Azzel akan menghadiri suatu acara penting yang diselenggarakan di sebuah area terbuka, sebuah lapangan terbesar di kota X. Dan hari itu, Andre tidak muncul, dia sudah terlebih dahulu mengetahui jika kedua gadisnya akan berada di tempat yang sama, yaitu Azzel dan Cika. Keduanya mendapatkan undangan di tempat yang sama.
Pagi-pagi sekali, Azzel sudah menghubungi Andre, begitu juga dengan Cika. Jadi Andre lebih memutuskan untuk tidak hadir dengan membuat banyak alasan. "Miss Azzel, anda sudah siap?" tanya penata rias. "Apa ini sudah terlihat sempurna?" tanya Azzel memutar beberapa kali. Membuat ekor bajunya yang berbentuk duyung ikut bergerak dengan sempurna. "Sangat cantik sekali, Miss.""Baiklah, kita segera berangkat." Azzel tahu, di tempat tersebut akan banyak para model lain dan beberapa artis yang turut hadir, jadi Azzel harus terlihat paling memukau antara semuanya. Karena acaranya di tempat terbuka, Azzel harus dikawal oleh beberapa asistennya. Guna untuk melindungi Azzel dari serbuan fans. 45 menit kemudian, Azzel telah tiba di depan gerbang. Di sana sudah berdiri banyak wartawan dengan kamera masing-masing yang langsung mengarah ke siapa saja yang baru tiba. "Waw …." Beberapa orang yang Azzel lewati langsung menjerit histeris, melihat seorang model yang sangat mereka idolakan. Azzela tidak lupa melempar senyum ke arah mereka dengan melambaikan tangan untuk menyapa keseluruhan. Azzel tidak lepas dari senyuman yang selalu menghiasi wajahnya ayunya, karena itu, para fans semakin menyukai dirinya. Sebelum masuk, Azzel diminta untuk memberikan beberapa pose yang menarik. Langsung saja Azzel bergonta ganti gaya seperti yang biasa dilakukannya. Setelah hampir 5 menit, Azzela langsung dibawa masuk. Paras cantik sudah membawanya ke dunia serba terang, setiap Azzel muncul, banyak lampu-lampu kamera yang terus menyorotnya. Dimana saja dan kapan saja, tidak kenal waktu. "Kau sudah datang?" Seorang wanita paruh baya menghampiri Azzel dan menyapanya, wanita yang Azzel kenal sebagai istri salah satu Menteri di kota tersebut. Yang juga merupakan orang penyelenggara pesta ulang tahun putrinya. "Apa aku terlambat?" Azzel dan wanita itu langsung merangkul dan mengecup pipi. "Tidak ada kata terlambat untukmu. Mari bergabung!" Mereka menikmati pesta dengan penuh tawa bahagia, hanya seorang saja yang terlihat penuh kebencian. Bukan pada pemilik pesta, melainkan pada Azzel. Dialah Cika, yang sejak tadi terus-menerus mengintai setiap gerak-gerik Azzel. Setelah Azzel ditinggal sendiri, selanjutnya Cika ingin bereaksi. Cika mulai berjalan, mengambil segelas air di atas meja yang ia lewati, tidak lupa menyeringai licik. Membayangkan sesuatu yang memalukan akan terjadi pada Azzel, tapi Cika menggerutu kesal saat tiba-tiba seseorang menghalangi langkahnya. "Apakah anda ingin duduk, Miss?" tawar salah satu pengawal Azzel."Tidak usah, lebih menyenangkan menikmati semuanya sambil berdiri," sahut Azzel tersenyum. "Kau pergilah dan nikmati pestanya.""Baik, Miss." Cika merasa lega karena Azzel tidak memilih beranjak dari tempatnya. "Ini akan sangat memudahkan bila para pengawal Azzel tidak ada. Cika berdiri tidak jauh dari Azzel, mencari kesempatan yang tepat. Menunggu hingga beberapa menit, Azzel mulai bergerak. Langsung saja Cika menginjak gaun Azzel, hingga membuat gaun tersebut berbunyi. "Bretttt …." Gaun Azzel sobek hingga ke atas pahanya, membuat perhatian beberapa orang menoleh padanya. Azzel berhenti dan menatap pahanya yang terbuka, lalu menatap Cika. "Upps, sorry!" Cika berujar dengan mengatupkan tangan ke mulutnya. "Biar aku bantu." Cika menghampiri Azzel, dengan gelas yang berada di tangannya, Cika sengaja menuangkan anggur merah ke gaun putih Azzel. "Ya ampun … aku tidak sengaja," ujar Cika. Merasa dipermainkan oleh Cika, membuat Azzel kesal. Dia menatap tajam Cika yang sedang menyeringai padanya. "Kau …." Azzel menarik bagian bawah gaunnya ke atas, saat dia ingin maju, tiba-tiba seseorang datang menghadangnya. "Tahan dirimu, Azzel," bisik pria berkacamata hitam tersebut, dari suaranya seperti Azzel mengenal pria itu. Tapi siapa? Suara yang tidak asing, tapi terdengar begitu berbeda.Azzel masih diam ketika pria itu kembali berkata. "Maafkan aku untuk ini, Azzel," ucap pria itu bersamaan dengan bunyi "Bret, bret." Hingga beberapa kali. Azzel yang terkejut tidak dapat bergerak sedikit pun, membayangkan yang bukan-bukan sudah terlihat di bawah sana.
