Leon kemudian mengajak Claire masuk ke dalam villanya. Pemandangan yang begitu luar biasa membuat Claire tercengang. Bagian dalam vila itu luas dengan banyaknya kaca-kaca sehingga sinar matahari masuk langsung ke bagian dalam rumah. Pemandangan di luar kaca-kaca besar adalah sebuah kolam renang yang indah.
“Arghhh...” kata Leon pelan. Ia meringis karena punggungnya terasa amat sakit saat ia berjalan.
“Sudah waktunya diobati lagi. Efek obat penghilang rasa sakitnya sudah habis,” kata Claire.
“Kamu benar,” kata Leon.
Claire membuka tasnya dan mengeluarkan obat dari dokter.
“Duduk di sini, punggungmu harus dibersihkan dulu. Di mana aku bisa mendapatkan handuk bersih dan air hangat?” tanya Claire.
“Di sebelah sana,” tunjuk Leon ke arah kanan.
“Di depannya ada laci, di situ seharusnya ada handuk-handuk bersih,” lanjutnya lagi.
Claire segera berjalan ke arah yang
Claire dan Leon seketika menoleh ke belakang dan benar saja, di belakang mereka terlihat seekor naga besar berwarna hijau. Geramannya membuat tanah serasa bergetar, diiringi dentuman-dentuman langkah kakinya yang besar.“Itu bukan seekor naga laut, bukan?” tanya Claire dengan mata melebar.“Shit!” seru Leon.Seperti dugaannya, air laut di hadapan mereka mulai bergelombang bagai tsunami. Dari dalamnya keluar kepala seekor naga. Ia mengeluarkan sayapnya dan kemudian mulai terbang di udara. Tanpa menunggu waktu lama, naga itu mulai menyemburkan api dari mulutnya.“Menghindar!” seru Leon saat naga yang berada di belakang mereka juga mulai menyemburkan api. Claire dan Leon berguling untuk menghindari api yang keluar dari mulut naga tersebut.“Itu naga gunung. Semburan apinya lebih kuat dibandingkan naga laut. Tapi dia tidak terlalu senang terbang karena bobotnya yang amat besar. Naga laut bertubuh langsing
Leon mulai bekerja lagi di depan komputernya, sibuk mengamankan dan meningkatkan sekuriti dari perubahan-perubahan yang telah dibuatnya dalam The Myth. Perlahan-lahan, Claire mendekati Leon dengan mata dan wajah yang masih dibasahi dengan air mata.“Leon...”“Hmmm?” tanya Leon.“Bisakah kita menghilang saja?” tanya Claire pelan. Takut akan reaksi Leon.Seketika Leon menghentikan jari jemarinya yang tadinya sedang menari lincah di atas keyboard. Ia menghela napas pendek sebelum menatap Claire.“Claire, kamu sendiri yang bilang kita tidak bisa lari terus menerus. Lalu bagaimana dengan ibumu?” tanya Leon dengan tatapan mata yang tajam. Claire jatuh terduduk, ia sebuah kursi di hadapan Leon, lututnya terasa lemas.“Leon... Kurasa...”“Apa, Claire?” tanya Leon sambil menahan perasaan kesalnya.“Kurasa ibuku sudah tiada,” jawab Claire. Tangisnya pecah
Claire menari naik dan turun di atas tubuh Leon, merasakan nikmatnya berada di posisi seperti ini. Nafas mereka yang memburu membuat kaca di belakang mereka berembun. Bekas telapak tangan Claire tercetak di dinding kaca tersebut, seolah menjadi saksi malam mereka yang panas. Setelah kejadian yang hampir menghancurkan mental Claire, bercinta merupakan pilihan kegiatan yang terdengar aneh, tapi Claire tidak peduli. Ia ingin merasakan kehangatan tubuh Leon sekali lagi, di dunia nyata. Mereka melakukannya hingga mencapai puncaknya bersama-sama.“Claire... Aku harus bekerja,” kata Leon sambil tersenyum miring.“Maaf, menginterupsi,” jawab Claire. Leon terkekeh pelan mendengarnya.“Interupsi yang menyenangkan,” ujar Leon akhirnya, membuat Claire seketika merona merah karena malu.“Sekarang, biarkan aku benar-benar bekerja,” kata Leon lagi sambil berjalan keluar dari kamar mandi. Leon menghela napas sambil memakai
