Home / Romansa / Love by Choice / Examination

Share

Examination

Author: Franciarie
last update Last Updated: 2021-05-06 14:14:57
"Gia berangkat," pamit Gia ke Ayah dan Bunda sambil setengah berlari menuju ke garasi.

Hari ini hari pertama Gia Ujian Semester. Ada dua mata kuliah yang diujikan hari ini. Ujian pertama di jam tujuh pagi. Seharusnya, Gia sudah sampai kampus pukul 06.45, lima belas menit sebelum ujian dimulai. Sayangnya, untuk kesekian kalinya, Gia terlambat bangun. Sekarang sudah pukul 06.25, tapi Gia masih berada di rumah. Gia tidak bisa menahan cemas lagi.

Setelah duduk di belakang kemudi, Gia melemparkan tas ransel hitamnya ke bangku samping dan segera menyalakan mesin mobilnya. Berkali-kali dicoba, mobil Gia tetap bergeming, tidak ada tanda-tanda kehidupan sama sekali.

"Ya, Allah. Berat banget cobaan gue," keluh Gia frustasi. Dia keluar dari mobil.

"AYAH," panggil Gia sekencangnya. Suara cemprengnya memenuhi penjuru rumah. Tangan kirinya berada di pinggang, sedangkan tangan kanannya mengacak-acak rambut.

Ayah yang mendengar teriakan putri kesayangannya segera menghentikan sarapan dan keluar r
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Love by Choice   The Nagging Oldman

    Usia tidak menjamin kedewasaan. Pernyataan yang kali ini sangat disetujui Gia. Gia sama sekali tidak menyangka seorang pria yang usianya nyaris empat puluh tahun bisa menyebalkan melebihi balita, yang baru bisa menangis kalau keinginannya tidak dipenuhi. Belum ada satu tahun mereka berkenalan, tapi Restu sudah bersikap layaknya orang tua yang posesif pada Gia. Gia merasa punya dua orang Ayah sekarang. "Maaf, saya sedikit terlambat menjemput. Kamu bersedia menunggu saya?" Restu bertanya saat menelepon Gia. Dia benar-benar merasa tidak tenang membiarkan Gia harus menunggu. "Santai aja, Om. Gia masih di kampus, kok. Temen Gia masih banyak yang nongkrong di sini. Nanti kalau Gia udah bosen, bisa manggil ojek online aja. Om tenang aja, kelarin urusan Om. Jangan sampai diomelin bos besar cuma karena jemput putri cantik, kayak Gia ini. Jangan sampai Gia jadi alasan Om dipotong gajinya. Bahaya itu kalau dipotong gaji. Om bisa kekurangan duit. Kasihan Gavin nanti nggak bisa jajan es krim lag

    Last Updated : 2021-05-07
  • Love by Choice   Bioskop in Love

    Aroma pop corn langsung menusuk hidung saat Gia masuk. Lampu temaram menerangi ruangan. Deretan manusia sedikit mengular di loket. Gia berjalan dengan debaran jantung tak beraturan, nyaris meledak seperti gumpalan pop corn yang sedang dimasak. Tangan kanannya digenggam erat oleh tangan yang lebih besar, sedikit kasar, dan hangat. Gia masih tidak percaya sekarang dia berdiri di samping Hugo, mengantre di loket. Dua hari sebelumnya, Hugo mengajaknya kencan kedua. Seperti orang yang kehilangan kesadaran, Gia langsung mengiakan. Tidak ada alasan untuk menolak Hugo. Tidak ada yang bisa mengubah keputusannya untuk menyetujui kencan bersama Hugo. Gia bahkan mengabaikan Restu yang seharian ini terasa semakin menyebalkan. Gia berharap punya keberanian sedikit lebih besar untuk memblokir nomor pria tua itu. Tapi, jauh di sudut sempit hatinya, Gia mengakui masih membutuhkan Restu. Setidaknya dia masih bisa dimanfaatkan sebagai tukang ojek gratisan. "Mau minum apa?" tanya Hugo setelah mendapatk