Orang-orang yang menyaksikan itu merasa terkejut, begitu juga dengan Cika. "Apa yang kau lakukan?" tanya Azzel dengan marah yang ia tahan. "Membantumu," sahut pria itu tersenyum, sama sekali tidak merasa bersalah. Dia kemudian melepaskan ekor gaun yang robek tersebut, semuanya. Membuang begitu saja ke tanah. Hingga menampakkan sesuatu yang baru dari penampilan Azzel. "Kau merasa lebih baik?" tanya pria itu masih dengan senyuman. Azzel melihat ke bawah, kini bentuk baju hingga selutut telah mengubah penampilan awalnya, dengan belahan di bagian samping kiri. Semua orang merasa takjub dengan apa yang dilakukan oleh pria misterius itu, begitu juga dengan Cika yang kembali tercengang. "Sial!" Cika mengumpat kesal, saat rencananya untuk membuat Azzel malu, malah muncul hal yang tidak terduga. Azzel terlihat semakin cantik di mata orang-orang, membuat penampilan baru tersebut menjadikannya pusat perhatian. Azzel masih terkesima saat pria itu kembali bersuara untuk yang ke sekian kalinya. "Selamat menikmati pestanya, Miss Azzelya Joely." Pria itu berlalu dengan seulas senyum. Meninggalkan seputar tanya dibenak Azzel. Baru saja Azzel menyadari sesuatu, tapi pria itu sudah hilang dari pandangannya. "Bian," ucap Azzel yang baru menyadari siapa pria itu. "Miss, anda baik-baik saja?" Beberapa pengawal Azzel tiba, menggantikan sosok tubuh Bian yang hilang dalam kerumunan."Iya, aku baik-baik saja.""Apa kita perlu menggantinya?" Terlihat jika mereka begitu panik, baru ditinggal sebentar, tapi hal buruk sudah terjadi. "Tidak usah! Bereskan saja sisa gaunnya." Mereka menatap perubahan penampilan Azzel dengan tercengang, lantas memungut sisa gaun tersebut dan membawanya keluar. "Ada apa ini?" tanya istri Menteri. "Kau baik-baik saja?" tanyanya khawatir. "Saya baik-baik saja, Nyonya. Ini hanya kesalahan kecil yang mungkin disengaja," sahut Azzel menatap Cika dengan sorotan mata yang tajam. "Disengaja? Siapa yang melakukan ini padamu?" Cika yang berada di belakang istri Menteri, langsung mengambil seribu langkah untuk pergi. Azzel yang melihat itu hanya tersenyum sinis. "Tidak apa-apa, Nyonya, kita akan segera tahu siapa orang itu." Suasana kembali seperti semula, hingga acara tiup lilin dimulai. Azzel berdiri sejajar dengan keluarga Menteri, seakan menjadi tamu spesial di hari penting tersebut."Ini penampilan yang bagus, Miss," puji anak Menteri tersebut.
"Terima kasih." Azzel merasa beruntung karena Bian datang menyelamatkan dirinya, jika tidak, entah seperti apa dirinya saat ini. Akankah dia masih sanggup untuk berdiri di hadapan orang banyak? Atau Azzel akan memilih pura-pura pingsan agar dibawa keluar dari tempat itu.
