Jeffry mematikan telepon. Laki-laki itu memijit pelipisnya. Hari ini, ia sudah memiliki banyak agenda. Menjadi seorang pebisnis memang harus siap kapan saja. Apalagi, untuk urusan ekspansi pasar yang sangat menjengkelkan. Terkadang jauh dari perkiraan membuat strategi yang sudah dibangun tiba-tiba meleset dan mengalami banyak kendala.
Kendati demikian, Jeffry memilih untuk bersantai sebentar di balkon kamar. Laki-laki itu mengarahkan matanya untuk melihat pemandangan hijau di depan rumah. Begitu puas, matanya beralih ke benda kecil berwarna hitam dengan tepian gold yang melingkar di tangan kirinya.“Ah, ternyata masih pagi,” gumamnya seraya membalikkan tubuh. Tidak jauh di depannya, sang istri datang menghampiri.“Jeff? Kenapa kau begitu rapi?” tanya Emily.“Hari ini aku ada perjalanan bisnis ke Jamaika.” Jeffry menjawab dengan nada dingin sembari memakai jam tangannya. Wanita yang sedari tadi berdiri di ambang pintu terlihat bingung. <“Kau di mana?” tanya seorang lelaki, seraya menyesap coffee latte yang beberapa waktu lalu disajikan. Laki-laki berparas tampan itu mendengkus begitu mendengar jawaban dari lawan bicaranya. “Baiklah. Jangan terlalu lama. Aku orang sibuk.” Seorang wanita di depannya melotot ketika mendengar ucapan lelaki itu. “Apanya yang sibuk?!” Lelaki berambut coklat muda itu meletakkan jari telunjuk di bibir. Tanpa suara, mulutnya mengatakan, “diamlah. Biar dia segera sampai ke sini.” Si perempuan hanya menggumam pelan, disusul kekehan geli kemudian. Setelah telepon ditutup. Lelaki itu menghela napas panjang. “Selalu saja begini, dia yang membutuhkan, tetapi kita yang harus menunggu.” “Jangan begitu. Kita juga butuh Emily,” ujar Shila—wanita yang duduk di depannya. Ia mengambil kentang goreng yang dipesan dan langsung melahapnya. “Aku benar-benar takut terjadi sesuatu pada Emily, Tuan Danison.” "Jangan terlalu formal," ucap
Perkelahian yang terjadi antara Jason dan Alex berlangsung sengit. Mereka sama-sama menguasai bela diri, jadi tidak mudah untuk ditumbangkan. Salah satu atau keduanya dari penjaga harus kalah terlebih dahulu agar mereka bisa masuk dan menemui Emily. Shila menjerit ketika wajah Jason terkena tinju. Begitu juga ketika perut Alex berhasil dijadikan karung tinju oleh salah satu penjaga. Meski begitu mereka berdua tidak ingin menyerah. Jason mengambil guntingan dan membanting tubuh lawannya. Begitu suara erangan terdengar, Shila sadar kalau ini waktu yang tepat untuk menyelinap. Wanita itu lekas mencari Emily. Berada di kediaman mewah milik Jeffry membuat Shila kebingungan. Ia tidak tahu ruangan mana sahabatnya berada. Apakah dia ada di kamarnya atau ruangan lain?Shila berjalan lurus. “Emily! Emily!” panggilnya berharap kalau Emily bisa mendengarnya. “Kau di mana, Em?” Shila berlari dan memeriksa seluruh ruangan yang ada di lantai satu. Sayangnya, wanita itu tidak kunjung ditemukan. “
Di lantai satu, Jason dan Alex sudah sama-sama babak belur. Wajah mereka merah dan sudut bibirnya berdarah. Jason membuang liurnya karena mulutnya terasa asin. “Bagaimana dengan Shila?” tanyanya. “Aku kira dia sudah menemukan Emily. Kau mau ikut mencari atau tetap di sini, biar aku yang menghalangi mereka.” Jason bimbang. Jika dirinya ikut mencari Emily, maka Alex sudah pasti kalah karena lawan mereka bukan orang sembarangan. Sejak tadi, tak ada satu pun penjaga yang tumbang, bahkan sampai tenaga mereka hampir habis. Tidak ingin sesuatu terjadi kalau dirinya pergi, Jason lantas mengambil keputusan. "Tidak. Aku yakin Shila bisa menemukan Emily. Jika aku meninggalkanmu di sini, kau bisa mati. Mereka berdua lawan yang tangguh.” Alex mengangguk. Dalam hati, ia sedikit lega karena dengan begitu nyawanya pasti aman. Menawarkan Jason untuk pergi sebenarnya hanya keputusan spontan saja. Di satu sisi, ia ingin Emily cepat ditemukan agar mereka bisa langsung meninggalkan tempat itu. Hanya
