Share

BAB 4

last update Last Updated: 2021-11-05 22:00:19

“Freya Amelia, will you marry me?

Kata-kata itu terus berputar di benakku dari semalam hingga pagi ini. Bahkan aku tidak bisa tidur karena memikirkan itu terus menerus.

Jika kalian berpikir aku menerimanya, ya memang akhirnya mulutku berkata “Yes, I will

Dan saat itu juga Kei langsung memelukku erat sembari membisikkan ucapan etrimakasih terus menerus di telingaku, tak lupa juga dengan sorak-sorai dari pengunjung restoran lainnya yang ikut memeriahkan.

Namun, bukan itu yang aku pikirkan saat ini. Aku menatap cincin yang melingkari jari manisku dengan indahnya. Apakah keputusanku ini benar adanya? Apa benar-benar bisa aku merajut mimpi-mimpiku bersama Kei nantinya?

Lamunanku buyar saat terdengar bunyi alarm dari ponselku. Menunjukkan pukul lima pagi. Ya— yang seperti aku katakana tadi, aku benar-benar tidak bisa memejamkan mataku dari semalam Kei mengantarku pulang. Otakku terus memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang— hah memikirkannya lagi membuatku pusing.

“Lebih baik aku mandi sekarang, mungkin berendam air panas bisa merileks-kan tubuhku sedikit.” ucapku sendiri.

*****

Toktok… Toktok…

“Ya sebentar.” teriakku saat mendengar suara ketukan pintu.

“Udah siap belom?” tanya Reyhan saat aku membukakan pintu sembari melangkah masuk tanpa permisi. Dasar!

“Bentar, ambil tas sama laptop dulu gue.” Aku langsung menuju kamar, mengambil barang-barang.

“Eh, lo berangkat sama Karina?” tanyaku saat melihat Karina baru saja masuk ke rumahku.

Karina tersenyum kikuk. “Permisi, Bu.”

Aku senyum-senyum menggoda mereka. “Ahh— urusan pribadi kalian deh. Gue nggak mau ikut campur.”

“Apaan sih lo. Udah deh, buruan berangkat ayok.” sewot Reyhan.

Setelah memastikan barang-barang yang aku bawa lengkap, kami pun berangkat.

“Kita jemput Sinta dulu apa gimana?” tanyaku saat mobil reyhan sudah mulai berjalan menjauhi area perumahanku.

“Engga, langsung aja. Dia udah sama anak divisi lapangan juga. Rombongan.”

Aku mengangguk. Hampir saja lupa, aku buru-buru menelfon Kei untuk mengabarinya.

“Halo, Kei. Aku berangkat ke Bandung dulu ya.”

“Oke. Hati-hati dijalan. Jangan lupa kabari aku terus.” titahnya. “Iya, kei.”

“Kalau udah selesai, buruan pulang.” aku mengiyakan perintahnya lagi lalu menutup sambungan telfon.

“Pacar lo kasih ijin pergi?” tanya Reyhan tiba-tiba.

Aku mengangguk. “Tumben?” tanyanya lagi.

“Susah tau apet ijinnya. Gue harus janji kalau bakal kasih kabar terus ke dia, dan kalau udah beres harus langsung pulang.” jelaksu.

“Berasa jadi tahanan lo.”

Mendengar ucapan Reyhan membuatku berpikir kembali, tanpa sadar ku tatap cincin di jari manisku kembali. Setelah itu hanya keheningan yanga da di mobil. Bahkan aku hampir lupa bahwa ada Karina di kursi belakang.

Aku menoleh ke belakang, melihat Karina yang curi-curi pandang kea rah Reyhan. Aku melirik Reyhan yang hanya fokus terhadap jalan di depannya. Diam-diam aku tersenyum jahil.

“Diajak ngobrol dong, Kar. Jangan curi-curi pandang aja.” ucapku menggoda.

Karina langsung terkejut dan salah tingkah di kursinya. “Ehh— engga, Bu. Aa— itu, emm.. maksudnya apa, Bu?” dia menjawab dengan terbata-bata gugup.

Aku terkekeh pelan, Reyhan pun terlihat berusaha tidak peduli dengan apa yang sedang terjadi. Lucu sekali mereka ini.