"Bian, kemana saja kau selama ini?" lirih Azzel dalam hatinya. Sesuatu yang sudah sejak lama ia nantikan. Sejak mereka berpisah beberapa tahun yang lalu. "Cari pria yang membantuku tadi, aku yakin dia masih berada di sekitar tempat ini," kata Azzel pada pengawalnya. "Baik, Miss." Bian, namanya terukir kembali di hati dan ingatan Azzel. Hingga ke beberapa peristiwa sebelum akhirnya mereka berpisah, bagai hilang ditelan waktu. Dunia serasa begitu luas untuk Azzel bertemu kembali dengan Bian. Beberapa tahu lalu sebelum Azzel segemilang ini, dia tidak terlepas dari seorang pria yang bernama Bian. Publik yang kala itu menuntut penjelasan dari Azzel mengenai hubungan kedekatannya dengan Bian, hampir membuat Azzel mundur diri karena dia menganggap publik terlalu ikut campur masalah pribadinya. Azzel yang tidak suka diusik oleh siapapun, merasa tidak terima dengan berbagai berita yang baru saja beredar dan sudah menjadi berita hangat untuk diperbincangkan akhir-akhir ini. "Pokoknya aku ingin menyudahi ini semua, Bian, aku tidak suka pada mereka yang terlalu ikut campur masalah pribadiku. Apalagi itu tentang kamu, aku tidak suka!" teriak Azzel di hadapan Bian setelah menghadiri sebuah show. "Azzel, mengertilah, kamu adalah bintang model terkenal. Jadi sudah pasti kamu akan jadi sorotan, itu hal yang wajar." Bian bersikukuh untuk mempertahankan apa yang Azzel miliki sekarang. "Tapi mereka tidak harus ikut menyorotmu juga, Bian, aku tidak rela.""Aku tahu, Azzel, aku juga tidak suka. tapi satu hal yang paling tidak aku inginkan adalah, kamu mudur diri hanya gara-gara masalah ini." Bian memegang pundak Azzel, memberi beberapa pengertian untuk gadisnya. Menjelaskan betapa kepopuleran itu sangat penting, bahkan dibandingkan dengan dirinya yang hanya seorang kekasih. "Bian, apa kamu baru saja menyuruhku untuk terus maju?" tanya Azzel tidak percaya. "Bahkan saat semuanya hampir membuatmu malu?" Azzel yang tidak rela nama Bian disebut-sebut sebagai pria yang mengejar dirinya, merasa itu sebagai suatu bentuk penghinaan. Karena jauh dari lubuk hatinya, Bian adalah segalanya setelah keluarga. "Iya, jika itu perlu maka aku pun siap untuk menjauh darimu." Ucapan Bian tidak main-main, tidak mungkin dia menjadi penghambat yang tidak pantas untuk nama baik Azzel. "Tidak, Bian, tidak! Aku tidak ingin kita berjauhan. Kau tahu sendiri kan betapa aku mencintaimu, apakah kamu sudah tidak mempunyai rasa terhadapku?" tanya Azzel dengan mata yang berkaca-kaca, takut jika Bian akan meninggalkannya."Ayolah Azzel, bahkan kita sama-sama tahu jika saling mencintai dan membutuhkan. Aku tidak akan meninggalkanmu dengan benar, kita hanya perlu rencana agar semua ini terlihat nyata." Kejamnya dunia hiburan, bisa membuat berita apa saja. Termasuk memalsukan sebuah hubungan, dan mereka akan melakukannya juga. "Apa maksudmu Bian, aku tidak mengerti?""Kita hanya akan memberitahu publik jika tidak mempunyai hubungan apa-apa. Dan untuk sementara kita harus menjaga jarak, tidak boleh bertemu apalagi sampai tertangkap kamera. Kau mengerti?""Tapi Bian, apa aku akan baik-baik saja dengan semua itu?""Percayalah padaku Azzel, kau akan semakin gemilang tanpa adanya aku. Tapi itu bukan berarti aku jauh darimu, ingatlah, semakin tinggi pencapaianmu, maka kau semakin dekat denganku.""Berjanjilah, kau tidak akan meninggalkan aku," kata Azzel merentangkan telapak tangannya."Aku janji," ucap Bian menyatukan telapak tangannya ke tangan Azzel. Setelah kejadian tersebut, kini Azzel dan Bian menjaga jarak. Bahkan dari hari ke hari hubungan mereka semakin renggang dan hampir tidak pernah bertemu.Awalnya Azzel terus menolak untuk tidak bertemu dengan Bian, tapi seiring kesibukannya, Azzel sudah jarang bisa meluangkan waktu untuk Bian. Hampir saja anna tidak sempat memikirkan pria itu karena jadwalnya yang cukup padat. Malam itu, Azzel memenangkan lagi penghargaan lewat sebuah perlombaan. Dalam desakan banyak orang, Bian tetap ingin muncul di baris paling depan, seperti yang dilakukan selama ini untuk memberi semangat sekaligus menyaksikan keberhasilan kekasih tercintanya. Namun, untuk pertama kali dalam hidupnya, Bian melihat cahaya lain di mata Azzel, cahaya yang bukan menyinari wajahnya. Azzel sama sekali tidak menatap Bian yang bahkan saat itu berada tepat di hadapannya. Seakan ada sesuatu yang memisahkan Bian dari jangkauan Azzel, dan malam itu Bian melihat seorang pria merangkul Azzel. Memberinya ucapan selamat. Untuk pertama kali dalam hidupnya, Bian merasa sakit dan kecewa. Bian yang merasa di jauhi akhirnya hanya pasrah dan ikut menjauhkan diri."Apa semua ini salahku?" lirih Bian kecewa. Merasa menyesal dengan segalanya, andai saja waktu itu Bian tidak meminta apa-apa pada Azzel, mungkin saat ini dirinyalah yang berada di samping wanita itu. Memberinya ucapan selamat, memeluk dan mendukungnya untuk terus maju.