Emily tengah berada di taman. Memandang kosong ke salah satu bunga mawar yang berwarna merah dan masih berupa kuncup. Emily berpikir, mengapa mawar memiliki duri? Apakah duri itu benar-benar bisa melindungi mawar itu sendiri atau justru hanya sebagai hiasan semata? Lamunan Emily berganti ketika ucapan Jeffry kembali terngiang di kepalanya. Semua ungkapan yang suaminya lontarkan membuat Emily berpikir keras bahkan tidak tidur semalaman.Kemarin, setelah Jeffry murka dan melampiaskan kemarahan dan hasratnya, Emily sudah tidak bisa merasakan sakit dari hukuman yang laki-laki itu berikan. Terbesit begitu banyak tanya, mengenai Liam—anaknya yang hilang sampai sekarang. Bahkan, anak itu belum juga ditemukan. Namun, Jeffry bukan berusaha mencarinya melainkan justru menginginkan Emily mengandung darah daging Jeffry. Apakah pria itu sudah hilang akal?Emily terperanjat ketika menemukan satu alasan, mengapa Jeffry menginginkan anak lain sementara dirinya masih memiliki Liam. Pria itu juga me
Usai bertemu Emily dan yang lain, Jason pulang ke apartemennya. Ia akan berusaha sekuat tenaga untuk membantu wanita itu. Meski kini hubungannya sudah berubah menjadi mantan istri, tetapi Emily adalah wanita baik dan selalu menjadi favoritnya. Dan ia akan memprioritaskan Emily di atas kepentingannya sendiri. Tiba di apartemen, Jason mengobrak-abrik lemari, nakas, dan juga tempat lain yang ia ingat pernah ia gunakan untuk menyimpan kartu nama beberapa orang penting. Jason berniat mencari seseorang yang bisa membantunya dan Emily untuk menemukan Liam. Biar bagaimanapun, Liam adalah putranya dan ia tidak akan membiarkan bayinya dan Emily belum juga dtemukan. Polisi tidak juga memberikan kabar mengenai usaha mereka menemukan Liam, dan Jason tak sabar dibuatnya.“Di mana aku menyimpannya?” Jason sudah tiga kali mengobrak-abrik lemari penyimpanan di apartemennya. Ia mendengkus lalu mengusap kepala karena bingung di mana terakhir kali menyimpan semua kartu nama itu. Akhirnya, Jason mengge
Permintaan dari sahabatnya membuat dua orang manusia itu berdiskusi panjang. Semalaman mereka merencanakan sesuatu yang harus dilakukan untuk membantu Emily. Jason sudah berjanji kalau ia akan mencari sendiri anaknya dengan bantuan detektif yang dipercaya. Sementara itu, Alex dan Shila mendapat tugas untuk mengikuti ke mana pun Jeffry pergi. Jason sudah memberi tahu mereka agar jangan sampai kehilangan jejak Jeffry karena mungkin benar kata Emily, laki-laki itulah dalang di balik semua kejadian itu. Shila mengerucutkan bibir. Ia tengah berdiri di depan rumah. Wajahnya sebal karena sejak tadi orang yang ditunggu belum juga datang.“Di mana pria ini? Mengapa ia lama sekali?” gerutunya. Tidak sabar menunggu, wanita itu langsung mengirim banyak pesan ke nomor Alex. Karena belum mendapat balasan apa pun, Shila pun menelepon lelaki itu. “Kau di mana? Kau mau aku menjadi kepiting rebus?!” Shila langsung mengomel begitu panggilannya dijawab. “Sebentar lagi aku sampai. Sudah di persimpanga