    Last Updated : 2021-05-08
  • Love by Choice   Broken Heart

    Pemanasan global mungkin bukan hanya sekadar teori. Sengatan panas matahari semakin hari terasa semakin membakar kulit, ditambah polusi udara yang semakin menyesakkan, membuat dunia terlihat semakin tua. Gia duduk di teras depan ruang sekretariat BEM sendirian. Keringat membuat kemejanya basah. Matanya memandangi layar ponsel yang sedang menampilkan game Onet. Jari-jari Gia lincah memencet setiap gambar yang sama. Tiba-tiba dahinya terasa dingin. Gia mengalihkan pandangannya ke atas. Hugo tersenyum memandang Gia. Disodorkannya sekaleng soda yang tadi sempat ditempelkannya ke dahi Gia. Gia menerimanya dengan senang hati. Bibirnya membentuk lengkungan lebar. "Serius banget," komentar Hugo, lalu duduk di samping Gia. "Makasih, Bang," sahut Gia, mematikan layar ponselnya dan menaruhnya di atas pangkuan. Dia meneguk minuman dingin yang sudah dibukakan Hugo itu. Langsung saja tenggorokannya terasa segar. "Udah kelar rapatnya?" tanyanya setelah puas minum. Hugo duduk di samping Gia, mel

    Last Updated : 2021-05-09
  • Love by Choice   Chicken Hunter

    Wajah Gia kusut dan sedikit berminyak, mirip kertas koran bekas gorengan. Ditendanginya daun-daun kering yang berjatuhan di depannya. Dia meratapi kebodohannya sendiri, yang terus terulang. 'Harusnya gue paham kalau Bang Hugo bukan pacar gue. Dia bebas mau pelukan, bahkan ciuman sama cicak sekali pun. Gue yang salah udah cemburu sama dia. Gue ini cuma juniornya, nggak lebih bisa kurang kalau ada diskon akhir tahun.' Gia terus menghujat dirinya sendiri dalam hati. Baginya ini memang kesalahannya sendiri. Langkah kaki Gia terhenti saat melihat sepatu kulit coklat yang mengilat di depannya. Gia mengangkat kepalanya, memastikan sosok yang ada di hadapannya saat ini. Restu tersenyum memandang Gia. Dia mengangkat tangan kanannya yang memegang jas warna silver, lalu meletakkannya di pundak. Dengan kaus hitam polos dan celana jins hitam yang dihiasi sabuk kulit coklat, sulit untuk menyatakan kalau Restu ini buruk rupa. Kalau tidak mengetahui sikap menyebalkan Restu, Gia berani bertaruh bisa

    Last Updated : 2021-05-10
  • Love by Choice   Hotel Asmara

    Restu berusaha mengendurkan uratnya yang tegang. Dia mengusap wajahnya, lalu melepaskan sabuk pengamannya. Dia keluar dari mobil masih dengan sedikit keraguan. Restu memandang jijik saat melihat apa yang ada di depannya. Pemandangan di sini terlalu kasar. Beberapa pria bertampang sangar dan bertubuh kekar berhasil mampir di mata Restu. Di sisi lain, perempuan dengan pakaian minimalis mencoba tersenyum menggoda dengan bibir merah menyala. Restu berusaha mencoba setenang mungkin. Gia bisa murka lagi kalau mengetahui dia tidak nyaman dengan ini semua. Dia berlari ke arah pintu penumpang untuk membukakan pintu. Gia memamerkan senyum terbaiknya, lalu turun dari mobil. Segera dia melangkahkan kaki menuju ke arah hotel asmara. Tepat di depan pintu Gia berhenti, memandang Restu yang berjalan perlahan di belakangnya. "Buruan, Om!" pinta Gia tidak sabar. Tangannya melambai, meminta Restu mempercepat langkah. Restu menurut, mempercepat langkahnya. Saat dirinya sudah berdiri di samping Gia, G

