Share

BAB 06. EMPAT TAHUN KEMUDIAN

Penulis: Zii_Alpheratz
last update Terakhir Diperbarui: 2024-01-26 08:19:02

'Kenapa pria itu ada di kota ini?' itu adalah hal pertama yang terlintas dalam pikiran Gina ketika melihat Bagas.

Tatapan keduanya bertemu sebelum akhirnya mobil yang bagas tumpangi melaju pergi. Gina menurunkan matanya, mencoba untuk membuat jantungnya tetap tenang. Selama empat tahun, Bagas tidak pernah menjenguk anak-anaknya, seolah sejak mereka bercerai, bukan hanya Gina yang dia tinggalkan, namun juga Gavin, Ghazi dan Binar. Ibu Bagas meninggal tiga tahun lalu, selain pemakaman ibunya, Bagas tidak pernah datang ke kampung.

Gina bangkit berdiri, remaja SMA di sebelahnya masih mengobrol tentang pria mana saja yang paling tampan.

"Mbak Gina ini dicuci dong, duduk aja dari tadi," ujar Sri pada Gina.

Gina melongos tidak peduli. "Kamu aja yang cuci, tadi Mbak udah nyuci yang lain. Itu sisanya," balas Gina. Tidak sengaja bertatapan dengan Bagas benar-benar menguras energinya.

Sri berdecak kesal, cemberut sambil mencuci piring-piring kotor. "Awas aja, aku adukan sama tante! Di pecat tau rasa," gumam Sri.

***

Pukul lima sore, Gina bergegas pulang karena pasti anak-anak sudah menunggu di rumah. Wanita itu berjalan kaki karena jarak warteg tempatnya bekerja lumayan dekat dengan rumah.

"Gavin, Mamah pulang!" seru Gina saat tiba di halaman rumahnya.

Setelah beberapa saat, tidak ada satu pun anak-anaknya yang keluar seperti biasa. Gina mengerutkan kening, membuka pintu dengan heran.

"Mah," panggil Gavin saat melihat ibunya masuk.

Gina berhenti di ambang pintu secara tiba-tiba, dia menatap kaget pada Bagas yang sedang duduk di meja makan sambil menatapnya. Telapak tangan Gina terkepal, menahan emosi yang berkecamuk di dalam hatinya.

Bagas bangkit berdiri, dia mengenakan sebuah celana cargo dan kaus berwarna hitam, jambang di sekitar dagunya membuat pria itu tampak semakin menawan.

Gina memalingkan wajah saat Bagas menatapnya. "Vin, adik-adik kamu di mana?" tanya Gina, melenggang masuk tanpa memperhatikan Bagas.

"Di kamar, Mah," jawab Gavin. Remaja berusia 12 tahun itu melirik Bagas sekilas sebelum akhirnya berkata lagi pada Gina, "Gavin masuk ke Kamar, ya, Mah."

Mengangguk, Gina berjalan ke arah dapur, menuangkan segelas air lalu meminumnya dengan sekali tegakan. Wanita itu berdiri lama di sana, Bagas yang tidak mendapat tanggapan mengikuti Gina ke dalam dapur.

''Na,'' panggil Bagas dengan pelan. "Kenapa kamu pindah dari rumah?"

Pria itu berdiri tepat di belakang Gina, lengannya terulur hendak menyentuh pundak Gina sebelum akhirnya dia kembali menarik tangannya. Gina sendiri tidak menjawab, dia hanya berbalik, berkata pada Bagas, '' Kita ngobrol di sana aja.''

Bagas mengangguk, keduanya pergi ke ruang keluarga, duduk di atas sofa yang sudah usang.

''Apa kabar?'' tanya Bagas.

Gina mengangguk, tersenyum kecil. ''Baik, seperti yang kamu liat,'' jawab Gina tanpa mengatakan apa pun.

Pria itu juga terdiam, ke dua tangannya bertaut. Setelah lama terdiam, Bagas kembali angkat bicara. ''Aku kangen... sama anak-anak.''

''Mereka udah tidur, Mas juga liat sendiri tadi. Ini udah mau maghrib, sebaiknya Mas pergi. Gak enak sama tetangga,'' ujar Gina.

