik Claire ke telinga Leon. “Lalu?” tanya Leon bingung. Claire dengan cepat mengeluarkan layar digital dari tangannya, membuat suara yang menarik perhatian Minotaur itu. “Claire! Apa yang kamu lakukan?” tanya Leon panik. Minotaur itu berlari cepat dengan langkah-langkahnya yang berat berdebam di tanah. Napasnya yang terdengar mendengus itu terdengar semakin keras. Leon panik, sementara Claire malah memilih-milih tombol yang menampilkan gambar-gambar berbeda. Entah apa yang Claire cari. “Cepat, kita pergi sekarang, Claire!” seru Leon. Kini ia tidak repot-repot lagi untuk mengecilkan suaranya. Minotaur itu sudah tahu dimana mereka berada. Leon hampir saja menyeret Claire pergi dari situ, namun tiba-tiba Claire berseru dengan keras. “Ini dia!” seru Claire. Di saat yang sama, Minotaur itu terdengar di belakang mereka, tanduknya menyeruduk ke arah mereka. “Tukar karakter ke Aphrodite!” seru Claire. Dalam
Claire tidak bisa berhenti. Entah dirinya yang benar-benar menginginkan Leon, entah karakter Aphrodite yang membuatnya begini. Yang jelas, gairahnya tak terbendung lagi. Ia tahu akan menyesali ini setelahnya, tapi saat ini ia benar-benar tidak peduli. Medkipun otaknya menuruhnya berhenti, tapi Claire lebih mendengarkan nada tubuhnya yang menginginkan Leon.“C-Claire... Minotaur itu hmmm... Claire... hmmm...” Leon mencoba berbicara namun Claire terus melumat bibirnya dengan penuh gairah. Leon menyerah. Dalam tubuh Aresnya, Leon tidak bisa menolak Aphrodite. Meskipun ia tahu, jauh di dalam lubuk hatinya yang terdalam Leon memang menyukai Claire sejak pertama mereka bertemu. Untuk itu, Leon tidak merasa ragu. Gadis itu gadis pertama yang menggetarkan hati Leon selama sepuluh tahun terakhir ini.Hal berikutnya yang mereka tahu adalah mereka sudah melucuti pakaian masing-masing, bercumbu seolah di dunia ini hanya ada mereka berdua. Leon mencumbui leher Claire de
“Lepaskan aku! Aku ini calon presiden kalian! Lepaskan aku sekarang juga!” seru Boston Hopkins pada para polisi yang memborgol tangannya.“Anda berhak untuk diam. Semuanya bisa Anda jelaskan di pengadilan. Anda juga bisa menyewa pengacara untuk membela Anda,” jawab polisi itu.“Pengawal! Pengawal!” teriak Boston Hopkins dengan panik. Tetapi tidak ada satupun pengawal yang mendekat. Sebab Leon sudah menyuruh mereka pergi sejauh mungkin.Boston Hopkins terpaksa menyerah kepada para polisi. Ia masuk ke dalam mobil polisi dan dibawa pergi. Sepanjang perjalanan, orang-orang melemparinya dengan telur busuk. Polisi harus menertibkan masyarakat agar tidak melempari Boston dengan telur dan benda-benda lainnya. Boston tidak percaya ini benar-benar menimpa dirinya. Padahal selangkah lagi saj
Fox kembali berbaring di sofa meluruskan kakinya yang sakit. Claire membantu Fox dengan mengganjal kakinya dengan bantal agar bengkaknya tidak semakin parah.“Aku bisa membantu Leon,” katanya.“Kamu tidak akan bisa membantu kalau kamu belum sehat. Istirahatlah dulu, kamu membutuhkannya,” jawab Claire.Claire pergi ke dapur dan ia pun memanaskan air untuk membuatkan teh hangat untuk Leon. Masih ada teh yang belum basi di apartemen itu. Ia pun membawakannya untuk Leon. Pria itu bahkan belum beristirahat sejak tadi. Tubuhnya masih basah kuyup.“Terima kasih,” kata Leon sambil tersenyum. Senyuman yang selalu membuat jantung Claire berdegup dua kali lebih cepat.“Apakah kamu tidak bisa ber
Claire berlari menuju ke arah jendela yang mulai terbakar itu, sementara Fox merangkak mengikuti Claire. Ia tidak mungkin diam saja, meskipun kini ia benar-benar tidak bisa melakukan apapun.“Leon!” seru Fox dengan suaranya yang parau. Rasa sakit di kepalanya semakin menjadi, sedikit lagi, ia tidak ingin pingsan sekarang. Ia harus membantu Claire dan Leon! Fox berusaha tetap sadar lebih lama, tetapi percuma saja. Sekejap kemudian segalanya menjadi gelap dan telinganya mulai berdenging. Fox jatuh dan tidak bisa mendengar atau melihat apapun lagi.“Leon!!” seru Claire.Ia hampir saja masuk ke dalam ketika tiba-tiba tangan Leon menggapai jendela. Saking terkejutnya, Claire hampir saja terjatuh.“Leon!” serunya lagi ketika ia sadar bahwa L
Claire berlari menuju ke arah jendela yang mulai terbakar itu, sementara Fox merangkak mengikuti Claire. Ia tidak mungkin diam saja, meskipun kini ia benar-benar tidak bisa melakukan apapun.“Leon!” seru Fox dengan suaranya yang parau. Rasa sakit di kepalanya semakin menjadi, sedikit lagi, ia tidak ingin pingsan sekarang. Ia harus membantu Claire dan Leon! Fox berusaha tetap sadar lebih lama, tetapi percuma saja. Sekejap kemudian segalanya menjadi gelap dan telinganya mulai berdenging. Fox jatuh dan tidak bisa mendengar atau melihat apapun lagi.“Leon!!” seru Claire.Ia hampir saja masuk ke dalam ketika tiba-tiba tangan Leon menggapai jendela. Saking terkejutnya, Claire hampir saja terjatuh.“Leon!” serunya lagi ketika ia sadar bahwa L
“Hey bro, kamu sudah lihat berita di televisi?” tanya salah seorang bodyguard yang sedang berjaga di markas tempat Fox menjalani hukumannya.“Sudah. Aku berpikir kita sebaiknya pergi sebelum polisi menangkap kita juga,” jawab bodyguard yang satunya.“Ssst!! Pelankan suaramu. Jika yang lain mendengar kita bisa dibunuh,” jawabnya.“Hey... let me go, please...” kata Fox mengiba pada kedua orang yang sedang berbisik-bisik itu.Dua orang itu berpandang-pandangan lalu melihat ke arah Fox.“Sorry, kid. Kalau kami melepaskanmu, kami pasti akan mati. Sekarang kecilkan suaramu atau kita akan dapat masalah!” seru orang itu dengan suara berbisik.