“Terlalu banyak gambar di dalam sini, Leon,” kata Claire sambil terus mencari ke sekeliling. Mereka harus melakukannya dengan cepat sekarang. Siapa yang tahu Boston Hopkins dapat memulihkan sistem dengan cepat.“Oh aku lupa memberitahumu sesuatu,” jawab Leon.“Ya ampun, Leon. Apa itu?” tanya Claire.“Aku telah memberikan sensor di kacamata yang kita kenakan. Gambar yang kita cari akan berpendar,” jawab Leon.“Itu jauh lebih mudah,” kata Claire.Claire mulai mencoba bergerak lebih cepat, mencari sesuatu yang berpendar. Tentunya akan lebih menonjol dibandingkan yang lainnya. Namun, terlalu banyak gambar yang
“Bisakah kita keluar sekarang?” tanya Claire sekali lagi.Ia sudah hendak mengangkat helm permainan yang dipakainya untuk segera keluar dari game, tapi Leon mencegahnya.“Jangan!” seru Leon.“Kenapa?” tanya Claire.“Tidak bisa keluar sekarang. Jika kita keluar sekarang, segalanya kembali dari awal seolah tidak terjadi apa-apa. Selain itu, kita bisa kehilangan kesadaran kita, sebab kita sedang mengacaukan algoritma, termasuk algoritma yang sedang mengatur kepala kita sekarang,” jawab Leon.“Jadi kita harus melawan singa-singa ini dengan tangan kosong?” tanya Claire.“Sepertinya begitu,” jawab Leon.Tiba-tiba singa-singa itu menyerang ke arah mereka. Kotak-kotak hitam yang membentuk tubuh mereka itu kini seluruhnya berpendar kemerahan. Leon membawa Claire melompat cepat ke atas, menghindari terjangan delapan singa tersebut.“Aku pikir aku tahu apa yang
Claire terbang menuju naga laut yang masih melayang-layang itu. Naga itu melihat Claire dengan marah. Ia terbang mendekat ke arah Claire sambil hendak membuka mulutnya. Claire sudah bersiap-siap hendak masuk ke dalam mulut yang menyemburkan api itu. Namun tiba-tiba, tubuh naga itu berkedip-kedip tak karuan. Mata Claire melebar. Mungkinkah algorithma yang mengatur naga ini juga terganggu?“Hey! Naga jelek!” seru Claire berusaha membuat naga itu marah dan menyemburkan api.Namun alih-alih marah, naga itu malah mengatupkan mulutnya lalu terbang berputar-putar tidak karuan. Ia terbang dengan panik sambil menggeram-geram tak karuan. Naga itu kemudian terbang semakin rendah.“Tidak! Kembali!” seru Claire saat menyadari bahwa naga itu hendak kembali ke dalam air.Claire terbang cepat mengikuti naga laut itu, sebelum ia kembali ke dalam air. Dengan segenap kekuatannya Claire meninju rahang naga itu hingga ia terpental kembali ke udara. Cla
“Pergi! Firewall sialan!” seru Claire sambil melemparkan gambar-gambar yang tersisa. Kini ia mulai menendang dan memukul firewall itu hingga terpelanting, tapi jumlah mereka terlalu banyak. Claire tidak mungkin mengalahkan semuanya. Leon mulai panik. Titik hitam celah itu tidak juga membuka.“Leon...” ujar Claire, berharap Leon sudah bisa mendapatkan ide bagaimana caranya agar bisa keluar dari sini.“Shit!” seru Leon saat melihat mereka sudah benar-benar terdesak.Kaki Claire yang menendang-nendang kini mulai terkena efek serangan firewall itu. Sebagai virus yang menyelusup masuk, serangan firewall untuk menghapus virus sudah mulai terjadi pada mereka. Kini kaki Claire mulai hilang hingga bagian pergelangannya. Leon tidak tahu apa yang harus dia lakukan, jadi ia mengambil sembarang program lalu memukulkannya ke titik hitam yang tertutup itu, berharap bisa membuka celahnya dengan paksa.Ruang algorithma itu tiba-tiba ber
“Okay, do your thing. Setelah itu beristirahatlah dulu. Aku tidur duluan ya,” kata Claire sambil menguap. Setelah semua yang terjadi, tubuh Claire terasa sangat lelah. Leon tidak menjawab, ia membiarkan Claire tidur duluan. Sementara mata dan tangannya yang lelah itu ia paksa untuk memeriksa semuanya.Rasanya baru saja Claire memejamkan mata, ia sudah merasakan Leon berbaring di sampingnya. Claire terlalu lelah untuk membuka mata, ia membiarkan Leon berbaring di sampingnya.“Claire...” bisik Leon.“Hmmm?” tanya Claire tanpa membuka matanya.“Kita akan menang,” ujar Leon.“Hmmm...” jawab Claire lagi. Pikiran Claire melayang, tapi saking lelahnya pikirannya tercampur dengan mimpi.***Saat Leon membuka matanya, hari sudah pagi dan punggungnya terasa amat sakit. Claire sudah tidak ada di sampingnya, tapi aroma masakan sudah tercium. Sepertinya wanita itu sudah mema
