Share

5. ucapan polos arina

Author: Yanikdwilestari
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Aku sedikit terkjeut kala melihat Arina dibiarkan bermain sendiri dihalaman rumah. Bahkan, aku tak melihat Ibu atau pun Kaila berada disamping nya untuk menjaga.

Apalagi, rumah Ibu tepat berada dijalan besar, yang sudah tentu banyak sekali kendaraan berlalu lintas. Dan tentunya itu sangat membahayakan bagi anak kecil.

Hal ini membuat ku khawatir jika terjadi sesuatu pada putriku ini. Dan jika hal itu terjadi, sudah pasti aku bakal membuat perhitungan pada mereka.

"Nduk, kok main sendiri?" Tanya ku yang langsung berjalan mendekatinya 

"Uti, sama tante mana?" 

"Mereka ada didalam Ma. Gak tau, dari tadi gak mau keluar. Malah nyuruh Arin main didepan sendirian." Jawab nya polos.

Kuraih tubuh gadis kecil ini, dan memeluknya erat.

"Sayang, kita pulang yuk!" Ajak ku lembut.

"Iya Ma, Arina gak suka disini. Uti dari tadi gak mau nemenin. Gitu kata Ayah, Uti lagi nyariin Arina. Ayah bohong ya Ma?" Tanya nya pada ku. 

Tatapan wajahnya tang sendu, membuat hatiku terluka. Hanya karena keegoisan tantenya, anak sekecil ini menjadi kena batunya.

"Sudah, gak usah dibahas mending kita pulang aja ya. Yuk, ambil jaketnya dulu!" Ajak ku seraya menggandeng tangan mungil ini.

Maklum, perawakan ku yang memang kutilang, membuat Arina mengikuti fisik ku. Bahkan, dia menjadi anak tertinggi diantara teman-teman sebaya nya dirumah.

Saat kami masuk kedalam, ku lihat Ibu dan Kaila yang justru sedang bersantai sambil menonton tv. Arina pun tak peduli saat Ibu menyapa nya. Mungkin saja hati gadis kecil ini sudah terlanjur sakit hati dengan sikap neneknya.

"Loh, mau kemana Nduk?" Tanya Ibu mertua tanpa berdosa yang sama sekali tak digubrisnya.

Bahkan, untuk menolehkan kepala saja, dia terlihat enggan. Aku paham sekali, dengan perasaan putri kecilku ini. Dia begitu semangat sekali saat akan mengajak kami kesini hanya untuk bertemu orang-orang yang dia rindukan.

Tapi kemyataan nya, Arina sama sekali tak dipedulikan. Bahkan, keberadaanya disini pun juga tak dianggap ada. Jadi, aku tak menyalahkan Arina jika bersikap seperti ini.

"Sayang, ditanyain Uti kok gak dijawab?" Tanya Mas Danu

"Ma, ayo cepetan kalau jalan!" Justru kata itu yang terucap dari mulutnya, dan menarik tangan ku agar berjalan lebih cepat meninggalkan mereka.

Aku pun menuruti permintaan Arina, dan juga tak memperdulikan mereka. Bagiku, rasa sakit hati ini lebih dalam saat mereka tega memperlakukan putriku hingga seperti ini.

"Ditanyain mau kemana malah diem aja! Itu tuh, didikan istrimu, gak ada sopan santunya sama orang tua!" Terdengar jelas sekali bagaimana Ibu mengumpat ku kala aku masih sibuk memakai kan jaket untuk Arina.

"Ma, kenapa Uti marah-marah? Apa karena tadi Arin gak jawab pertanyaan Uti ya? Tapi salah Uti sendiri kan Ma, yang gak sayang sama Arin!" Lagi-lagi ucapan gadis kecil ini membuat air mataku seketika mengembun dipelupuk mata.

Aku pun sedikit berjongkok, menjajari tinggi putriku ini. Lalu, mengelus lembut rambutnya. 

"Uti gak marah-marah kok sayang. Mungkin Uti lagi capek!" Jawab ku menjelaskan.

