“Ibu, apa yang terjadi?” tanya Emily yang tergesa datang setelah Emma menghubunginya. Kabar tak mengenakkan, pastinya. Namun, Emma tidak mengatakannya dengan jelas. Hanya meminta Emily untuk datang karena ada yang ingin ia sampaikan.
“Ayahmu ... ia memutuskan untuk mendonorkan sumsumnya pada Lyla. Kau tahu sendiri bagaimana kondisi Charles. Ia memiliki penyakit jantung, bagaimana jika—“Emily berubah panik seketika. Ia mengambil ponsel dan menghubungi Jeffry untuk membantunya mencari Charles yang mungkin saja masih berada di sekitar rumah sakit. Emily berharap agar Jeffry mencegah apa pun yang akan dilakukan oleh pria paruh baya itu.Namun, jawaban Jeffry membuat Emily makin panik.“Aku hanya bertemunya sekali, saat ia baru saja keluar dari ruangan dokter John Armando. Namun, aku tidak tahu ke mana ia pergi setelahnya. Dan aku tidak terlalu peduli.”Emily kemudian bergegas pergi tanpa pamit, karena ia tidak punya waktu untuk ituEmily pada akhirnya memutuskan untuk tidak terlalu intens mengunjungi Lyla, terlebih jika itu berurusan dengan Jeffry. Ia rasa cukup untuk menjaga intensitas pertemuan mereka karena Emily tidak ingin merasakan sakit hati untuk ke sekian kalinya.Namun, ia menyesali keputusannya saat kemudian mendengar kabar bahwa Lyla tengah mengalami hari yang buruk.Kondisi gadis kecil itu memburuk dan dokter pun tidak bisa memastikan apakah Lyla akan membaik atau dengan terpaksa seluruh keluarga harus mengikhlaskan kepergiannya.Jeffry tentu saja tak menginginkan semua itu terjadi. Ia mempertahankan keputusannya bahwa Lyla harus tetap mendapat perawatan, sampai keajaiban datang. Jeffry masih berharap akan itu semua.Dan ketika Emily datang dan tergesa pergi, Jeffry menghadangnya. Tepat saat itu, Charles pun menyaksikan dari kejauhan, tak ingin menginterupsi apa yang tengah diusahakan oleh pria yang pernah menjadi menantunya itu.“Emilia, kumo
Dua hari sudah Lyla telah sadar dan dalam kondisi yang sangat baik. Ia juga telah dipindahkan ke ruang perawatan dan akan dievaluasi dalam tiga hari ke depan. Jika semakin membaik, maka Lyla akan diperbolehkan rawat jalan dengan memerhatikan saran dan catatan dari dokter.Dan hari ini, Emily memutuskan untuk menemani Lyla selama seharian, terlebih ini adalah akhir pekan sehingga Emily bisa dengan leluasa menghabiskan waktunya bersama gadis kecil itu.Bahkan saat Lyla tertidur, ia masih menggenggam jemari tangan Emily, yang membuat wanita itu merasa terharu.Ia mungkin cemburu pada Emilia, meski wanita itu telah tiada. Namun, Lyla membuat Emily justru merasa seolah dirinyalah ibu dari gadis kecil itu. Dan kesembuhan Lyla membuat pikiran Emily sedikit lebih tenang. Buktinya, ia tak lagi mendiamkan Jeffry seperti beberapa hari lalu.Keduanya kini tampak tengah duduk berhadapan menikmati makan siang mereka di kafetaria sembari berbincang menge
Shila sudah menjelaskan segalanya pada Emily. Apa pun yang seharusnya ia ketahui dari mengenai alasan perempuan itu menuruti perintah Jeffry untuk membujuk Emily agar mau menikah dengannya.Shila hanya menginginkan kebahagiaan untuk Emily dan hal yang sama pula dengan apa yang kini ia usahakan. Kebahagiaan Emily dan Lyla adalah yang terpenting baginya.“Bibi Emily, apakah ini artinya aku sudah boleh pulang?” tanya Lyla saat melihat Emily membereskan barang-barang miliknya. “Aku tidak mau terlalu lama di tempat ini. Aku rindu rumah, Bibi Emily.”Emily berbalik kemudian membelai pipi gadis kecil itu dengan penuh kasih.“Tentu saja kau akan pulang, Lyla. Kau sudah sehat dan akan selalu sehat. Tapi, dokter memberi syarat bahwa kau harus tetap meminum vitamin dan obatmu secara teratur dan patuh pada perkataan papa, oke?”Lyla mengangguk lalu menoleh ke arah pintu di mana Jeffry berdiri dan memerhatikan interaksi antara Emily dan Lyla