Bagas tahu bahwa Gina mencoba mengusirnya secara halus. Dia menatap wanita yang tidak pernah dia lihat selama empat tahun. Bahkan ketika kematian ibunya, dia tidak melihat Gina hingga dirinya kembali ke ketentaraan. Gina menjadi lebih kurus sejak terakhir kali dia melihatnya, raut lelah tampak amat kentara di wajahnya.

"Kenapa kamu pindah dari rumah? Tadi aku ke sana, tapi katanya kamu udah enggak tinggal di sana sejak empat tahun lalu, kenapa?"

Gina menatap manik mata Bagas dalam diam, mencoba menelisik di manik mata hitam itu, mencari kebohongan bahwa Bagas benar-benar tidak tahu bahwa empat tahun lalu dia di usir dari sana oleh ibu dan sepupunya.

Keduanya bertatapan cukup lama, Gina yang pertama memalingkan wajah, menjawab Bagas dengan acuh, "Bukan apa-apa. Itu urusan aku mau tinggal di mana pun, apa hubungannya sama kamu?" Gina mencengkram dengan erat sudut pakaiannya. "Sebaiknya kamu pergi dulu."

''Kalau gitu aku pergi.'' Bagas bangkit berdiri. ''Aku tinggal di kampung ini buat sementara Gin, kalau ada apa-apa kamu tinggal ngomong sama aku.'' Setelah mengatakan itu Bagas melenggang keluar dari rumah.

Gina menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa dengan lelah, menatap langit-langit rumah dengan pandangan termenung. Selain rasa sakit hatinya, Gina tidak tahu harus bereaksi bagaimana ketika bertemu Bagas lagi setelah empat tahun lamanya. Gina bangkit berdiri, berjalan menuju pintu ketika dia melihat sebuah kantung belanja berwarna coklat yang tergeletak begitu saja di lantai. Dia mengambilnya, melihat apa yang ada di dalam. Gina melihat kotak susu, roti dan beberapa makanan ringan lainnya.

Lengan Gina gemetar secara tiba-tiba, air matanya menetes pada kantung belanja itu tanpa sadar. Gina tidak tahu apa yang dia tangisi, apa yang membuatnya sedih. Ketika dia melihat makana di dalam, Gina tiba-tiba menyadari bahwa sejak perceraiannya dengan Bagas, dia tidak pernah membeli hal-hal seperti susu atau roti untuk anak-anaknya.

***

Bagas kembali ke rumah yang dia sewa untuk beberapa bulan ke depan. Masuk ke dalam rumah ponsel Bagas tiba-tiba bergetar, sebuah pesan masuk muncul di layar ponselnya.

Dr. Serly: Mas, jangan lupa minum obat kamu

Setelah membaca pesan itu, Bagas meletakan ponselnya di atas meja kayu tanpa membalas. Selain pesan dari Dokter Serly, ada juga pesan dari rekan-rekan Bagas yang lain yang bertanya keadaannya sekarang. Pria itu berjalan ke arah dapur, mengambil segelas air dan beberapa butir obat di dalam kotak dapur, menegak semuanya secara bersamaan. Dia meletakan kotak obat dan gelasnya kembali ke tempat masing-masing, lalu keluar dari dapur dan masuk ke dalam kamar.

Baju yang Bagas pakai di buka, memperlihatkan sebuah kain berwarna putih yang melilit dada dan bahunya. Ada bercak darah pada kain tersebut, menandakan bahwa luka yang di balut oleh kain kembali terbuka hingga darahnya kembali keluar.

''Ssh-'' Bagas meringis ketika dia membuka kain yang membalut lukanya.

Bekas jahitan yang belum mengering terlihat, tampak agak menakutkan ketika di padukan dengan darah berwarna merah pekat. Bagas menahan nafasnya, membersihkan dan membalut kembali lukanya sendiri. Setelah selesai, dia berbaring di atas tempat tidur dengan pelan, menatap tembok rumah yang kumuh, teringat ketika dia datang ke rumah yang Gina dan anak-anaknya tempati tadi.