Bagaimana pun juga, aku tetap tak mau sampai Arina membenci keluarga Ayahnya. Jadi, sebisa mungkin aku memberikan pengertian yang baik untuk putriku ini.

"Tapi masa' Uti capek ya setiap hari Ma? Lagian juga tante Kaila kayaknya gak suka sama Arina. Buktinya setiap Arin kesini, tante gak pernah cium Arin. Beda sama adik Shaka." Sorot mata indah milik Arina pun tak bisa membohongi ku, jika dirinya memang merasa dibedakan dikeluarga ini.

Shaka, adalah anak Deni dan Santi yang masih berumur dua setengah tahun. Dan aku juga sadar, jika perlakuan mereka pada keduanya berbeda. Shaka, diperlakukan bak raja disini, berbeda dengan putriku yang selalu tersisihkan.

"Kan Adik Shaka masih kecil sayang. Terus Shaka juga masih belum bisa main sendiri. Jadi, tante dan Uti ya sudah pasti lebih perhatian sama Adik Shaka. Dulu waktu Arina kecil mereka juga seperti itu kok memperlakukan Arina." Lagi-lagi, aku harus memberikan pengertian ekstra untuk nya.

Terdengar derap langkah kaki memasuki kamar saat aku berbicara dengan gadis kecilku ini.

******

"Mau kemana?" Tanya Ms Danu yang muncul dari balik pintu.

Kami kompak menoleh kearah nya 

"Arin sama Mama mau pulang Yah." Jawab putri kami seraya mengenakan hijab miliknya.

"Kenapa pulang? Kan baru sebentar disini?" Tanya nya lagi. Perasaan, harusnya dia peka kenapa putrinya sampai tak mau berlama-lama disini. Malah, sok polos dan sok bod*h. Heran, aku tuh.

"Disini gak enak. Enak dirumah Embah. Ma, ayo kapan-kapan kita kerumah Mbah, Ma? Disana enak, Arina disayang-sayang sama Mbah Putri sama Mbah Kakung. Meskipun ada Adik Kirana."

Embah, adalah panggilan Arina untuk kedua orang tuaku. Dan Kirana adalah anak Ica dan Fahko yang berumur dua tahun.

"Iya, besok kalau Arin libur sekolah, Mana ajak kesana ya?"

"Yeee, oke Ma!" Jawabnya girang

Mas Danu hanya diam, saat dirinya merasa tak dihiraukan oleh kami berdua. Arina pun juga seperti mulai tak peduli dengan Ayahnya. Sama seperti sikapnya pada putrinya ini. Dan dia masih berdiri mematung didepan kami tanpa bisa menjawab ucapan Arina.

"Sudah semua kan Nduk? Kalau sudah, yuk kita pulang!" Ajak ku pada gadis kecil ini yang menjawab dengan anggukan.

"Oh iya, salim dulu sana sama Ayah!" Perintahku yang langsung dilakukan oleh Arina.

Ku raih tas yang kuletakkan diatas meja rias, dan mengajak Arina untuk keluar kamar tanpa bicara satu kata pun dengan Mas Danu. Biarlah aku dianggap istri durhaka. Toh, aku bersikap seperti ini juga karena ulah dia sendiri.

"Kami pulanng dulu Bu?" Tukasku saat menghampiri Ibu yang masih bersantai ditempat tadi.

"Cepet amat mau pulang? Gak kerasan ya disini? Kalau ngajarin anak tuh yang bener. Masa' malah ngajak anak pulang, padahal baru main sebentar?" Ucap Ibu dengan nada sinisnya.

Aku mengela napas kasar, tak ingin menjwab ucapan mertua ku ini. Biarlah dia mau berkata apapun padaku. Yang penting, aku hanya perlu diam. Kaila juga menatap ku dengan sinis. 

Rasanya, ingin sekali ku colok kedua matanya saking geramnya. Sudah menyusahkan, eeh malah tak tau diri.

"Bukan Mama yang ngajak Uti, tapi Arina yang ngajak. Disini gak enak, enak dirumah Embah!" Jawab nya polos tapi jujur.