Sebulan kemudian ....“Emily, tinggalkan pekerjaanmu! Kau harus pulang sekarang karena dalam dua hari pernikahan kalian akan dilaksanakan. Apa yang kau pikirkan? Kenapa kau masih terus bekerja?” omel Shila yang gemas pada sahabatnya karena tidak mengingat kondisinya, terlebih perut yang mulai membesar.Pernikahan Emily akan dilaksanakan dua hari lagi, tetapi ia masih sibuk mengurus segala pekerjaan yang tersisa. Terlebih dalam dua bulan, Emily akan melahirkan. Sikap cuek Emily itulah yang membuat Shila kesal.“Tenang saja Shila, Jeffry sudah mengatur segalanya. Aku hanya tinggal bersantai, tidur, didandani oleh make up artis terbaik yang akan membuatku bersinar saat pernikahan nanti meski dalam keadaan mengandung.”Sikap santai Emily serta perkataan yang terdengar tenang seharusnya bisa membuat Shila ikut tenang. Namun, sahabatnya itu malah justru gelisah.“Aku sungguh mencemaskan keadaanmu, Em. Kau tahu, aku sebenarnya tidak in
Emily sudah selesai memindahkan barang-barangnya dari rumah lama untuk dibawa ke kediaman Jeffry. Ada beberapa barang yang ia tinggalkan seperti perabotan dan lain-lainya karena akan dibutuhkan oleh penyewa nantinya. Shila berubah pikiran dan berat meninggalkan apartemennya, ia memutuskan untuk tetap menempati dan berjanji akan membantu Emily untuk mempromosikan rumahnya sampai menemukan penyewa. Itu saja sudah sangat membantu bagi Emily yang akan mulai fokus dengan persiapan persalinannya nanti. Emily mulai jarang datang ke kantor dan menyerahkan pada Shila untuk sementara waktu. Sementara itu, justru Jeffry yang lebih sering mengunjungi EMZ untuk memeriksa pekerjaan para pegawai di sana, karena ia sendiri yang melarang Emily terlalu lelah di detik-detik menjelang persalinan. Terlebih setelah ia mendengar langsung tentang kekhawatiran Shila mengenai orang asing yang sering kali tampak mengawasi kantor mereka. “Tapi seharusnya aku bisa melihat orang
Bayi yang diharapkan datang setidaknya kurang dari dua bulan, justru hadir lebih awal. Emily menjalani persalinan dengan lancar dan selamat. Bayi laki-laki itu kini ada dalam gendongan Emily dan mereka beri nama Liam.Kebahagiaan mereka lebih lengkap dengan kehadiran Liam. Terlebih Lyla yang begitu bersemangat menyambut adik bayi yang sudah ia nantikan. Bahkan sejak Jeffry belum mendapatkan pengganti Emilia, Lyla sudah kerap mengutarakan keinginannya untuk memiliki seorang adik.“Apakah nanti aku boleh menggendongnya?” tanya gadis kecil itu saat Emily dan Jeffry menghubunginya melalui panggilan video. Emily yang tengah menggendong Liam tersenyum lantas menjawab pertanyaan polos itu.“Boleh saja, sayang. Tapi harus dengan bantuan orang dewasa, oke?”Lyla menyunggingkan senyum yang menampakkan deretan giginya yang bersih, kemudian menyerahkan ponsel pada Charles yang tampak terharu menatap ke arah layar di mana wajah Liam ditunjukkan dengan