Mengapa terlihat begitu kumuh? Anak-anaknya juga terlihat begitu kurus dan kecil dari anak lain seusianya. Bagas ingat bahwa dia tidak pernah sekali pun lupa memberi Gina uang setiap bulannya, Bagas tidak percaya jika jawabannya adalah karena uang. Ketika Bagas melihat Binar, putrinya, anak yang dulu terlihat lucu dengan pipi menggembung menggemaskan itu berubah menjadi anak yang sangat kurus dan pemalu, anak itu langsung lari ke dalam kamar bersama Ghazi ketika melihatnya.

Hanya Gavin yang tidak pergi, berdiri di sana tanpa mengatakan sepatah kata pun. Empat tahun kemudian, ketika dia datang kembali menemui mereka, tidak ada lagi yang menyambutnya, berteriak memanggilnya ayah dan berebut untuk di peluk. Bahkan Gina tidak lagi memanggilnya sehangat dulu.

Pikiran Bagas berkelana, tidak tahu apa yang salah selama dia tidak ada.

''Apa salah aku, Mas? Kamu datang cuma buat menceraikan aku, apa salah aku?!''

Suara teriakan Gina empat tahun lalu ketika dia memberikannya surat cerai terngiang di telinga Bagas.

Bab terkait

  • Letnan Jendral, Rebut Kembali Hati Mantan Istrimu   BAB 07. DI RENGGUT

    Keesokan harinya, pukul setengah lima pagi. Gina sudah bangun dari tidurnya. Dia mengumpulkan pakaian kotor dan mencucinya. Aktivitas pagi yang sudah Gina lakukan selama bertahun-tahun tanpa jeda satu hari pun. Pukul enam ketika rumah selesai dia urus, Gina pergi ke luar untuk mencari tukang sayur yang biasanya lewat.Hari ini Gina berniat untuk memasak cumi, makanan kesukaan ke tiga anaknya. Saat tiba di tukang sayur, Gina langsung bertanya pada si penjual, ''Hari ini cumi ada, Mang?''''Ada, BU Gina. Kebetulan cuminya tinggal satu.'' Penjual sayur itu mengambil kantung keresek berisikan cumi di bawah gerobaknya, menyerahkannya pada Gina.Gina tersenyum, mengambil cumi yang si penjual serahkan.''Mau masak cumi, ya, Bu?'' tanya ibu-ibu lain pada Gina.''Iya, Bu. Kemarin anak-anak bilang kalau mereka pengen makan cumi,'' jawab Gina.''Anak saya juga kemaren pengen makan ayam, eh si Mamang malah enggak bawa ayam!'' sahut yang lainnya.''Bukan enggak bawa, Bu. Tapi habis, saya cuma bawa

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-02
  • Letnan Jendral, Rebut Kembali Hati Mantan Istrimu   BAB 08. MAMAH GAK PA-PA

    ''Ghazi!'' Gavin menegur adiknya. Ghazi tidak peduli sama sekali, hatinya kesal karena sang ibu yang beberapa kali berjanji akan memasakan makanan kesukaannya, namun tidak pernah terjadi. ''Mama mau buat nasi goreng sama bakwan jagung, loh, Zi. Kamu beneran enggak mau?'' tanya Gina sambil mengikuti Ghazi yang keluar dari rumah. ''Enggak mau, sarapannya nasi goreng mulu, Gazi pengen cumi, Mah!'' Langkah Gina terhenti di ambang pintu, menatap kepergian putranya. Perih Gina rasakan, bukan karena sikap Ghazi padanya, namun karena dia yang bahkan tidak bisa mengabulkan apa yang putranya inginkan. ''Mah, Gavin mau sarapan.,'' ujar Gavin. Melihat raut wajah sedih sang ibu, dia sangat kesal pada Ghazi yang bersikap tidak sopan. Gina berbalik dan bergegas menyelesaikan masakannya. Gina tahu Gavin mungkin marah pada sang adik, wanita itu tersenyum penuh pengertian. ''Mamah enggak pa-pa, kok, Vin. Jangan cemberut kaya gitu.'' ''Belanjaan Mamah di ambil sama orang tua itu lagi, ya, Mah?''