Tidak butuh waktu lama, Claire dan Leon sudah sampai ke apartemen lama Leon. Mereka berlari menuju ke elevator setelah memarkirkan mobil di garasi pribadi Leon. Elevator pribadi itu langsung mengantarkan mereka ke apartemen Leon yang ditinggal dalam keadaan berantakan. Bekas-bekas peluru masih ada di tembok, kaca jendela yang pecah, bahkan bantal sofa yang berlubang.Leon tidak menunggu waktu lama, ia langsung berlari ke ruang kerja lamanya lalu mengeluarkan laptop milik Claire dan segala peralatan yang ia bawa di dalam tas. Claire langsung menyalakan TV untuk mendengarkan ada berita apa di televisi. Begitu dinyalakan, berita di televisi langsung menayangkan hal yang sudah Claire dan Leon duga sebelumnya.“Sejumlah pejabat negara mendatangi kantor polisi secara tiba-tiba hari ini. Belum ada konfirmasi resmi dari pihak kepolisian tetapi informasi yang bere
Api yang keluar dari mulut Chimera itu kini sudah disemburkan ke arah Claire dan Leon. Air mata Claire meleleh turun ke pipinya. Dengan perlahan dan lembut, ia menyentuhkan bibirnya ke bibir Leon. Mungkin ini ciuman mereka yang terakhir. Tidak ada cukup kata-kata bagi Claire untuk mengungkapkan perasaannya pada Leon, ia memilih untuk mengungkapkannya melalui ciuman terakhir ini.Namun sesaat sebelum api itu membakar tubuh mereka, tiba-tiba Claire dan Leon merasa diri mereka tersedot ke dimensi yang berbeda. Saat mereka membuka mata, mereka kembali ke tempat mereka semula. Ini di apartemen Claire, di depan laptop mereka.“Apakah kita sudah mati sekarang?” tanya Claire.“Kurasa tidak,” jawab Leon.“Apakah ini ilusi?” tanya Claire lagi.
“Kamu akan menyusul mereka secepatnya. Jangan khawatir,” kata Boston sambil melihat ke mana arah pandang Fox.Fox tetap tidak menjawab. Ia tetap menatap Boston tanpa ekspresi. Wajahnya memerah, senada dengan warna rambutnya. Setiap melihat wajah Boston, ia teringat bagaimana Mrs. Andrew meninggal. Kepalanya mengeluarkan darah, bahkan kini masih meninggalkan noda di pakaian Fox. Dalam hati, Fox bersumpah bahwa ia akan menuntut balas. Boston harus mati di tangannya.“Terserah jika kamu ingin tetap membisu seperti itu. Tapi sekarang kamu harus mengirimkan hipnotis pada semua orang di Amerika. Akses ke satelitnya sudah kuberikan padamu,” kata Boston Hopkins lagi.Fox hanya diam saja, menatap Boston tanpa berkata apapun. Boston mulai jengah dengan sikap Fox, ia memberikan kode pada orang yang meno
“Ayo kita lakukan sekarang. Lebih cepat, lebih baik. Kita tidak ingin kehilangan momen ini,” kata Leon lagi. Ia sudah duduk di depan laptopnya bersiap untuk kembali masuk ke dalam The Myth. Matanya menatap ke arah Claire menunggu gadis itu duduk di sebelahnya dan segera memulai misi kali ini.Claire menghela napas panjang, berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri. Ia kemudian melangkahkan kakinya dan duduk di sebelah Leon. Jantungnya berdebar, perasaannya mengatakan bahwa ada sesuatu yang salah. Namun, ia harus melakukan ini. Seperti kata Leon, ini mungkin kesempatan mereka untuk menghancurkan Boston Hopkins untuk selamanya.“Kamu sudah siap?” tanya Leon.“Iya,” jawab Claire singkat.Ia menatap wajah Leon lalu sesaat kemudian, tanpa