“Jangan salting gitu deh, Kar. Biasa aja. Saya cuman godain kamu. Hahaha.” jawabku sambil tertawa.

“Jangan usil jadi orang. Udah duduk diem aja.” saut Reyhan sembari mengacak-acak rambutku.

Aku memanyunkan bibir sambil menata kembali rambutku.

“Oh ya, Kar. Kamu udah koodinasi sama Sinta untuk lokasi mana aja yang harus kita survey?” tanyaku lagi pada Karina.

Dia mengangguk dengan mantap. “Sudah, Bu. Saya juga barusan sudah diberi urutan lokasi mana saja yang kita survey nanti.”

“Oke. Jangan lupa nanti kamu catat semuanya ya. Dari harga, fasilitas, kondisinya seperti apa.”

“Baik, Bu.”

Setelah memastikan semuanya pada Karina, aku kembali menatap jalan di depan.

*****

“Ini lokasi pertama yang akan kita survey, Bu. Menurut data yang diberi divisi lapangan, tempat ini cukup menarik untuk photoshoot kita.” jelas Karina saat kami tiba dilokasi pertama.

Aku mengangguk mengerti, kami pun berjalan bersama anak-anak divi lapangan dan pengurus dari lokasi tersebut untuk berkeliling lagi dilokasi tersebut.

“Untuk lokasi yang ini saya sih—“ ucapanku terpotong karena tiba-tiba ponselku bordering cukup keras. “Bentar, saya angkat telfon dulu.”

Aku menjauh sedikit dari mereka lalu mengangkat telfon yang sudah tertera nama Kei disana. “Halo, Kei.”

“Kamu dimana? Kok nggak kasih kabar?” cercanya tanpa menjawab sapaanku terlebih dulu.

“Aku barusan sampe lokasi pertama, Kei. Maaf aku lupa telfon kamu, soalnya—“

“Bisa-bisanya kamu lupa, Frey?! Hal sepele begini aja kamu lupa loh.” sela Kei dengan nada tinggi, sampai-sampai aku menjauhkan sedikit ponselku dari telinga.

“Bukan gitu, Kei. Tadi ponselku nggak ada sinyal. Lokasinya emang agak susah sinyal.” jelasku dengan hati-hati.

“Aku juga tadi mau telfon kamu, tapi udah keduluan kamu telfon, Sayang.” lanjutku berusaha meredam emosinya.

“Lain kali jangan diulangi, Frey. Aku khawatir sama kamu. Kamu disana sendiri, nggak ada aku.”

“Aku disini sama yang lainnya, Kei. Ada Rey—“

“Nggak ada aku disitu, Freya. Belum tentu aman buat kamu.” lagi-lagi dia tidak membiarkanku menyelesaikan ucapanku.

Aku menghela nafas kasar. “Iya, maaf. Aku janji, abis ini bakal terus inget kabarin kamu. Udah dulu ya? Aku tutup telfonnya. Bye.” setelah itu aku langsung menghampiri yang lainnya kembali.

Dari jauh Reyhan sudah memandangiku dengan raut wajah yang tak menyenangkan. Aku rasa dia pasti tau apa yang baru saja terjadi.

“Sori lama. Tadi gimana?” tanyaku pada Karina.

“Tadi, Ibu lagi mau bilang tentang lokasi ini menurut Ibu.”

“Oh iya. Menurut saya sih lokasinya ini cukup cocok kalau kita dekor sesuai tema kita ya. Cuman lokasinya emang agak susah dijangkau ya. Sinyal dan jalannya pun tadi bisa jadi halangan.” jelasku.

Mereka mengangguk tanda menyetujui apa yang aku katakan. Setelah berbincang-bincang lagi mengenai lokasi ini. Akhirnya kami memutuskan untuk menuju lokasi berikutnya.

Saat hendak berjalan kembali ke mobil, tiba-tiba Reyhan menahan pergelangan tanganku. Aku menoleh ke arahnya dengan tatapan bertanya-tanya. Namun, sedetik kemudian aku tersadar saat melihat tatapan Reyhan kearah jari manisku.