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-02
  • Letnan Jendral, Rebut Kembali Hati Mantan Istrimu   BAB 09. TERLUKA

    ''Terserah.,'' ujar Gina dengan acuh, sama sekali tidak peduli apakah Bagas akan menunggunya atau tidak.Pukul enam sore, waktu di mana Gina dan Sri harus menutup warteg tiba. Gina membereskan barang-barangnya, bersiap untuk pulang saat dia selesai menutup warteg.''Huh, mana? Katanya laki-laki tadi nungguin, Mbak, tapi kok sekarang enggak ada?'' Sri celingak-celinguk di sebelah Gina, menatap bolak-balik sekeliling warteg dengan ekspresi seolah ingin tertawa. ''Mbak pasti udah geer banget, kan mau di tungguin sama cowok ganteng. Hehehe, taunya bohong!''Gina menggelengkan kepalanya mendengar apa yang Sri katakan. Gina tahu jika Sri tengah mengolok-oloknya, tapi dia tidak peduli, melenggang pergi meninggalkan Sri di sana. Sri yang di tinggalkan mendengus dengan keras, lalu bergegas mencari tukang ojek untuk pulang.Masuk ke perkampungan, jalanan di sekelilingnya penuh dengan pepohonan dan rumput di setiap sisi jalannya. Hanya ada satu lampu yang mene

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-02
  • Letnan Jendral, Rebut Kembali Hati Mantan Istrimu   BAB 10. MENGOBATI

    Gina berbaring di atas tempat tidur, mencoba memaksa kelopak matanya agar tertutup. Tapi nihil, dia sama sekali tidak mengantuk. Lagi pula siapa yang akan mengantuk jika melihat orang yag dengan sengaja dia dorong berdarah-darah.Pikirannya terus berkelana pada kejadian di mana dia melihat darah membasahi pakaian yang Bagas pakai. Bangkit dari kasur, Gina menghela nafas berat, menoleh untuk melihat putriya, Binar, yang sudah tertidur lelap. Gina keluar dari kamar, setelah memastikan bahwa Ghazi dan Gavin juga terlelap, dia mengambil cardigan lalu keluar dari rumah.Menyusuri jalan setapak, Gina akhirnya tiba di depan sebuah rumah yang dia tahu dari warga yang bergosip bahwa rumah ini di tempati oleh Bagas. Gina mengambil nagas panjang, menenangkan dirinya yang sedikit gugup. Leangan Gina terangkat, mengetuk pintu rumah dengan pelan.utuh waktu dua menit hingga akhirnya pintu rumah terbuka.''Gina?'' Bagas menatap kaget pada Gina yang berada di depan pintu rumahnya malam-malam begini.

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-03
  • Letnan Jendral, Rebut Kembali Hati Mantan Istrimu   BAB 11. AYAM

    ''Aku enggak punya maksud apa pun. Gin, aku cuma mau ngasih ini buat kalian, tolong terima,'' ucap Bagas dengan nada memohon. Gina menatap makanan di tangan Bagas, menghela nafas, hendak mengambilnya saat tangan lain meraihnya lebih cepat. ''Wah ayam!'' Itu adalah seruan seorang wanita. ''Wanda!'' panggil Gina pada wanita muda itu. Wanda, adik tiri Gina yang lahir dari Lastri dan mantan suaminya yang sekarang berusia sembilan belas tahun. Meski sudah lulus sekolah, tetapi Wanda sama sekali tidak ada niat untuk bekerja, hanya mengandalkan Lastri dan ayah Gina yang sudah tua untuk menghidupinya.''Punya makanan enak kok enggak bilang-bilang, Mbak Gina mau aku bilangin ibu?'' Wanda menatap Gina dengan wajah menantang. ''Itu bukan punya, Mbak, Wanda,'' ucap Gina, dia mengulurkan tangan, hendak merebut kembali makanan itu dari Wanda. ''Eh!'' Wanda dengan cepat menghindar. ''Pelit amat, biasanya juga bagi-bagi kalau punya makanan enak.'' Gina menatap Bagas, ingin melihat bagaimana ek

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-03
  • Letnan Jendral, Rebut Kembali Hati Mantan Istrimu   BAB 12. BAGAS AKHIRNYA TAHU