Shila sudah tiga puluh menit ada di kediaman Emily dan mereka hanya diam tanpa mengatakan apa pun. Jeffry memang sengaja meninggalkan keduanya agar bisa menghabiskan waktu bersama. Karena baik Emily maupun Shila pasti saling merindukan masa-masa seperti dulu di mana mereka bisa leluasa berbincang tanpa terganggu siapa pun.Namun, Emily justru bungkam. Tak ada sepatah kata pun yang ia ucapkan dan Shila menyadari keanehan sahabatnya itu.“Em, apa yang terjadi? Kau sejak tadi tampak tidak bersemangat padahal aku bisa mendengar suara ceriamu saat di telepon. Apakah telah terjadi sesuatu antara dirimu dan Jeffry?” tanya Shila, setengah berbisik agar Jeffry tidak mendengar apa yang mereka bicarakan.Emily menggeleng, tampak lemah dan tidak seperti biasanya. Ia kemudian mendesah lalu tak tahan untuk memendam masalah yang telah berhasil menyita perhatiannya sejak tadi.“Shila, sudah berapa lama sebenarnya kau mengenal Jeffry?” tanya Emily yang berhasil membuat sahabatnya itu mengernyit. “Maks
Jeffry menghubungi wanita yang katanya mengenalnya dan meminta bertemu di tempat biasa mereka bertemu. Kenyataannya, Jeffry sama sekali tidak mengenal nomor itu. Bahkan ia tak pernah mengenal wanita mana pun selain Emily dan Shila, tentu saja sejak Emilia tiada.Sebelumnya, Jeffry tak pernah tertarik untuk mengenal siapa pun, terlebih saat masih bersama Emilia. Wanita itu sudah lebih dari cukup baginya. Dan setelah Emilia tiada, baru Emily yang berhasil menyita perhatiannya.Maka seharusnya Emily tak lagi perlu meragukan kesetiaannya lagi.“Jeff, apa yang kau lakukan? Kau sungguh tidak harus melakukan ini—“ cegah Emily yang tak bisa melanjutkan perkataannya karena Jeffry sudah mencegahnya bicara dengan isyarat tangan.Jeffry mengaktifkan pengeras suara agar Emily bisa mendengar apa saja yang ia bicarakan dengan wanita yang menghubunginya saat itu, meyakinkan bahwa kekhawatiran Emily tidak akan terjadi.Sayangnya, beberapa kali menghubungi, tak satu pun panggilan Jeffry ditanggapi oleh
Jason dan Emily sedang dalam perjalanan. Di dalam mobil, Emily terus menangis karena tidak menyangka bahwa anaknya masih hidup. Berkali-kali ia menanyakan hal yang sama kepada Jason mengenai Liam dan dijawab dengan jawaban yang sama pula oleh laki-laki itu. Jason mengerti bagaimana keadaan Emily. Dirinya juga rindu dengan Liam, darah dagingnya. Namun, setidaknya ia lega karena Liam sudah berada di tangan yang tepat saat ini. Mobil Jason berhenti di halaman rumah kediaman Charles dan Emma. Langsung saja mereka masuk. Di ruang tamu, semua orang berkumpul. Charles, Emma, Alex, Shila, bahkan Jared—kakaknya ada di sana. Emily lantas menghampiri Emma yang sedang menggendong bayi. Emma yang tahu perasaan Emily pun menyerahkan bayi itu. Dengan perasaan yang sulit dijelaskan serta air mata yang mewakili kebahagiaannya, Emily akhirnya kembali menggendong Liam. Anaknya yang sudah menghilang beberapa waktu. Emily menangis. Shila pun mendekat ke arah sahabatnya dan memeluknya. “Sekarang, Liam
Di tempat yang berbeda, Jason berkali-kali berdecak dan mengumpat karena Alex tidak kunjung datang. Ke mana laki-laki itu, apakah menuntaskan hajat sampai harus bermenit-menit. Jason curiga kalau sebenarnya Alex bukannya ke kamar mandi untuk buang air, tetapi justru bertapa. Jason melihat jam berwarna hitam yang melingkar di tangannya. Jarum panjang jam sudah berganti ke angka empat. Itu artinya sudah lebih dari dua puluh menit laki-laki itu di apartemennya.“Ke mana dia?” gumam Jason.Jason memeriksa ponselnya. Tadi, ponselnya mati jadi tidak bisa digunakan untuk menghubungi Alex. Setelah dicharger di dalam mobil, akhirnya ponselnya menyala. Jason buru-buru mencari kontak nama Alex. Begitu ingin dihubungi, ada tiga pesan muncul dari orang yang ditunggu. Jason membukanya. Ada satu video sedikit panjang di sana. Sedikit curiga, akhirnya Jason memutarnya. Di dalam video itu, ia hanya melihat gambar berwarna putih. Jason mendengus kesal. “Apa yang dilakukan dia sebenarnya.” Baru saja