"Tuh, kamu denger sendiri kan Nu! Istrimu ini memang gak bisa didik anak dengan bener. Bisa-bisanya anak sekecil mencela kita, kalau bukan ajaran Mamanya." Cebik Ibu berapi-api.

"Arin, gak boleh bicara kayak gitu! Ucapan mu itu, melukai hati Uti!" Bentak Mas Danu yang membuat Arina beringsut memeluk ku karena takut.

"Tau, anak sekecil itu malah dicuci otak nya untuk membenci orang lain. Gak habis pikir deh!" Kaila yng sedari tadi diam, malah ikut menimpali hingga membuat ku naik pitam.

Ibu pun malah manggut-manggut membenarkan ucapan putri kesayangan nya ini.

"Ajari Arina bicara yang bener Lit! Kamu sebagai Ibu, dan contoh untuk dia!" Ucapnya begitu enteng tanpa rasa berdosa.

.

.

.

.

Related chapters

  • Lima Puluh Juta untuk Pernikahan Iparku   6. rejeki tak terduga

    Mendengar ucapan Mas Danu yang malah menyalahkan ku, membikin hatiku jadi tambah panas."Jangan pernah bentak Arin, Mas!" Ucapku dengan intonasi yang tak kalah tinggi. Kini, Ku alihkan pandangan ku pada Mas Danu yang terkesiap mendengar teguran ku "Aku sama sekali tak pernah bilang hal jelek sama kalian pada Arina. Tapi dia sendiri yang bisa merasakan, jika memang kalian tak pernah sayang pada putriku ini. Jadi, jangan salahkan jika dia tak mau berlama-lama disini.""Dan perlu kalian tau, aku tak pernah mempermasalahkan sikap kalian yang dingin padaku. Tapi, jangan lakukan itu pada Arina! Karena sampai kapan pun, aku tak ikhlas jika ada yang menyakitinya termasuk kalian!" Ucapku panjang lebar dibalut dengan emosi yang sudah membara didalam dada.Pelukan kecil dari Arina menyadarkan ku, kulihat dia semakin ketakutan saat melihat ku marah. Akhirnya, aku memilih untuk meredam emosi ku dihadapan mereka, dan memilih untuk langsung undur diri."Ayo Nduk, kita pulang!" Tanpa banyak kata, la

  • Lima Puluh Juta untuk Pernikahan Iparku   7.secercah harapan

    Adzan sholat ashar mulai berkumandang. Aku yang sedari tadi hanya rebahan akhirnya memilih melangkahkan kaki menuju kamar mandi dan berwudhu untuk mejunaikan kewajiban ku sebagai seorang muslimah.Seusai sholat, aku membuat es susu coklat. Entah mengapa, bawaan nya haus saja hari ini. Apa ini efek karena aku sering emosi? Makanya tubuhku berasa panas?Hahaha bisa jadi sih ya. Ku nyalakan tv dan mulai menonton acara gosip, sambil sesekali melirik jam dinding. Hatiku kembali gusar karena hingga pukul setengah empat sore, tamu yang dimaksut Bu Rt belum juga datang."Maaf ya Allah, jika hambamu ini terlalu berharap!" Ucap ku dalam hati.Kebetulan hari ini jahitan ku tak banyak. Jadi, aku bisa santai. Tapi akhirnya tentu berpengaruh pada pemasukan ku.Ya, dulu waktu aku sekolah di SMK, aku memgambil jurusan tata busana. Sambil aku mengambil kursus dari tetangga ku yang memang jago dalam hal soal jahit menjahit.Bahkan, dulu dia membuka usaha konveksi dengan jumlah karyawan hampir sepuluh