    ''Masa Bapak enggak tau, memangnya almarhum ibu Pak Bagas enggak pernah ngomong?'' Mereka semua menatap Bagas dengan tatapan heran dan penuh gosip. Harap-harap cemas dengan jawaban Bagas.Bagas terdiam, tidak menyangka jika ibunya akan melakukan hal seperti itu. Bagas tahu jika selama pernikahannya dengan Gina, ibunya tidak pernah menyukai Gina, tapi Bagas tidak pernah berpikir bahwa ibunya tega mengusir Gina dan anak-anaknya dari rumah yang mereka tinggali. Rasa tak nyaman lagi-lagi menyebar dalam hati Bagas.''Pak?''Seolah tersadar, Bagas menyadari bahwa dia sedikit melamun sejak tadi. Pria itu menggeleng, berkata pada mereka, ''Saya permisi dulu, ya, Ibu-ibu.'' Bagas melenggang pergi setelah itu tanpa memperhatikan raut wajah ibu-ibu yang berubah kecewa karena Bagas tidak menjawab.Bagas berjalan tak tentu arah, setiap langkah yang Bagas ambil terasa sangat berat, dia merasa seperti telah di siram sember air es hingga tubuhnya kedinginan. Bagas mengepalkan telapak tangannya hingga

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-04
  • Letnan Jendral, Rebut Kembali Hati Mantan Istrimu   BAB 13. MENITIPKAN BINAR

    ''Gimana caranya? Aku bahkan enggak uang uang buat beli sayuran, gimana caranya aku ngehubungin kamu?'' ''Gimana bisa kamu enggak punya uang? Jelas-jelas aku selalu rutin ngirim uang buat kamu dan anak-anak! Kamu bisa beli handphone-'' kalimat Bagas tiba-tiba terhenti, seolah menebak sesuatu, pria itu menatap Gina dengan tatapan kosong. ''dari dulu sampai sekarang, aku enggak pernah nerima sepeserpun uang dari kamu. Kamu pikir, kalau aku punya uang, setelah ibu kamu ngusir aku dan anak-anak, aku masih bakalan bawa mereka tinggal di kontrakan kaya gini?'' ''Itu enggak mungkin, ibu bukan orang seperti itu.'' Bagas bergumam dengan suara serak. ''Nyatanya ibu kamu memang orang yang seperti itu,'' balas Gina.Melihat Bagas yang hanya diam, Gina menghela nafasnya, "Ayo masuk, jangan di luar. Malu kalau tetangga liat!"Pria itu mengangguk, mengikuti Gina masuk ke dalam kontrakan. Karena tidak ada meja atau pun kursi, Bagas duduk di atas lantai yang dilapisi oleh karpet."Mau minum?" tany

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-04
  • Letnan Jendral, Rebut Kembali Hati Mantan Istrimu   BAB 14. KEDEKATAN

    Gina pergi ke tempat kerja dengan perasaan yang campur aduk setelah memberikan Binar pada Bagas. Harusnya tidak apa-apa, kan, karena bagaimana pun Bagas adalah ayahnya.Seperti biasa, di tempat kerja Gina di sambut oleh Sri yang menatapnya dengan wajah cemberut dan kata-kata kasar. Dan seperti biasanya pula, Gina tidak pernah menanggapi dengan serius umpatan wanita muda itu."Nanti kamu jadi tua, loh, Sri, marah-marah terus kaya gini," ujar Gina dengan senyum bercanda."Yang penting enggak kaya lo-" Kalimat Sri terhenti ketika dia melihat wajah Gina yang masih sangat cantik untuk wanita yang usianya sudah memasuki kepala tiga. Dia sangat iri hingga tidak bisa menahan gertakan gigi. "Sewot!" kata Sri pada akhirnya. ***"Makasih, Om!" ucap Binar dengan bersemangat saat Bagas benar-benar memberikannya sebuah eskrim.Bagas tersenyum, mengusap pipi putrinya dengan pelan. "Coba panggil Papa, nanti lain kali Papa belikan lagi!" titah Bagas sambil mengiming-imingi Binar.Binar menatap Bagas