Jason tidak menghiraukan ucapan Alex. Tadi, di rumah Alex, Jason sempat berdebat sengit dengan pria itu. Shila bahkan sampai harus melerai. Karena ucapan wanita itu, Jason memilih keluar dan pulang ke apartemennya untuk mengambil sesuatu. Dia akan bersiap untuk menemui Jeffry. Siapa yang menyangka kalau ternyata Alex mengikutinya. Hingga akhirnya, laki-laki itu menghadang di depan pintu apartemen miliknya. “Minggir!” ucap Jason yang ke sekian kalinya namun tidak juga mendapatkan respon dari Alex. Alex menggeleng. “Kau mau mendapatkan masalah lain? Kalau sampai terjadi sesuatu pada Jeffry, maka dia bisa saja mengelak atas semua tuduhan,” jelas Alex. Wajah laki-laki itu terlihat sangat serius. “Lalu, kau mau aku hanya diam sementara dia berhasil membuat Emily menjadi korban kekerasan fisik dan seksualnya. Kau mau aku tetap diam dan membiarkan dia terbahak keras di ranjang rumah sakit?!” sorot mata Jason penuh kobaran api amarah.Alex bahkan sampai menunduk karena tidak kuat menatap
Shila menggigit bibir dan meremas jemarinya. Jantungnya berdetak kencang karena sejak tadi dua orang yang ia tunggu tidak kunjung keluar daei bangunan megah itu. “Mereka sebenarnya sedang mencari apa? Kenapa lama sekali? Apakah jangan-jangan mereka ketahuan lagi?”Pikiran buruk mengenai dua sahabatnya langsung terbayang. Namun, Shila segera menepis pikiran buruk itu agar tak menjadi sugesti baginya.Jantungnya nyaris mencelus ketika mendengar suara berisik di sampingnya. Ia mengira salah seorang pengawal berhasil mengetahui keberadaannya. Namun, jauh dari dugaan karena Jason dan Alex-lah yang datang. Shila yang semula tak berani bergerak dan hanya mematung di tenpat, menghampiri dua lelaki itu setelah memastikan bahwa mereka adalah kawan-kawannya. “Apakah kalian baik-baik saja? Kalian berhasil?”Jason mengangguk. “Sepertinya keberuntungan sedang berpihak. Kita berhasil mendapatkan rekamannya.” Jason mengambil flashdisk yang ia simpan dan menunjukkannya pada Shila. Wanita itu menghel
Tiga orang yang baru saja datang dipersilakan duduk oleh seorang pria yang mengenakan jas berwarna hitam. Pria yang berumur sekitar empat puluhan itu tampak masih bugar, walau rambutnya memutih di beberapa bagian.“Jadi, apa rencanamu?” celetuk Jason sembari melihat-lihat dokumen di hadapaannya. “Kau belum mengenalkan mereka padaku.” timpal Mark yang bergantian menatap Alex dan Shila. "Kuharap kalian tidak tersinggung. Aku tidak bisa mengatakan langkahku pada orang asing, karena ijni menyangkut nyawa seseorang. Bukan begitu?""Kau benar. Perkenalkan, aku Alexander Danison, sahabat Emily."Mark menyambut jabatan tangan itu ramah dengan senyum terkembang. "Oh, Tuan Danison. Bagaimana mungkin aku tidak mengenalimu. Seorang pengusaha besar dan selevel dengan Jeffry Allen. Kuharap aku tidak salah.""Kau terlalu berlebihan, Tuan Jefferson." Alex membalas sambutan Mark dengan sikapnya yang rendah hati. Ia lantas menoleh pada Shila. "Ini Shila Andreas. Ia juga sahabat Emily." "Hmm ... aku j