    Last Updated : 2021-05-11
  • Love by Choice   Playing Feeling

    Dress putih dengan motif polkadot membungkus tubuh langsingnya. Sneaker shoes putih menghiasi kakinya. Rambut panjangnya dibiarkan terurai, menjuntai sebagian di depan dadanya. Tangannya menggenggam buku catatan yang terlalu besar untuk bisa masuk ke dalam tas.Matanya cerah saat menemukan Gia duduk di pojok kelas. Kakinya melangkah cepat menghampiri Gia. "Pagi," sapanya ceria lengkap dengan bibir merah yang menyunggingkan senyum terbaik.Jessica mengempaskan pantat di samping Gia. Dipandanginya Gia yang menatap ke luar jendela. Jessica ikut memandang ke luar, memastikan apa yang Gia lihat, sampai wajahnya kusut dan tidak membalas sapaan. Sayangnya, Jessica tidak menemukan sesuatu yang bisa membuat Gia sampai seperti ini. Hanya ada daun mahoni yang menutupi hampir seluruh jendela yang terbuka. Jessica mengayunkan tangan kanannya di depan wajah Gia. Gia akhirnya mengalihkan pandangannya. Dia terempas kembali ke dunia nyata."Kenapa lo?" tanya Jessica penasaran.Gia memandang Jessica. Wa

    Last Updated : 2021-05-12
  • Love by Choice   The Best Choice

    Mencintai tidak bisa dipaksakan. Seharusnya cinta datang tanpa permisi, mendobrak hati, lalu bersemayam di dalam sana sesukanya. Gia bingung harus memulai dari mana untuk memberikan kesempatan bagi Restu membuatnya jatuh cinta. Perasaannya masih tetap sama. Ada Hugo yang lebih dulu mengusiknya, belum berubah walau pelakunya terus menyakiti.Untuk kesekian kalinya, Gia mencoba menilai Restu dari penampilan. Tubuh jangkung pria tua itu menjulang menghalangi panas matahari, membelakangi Gia. Matanya awas mengamati Gavin yang menggiring bola di tengah jalan di depan rumahnya. Lagi-lagi Gia terlalu nyaman memandang punggung itu. Walau tegap dan bidang, Gia menangkap kepedihan dari punggung itu.'Rambutnya selalu rapi, licin dikasih minyak jelantah bekas goreng ikan asin. Ah, nggak. Om Restu nggak mungkin doyan ikan asin. Lidahnya terlalu terhormat buat nyobain makanan kasta bawah itu. Kalau gitu, pasti rambutnya dikasih oli bekas, makanya hitam mengilat gitu.' Gia berdialog dengan dirinya s

    Last Updated : 2021-05-13
  • Love by Choice   Out Of Sync

    Udara masih sedikit segar. Polusi dari asap knalpot belum terlalu meracuni oksigen. Suara air jatuh ke dalam kolam ikan mendominasi halaman rumah yang mungil ini. Rumput hijau yang sengaja ditanam di sekitar kolam sedikit basah, bekas sisa hujan kemarin sore. Sayangnya, suasana damai ini tidak mempengaruhi perasaan Restu yang berantakan.Restu memandang Gia yang berdiri tiga langkah di depannya. Penampilannya pagi ini sempurna seperti biasanya. Hanya saja perasaannya sedikit berantakan setelah melihat Gia. Mata Restu menatap tajam Gia dari ujung kepala sampai jempol kakinya. Tidak ada senyum yang biasanya selalu dipamerkan untuk Gia. Kedua tangannya berada di pinggang. Nyali Gia mendadak ciut mendapat perlakuan seperti ini dari Restu."Kamu hendak pergi ke kampus seperti ini?" tanya Restu. Dia sengaja menahan perasaannya agar tidak meledak. Suaranya jadi sedikit bergetar.Gia menangkap dengan jelas bahwa Restu tidak suka dengan penampilannya yang sekarang. Ini bukan pertama kalinya Res

