Untuk pertama kalinya Jason melihat malaikat kecil berwujud bayi yang begitu lucu. Liam yang sebelumnya terus menangis kini tenang setelah Tamara memberinya sebotol susu yang berhasil ia habiskan.Jason begitu takjub, lantas mengangkat bayi itu dalam gendongannya. Ia memandangi wajah Liam yang tertidur pulas, dalam batinnya Jason rasakan getaran yang tak bisa ia jelaskan meski dengan kata.Ada sesuatu dalam diri bayi itu yang membuatnya merasa terikat.“Siapa namanya?” tanya Jason pada wanita yang kijni tengah bergelayut di lengannya.“Namanya?” Tamara menggeleng. “Oh, Tuhan. Saking kacaunya aku sampai lupa memberinya nama. Apakah kau punya ide? Pastinya ia akan menyandang nama McKennel di belakang namanya.”Kening Jason berkerut. Ia tentu saja senang jika diperbolehkan memberi nama bayi mungil itu. Namun, bayi itu adalah milik Jared.“Ayolah, Jase. Kau boleh memberi nama keponakanmu.” Tamara memutar tubuh menghadap pria yang masih menggendong Liam. “Lagi pula, jika kita kembali bersa
Jason termangu di sebuah bar, di lokasi yang sama yang ia datangi saat mencari Liam. Ia mengawasi Emily dari kejauhan dan tak menemukan wanita itu di kediaman Jeffry.Ke mana Emily pergi? Bahkan ketika menghubunginya berulang kali, tak ada jawaban sama sekali.Jason hanya ingin memastikan kalau mantan istrinya itu dalam kondisi baik-baik saja, meski sampai sekarang Liam belum juga ditemukan.Jason duduk seorang diri menikmati minuman dalam gelasnya sembari memerhatikan pelayan yang lalu lalang dan bartender yang tengah sibuk menyiapkan minuman bagi tamu lain.Ada beberapa pelayan yang tampak muram dan tengah berbicara dengan pria bersetelan jas di hadapannya.“Hey, apa yang terjadi pada mereka? Apakah itu manajermu?” tanya Jason pada sang bartender yang sudah selesai melayani pesanan.Laki-laki yang tampak berusia dua puluhan itu mengangguk kemudian menyandarkan siku pada meja bar dan mulai bicara dengan volume yang h
Emily tak perlu meminta izin pada siapa pun untuk bertemu dengan siapa pun. Terlebih setelah semalam Jeffry pergi begitu saja dan baru pulang dini hari, akan lebih baik bagi Emily untuk pergi seorang diri saja menemui Alex.Alex yang telah lama menghilang, karena merasa harus memberi ruang bagi Emily agar biasa berbahagia, akhirnya setuju kala Emily mengutarakan maksud dan tujuan atas ajakannya bertemu.Pria itu tentu saja sudah tahu mengenai pernikahan Emily dengan pengusaha sesukses Jeffry, dan baru saja melahirkan bayi laki-laki yang lucu. Satu hal yang membuat Alex terkejut dan tak percaya; Emily lagi-lagi mendapatkan ujian hidup yang tidak main-main.Ujian percintaan sudah menyesakkan bagi Emily, kini ia harus kehilangan putranya dan itu bukanlah hal yang mudah.“Maafkan aku karena menghilang bagai ditelan bumi. Aku hanya tak ingin mengganggu kebahagiaanmu, Em. Aku tidak mungkin bisa tahan melihat pria lain menjadi alasan kau tersenyu
Emily terbangun dengan sekujur tubuh yang remuk redam seperti dihantam godam. Setelah menghajarnya dengan bengis, semalaman, Jeffry kemudian melampiaskan nafsunya terhadap wanita itu, saat itu juga.Tak masalah sebenarnya bagi Emily, karena ia pun sesungguhnya ingin bercinta dengan Jeffry sejak lama. Namun sayang, segalanya dimulai dengan hal yang tidak baik dan diakhiri dengan cara yang tidak pantas.Bagaimana mungkin ia bisa melayani dan menikmati hubungan seksual dengan Jeffry sementara sebelumnya pria itu telah menghajar mental dan fisiknya dengan sangat brutal. Lantas kemudian setelah ia puas, ia begitu saja melucuti pakaian Emily dan melakukan tanpa permisi.Tak ada pemanasan tak ada kenikmatan yang bisa Emily rasakan. Hanya sakit yang menyergap tubuh dan batinnya.Dan pagi ini, lagi-lagi ia tidak melihat keberadaan Jeffry di sofa di mana mereka melakukannya malam tadi.Bukan kebahagiaan yang Emily rasakan melainkan sesak
Jason tak mungkin bisa tenang setelah melihat sendiri bagaimana kondisi Emily. Meski Emily mengatakan bahwa apa yang ia alami adalah perbuatan penjahat, tetapi mengapa wanita itu menolak saat Jason hendak melaporkan pada polisi?Dan ia ingat betul bagaimana ekspresi Emily saat itu. Sangat kesakitan dan terluka. Entah apakah itu secara psikis atau sekaligus fisik.“Apa yang kau pikirkan, hm?” tanya Tamara yang tiba-tiba muncul dengan pakaian tidurnya yang seharusnya mengundang minat Jason, tetapi pria itu tidak menginginkannya sama sekali.Sejak ia memutuskan kembali pada Tamara, tak ada nafsu sedikit pun untuk menyentuh perempuan itu.Ia hanya ingin bertemu keponakannya. Itu saja.“Tidak. Hanya masalah pekerjaan. Dan aku tengah berencana untuk memulai bisnisku sendiri. Aku baru saja menemukan usaha yang cocok untukku dan sedang mengusahakannya.”“Benarkah? Aku turut senang atas pencapaianmu, sayang. Boleh aku tahu usaha apa itu?