“Lo—“

“Iya, gue kemarin di lamar sama Kei. Sori gue lupa kasih tau lo.” ujarku dengan raut gembira yang sedikit dipaksakan.

Reyhan menatap mataku. “Lo beneran udah yakin sama dia, Frey?”

Aku balik menatap matanya. “Gue— yakin.”

No, you’re not!”

“Kalau gue nggak yakin sama Kei, mana mungkin gue terima lamarannya dia? Gila kali lo.”

“Lo cuman masih bimbang aja, Frey! Harusnya lo nggak secepet itu kasih keputusan. Ini bersangkutan sama masa depan lo, Freya.”

“Gue tau, Rey. Lo nggak perlu menggurui gue. Ini hidup gue, dan lo nggak bisa ngatur-ngatur gue!” balasku dengan penuh penekanan. Bahkan baru kali ini aku meninggikan suaraku di hadapan Reyhan.

Reyhan melepas pergelangan tanganku dengan kasar. “Harusnya lo ngomong kayak gitu ke pacar tersayang lo!” dia pun  pergi meninggalkanku yang termenung.

Setelah pertengkaran itu, aku dan Reyhan tidak saling membuka suara di dalam mobil. Saat sampai di lokasi beriktunya pun, ia tetap mengacuhkanku. Hanya saja, saat di dalam mobil aku sedang menelfon untuk mengabari Kei, aku melihat tangannya yang mengepal di kemudi.

“Ini sih, saya lebih sreg ketimbang yang tadi ya.”

“Untuk dekornya juga nggak perlu penambahan yang terlalu banyak karena kondisi lokasinya juga sudah cukup sesuai tema kita.” lanjutku sambil berkeliling bersama tim.

“Iya, Bu. Cuman yang lokasi ini agak pricey.” ucap Sinta.

“Nggak bisa di nego lagi ya, Sin?”

“Ini saya lagi coba kontak pemiliknya lagi sih, Bu. Kalau kata yang penjaganya sih, mereka nggak diberi wewenang untuk menentukan harga. Jadi harus tanya langsung ke pemiliknya.” jelas Sinta.

“Coba buruan di kontak ya, Sin.”

“Baik, Bu.”

“Oh ya, Bu. Setelah ini kita masih ada dua lokasi lagi. Yang satu lokasinya di alam terbuka. Tapi, ini sudah kesorean untuk kesana. Jadi kita pulang atau cari penginapan disekitar sini, Bu?” tanya Karina.

Aku berpikir sejenak lalu berusaha meminta pendapat pada Reyhan, namun lagi-lagi ia memberi tatapan ‘bodo amat’ nya.

“Kalau saya sih, lebih baik cari penginapan sekitar sini aja ya. Kalau kita pulang terus besok harus balik kesini lagi, agak membuang waktu. Jadi sekalian aja.”

“Gimana menurut kalian?” tanyaku

“Saya sih setuju-setuju aja, Bu.” jawab Karina diikuti anggukan yang lainnya, menandakan setuju.

Setelah selesai berkeliling lokasi kedua, akhirnya kami mencari penginapan disekitar lokasi. Dan Sinta menemukan satu villa yang bisa langsung kita booking saat itu juga.

Villanya cukup bagus dan luas. “Haa— lumayan sekalian untuk refreshing.” ucapku dalam hati.

“Ya ampun, hampir lupa.” aku menepuk jidatku pelan. Aku menelfon Kei untuk memberi kaabr bahwa aku harus menginap semalam disini.

 “Halo Kei. Kamu sedang apa?” tanyaku.

“Lagi perjalanan ke rumah Mama. Kamu udah perjalanan pulang ke Jakarta lagi?”

“Eum— aku harus menginap disini semalam Kei.”

“Freya, jangan mulai.” wanti-wantinya.

“Jarak antar lokasi emang cukup jauh, Kei. Jadi untuk dua lokasi lagi belum kekejar hari ini. Udah keburu sore.” jelaksu.

“Yaudah pulang dulu, besok berangkat lagi.”

“Nggak bisa dong, Kei. Kasian sama yang lainnya. Pasti lebih capek.”

“Kamu nggak bilang dari awal kalau nggak pulang loh, Frey.”