Ide yang Jason lontarkan lantas membuat ketiga orang menaruh perhatian penuh pada Tamara. Mulai sekarang, Jason yang akan mengambil alih penyelidikan wanita itu. Sementara, Alex dan Shila akan mencari sesuatu soal Jeffry. Keduanya bertekat akan membuat laki-laki itu membayar atas apa yang dilakukan pada sahabatnya. “Aku akan pulang ke rumah,” ucap Jason setelah merancang rencana di kepalanya“Untuk apa?” kening Shila berkerut. “Bagaimana dengan Tamara? Bukankah kau mau menyelidikinya sendiri?” “Memang. Tapi, aku akan minta bantuan orang tuaku untuk menghubungi detektif Jefferson. Kemarin aku belum sempat bertemu dengan mereka.” “Baiklah. Pulang saja, kita berdua nanti akan mencari informasi soal Jeffry.”“Bagus. Kalau begitu, aku akan mengunjungi kwdua orang tuaku. Kalian urus dengan baik dan kabari aku perkembangannya.” Alex dan Shila mengangguk sebagai respon atas ucapan Jason yang layaknya seorang pimpinan. Jason pamit dan segera menuju ke kediaman orang tuanya. Ia tak sempat
Emily memang jauh lebih aman berada di mansion Alex. Setelah Shila dan Jason secara bergantian mengunjunginya, hari ini, dikarenakan akhir pekan, keempatnya berkumpul dan membahas mengenai Liam.Jason yang semula memang curiga pada Tamara, memutuskan membiarkan wanita itu untuk tinggal di apartemennya bersama Aaron. Namun, dengan adanya Emily di kediaman Alex, Jason harus bolak-balik apartemen dan rumah Alex untuk memastikan Emily benar-benar dalam keadaan baik-baik saja.Bagaimanapun, ia tak mengenal Alex dan lagi pula Alex adalah pria yang dulu sangat dekat dengan Emily. Bahkan sampai kini Jason tidak rela menerima kenyataan itu.“Aku tidak bisa mengatakan apa pun selain satu hal, aku tengah mengawasi seseorang yang mungkin akan memberi titik terang pada kita mengenai Liam,” ucap Jason sembari memeriksa berkas-berkas tentang pelaporan yang diajukan olehnya pada pihak kepolisian. “Mereka tidak bergerak sama sekali. Lihatlah!”Alex tampak
Tamara baru saja selesai membersihkan diri dan tak juga menwmukan Jason pulang ke apartemennya. Ia menunggu Jason yang juga sama sekali tidak menghubungi. “Ke mana Jason sebenarnya? Dia bahkan tidak meneleponku seharian.” Tamara memberengut dan menuju meja riasnya. Ia melihat pantulan dirinya sendiri. Tamara melihat seorang wanita cantik dengan guratan senyum yang menawan. Ia menyukai bentuk wajahnya. “Tak heran banyak pria menggilaimu, Tamara. Kau memang memesona,” pujinya pada diri sendiri. Mengenang banyak lelaki yang masuk dalam hidupnya, Tamara hampir tidak percaya kalau dirinya sempat menjalin hubungan dengan Jared. Semua bermula dari kehadirannya di kediaman McKennel dan dirinya tak menemukan Jason di mana pun. Lalu ketika sedang berjalan-jalan di dalam rumah keluarga McKennel, ia menemukan sosok yang dikenalnya, tengah berada di dalam ruangan yang asing baginya.Tamara kala itu masuk dan mengunci pintu. Ia lalu mendekap tubuh Jared dari belakang serta memberikan sentruhan se
Jeffry tak pedulikan ponselnya yang terus berdering. Ia terus menyumpah serapah Emily. Wanita itu berani sekali menusuknya. Jeffry mengabari dua penjaga untuk membantu. Tidak butuh waktu lama akhirnya anak buahnya menemukan Jeffry yang masih berada di ranjang dengan pisau menancap di tubuhnya. Salah satu penjaga memanggil ambulans. Sekitar lima belas menit kemudian, ambulans tiba dan membawa Jeffry ke rumah sakit. Laki-laki itu bersumpah akan membuat Emily merasakan penderitaan yang jauh lebih menyakitkan daripada sebelumnya. Karena perempuan itu, ia sampai masuk ke tempat yang sangat dibencinya. ***Di lain tempat, Emily berhasil sampai di telepon umum. Ia pun menghubungi Alex dan menceritakan garis besar tentang kondisinya saat ini. Tentu saja, Alex terkejut ketika mendengar penuturan Emily. Meski larut, Alex segera melajukan tunggangannya membawa Emily ke mansionnya. Alex juga menghubungi Shila untuk datang begitu juga dengan Jason. Kini, mereka bertiga ada di kediaman Alex. Sh