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-05

Bab terbaru

  • Letnan Jendral, Rebut Kembali Hati Mantan Istrimu   BAB. KEHAMILAN [END]

    "Na, kenapa muka kamu pucat banget, kamu masih sakit?" tanya Dimas ketika dia melihat wajah Aina yang tampak tidak sehat.Aina menoleh ketika mendengar suara bertanya Dimas, dia menggelengkan kepalanya dan menjawab, "Saya enggak pa-pa, kok, Pak!" Bibir pucat Aina terangkat, dia mencoba untuk baik-baik saja.Kening Dimas bertaut, masih merasa khawatir bahkan jika Aina berkata bahwa dia baik-baik saja. "Kamu sudah periksa ke rumah sakit?" tanya Dimas lagi."Saya cuma masuk angin, enggak perlu ke rumah sakit.""Kamu terlalu keras kepala, Na. Jangan sepelekan penyakit bahkan kalau pun itu hanya masuk angin. Saya antar kamu ke rumah sakit sekarang!" ujar Dimas dengan nada sedikit memaksa.Aina enggan, mereka masih berada di tempat kerja dan beberapa karyawan memperhatikannya. Dia takut jika Dimas mengantarnya ke rumah sakit di tengah jam kerja, pria itu akan terseret gosip karenanya. Karena Aina tahu betul jika beberapa karyawan sering memperhatikan dia dan bergosip secara diam-diam."Engg

  • Letnan Jendral, Rebut Kembali Hati Mantan Istrimu   BAB. APA HUBUNGANNYA?

    Aina sedang duduk di atas tempat tidur saat bel pintu apartemen berdering. Aina yang sedang cemas menunggu kepulangan Gavin langsung berdiri, bergegas keluar dari kamar untuk membuka pintu.Ketika pintu apartemen dibuka, Aina melihat Gavin yang sedang di papah oleh seorang wanita yang Aina tahu dia berjama Celine."Gavin kenapa?" tanya Aina, sedikit panik melihat Gavin yang tampak tidak sadarkan diri."Gavin Mabuk, tolong minggir dulu, biar gue yang antar dia ke kamarnya!" Celine mendorong Aina ke samping, lalu dia bergegas masuk dengan susah payah. "Di mana kamar Gavin?" tanya Celine."Dudukkan di sofa aja," ujar Aina.Celine mendudukkan Gavin yang mabuk di atas sofa, wanita itu membuka jaket yang Gavin kenalan dan menyuruh Aina yang sedari tadi hanya berdiri dan menatap dari samping, "Buatin air hangat pake madu dan jeruk!"Meski hatinya merasa tidak nyaman melihat Celine yang begitu merawat Gavin, tapi dia tetap sigap melakukan hal yang Celine minta. Dia bergegas pergi ke dapur, me

  • Letnan Jendral, Rebut Kembali Hati Mantan Istrimu   BAB 89. KURANG AJAR

    Aina pulang ke apartemen. Saat dia membuka pintu dan masuk, Aina meletakan barang-barang yang dia beli, dia bahkan tidak sempat membereskan semua itu karena Aina langsung pergi ke dalam kamar mandi dan muntah lagi.Hoek, hoek, hoek.Terengah-engah, Aina menopang tubuhnya pada pinggiran wastafel. Dia berkumur, mencuci mulut dan wajahnya agar terlihat segar. Aina lalu mendongak, menatap wajah pucat nya di cermin. Pantulan dirinya di cermin terlihat sangat kuyu dengan wajah yang basah oleh air dan rambut acak-acakan.Menghela nafas, Aina keluar dari kamar mandi, dia mengganti pakaiannya dengan kaus dan celana pendek sebelum akhirnya berbaring di tempat tidur untuk menenangkan rasa mual di perutnya. Aina berharap bahwa setelah dia bangun nanti, rasa mual itu akan menghilang.***Gavin kembali ke apartemennya setelah menginap di rumah usai ulang tahun bunga, adiknya yang terakhir. Dia menekan serangkaian kata sandi, dan ketika pintu dibuka, Gavin masuk ke dalam apartemen.Suasana hening mem