Aku mendesah pelan. “Ini juga dadakan, Kei. Aku juga maunya langsung pulang. Tapi kan nggak—“

“Kamu nggak bisa atau nggak mau?” tukasnya dengan nada tinggi.

“Nggak bisa, Kei. Aku juga harus mikirin anak-anak yang lain. Bukan cuman aku doang.” bantahku lagi.

“Kamu nggak mikirin aku?! Aku tunangan kamu, khawatir sama keadaan kamu disana! Aku nggak disana sama kamu, kalau kamu kenapa-kenapa gimana? Hah?!” bentaknya yang membuatku reflek memejamkan mataku.

“Maaf, Kei. Aku nggak—“

“Terserah kamu, Frey! Suka-suka kamu aja.” Kei memutuskan telfon sepihak.

Mataku terasa memanas, aku berusaha menahan air mata yang sudah ada diujung. Bersiap-siap untuk tumpah. Aku menarik nafas perlahan, menetralkan perasaanku.

Mala mini, aku sekamar dengan Karina. Aku menghampirinya di kamar tempat kami berdua tidur. Karina baru saja keluar dari kamar mandi, terlihat dari handuk yang melilit di kepalanya.

“Mau mandi dulu, Bu?” tanya Karina.

“Enggak, Kar. Saya nggak boleh mandi malam-malam.” jawabku sambil tersenyum miris.

Karina mengangguk lalu berjalan ke kasurnya. Oh ya kamar ini memiliki 2 kasur yang terpisah. Ukurannya pun cukup besar untuk satu orang tidur.

Aku mengganti bajuku dengan baju yang sudah aku persiapkan untuk jaga-jaga. Lalu mencuci muka dan gosok gigi. Setelah selesai melakukan ritual ebrsih-bersih. Aku melihat Karina yang sudah terlelap dikasurnya. Cepat sekali tidurnya, batinku.

Aku menatap pantulan diriku di cermin. Akhir-akhir ini sepertinya aku kurang istirahat. Dibawah mataku terdapat lingkaran hitam yang samar dan kurasa pipiku sedikit menirus. Lagi-lagi aku menghela nafas panjang.

Karena tidak bisa tidur, aku berjalan keluar kamar, melihat-lihat pemandangan sekitar Villa yang cukup bagus. ternyata dibelakang Villa terdapat taman yang cukup luas dan ada dua ayunan ditengah-tengahnya. Aku pun duduk di salah satu ayunan itu, mengayunkan pelan tubuhku. Merasakan angina malam kota Bandung yang menyejukkan.

Entah mengapa, aku merasa sangat kesepian. Disaat seperti inilah aku merindukan Mama. Biasanya beliau yang selalu ada untukku. Saat aku susah maupun senang. Mama yang selalu membelai rambutku, mengatakan semuanya akan baik-baik saja.

Tanpa sadar, air mataku mengalir. Aku mengadah ke atas menghalau air mata yang akan turus mengalir, dan dengan cepat menghapusnya dari pipiku. Kulihat langit diatasku, sangat indah. Walaupun bintang-bintang yang terlihat hanya sedikit. Namun itu membuatku iri pada bulan. Bahkan walaupun ia tak mempunyai sinarnya sendiri, banyak bintang-bintang yang membantunya memantulkan sinar di langit.

“Lo berhak bahagia, Frey.”

Aku terkejut saat mendengar suara dari sampingku. Ternyata Reyhan sudah duduk di ayunan sebelahku tanpa kuketahui kapan dia datang.

“Lo berhak mutusin mana yang baik dan enggak buat hidup lo sendiri.” lanjutnya lagi.

“Gue kangen Mama, Rey.” ucapku tanpa menanggapinya.

“Mama lo juga pasti pengen liat lo bahagia.”

“Gue udah bahagia disini. Jadi Mama nggak perlu khawatir, ya kan, Rey?”

Reyhan menggeleng pelan, “Lo yakin udah bahagia?”

“Yakin. Gue udah bisa mulai meraih impian gue.”

“Impian lo yang bentar lagi pupus maksud lo?”

Aku menoleh cepat kearah Reyhan, “Maksud lo apa?”