“Lepaskan aku! Aku ini calon presiden kalian! Lepaskan aku sekarang juga!” seru Boston Hopkins pada para polisi yang memborgol tangannya.“Anda berhak untuk diam. Semuanya bisa Anda jelaskan di pengadilan. Anda juga bisa menyewa pengacara untuk membela Anda,” jawab polisi itu.“Pengawal! Pengawal!” teriak Boston Hopkins dengan panik. Tetapi tidak ada satupun pengawal yang mendekat. Sebab Leon sudah menyuruh mereka pergi sejauh mungkin.Boston Hopkins terpaksa menyerah kepada para polisi. Ia masuk ke dalam mobil polisi dan dibawa pergi. Sepanjang perjalanan, orang-orang melemparinya dengan telur busuk. Polisi harus menertibkan masyarakat agar tidak melempari Boston dengan telur dan benda-benda lainnya. Boston tidak percaya ini benar-benar menimpa dirinya. Padahal selangkah lagi saj
Fox kembali berbaring di sofa meluruskan kakinya yang sakit. Claire membantu Fox dengan mengganjal kakinya dengan bantal agar bengkaknya tidak semakin parah.“Aku bisa membantu Leon,” katanya.“Kamu tidak akan bisa membantu kalau kamu belum sehat. Istirahatlah dulu, kamu membutuhkannya,” jawab Claire.Claire pergi ke dapur dan ia pun memanaskan air untuk membuatkan teh hangat untuk Leon. Masih ada teh yang belum basi di apartemen itu. Ia pun membawakannya untuk Leon. Pria itu bahkan belum beristirahat sejak tadi. Tubuhnya masih basah kuyup.“Terima kasih,” kata Leon sambil tersenyum. Senyuman yang selalu membuat jantung Claire berdegup dua kali lebih cepat.“Apakah kamu tidak bisa ber
Claire berlari menuju ke arah jendela yang mulai terbakar itu, sementara Fox merangkak mengikuti Claire. Ia tidak mungkin diam saja, meskipun kini ia benar-benar tidak bisa melakukan apapun.“Leon!” seru Fox dengan suaranya yang parau. Rasa sakit di kepalanya semakin menjadi, sedikit lagi, ia tidak ingin pingsan sekarang. Ia harus membantu Claire dan Leon! Fox berusaha tetap sadar lebih lama, tetapi percuma saja. Sekejap kemudian segalanya menjadi gelap dan telinganya mulai berdenging. Fox jatuh dan tidak bisa mendengar atau melihat apapun lagi.“Leon!!” seru Claire.Ia hampir saja masuk ke dalam ketika tiba-tiba tangan Leon menggapai jendela. Saking terkejutnya, Claire hampir saja terjatuh.“Leon!” serunya lagi ketika ia sadar bahwa L
Claire berlari menuju ke arah jendela yang mulai terbakar itu, sementara Fox merangkak mengikuti Claire. Ia tidak mungkin diam saja, meskipun kini ia benar-benar tidak bisa melakukan apapun.“Leon!” seru Fox dengan suaranya yang parau. Rasa sakit di kepalanya semakin menjadi, sedikit lagi, ia tidak ingin pingsan sekarang. Ia harus membantu Claire dan Leon! Fox berusaha tetap sadar lebih lama, tetapi percuma saja. Sekejap kemudian segalanya menjadi gelap dan telinganya mulai berdenging. Fox jatuh dan tidak bisa mendengar atau melihat apapun lagi.“Leon!!” seru Claire.Ia hampir saja masuk ke dalam ketika tiba-tiba tangan Leon menggapai jendela. Saking terkejutnya, Claire hampir saja terjatuh.“Leon!” serunya lagi ketika ia sadar bahwa L
“Hey bro, kamu sudah lihat berita di televisi?” tanya salah seorang bodyguard yang sedang berjaga di markas tempat Fox menjalani hukumannya.“Sudah. Aku berpikir kita sebaiknya pergi sebelum polisi menangkap kita juga,” jawab bodyguard yang satunya.“Ssst!! Pelankan suaramu. Jika yang lain mendengar kita bisa dibunuh,” jawabnya.“Hey... let me go, please...” kata Fox mengiba pada kedua orang yang sedang berbisik-bisik itu.Dua orang itu berpandang-pandangan lalu melihat ke arah Fox.“Sorry, kid. Kalau kami melepaskanmu, kami pasti akan mati. Sekarang kecilkan suaramu atau kita akan dapat masalah!” seru orang itu dengan suara berbisik.