  • Lima Puluh Juta untuk Pernikahan Iparku   8.suara mencurigakan

    Hari ini aku lumayan sibuk. Untung saja aku memiliki anak yang mandiri. Jadi, Arina bisa melakukan apapun tanpa perlu bantuan ku. Bahkan, dia yang terbiasa melihat ku mengemas barang, ikut membantu.Dugaan ku pun benar, jika Mas Danu tak pulang. Mungkin dia bakal balik tengah malam atau bahkan besok pagi.Tak masalah juga lah, yang penting pekerjaan ku cepat selesai, dan menaruhnya dikamar Arina. Karena Mas Danu hampir tak pernah masuk kesana.Semua sudah terekap dengan baik, dan bahkan sudah ku masukkan kedalam karung. Tinggal nanti mengirim pesan pada Bu Jihan jumlah totalanya.Kebetulan juga adzan maghrib sudah menggema, Arina yang duduk disamping ku lalu mengajak ku untuk menunaikan sholat maghrib berjamaah."Yuk Ma, sholat dulu!""Ayo Nduk, habis itu kita makan malam ya! Yasudah, Arin wudhu dulu. Mama mau naruh ini dikamar!"Arin memgangguk kemudian berlalu menuju kamar mandi. Sedangkan aku, kembali menyeret dua karung berisi lima ratus hijab yang sudah bertuan ini.Tanpa terasa,

  • Lima Puluh Juta untuk Pernikahan Iparku   9. kepergok

    "Kamu ngapain Mas?" Tanyaku membuatnya terlonjak karena terkejut."Ka-kamu belum tidur Lit?" Tanya Mas Danu gugup. Kini, aku pun merubah posisi ku menjadi duduk diatas kasur."Tadi sudah tidur. Tapi mendengar suara mencurigakan, aku jadi terbangun. Ku kira itu suara maling, ternyata kamu!" Jawab ku seraya memicingkan mata."Enak saja, kau samakan aku dengan maling !" Cebiknya"Salah sendiri, siapa suruh mengendap-endap. Oh iya, kamu ngapain diisitu? Cari apa?" Tanya ku penasaran. Karena memang tak biasanya Mas Danu membuka laci lemari."Apaan sih, curiga amat. Aku cuman mau naruh dompet dilaci. Sekalian mau ganti baju, mau tidur." Ucap nya cuek, mengambil dompet disaku belakang nya dan menaruhnya didalam laci. Dan mengambil satu buah baju, kemudian dia kenakan."Tumben-tumbenan aja kamu mau taruh dompet dilaci. Biasanya juga kamu taruh diatas meja." "Ya terserah aku dong Lit, ini dompet aku. Mau aku letakkan dan simpan dimanapun juga terserah aku. Lagian, didalamnya banyak uangnya. T

  • Lima Puluh Juta untuk Pernikahan Iparku   10. gak usah iri

    Lidah ku tiba-tiba saja kelu, hingga tak bisa menjawab ucapan Bu Jihan yang cukup membuatku terkejut ini."Bu Lita, gimana? Bisa tidak?" Tanya beliau lagi yang membuatku tersadar."Eh, saya pikirkan dulu ya Bu!" Jujur, sebenarnya aku benar-benar tertarik dengan tawaran Bu Jihan ini. Tapi, aku tak sanggup jika harus mengerjakan sendiri dengan target waktu yang sangat singkat. Apalagi, sebentar lagi nikahan Kaila. Yang sudah tentu pasti nya aku juga ikut rewang dirumah mertua. Meskipun kehadiran ku disana nanti juga tak dianggap, tak masalah. Yang penting aku juga harus tetap stor muka disana, agar para tetangga tak curiga."Iya Bu Lita, tapi saya mohon jangan lama-lama ya beri kepastian nya!""Iya Bu Jihan, siap! Sebentar ya saya ambilkan kerudung nya dulu Bu!" Ucap ku seraya masuk kedalam kamar Arina untuk mengambil dua sak kerudung pesanan Bu Jihan dan Bu Farandita.Karena barang yang berat, aku pun mengambil satu persatu. Dan sekarang, semuanya sudah siap diruang tamu."Oh iya Bu,