    Last Updated : 2021-05-14

Latest chapter

  • Love by Choice   Endless Love

    Calon mertua itu menyeramkan. Ibu mertua itu musuh paling nyata bagi istri dari anaknya lelakinya. Bapak mertua adalah pria galak yang tidak akan bisa berbicara santai dengan menantunya. Saudara ipar jelas tidak akan pernah membiarkan hidup istri kakaknya hidup tenang. Isi kepala Gia dipenuhi pikiran buruk tentang orang tua Restu. Tangannya dingin, sedangkan kepala dan hatinya panas karena terus membayangkan suasana mencekam yang menantinya. Bibir bawah Gia bahkan sudah berdarah. Tanpa disadari, Gia terus menggigit bibir bawahnya untuk meredakan gugup. "Kamu tidak perlu cemas, Gi. Orang tua saya bukan drakula yang gemar menghisap darah perawan." Berulang kali Restu mencoba menenangkan, tapi tidak berhasil. Gia justru semakin banyak mengomel. "Om ini nggak tahu gimana rasanya jadi Gia. Ya, gila aja Gia harus ketemu calon mertua. Calon mertua lho ini, Om. Ini menyangkut hidup Gia. Gimana kalau ternyata orang tua Om Restu nggak suka sama Gia? Gimana kalau Gia diusir terus harus pulang

  • Love by Choice   Make Over

    Matahari semakin condong ke barat, menyisakan berkas oranye. Daun-daun bergoyang pelan tanpa ada iringan musik. Tukang siomai berhenti di ujung jalan, berharap ada yang mau membeli dagangannya. Gavin memukul samsak dengan sekuat tenaga berkali-kali. Baju yang digunakannya sudah basah dengan keringat. Dia sudah mulai kehabisan napas. Sudah satu jam dia berlatih boxing hari ini. Restu sedang sangat bersemangat sore ini. Sejak menjemput Gavin di sekolah, dia sudah memintanya langsung tidur siang, agar sorenya memiliki cukup tenaga untuk berlatih. Seperti biasa, Gavin selalu menuruti permintaan sang Papa. "Pukul yang keras, Gav! Perhatikan sasarannya," perintah Restu yang berdiri di belakang Gavin. Gavin lalu memukul samsak lebih kencang lagi. Samsak di depannya bergoyang pelan. "Gavin, sudah dulu latihannya, sudah hampir Magrib. Nggak baik di luar rumah mau Magrib gini, bisa diculik wewe gombel. Iya, kalau itu Wewe Gombel bisa jadi ibu yang baik buat Gavin, sih, nggak masalah. Kalau te

  • Love by Choice   Kneeling

    Gia berlari menjauh dari rumah Restu. Matanya seperti pipa PDAM yang bocor, air matanya mengucur deras. Dadanya seperti disengat puluhan lebah, pedih dan bengkak. Bayangan Restu yang nyaris sempurna hancur sekarang. Gia kecewa kepada Restu. Gia marah, marah pada Restu yang ternyata jahat sekaligus marah pada dirinya sendiri yang bodoh sudah memilih Restu. Ternyata seorang Restu yang dikiranya berpikiran dewasa, tidak jauh berbeda dengan Hugo. Lelaki di mana pun sama, selalu lemah lihat wanita seksi. Belum sempat Gia masuk ke dalam rumah, ada yang menarik tangannya. Gia terpaksa berhenti kalau tidak mau tangannya lepas. Dia masih belum siap tangannya diganti dengan tangan robotik. Selain harganya mahal, berburu upil dengan tangan robotik pasti tidak semenyenangkan dengan tangan asli. Restu berdiri di belakang Gia masih bertelanjang dada. Dia terlihat cemas sampai tidak peduli deretan tahu di perutnya terekspos jelas. "Lepasin!" bentak Gia sambil mencoba melepaskan genggaman tangan R