Tidak butuh waktu lama, Claire dan Leon sudah sampai ke apartemen lama Leon. Mereka berlari menuju ke elevator setelah memarkirkan mobil di garasi pribadi Leon. Elevator pribadi itu langsung mengantarkan mereka ke apartemen Leon yang ditinggal dalam keadaan berantakan. Bekas-bekas peluru masih ada di tembok, kaca jendela yang pecah, bahkan bantal sofa yang berlubang.Leon tidak menunggu waktu lama, ia langsung berlari ke ruang kerja lamanya lalu mengeluarkan laptop milik Claire dan segala peralatan yang ia bawa di dalam tas. Claire langsung menyalakan TV untuk mendengarkan ada berita apa di televisi. Begitu dinyalakan, berita di televisi langsung menayangkan hal yang sudah Claire dan Leon duga sebelumnya.“Sejumlah pejabat negara mendatangi kantor polisi secara tiba-tiba hari ini. Belum ada konfirmasi resmi dari pihak kepolisian tetapi informasi yang bere
Api yang keluar dari mulut Chimera itu kini sudah disemburkan ke arah Claire dan Leon. Air mata Claire meleleh turun ke pipinya. Dengan perlahan dan lembut, ia menyentuhkan bibirnya ke bibir Leon. Mungkin ini ciuman mereka yang terakhir. Tidak ada cukup kata-kata bagi Claire untuk mengungkapkan perasaannya pada Leon, ia memilih untuk mengungkapkannya melalui ciuman terakhir ini.Namun sesaat sebelum api itu membakar tubuh mereka, tiba-tiba Claire dan Leon merasa diri mereka tersedot ke dimensi yang berbeda. Saat mereka membuka mata, mereka kembali ke tempat mereka semula. Ini di apartemen Claire, di depan laptop mereka.“Apakah kita sudah mati sekarang?” tanya Claire.“Kurasa tidak,” jawab Leon.“Apakah ini ilusi?” tanya Claire lagi.
“Kamu akan menyusul mereka secepatnya. Jangan khawatir,” kata Boston sambil melihat ke mana arah pandang Fox.Fox tetap tidak menjawab. Ia tetap menatap Boston tanpa ekspresi. Wajahnya memerah, senada dengan warna rambutnya. Setiap melihat wajah Boston, ia teringat bagaimana Mrs. Andrew meninggal. Kepalanya mengeluarkan darah, bahkan kini masih meninggalkan noda di pakaian Fox. Dalam hati, Fox bersumpah bahwa ia akan menuntut balas. Boston harus mati di tangannya.“Terserah jika kamu ingin tetap membisu seperti itu. Tapi sekarang kamu harus mengirimkan hipnotis pada semua orang di Amerika. Akses ke satelitnya sudah kuberikan padamu,” kata Boston Hopkins lagi.Fox hanya diam saja, menatap Boston tanpa berkata apapun. Boston mulai jengah dengan sikap Fox, ia memberikan kode pada orang yang meno
“Ayo kita lakukan sekarang. Lebih cepat, lebih baik. Kita tidak ingin kehilangan momen ini,” kata Leon lagi. Ia sudah duduk di depan laptopnya bersiap untuk kembali masuk ke dalam The Myth. Matanya menatap ke arah Claire menunggu gadis itu duduk di sebelahnya dan segera memulai misi kali ini.Claire menghela napas panjang, berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri. Ia kemudian melangkahkan kakinya dan duduk di sebelah Leon. Jantungnya berdebar, perasaannya mengatakan bahwa ada sesuatu yang salah. Namun, ia harus melakukan ini. Seperti kata Leon, ini mungkin kesempatan mereka untuk menghancurkan Boston Hopkins untuk selamanya.“Kamu sudah siap?” tanya Leon.“Iya,” jawab Claire singkat.Ia menatap wajah Leon lalu sesaat kemudian, tanpa