Setelah menemui Tamara, Jeffry menghabiskan waktu sebentar bersama wanita penghibur di bar. Tidak sampai meniduri mereka karena Jeffry punya selera berbeda jika itu menyangkut wanita dan seks. Sementara itu, Tamara memilih untuk langsung pulang setelah urusan selesai. Jeffry melihat jam tangannya. Sudah cukup larut. Ia memiliki jadwal yang cukup padat besok. Maka akan lebih baik jika dirinya bergegas pulang. Dan tepat pukul setengah sebelas malam, laki-laki itu pun melajukan mobil menuju kediamannya. Jeffry melepaskan jas yang terasa gerah di tubuh. Baru saja ingin ke kamar, ia dihadang oleh pelayan rumah. “Ada apa?”“Aku ingin melaporkan bahwa Nyonya Allen sempat keluar dengan sopir pribadi.” “Ke mana dia pergi?”“Aku tidak tahu, Tuan.” Langkah Jeffry terhenti dan langsung memerintahkan pelayan itu untuk memanggil sopir. Sembari menunggu, Jeffry duduk di sofa ruang tamu. Sopir berusia sekitar akhir empat puluhan itu datang tergopoh-gopoh bersama si pelayan, dengan wajah masam k
Jeffry tak pedulikan ponselnya yang terus berdering. Ia terus menyumpah serapah Emily. Wanita itu berani sekali menusuknya. Jeffry mengabari dua penjaga untuk membantu. Tidak butuh waktu lama akhirnya anak buahnya menemukan Jeffry yang masih berada di ranjang dengan pisau menancap di tubuhnya. Salah satu penjaga memanggil ambulans. Sekitar lima belas menit kemudian, ambulans tiba dan membawa Jeffry ke rumah sakit. Laki-laki itu bersumpah akan membuat Emily merasakan penderitaan yang jauh lebih menyakitkan daripada sebelumnya. Karena perempuan itu, ia sampai masuk ke tempat yang sangat dibencinya. ***Di lain tempat, Emily berhasil sampai di telepon umum. Ia pun menghubungi Alex dan menceritakan garis besar tentang kondisinya saat ini. Tentu saja, Alex terkejut ketika mendengar penuturan Emily. Meski larut, Alex segera melajukan tunggangannya membawa Emily ke mansionnya. Alex juga menghubungi Shila untuk datang begitu juga dengan Jason. Kini, mereka bertiga ada di kediaman Alex. Sh
Jason dan Emily sedang dalam perjalanan. Di dalam mobil, Emily terus menangis karena tidak menyangka bahwa anaknya masih hidup. Berkali-kali ia menanyakan hal yang sama kepada Jason mengenai Liam dan dijawab dengan jawaban yang sama pula oleh laki-laki itu. Jason mengerti bagaimana keadaan Emily. Dirinya juga rindu dengan Liam, darah dagingnya. Namun, setidaknya ia lega karena Liam sudah berada di tangan yang tepat saat ini. Mobil Jason berhenti di halaman rumah kediaman Charles dan Emma. Langsung saja mereka masuk. Di ruang tamu, semua orang berkumpul. Charles, Emma, Alex, Shila, bahkan Jared—kakaknya ada di sana. Emily lantas menghampiri Emma yang sedang menggendong bayi. Emma yang tahu perasaan Emily pun menyerahkan bayi itu. Dengan perasaan yang sulit dijelaskan serta air mata yang mewakili kebahagiaannya, Emily akhirnya kembali menggendong Liam. Anaknya yang sudah menghilang beberapa waktu. Emily menangis. Shila pun mendekat ke arah sahabatnya dan memeluknya. “Sekarang, Liam
Di tempat yang berbeda, Jason berkali-kali berdecak dan mengumpat karena Alex tidak kunjung datang. Ke mana laki-laki itu, apakah menuntaskan hajat sampai harus bermenit-menit. Jason curiga kalau sebenarnya Alex bukannya ke kamar mandi untuk buang air, tetapi justru bertapa. Jason melihat jam berwarna hitam yang melingkar di tangannya. Jarum panjang jam sudah berganti ke angka empat. Itu artinya sudah lebih dari dua puluh menit laki-laki itu di apartemennya.“Ke mana dia?” gumam Jason.Jason memeriksa ponselnya. Tadi, ponselnya mati jadi tidak bisa digunakan untuk menghubungi Alex. Setelah dicharger di dalam mobil, akhirnya ponselnya menyala. Jason buru-buru mencari kontak nama Alex. Begitu ingin dihubungi, ada tiga pesan muncul dari orang yang ditunggu. Jason membukanya. Ada satu video sedikit panjang di sana. Sedikit curiga, akhirnya Jason memutarnya. Di dalam video itu, ia hanya melihat gambar berwarna putih. Jason mendengus kesal. “Apa yang dilakukan dia sebenarnya.” Baru saja