  • Love by Choice   Moaning

    Kuliah ternyata tidak selalu menyenangkan. Ini sudah hampir di akhir semester pertama Gia. Tumpukan tugas yang harus segera diselesaikan semakin menggunung. Materi pelajaran yang harus dipahami semakin menumpuk. Kepala Gia selalu panas setiap hari. Penjelasan dosen bukannya membuatnya paham, malah semakin membuatnya bertambah pusing. Beruntung, Gia punya Jessica yang dengan sabar, dan bonus sedikit makian, masih mau membagi ilmunya. Walau tidak sempurna, Jessica berhasil membuat Gia sedikit lebih paham dengan pelajaran. Iya, cuma sedikit. Gia terlalu malas belajar, jadi tidak ada perkembangan signifikan dalam nilainya. Hari ini Gia pulang kuliah lebih cepat dari biasanya. Harusnya, dia ada dua mata kuliah lagi. Tapi, dosen pengampu dua mata kuliah itu berhalangan hadir dengan alasan ada tugas ke luar kota. Setelah mendapat kepastian kelas kosong, Gia segera menghubungi Restu. Dia meminta Restu untuk menjemputnya. Siapa tahu hari ini bisa jalan-jalan sebentar, nongkrong di mall atau d

  • Love by Choice   Meaning of Marriage

    Cowok di depan Gia masih berhasil membuatnya salah tingkah. Ada gelitik aneh di dadanya. Rasanya beda dengan debaran yang dulu dia rasakan, waktu masih berharap Hugo bisa membalas cintanya. Rasa ini membuat perasaannya membaik."Ngagetin aja, Bang! Gia kira setan. Kalau jantung Gia copot, gimana? Bang Hugo mau tanggung jawab?" omel Gia mencoba bersikap biasa saja, padahal perasaannya berantakan. Dia sadar sudah salah. Kalau dia terus bersama Hugo, pasti rasa bersalah pada Restu ini akan semakin meningkat."Sebenernya, kalau disuruh tanggungjawab, gue mau aja. Tapi, gue nggak mau ngerebut calon istri orang," sahut Hugo. Dia berkata seperti itu dengan serius. Sengaja dia memberi jeda supaya Gia semakin salah tingkah, lalu tertawa, seakan ini memang hanya ocehan tanpa makna. Nyatanya, Hugo memang berharap menggantikan posisi Restu sebagai calon suami Gia."Bang," panggil Gia pelan, nyaris tidak terdengar Hugo.Hugo memandang Gia sambil tersenyum. "Lo manggil gue?""Ajakin gue ke KUA sekar

  • Love by Choice   Liar

    Matahari sudah tenggelam, saat Gia memasukkan mobil ke dalam garasi rumah. Hari ini tidak seburuk yang Gia bayangkan. Bertemu dengan Hugo setelah beberapa minggu ini dia menghindari Gia, ternyata tidak terlalu buruk. Tadinya, Gia mengira pertemuannya ini akan berakhir dengan kondisi aneh atau bahkan terjadi pertengkaran. Tapi, sebaliknya, Hugo masih tetap Hugo, senior menyebalkan yang berhasil membuat hati Gia berbunga-bunga. Sekarang, Gia sadar bahwa perasaan itu belum sepenuhnya hilang. Hugo masih punya tempat spesial di hati Gia.Baru saja Gia mematikan mesin mobil, ponselnya berbunyi. Ada pesan masuk. Gia mengurungkan niatnya keluar mobil. Dia meraih ponsel yang disimpannya di dalam tas. Sebuah pesan dari Hugo membuat jantungnya malas berdetak dalam beberapa detik.Senior Galak KesayanganMakasih buat hari ini, Gi. Gue seneng ketemu lo.Gia tersenyum lebar membaca pesan dari Hugo. Apa yang dirasakannya ternyata dirasakan juga oleh Hugo. Mereka dua orang yang saling menikmati pertem