  • Lima Puluh Juta untuk Pernikahan Iparku   11. isi pesan di hp danu

    Kami bertiga duduk dimeja makan untuk makan malam bersama, setelah Mas Danu selesai mandi.Entah kenapa, kami bertiga merasa canggung. Seperti ada penghalang besar didepan kami. Bahkan Arina yang biasanya ceria, kini diam membisu. Mungkin dia kecewa pada Ayah nya yang tak menepati janji untuk mengajaknya jalan-jalan."Mau diambilin ikan apa, Nduk?" Suara ku memecahkan keheningan"Tempe sama telur, Ma!"Aku menganggukan kepala. Dan sigap kuambil sepotong tempe dan telur dadar, kemudian meletakkan diatas piring nya."Makasih Ma!""Sama-sama Nduk! Sekalian sayurnya juga gak?"Arina langsung menggeleng cepat dan menyuapkan nasi kedalam mulutnya. Hingga makan malam berakhir pun, tak ada obrolan yang terjalin diantara kami.Setelah selesai, aku lebih memilih untuk menemani Arina didalam kamar nya. Sedangkan Mas Danu, lebih memilih menyibukkan diri dengan hp nya. Sambil sesekali dia memijat kepalanya yang mungkin pening. Ah entahlah, aku juga tak peduli.Pukul setengah sepuluh malam, Arina p

  • Lima Puluh Juta untuk Pernikahan Iparku   12. kedatangan orang tuaku

    Mendengar pertanyaan Ibu, aku menjadi bingung sendiri ingin menjawab apa. Karena bagaimana pun juga, beliau menginginkan rumah tangga anak nya terlihat rukun."Mmm gak tau Bu, nanti coba tak tanyakan samaas Danu dulu ya Bu. Kan Ibu tau sendiri, minggu depan Kaila nikah! Apalagi Mas Danu bakal jadi wali nikah nantinya." Alasan ku"Iya juga sih Nduk, yasudah kalau mau kesini kabarin Ibu ya. Kalau sudah sampek terminal, nanti biar tak suruh jemput Bapak." Jawab nya."Enggeh Bu...!""Oh iya, nikahan nya itu hari apa ya Nduk? Ibu kok jadi lupa gini." Tanya beliau lagi."Pengajian nya hari kamis malam Bu, akadnya jumat pagi. Terus sabtu acara resepsian nya!" Jelasku"Oh, ya kalai gitu Ibu kesana hari selasa aja. Kamu gak usah kesini aja Nduk. Biar nanti Bapak sama Ibu aja yang nginep disitu."Memdengar ucapan Ibu, aku menjadi begitu bahagia."Seriusan nih Bu, gak papa?""Ya seriusan lah Nduk. Kalau kamu kesini juga hari minggu sore udah pulang. Kangen nya masih belum selesai. Tapi kira-kira

  • Lima Puluh Juta untuk Pernikahan Iparku   13.kehilangan

    Saking seriusnya aku mencari, aku sampai tak mempedulikan pertanyaan Ibu. Dan tetap fokus mencari sertifikat rumah yang hilang. Bahkan, seisi lemari kini sudah berpindah diatas tempat tidur bahkan sebagian ada diatas lantai. Tapi tetap saja aku tak menemukan sertifikat itu.Apa mungkin aku meletakkan di kamar Arina? Tapi rasanya juga tak mungkin. Karena aku ingat betul, jika aku menaruhnya dilaci ini."Nduk, cari apa sih? Sampai semua baju kamu keluarin. Bilang, biar Ibu bantu!" Ucapan Ibu yang sedikit keras membuat ku menoleh kerarah beliau."Sertifikat rumah ku hilang, Bu!!!" Ucap ku dengan nada sedikit gemetar."Astaghfirullahaladziim.. kok bisa? Sini, biar Ibu bantu cari dilemari. Kamu cari di tempat lain, takutnya keselip."Tanpa banyak kata, kami berdua sibuk mencari sertifikat yang kini sudah hilang entah kemana rimbanya."Coba kamu telepon Danu, barang kali dia yang nyimpen tuh sertifikat!" Perintah Ibu yang lansung ku laksanakan.Kuraih hp yang tergeletak diatas meja, dan men