Jason tidak menghiraukan ucapan Alex. Tadi, di rumah Alex, Jason sempat berdebat sengit dengan pria itu. Shila bahkan sampai harus melerai. Karena ucapan wanita itu, Jason memilih keluar dan pulang ke apartemennya untuk mengambil sesuatu. Dia akan bersiap untuk menemui Jeffry. Siapa yang menyangka kalau ternyata Alex mengikutinya. Hingga akhirnya, laki-laki itu menghadang di depan pintu apartemen miliknya. “Minggir!” ucap Jason yang ke sekian kalinya namun tidak juga mendapatkan respon dari Alex. Alex menggeleng. “Kau mau mendapatkan masalah lain? Kalau sampai terjadi sesuatu pada Jeffry, maka dia bisa saja mengelak atas semua tuduhan,” jelas Alex. Wajah laki-laki itu terlihat sangat serius. “Lalu, kau mau aku hanya diam sementara dia berhasil membuat Emily menjadi korban kekerasan fisik dan seksualnya. Kau mau aku tetap diam dan membiarkan dia terbahak keras di ranjang rumah sakit?!” sorot mata Jason penuh kobaran api amarah.Alex bahkan sampai menunduk karena tidak kuat menatap
Shila menggigit bibir dan meremas jemarinya. Jantungnya berdetak kencang karena sejak tadi dua orang yang ia tunggu tidak kunjung keluar daei bangunan megah itu. “Mereka sebenarnya sedang mencari apa? Kenapa lama sekali? Apakah jangan-jangan mereka ketahuan lagi?”Pikiran buruk mengenai dua sahabatnya langsung terbayang. Namun, Shila segera menepis pikiran buruk itu agar tak menjadi sugesti baginya.Jantungnya nyaris mencelus ketika mendengar suara berisik di sampingnya. Ia mengira salah seorang pengawal berhasil mengetahui keberadaannya. Namun, jauh dari dugaan karena Jason dan Alex-lah yang datang. Shila yang semula tak berani bergerak dan hanya mematung di tenpat, menghampiri dua lelaki itu setelah memastikan bahwa mereka adalah kawan-kawannya. “Apakah kalian baik-baik saja? Kalian berhasil?”Jason mengangguk. “Sepertinya keberuntungan sedang berpihak. Kita berhasil mendapatkan rekamannya.” Jason mengambil flashdisk yang ia simpan dan menunjukkannya pada Shila. Wanita itu menghel
Tiga orang yang baru saja datang dipersilakan duduk oleh seorang pria yang mengenakan jas berwarna hitam. Pria yang berumur sekitar empat puluhan itu tampak masih bugar, walau rambutnya memutih di beberapa bagian.“Jadi, apa rencanamu?” celetuk Jason sembari melihat-lihat dokumen di hadapaannya. “Kau belum mengenalkan mereka padaku.” timpal Mark yang bergantian menatap Alex dan Shila. "Kuharap kalian tidak tersinggung. Aku tidak bisa mengatakan langkahku pada orang asing, karena ijni menyangkut nyawa seseorang. Bukan begitu?""Kau benar. Perkenalkan, aku Alexander Danison, sahabat Emily."Mark menyambut jabatan tangan itu ramah dengan senyum terkembang. "Oh, Tuan Danison. Bagaimana mungkin aku tidak mengenalimu. Seorang pengusaha besar dan selevel dengan Jeffry Allen. Kuharap aku tidak salah.""Kau terlalu berlebihan, Tuan Jefferson." Alex membalas sambutan Mark dengan sikapnya yang rendah hati. Ia lantas menoleh pada Shila. "Ini Shila Andreas. Ia juga sahabat Emily." "Hmm ... aku j