  • Letnan Jendral, Rebut Kembali Hati Mantan Istrimu   BAB 88. MUAL

    Aina berdiri di trotoar, menunggu kendaraan umum yang lewat. Wanita itu celingak-celinguk, menunggu dengan cemas. Hari sudah menunjukan pukul tujuh malam, namun dia belum juga mendapati kendaraan yang lewat karena memang hujan deras baru yang diiringi oleh suara petir saja mereda. "Na, kamu mau bareng aja sama saya?" Dimas yang menghampiri Aina bertanya pada wanita itu."Enggak usah, pak. Saya bisa nunggu sebentar lagi, kok." Aina menggeleng, menolak sambil tersenyum."Kalau begitu saya temenin kamu nunggu, ini udah malem, enggak baik perempuan di pinggir jalan kaya gini." Dimas menawarkan diri."Tapi-" Aina ingin menolak, dia merasa tidak enak pada Dimas. Bagaimanapun pria itu juga pasti punya kesibukan setelah ini."Jangan nolak. Saya enggak terima penolakan." Dimas bersikukuh untuk menemani Aina.Pada akhirnya Aina dengan pasrah membiarkan Dimas menemaninya. Wanita itu sedari tadi mengguncang ponsel yang ada dalam genggamannya, menghubungi Gavin berulang kali untuk meminta jemput.

  • Letnan Jendral, Rebut Kembali Hati Mantan Istrimu   BAB 87. KENAPA BUKAN AKU?

    "Kamu pulang?" sapa Aina ketika dia melihat Gavin yang masuk ke dalam apartemen.Gavin mengangguk, dia membuka jaket yang dia kenakan, melemparnya ke atas sofa dengan sembarangan. "Gue lapar, ada makanan?" tanya Gavin.Aina bangkit berdiri dari sofa, dia berjalan ke arah dapur sambil menjawab, "Ada, makan sekarang apa mandi dulu?" tanya Aina."Makan sekarang," jawab Gavin.Mengangguk, Aina mengambil piring dan menyiapkan makanan untuk Gavin. Pria itu duduk di atas meja makan sambil menunggu Aina selesai menyiapkan makanan. Setelah makanan tersaji di hadapannya, Gavin mulai melahap makanannya."Perempuan yang sama kamu tadi siapa?" tanya Aina, dia bertanya dengan hati-hati agar Gavin tidak marah."Temen, kenapa?" Gavin balik bertanya tanpa menatap Aina."Enggak, keliatannya akrab banget sama kamu. Tadi kamu nelepon aku pake nomor dia?"Mengangguk, Gavin mendongak menatap wanita itu. "Kenapa, sih?" tanya Gavin.Kepala Aina menggeleng, dia menuangkan air putih ke dalam gelas dan menaruhn

  • Letnan Jendral, Rebut Kembali Hati Mantan Istrimu   BAB 86. WANITA ITU SIAPA?

    "Vin...ugh." Aina melenguh saat Gavin mengecupi di sepanjang lehernya hingga akhirnya pria itu berhenti pada dadanya yang ranum.Rasa geli menyebar ke seluruh tubuh Aina, apalagi saat bibir Gavin dengan rakus mengisap pucuk dadanya bergantian. Aina mengelus rambut kepala Gavin, membuat pria wajah pria itu terbenam di sana.Tubuh keduanya sama-sama bugil, saling mengerat satu sama lain. Keringat mereka membanjiri tubuh, ac yang tergantung di dinding sama sekali tidak mempengaruhi suhu panas di antara keduanya."Baring!" titah Gavin pada Aina.Mengangguk, Aina berbaring di atas tempat tidur sambil membuka ke dua kakinya. Nafas Gavin memberat melihat wanita itu menatapnya dari bawah dengan ekspresi yang begitu provokatif."Emh..." Aina tersentak, Gavin memasuki dirinya secara tiba-tiba.Kegiatan yang biasa mereka lakukan setiap malam jika Gavin memintanya, Aina hanya menurut, bagaimana pun menurutnya Gavin adalah pria yang baik yang banyak membantunya di saat dia kesulitan. Aina sama sek