  • Love by Choice   Dating with The Past

    Semenjak Restu nekat memperkenalkan diri sebagai calon suami Gia, Hugo memang terlihat tidak terawat. Rambutnya dibiarkan semakin panjang, bahkan seringkali terlihat acak-acakan. Bajunya beberapa kali nampak kusut. Dari laporan Jessica, Hugo seperti kehilangan semangat. Dia sering mangkir dari jadwal rapat BEM. Hugo bahkan lebih mudah emosi hanya karena hal kecil. Gia pun merasa bersalah. Sayangnya, Hugo tidak pernah memberinya kesempatan untuk berbicara. Dia selalu menghindar. Hugo menolak berada terlalu dekat dengan Gia. "Bang Hugo ngapain di sini?" tanya Gia basa-basi. Gia mencoba tersenyum. Sayang, senyumnya kaku dan malah membuatnya terlihat seperti meremehkan Hugo. "Mau beli buku. Gue kehabisan bahan bacaan," jawab Hugo. "Lo sendirian?" tanya Hugo perlahan. Ada ribuan jarum jahit yang bergerak acak menikam jantungnya. Gia tersenyum lebih tulus. "Iya. Udah mirip anak hilang, ya? Bentar lagi ada yang mau nyulik Gia, nih. Kalau Gia nggak ada kabar besok, laporin polisi, ya, Ban

  • Love by Choice   Ice Cream

    Minggu pagi menjadi waktu yang pas untuk bermalas-malasan. Bangun siang, makan, pipis, eek, dan tidur lagi seharian. Itu yang dilakukan Gia dulu. Gia yang hanya berfikir tentang enaknya sendiri, tidak peduli Bunda sudah mengomel panjang melihat anak gadisnya sudah mirip kain pel bekas—lecek, kucel, kusut, dan bau—tinggal dibuang aja. Gia yang sekarang berbeda. Setelah Restu menunjukkan keikhlasannya melepas Bianca, Gia semakin yakin untuk memperbaiki dirinya. Gia tidak mau Restu menyesal karena dirinya masih sama, tanpa perubahan yang lebih baik. Gia mau Restu juga melihat usahanya. Terlebih lagi, nantinya Gia akan menjadi seorang ibu bagi Gavin. Sebuah tanggungjawab yang jauh lebih besar. Jantungnya selalu berdebar kencang kalau mengingat statusnya akan berubah menjadi istri dan ibu sekaligus, peran baru yang lebih menuntut kedewasaannya. Cahaya matahari mulai masuk dari sela-sela jendela kamar Gia yang masih tertutup gorden. Gia menyibakkan gorden berwarna hijau tua itu. Di seberan

  • Love by Choice   Cemetery

    Jalanan lenggang, tanpa kemacetan yang berarti. Lampu merah memaksa mobil Restu berhenti sejenak. Perjalanan mereka masih butuh beberapa menit lagi sampai tujuan. Tujuan yang sama sekali tidak pernah dibayangkan oleh Gia. Restu terus diam selama perjalanan, sama sekali tidak mencoba mengajak Gia berbicara. Suasana hening di dalam mobil. Tidak ada suara musik yang biasa diputar oleh Gia. Suara deru kendaraan dan sesekali klakson yang saling bersautan di luar cukup membuat Gia merasa semakin resah. Baru pertama kali Gia melihat Restu dalam mode galak begini. Ini bukan Restu yang membuat Gia jatuh hati. Sekarang, Restu terlihat menakutkan. Bukan menakutkan selayaknya genderuwo yang mencari perawan di siang hari. Ya, walaupun antara genderuwo dan Restu sama-sama doyan perawan. Gia merasa yang duduk di sampingnya adalah pria tua yang senang menculik perawan, lalu menjualnya ke pria hidung belang yang berani membayar mahal. Pria-pria seperti ini biasanya sering nekat melakukan kekerasan de

DMCA.com Protection Status