Latest chapter

  • Lima Puluh Juta untuk Pernikahan Iparku   25. arisan bodong

    Seusai sholat maghrib, seperti biasanya Mas Danu langsung menemani Arina belajar. Melihat sifatnya yang kini semakin sayang pada keluarga,buat hatiku sedikit tersentuh.Sedangkan aku, memilih untuk menyelesaikan baju pesanan Sofia. Takut tak keburu nantinya dan mengecewakan dia yang sudah terlanjue berharao padaku Hmmmmng!!!Suara deru mesin mobil terdengar didepan rumah. Kami berdua pun saling pandang. Dan dengan sigap, Mas Danu melangkahkan kaki kedepan, untuk melihat siapa yang datang.Aku pun masih meneruskan kegiatan ku memotongi kain sesuai ukuran. Dan Arina, masih sibuk belajar berhitung."Huhuhu, Ibu bingung Dan... Ibu harus bagaimana?" Terdengar suara Ibu yang sedang memangis tersedu diruang tamu.Karena rasa penasaran yang membuncah, aku pun memberanikan diri untuk mendekat kearah mereka.Kulihat Ibu duduk dikursi disamping Deni yang mengantarkan kemari dengan deraian air mata dan muka yang sembab. Aku sampai tak tega melihatnya. Ku beranikan diri mendekat kearah beliau, da

  • Lima Puluh Juta untuk Pernikahan Iparku   24. ancaman

    Setelah mendapat teguran dari Bapak, aku merasa jika sikap Mas Danu pada kami berubah. Entah itu hanya sementara, atau memang tulus dari dalam hatinya.Takutnya, sifatnya itu hanya sementara. Persis saat dulu dia melakukan kesalahan. Setelah ku tegur, dia berubah menjadi suami yang baik. Akan tetapi, kemudian dia lakukan lagi.Kalau diingat-ingat, hal itu sangat menyebalkan. Tapi aku tau, jika selalu mendiamkan Mas Danu, dan menolak ajakan nya untuk memadu kasih, yang ada aku malah menumpuk dosa."Aaaah, bingung!" Gumamku seraya menutup wajah dengan kedua telapak tangan ku.Drrt... Drrt... Drrrt...Kulirik hp yang bergetar saat panggilan masuk dari Sofia ku terima. Dan gegas, aku langsung mengangkat nya "Hallo, Assalamualaikum Mbak Lita!" Sapanya"Eh iya, Waalaikumsalam Fi! Gimana?" Tanya ku balik."Iya aku mau otw sana Mbak.""Oh iya. Bawa mobil sendiri?" Tanya ku balik"Iya Mbak. Mas Rian sibuk soalnya." Jelasnya"Oke, hati-hati ya Sof."Panggilan pun berakhir. Sedangkan aku mulai

  • Lima Puluh Juta untuk Pernikahan Iparku   23. sesuatu

    Kaila masih diam, dan tak kunjung menjawab pertanyaan ku. "Kai, gimana? Bisa gak?" Tanya ku memastikan.Entahlah, aku sudah membuang jauh-jauh pikiran buruk dan rasa maluku pada adik kandung ku sendiri. Toh aku juga hanya meminjam, bukan memintanya kembali.Aku ingin, hubungan rumah tanggaku kembali harmonis seperti dulu meskipun aku tau, hubungan Ibu dan Lita bakal semakin memburuk. Tapi aku sangat menyayangi keluarga kecilku. Jangan sampai, ada sesuatu hal yang membuat kami berpisah nantinya."Aku belum bisa kasih jawaban sekarang Mas!" Ucap Kaila yang langsung pergi dari hadapan ku. Begitupula Ibu yang juga ikut masuk kedalam kamarnya meninggalkan aku sendirian disini. Ku rebahkan tubuh diatas sofa empuk, dengan sedikit memberikan pijatan ringan dikepala yang kini mulai sedikit terasa pening.Hingga tak lama kemudian, aku pun memutuskan untuk pulang kerumah tanpa berpamitan pada Ibu yang sudah terlanjur berada didalam kamar.Ku pacu mobil dengan kecepatan sedang. Dan baru sampai