Jeffry mematikan telepon. Laki-laki itu memijit pelipisnya. Hari ini, ia sudah memiliki banyak agenda. Menjadi seorang pebisnis memang harus siap kapan saja. Apalagi, untuk urusan ekspansi pasar yang sangat menjengkelkan. Terkadang jauh dari perkiraan membuat strategi yang sudah dibangun tiba-tiba meleset dan mengalami banyak kendala. Kendati demikian, Jeffry memilih untuk bersantai sebentar di balkon kamar. Laki-laki itu mengarahkan matanya untuk melihat pemandangan hijau di depan rumah. Begitu puas, matanya beralih ke benda kecil berwarna hitam dengan tepian gold yang melingkar di tangan kirinya. “Ah, ternyata masih pagi,” gumamnya seraya membalikkan tubuh. Tidak jauh di depannya, sang istri datang menghampiri. “Jeff? Kenapa kau begitu rapi?” tanya Emily. “Hari ini aku ada perjalanan bisnis ke Jamaika.” Jeffry menjawab dengan nada dingin sembari memakai jam tangannya. Wanita yang sedari tadi berdiri di ambang pintu terlihat bingung.
“Kau di mana?” tanya seorang lelaki, seraya menyesap coffee latte yang beberapa waktu lalu disajikan. Laki-laki berparas tampan itu mendengkus begitu mendengar jawaban dari lawan bicaranya. “Baiklah. Jangan terlalu lama. Aku orang sibuk.” Seorang wanita di depannya melotot ketika mendengar ucapan lelaki itu. “Apanya yang sibuk?!” Lelaki berambut coklat muda itu meletakkan jari telunjuk di bibir. Tanpa suara, mulutnya mengatakan, “diamlah. Biar dia segera sampai ke sini.” Si perempuan hanya menggumam pelan, disusul kekehan geli kemudian. Setelah telepon ditutup. Lelaki itu menghela napas panjang. “Selalu saja begini, dia yang membutuhkan, tetapi kita yang harus menunggu.” “Jangan begitu. Kita juga butuh Emily,” ujar Shila—wanita yang duduk di depannya. Ia mengambil kentang goreng yang dipesan dan langsung melahapnya. “Aku benar-benar takut terjadi sesuatu pada Emily, Tuan Danison.” "Jangan terlalu formal," ucap
Perkelahian yang terjadi antara Jason dan Alex berlangsung sengit. Mereka sama-sama menguasai bela diri, jadi tidak mudah untuk ditumbangkan. Salah satu atau keduanya dari penjaga harus kalah terlebih dahulu agar mereka bisa masuk dan menemui Emily. Shila menjerit ketika wajah Jason terkena tinju. Begitu juga ketika perut Alex berhasil dijadikan karung tinju oleh salah satu penjaga. Meski begitu mereka berdua tidak ingin menyerah. Jason mengambil guntingan dan membanting tubuh lawannya. Begitu suara erangan terdengar, Shila sadar kalau ini waktu yang tepat untuk menyelinap. Wanita itu lekas mencari Emily. Berada di kediaman mewah milik Jeffry membuat Shila kebingungan. Ia tidak tahu ruangan mana sahabatnya berada. Apakah dia ada di kamarnya atau ruangan lain?Shila berjalan lurus. “Emily! Emily!” panggilnya berharap kalau Emily bisa mendengarnya. “Kau di mana, Em?” Shila berlari dan memeriksa seluruh ruangan yang ada di lantai satu. Sayangnya, wanita itu tidak kunjung ditemukan. “