  • Letnan Jendral, Rebut Kembali Hati Mantan Istrimu   BAB 85. 4 TAHUN KEMUDIAN

    Di sebuah kamar yang remang, seorang wanita menggeliat di atas tempat tidur. Kelopak mata wanita itu terbuka, dia menguap, mencoba bangkit dari tempat tidur ketika tubuhnya tiba-tiba di peluk dengan erat pada pelukan seorang pria yang tertidur di sebelahnya."Vin, lepasin dulu!" titah Wanita yang tidak lain adalah Aina, dia mencoba menyingkirkan tangan Gavin yang melingkari pinggangnya."Sebentar aja," gumam Gavin dengan mata tertutup.Aina menghela nafas. "Ini udah siang, Vin. Katanya kamu ada kuliah jam segini?" tanya Aina dengan nada tidak berdaya.Gavin melepaskan pelukannya, dengan malas bangkit dari tempat tidur. "Sebenernya sesekali bolos juga gak pa-pa," ujar Pria itu."Kalau papah kamu tau, kamu pasti di marahin!" Aina turun dari tempat tidur, memunguti pakaiannya yang tergeletak di lantai. "Cepetan bangun!" titah Aina lagi pada Gavin sebelum dia masuk ke dalam kamar mandi.Selesai mandi dan berpakaian, Aina keluar dari sana, dia melihat Gavin yang hanya memakai boxernya seda

  • Letnan Jendral, Rebut Kembali Hati Mantan Istrimu   BAB 85. APA YANG KAMU HARAPKAN?

    "Makasih, ya, Vin. Lo udah mau nganter gue," ucap Jullia pada Gavin yang berjalan di sampingnya.Gavin mengangguk, tatapannya mengedar menatap toko-toko dan orang yang berlalu-lalang. Dia melihat sebuah gaun cantik di salah satu etalase toko, berpikir jika Aina mengenakan gaun itu pasti akan terlihat cocok dan sangat cantik. Gavin tanpa sadar tersenyum."Vin!" Julia menegur pria yang ternyata tidak memperhatikan dan mendengarkannya."Hah? Kenapa?" Gavin menoleh pada Julia dengan wajah bingung."Lo mikirin apa, sih? Gue ngomong dari tadi ternyata enggak lo dengerin!" Julia cemberut kesal.Tangan Gavin terulur, menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Sorry," ucap Gavin dengan rasa bersalah.Keduanya mengobrol di sepanjang perjalanan. Gavin terus mengikuti Julia meski dia tidak tahu ke mana tujuan wanita itu karena sedari tadi mereka hanya berkeliling mall.Tanpa mereka sadar, seseorang menatap keduanya di kejauhan. Gadis itu bersembunyi di salah satu tiang tinggi, melihat Julia yang tam

  • Letnan Jendral, Rebut Kembali Hati Mantan Istrimu   BAB 84. LELAH

    Seperti yang Gavin katakan, dia tidak ikut mengantar Aina hingga rumahnya, namun hanya di depan gang. Gavin ikut turun ketika Aina turun dari mobil, ia melihat ke gang yang cukup gelap di belakang karena matahari sudah terbenam."Gue anter, ya. Itu gangnya gelap banget, gimana kalau ada apa-apa?" tanya Gavin dengan khawatir.Aina menggelengkan kepalanya, dia menolak, "Enggak usah, Vin. Enggak bakalan ada apa-apa, kok. Aku udah biasa jalan sendiri.""Kalau gitu-""Wih, wih, wih!" Supri tiba-tiba datang dari arah gang, menghampiri Aina dan Gavin di sana.Gavin menatap Aina sejenak, lalu tatapannya beralih pada Supri yang datang. Dia tahu bahwa pria itu adalah ayah dari Aina, Gavin hendak menyapa dengan sopan saat Supri tiba-tiba membuka suara."Katanya cuma temen! Huh! Kalau kaya gitu ngapain kamu nangis-nangis sepatunya Bapak jual? Kan bisa beli lagi," ujar Supri sambil menoyor kepala Aina.Gavin terkejut, dia tidak menyangka jika Supri akan mengatakan itu. "Sepatunya di jual?" tanya G

DMCA.com Protection Status