  • Lima Puluh Juta untuk Pernikahan Iparku   22. meminta maaf

    "Hmmm, kamu tau kenapa Bapak panggil kesini?" Tanya Bapak memulai percakapan saat kami sudah duduk disofa sedangakan Arin, seperti biasa main kerumah Vika.Aku hanya menggeleng lemah tanpa berani memandang wajah mereka."Kamu tau Dan, kami semua kecewa dengan sikap kamu. Sebagai seorang lelaki, kamu sudah menyia-nyiakan anak Bapak, terutama dikeluarga mu yang terlalu dholim pada putriku. Dan kamu sudah sangat berani mengambil hak yang memang bukan hak mu.Kenapa kamu lakukan semua ini? Apa kamu gak tau, kewajiban suami itu seperti apa? Lagian, apa salah Lita sampai keluargamu memperlakukan nya seperti ini?Dari awal menikah, kamu sudah memperlakukan putri dengan tak baik, rasanya Bapak ingin mengambil kembali Lita dari tangan mu. Tapi Bapak sadar, masih ada Arin yang mmebutuhkan kalian. Tapi, Bapak sakit hati melihat kelakuan keluargamu!"Aku hanya bisa tertunduk dan mengucap kata maaf."Maaf Pak, maafkan saya. Semua ini memang salah saya! Saya janji Pak, bakal berubah." Ucapku tulus

  • Lima Puluh Juta untuk Pernikahan Iparku   21.danu menciut

    Malam ini, aku sengaja begadang bersama saudara-saudara yang datang dari luar kota. Karena besok adalah hari resepsi pernikahan Kaila.Dari tadi siang, seusai sholat jum'at, aku sama sekali tak melihat sosok Gandi ada disini. Berkumpul bersama keluarga yang lainya. Apa memang dia sengebet itu ya pingin merasakan malam pertama.Padahal aku dulu juga tak segitunya lo. Justru malam pertama ku dengan Lita sedikit terganggu karena banyak nya tamu yang datang. Bahkan, aku baru bisa berduaan dengan nya saat dini hari. Itupun karena Bapak mertua yang menyuruhku untuk masuk kedalam dan beristirahat "Pengantinya dari tadi dikamar terus Dan?" Tanya Pakde Putra saat kami sedang berkumpul"Hahaha kamu ini, kayak gak tau pengantin baru aja. Ya mumpung ada kesempatan, langsung gas dong!" Timpal lek Agung disertai gelak tawanya."Tapi kok ya kebacut banget. Mbok ya ikut kumpul-kumpul barang lima menitan gitu lo maksut aku. Kayak kurang etis aja. Banyak saudara disini kok malah ditinggal angrem." Tuk

  • Lima Puluh Juta untuk Pernikahan Iparku   20.Pov. danu

    Pikiran ku benar-benar kacau. Ibu tiap hari menagih uang hampir setiap hari untuk resepsi pernikahan Kaila. Aku pusing, dapat uang segitu banyak nya dari mana? Orang tabungan juga cuman ada tiga juta. Lalu, sisanya aku juga harus cari dimana?Sebetulnya aku juga tak menyalahkan Lita jika waktu dia menolak membantu uang yang lumayan banyak, dan meminta Kaila untuk mengadakan pesta yang sederhana seperti pernikahan ku dulu.Tapi apalah daya, aku tak mampu menolak keinginan Ibu. Aku takut dicap durhaka. Apalagi, aku pernah dengar ceramah, jika memberikan uang pada Ibu, rejeki kita justru malah semakin lancar. Hingga akhirnya aku malah memarahi Lita. Dan ini membuat hubungan ku dengan nya menjadi dingin. Bahkan, kami jarang sekali menghabiskan waktu berduaan. Rasanya bila melihat wajahnya, rasa kecewa ku padanya makin subur.Maka dari itu, aku lebih memilih menghabiskan waktu dirumah Ibu. Setidaknya, disini aku bisa melakukan apapun yang kusuka. Tapi ya itu tadi, ibu selalu menanyakan ka