Akan tetapi, Bian sendiri yang membuat keputusan, jika mereka tidak perlu terlalu dekat. Mungkin Azzel berpikir beginilah mereka seharusnya, hingga tidak perlu lagi menunggu kemunculan Bian seperti yang sudah-sudah.
"Apapun itu, Azzel, seperti apa anggapanmu, maka aku akan menerimanya. Termasuk ... jika itu diperlukan, maka aku akan menjauhimi dengan sebenarnya."
"Ini beberapa gambar yang berhasil ditemukan di pesta tersebut, Miss." Pengawal Azzel datang membawanya beberapa lembar foto. Saat Bian berada di dekat Azzel."Dia benar-benar, Bian," gumam Azzel memperhatikan wajah tersebut. "Maafkan aku karena tidak mengenalimu waktu itu, Bian." Lamanya mereka tidak bertemu membuat Azzel melupakan beberapa hal dari Bian. Ditambah lagi dengan perubahan yang drastis dari pria itu, dia terlihat semakin tampan."Dan ini beberapa gambar yang bisa mengarahkan pada wanita itu, jika dia melakukan semuanya dengan sengaja." Kembali gambar-gambar yang lain diletakkan di hadapan Azzel, kali ini lebih banyak dari gambar Bian.Azzel tidak peduli dengan berbagai gambar Cika, dia tidak begitu tertarik walau hanya sekedar untuk menyentuhnya."Aku tidak peduli padanya, urus saja yang seusai.""Baik, Miss."Saat pria itu mengambil kembali gambar-gambar Cika, tiba-tiba mata Azzel teralih pada sesuatu yang melekat di jar
Azzelya Joely, seorang model terkenal sejagat raya di Kota X. Dia sudah berkecimpung di dunia model semenjak menginjak umur 14 tahun. Azzel, yang kala itu memenangkan kejuaraan pada lomba yang diselenggarakan di sekolahnya, mulai memikat hati para fans dan menuntutnya untuk terus maju. Juga dukungan keluarga yang terus mendukung keahliannya."Pokoknya, Mama mau suatu saat nanti kamu bisa jadi bintang model terkenal. Mama yakin, setelah memenangkan ini, berbagai penghargaan lain juga akan terus mengincarmu," kata mamanya tersenyum."Iya putriku, Papa juga berharap yang sama dan merasa bangga padamu. Teruslah maju, kami semua akan mendukungmu," kata papanya tak kalah senang."Begitu juga dengan, Nenek," ucap sang nenek memberikan cucunya pelukan."Terimakasih atas semua ini, aku pasti tidak akan mengecewakan harapan kalian," kata Azzel penuh haru.Lengkap sudah kebahagiaan Azzel kala itu, keluarga yang bahagia, juga dukungan yang pali
Andre menemui Cika di Apartemennya, memasukkan kode dengan mudah, tidak perlu menunggu hingga Cika membuka pintu."Kau sudah lama?" Andre langsung memeluk Cika dari belakang.Cika meletakkan gelasnya di atas meja. "Kau lama sekali, Andre. Membuatku takut," ucap Cika lembut."Apa yang kau takutkan saat aku berada dalam genggamanmu, Sayang?" Andre menyandarkan dagunya di pundak Cika, menghirup aroma wangi dari leher jenjang gadis itu."Kau mengganti parfum lagi?" Akhir-akhir ini Cika sering bergonta-ganti parfum. Hingga Andre tidak bisa mengingatnya satu persatu."Kau suka wanginya?""Tunjukkan jika itu pantas untuk aku sukai."Andre langsung menggendong Cika ke atas tempat tidur, melakukan ritual kesukaan mereka. Bahkan saat hari masih petang."Andre, kau gila," ucap Cika ditengah-tengah perpaduan."Kau yang membuatku gila, Cika. Aku tidak bisa membayangkan sehari saja tanpa melakukannya deng