Ide yang Jason lontarkan lantas membuat ketiga orang menaruh perhatian penuh pada Tamara. Mulai sekarang, Jason yang akan mengambil alih penyelidikan wanita itu. Sementara, Alex dan Shila akan mencari sesuatu soal Jeffry. Keduanya bertekat akan membuat laki-laki itu membayar atas apa yang dilakukan pada sahabatnya. “Aku akan pulang ke rumah,” ucap Jason setelah merancang rencana di kepalanya“Untuk apa?” kening Shila berkerut. “Bagaimana dengan Tamara? Bukankah kau mau menyelidikinya sendiri?” “Memang. Tapi, aku akan minta bantuan orang tuaku untuk menghubungi detektif Jefferson. Kemarin aku belum sempat bertemu dengan mereka.” “Baiklah. Pulang saja, kita berdua nanti akan mencari informasi soal Jeffry.”“Bagus. Kalau begitu, aku akan mengunjungi kwdua orang tuaku. Kalian urus dengan baik dan kabari aku perkembangannya.” Alex dan Shila mengangguk sebagai respon atas ucapan Jason yang layaknya seorang pimpinan. Jason pamit dan segera menuju ke kediaman orang tuanya. Ia tak sempat
Emily memang jauh lebih aman berada di mansion Alex. Setelah Shila dan Jason secara bergantian mengunjunginya, hari ini, dikarenakan akhir pekan, keempatnya berkumpul dan membahas mengenai Liam.Jason yang semula memang curiga pada Tamara, memutuskan membiarkan wanita itu untuk tinggal di apartemennya bersama Aaron. Namun, dengan adanya Emily di kediaman Alex, Jason harus bolak-balik apartemen dan rumah Alex untuk memastikan Emily benar-benar dalam keadaan baik-baik saja.Bagaimanapun, ia tak mengenal Alex dan lagi pula Alex adalah pria yang dulu sangat dekat dengan Emily. Bahkan sampai kini Jason tidak rela menerima kenyataan itu.“Aku tidak bisa mengatakan apa pun selain satu hal, aku tengah mengawasi seseorang yang mungkin akan memberi titik terang pada kita mengenai Liam,” ucap Jason sembari memeriksa berkas-berkas tentang pelaporan yang diajukan olehnya pada pihak kepolisian. “Mereka tidak bergerak sama sekali. Lihatlah!”Alex tampak
Tamara baru saja selesai membersihkan diri dan tak juga menwmukan Jason pulang ke apartemennya. Ia menunggu Jason yang juga sama sekali tidak menghubungi. “Ke mana Jason sebenarnya? Dia bahkan tidak meneleponku seharian.” Tamara memberengut dan menuju meja riasnya. Ia melihat pantulan dirinya sendiri. Tamara melihat seorang wanita cantik dengan guratan senyum yang menawan. Ia menyukai bentuk wajahnya. “Tak heran banyak pria menggilaimu, Tamara. Kau memang memesona,” pujinya pada diri sendiri. Mengenang banyak lelaki yang masuk dalam hidupnya, Tamara hampir tidak percaya kalau dirinya sempat menjalin hubungan dengan Jared. Semua bermula dari kehadirannya di kediaman McKennel dan dirinya tak menemukan Jason di mana pun. Lalu ketika sedang berjalan-jalan di dalam rumah keluarga McKennel, ia menemukan sosok yang dikenalnya, tengah berada di dalam ruangan yang asing baginya.Tamara kala itu masuk dan mengunci pintu. Ia lalu mendekap tubuh Jared dari belakang serta memberikan sentruhan se
Jeffry tak pedulikan ponselnya yang terus berdering. Ia terus menyumpah serapah Emily. Wanita itu berani sekali menusuknya. Jeffry mengabari dua penjaga untuk membantu. Tidak butuh waktu lama akhirnya anak buahnya menemukan Jeffry yang masih berada di ranjang dengan pisau menancap di tubuhnya. Salah satu penjaga memanggil ambulans. Sekitar lima belas menit kemudian, ambulans tiba dan membawa Jeffry ke rumah sakit. Laki-laki itu bersumpah akan membuat Emily merasakan penderitaan yang jauh lebih menyakitkan daripada sebelumnya. Karena perempuan itu, ia sampai masuk ke tempat yang sangat dibencinya. ***Di lain tempat, Emily berhasil sampai di telepon umum. Ia pun menghubungi Alex dan menceritakan garis besar tentang kondisinya saat ini. Tentu saja, Alex terkejut ketika mendengar penuturan Emily. Meski larut, Alex segera melajukan tunggangannya membawa Emily ke mansionnya. Alex juga menghubungi Shila untuk datang begitu juga dengan Jason. Kini, mereka bertiga ada di kediaman Alex. Sh