  • Lima Puluh Juta untuk Pernikahan Iparku   19.perdeban sengit

    "Oke, tapi jangan banyak-banyak ya Nduk!" Jawabku, untung saja putriku ini penurut, jadi dia langsung mengangguk.Aku berjalan menuju tempat es krim. Dan mengambilkan dua cup kecil, satu untuk Arina, dan satunya lagi untuk ku sendiri yang mendadak kepingin juga. Kemudian, mengajaknya balik ketempat Mbah nya duduk tadi."Lit, Ayo foto kedepan!" Aku sedikit tersentak kala Mas Danu menarik paksa tangan ku.Untung saja es krim yang masih ditangan ku tak sampai tumpah. Dengan kasar, aku langsung menepis tangan Mas Danu. Kami pun sempat menjadi tontonan keluarga. Bahkan Bude Ayu sampai menghampiri kami."Kamu kalau mau foto, ya foto sendiri aja. Gak usah ngajak-ngajak. Aku sudah bilang, aku gak minat!" Ucapku ketus."Kamu jangan egois kayak gitu dong Lit. Masak iya aku gak ngajak istriku foto didepan orang banyak. Malu aku!" Jawabnya entah kelewat polos atau oon."Malu katamu Mas? Lebih malu mana seandainya aku tak membeli sendiri baju yang hampir sama persis kayak yang Santi pakai diacara

  • Lima Puluh Juta untuk Pernikahan Iparku   18.kebetulan

    Aku sama sekali tak menggubris ucapan Mas Danu, malah mengalihkan pandangan pada Arina. Tapi siapa sangka, sekumpulan orang-orang yang berada disitu menatap ku dengan wajah yang sangat amat sinis.Sama halnya dengan kedua orang tuaku, juga Bude Ayu yang menatap Mas Danu dengan wajah sinisnya.Apalagi Santi yang menatap ku seperti mangsanya. Aku jadi ingin tertawa sendiri melihat ekspresinya yang seolah-olah ingin memangsa ku. Bahkan aku melihat nya, dia sampai memanyunkan bibirnya Kadang aku heran, padahal dia sedang hamil besar, entah kenapa dia sangat membenciku. Padahal aku ini kakak iparnya, yang seharusnya dihormati. Tapi bagi dia, seakan-akan aku adalah musuhnya.Padahal aku sama sekali tak pernah menyenggolnya. Dari awal kenal dia saat masih berpacaran dengan Dani, aku juga tak pernah sewot ataupun judes padanya. Tapi kenapa sifat dia bisa seperti ini?Entahlah, percuma juga memikirkan manusia yang unfaedah untuk hidup ku sendiri. Acara sesi foto didepan gedung pun selesai. Ka

  • Lima Puluh Juta untuk Pernikahan Iparku   17. kejutan di resepsi Kaila

    Suara panggilan Bude Ayu, terpaksa membuatku menghentikan langkah kaki. Tapi, kulihat Ibu, Bapak dan Arina sudah mendekati sepeda motor mereka."Mau kemana, Nduk?" Suaranya terdengar sedikit ngos-ngosan karena berlari mendekati ku"Ada apa emangnya Bude?" Tanya ku balik"Kamu itu mau kemana? Ayo ikut poto sama Bude. Keterlaluan emang mereka ini. Sudah tau ada menantu satunya, malah gak dilirik sama sekali." Umpat Bude gemas."Sudahlah Bude, lagian aku juga gak minat poto sama pengantinya. Gak dianggap pun juga sudah biasa." Ucapku seraya mengulum senyum kecut."Kamu mau pulang?" Tanya Bude yang langsunh ku jawab dengan anggukan kepala."Yasudah, terserah kamu aja Nduk. Tapi besok kamu datang kan? Biar besok Bude jemput aja ya. Kita berangkat sama-sama." Terang Bude."Iya, acaranya kan juga jam tiga sore. Besok jam setengan dua siang, Bude jemput kesana. Karena kita harus sampai sana setengah jam sebelum acara dimulai." Timpal Bude lagi."Iya Bude, makasih banyak ya. Maaf jika ngerepot

DMCA.com Protection Status