“Ya bener kan? Lo nikah sama Kei, artinya lo juga harus merelakan semua impian lo. Studio, pekerjaan lo.” aku termenung mendengar apa yang Reyhan ucapkan. Hatiku sakit saat membayangkan itu semua.

Reyhan menggenggam tanganku, “Lo bisa akhiri ini semua, Frey. Belum terlambat buat keluar dari lingkaran ini.”

“Gue nggak bisa, Rey. Gue sayang sama Kei.”

“Dan lo lebih milih mempertahankan orang yang nggak menduku lo dan merelakan impian lo sejak dulu?”

Lagi-lagi aku terdiam.

“Lo harus pikirin ini lagi, Frey. Lo piker mateng-mateng semuanya. Gue sayang sama lo. Lo sahabat gue. Gue nggak mau ngeliat lo tersiksa kayak gini.”

Aku tak mampu menahan air mataku lagi. Aku menangis sejadi-jadinya, Reyhan pun menarikku kedalam pelukannya. Mengelus punggungku bermaksud menenangkan. Aku balas memeluk Reyhan dengan erat. Saat ini hanya dia yang kupunya. Hanya Reyhan yang menjadi tempatku bersandar saat aku lelah.

*****

Pagi hari telah tiba, aku meregangkan tubuhku di tempat tidur lalu berdiam diri sejenak. Aku melihat kekasur sebalah, Karina sudah tidak ada di tempatnya. Aku buru-buru mandi dan bersiap-siap.

Ahh— mataku. terasa sangat sembab. Untung aku membawa beberapa make up yang dapat membantu menyamarkan mataku yang sembab. Setelah selesai bersiap-siap, aku mengemasi barangku lalu keluar kamar.

“Pagi semua.”

“Pagi, Bu.” sahut mereka.

“Wahh.. Siapa yang masak nih?” tanyaku saat melihat beberapa makanan tersaji di meja dapur.

“Karina, Bu. Dia katanya bangun terlalu pagi, jadi masakin buat kita semua.” jelas Sinta.

“Wahh— hebat kamu, Kar. Bisa masak sebanyak ini.”

“Enak lagi.” lanjutku setelah mencicipi masakan Karina.

Yang dipuji hanya tersenyum malu-malu, “Terimakasih, Bu. Silahkan dinikmati ya.”

Kami semua pun akhirnya makan pagi sambil ngobrol-ngobrol diselingi candaan. Setelah makan, kami pun bersiap untuk melanjutkan aktivitas kami.

“Sudah nggak ada yang tertinggal lagi?” tanya Reyhan pada kami semua.

Setelah memastikan tidak ada yang tertinggal, kami pun menuju mobil untuk berangkat ke lokasi selanjutnya.

Di mobil aku mengambil ponselku yang ada di tasku. Seketika mataku terbelalak terkejut karena banyak sekali notif telfon dari Kei.

Aku buru-buru menelfonnya balik, namun tak bisa. Hanya operator jaringan yang menjawab. Perasaanku mulai tidak nyaman. Aku khawatir apa yang terjadi pada Kei. Aku pun memberi kabar lewat w******p dan tak lupa menanyainya mengapa menelfonku berkali-kali.

Karena lokasi penginapan yang tidak jauh dari lokasi survey selanjutnya, kami pun sudah sampai ditujuan. Aku sejenak berusaha melupakan kegelisahanku lalu mulai mengurusi survey-survey.

Tepat pukul tiga sore, kami selesai melakukan survey di dua lokasi tersisa. Setelah beberapa pertimbangan dengan tim yang lain, akhrinya kami memutuskan dua tempat untuk lokasi photoshoot. Di lokasi kedua dan lokasi ke empat yang merupakan alam terbuka. Setelah selesai dengan semuanya, kami pun melakukan perjalanan kembali ke Jakarta.

*****

“Terimakasih Pak Reyhan, Bu Freya. Hati-hati dijalan.” ucap Karina yang sudah berada di depan rumahnya.

Aku dan Reyhan mengangguk lalu melanjutkan perjalanan. Ya, kami mengantar Karina sampai ke rumahnya. Lalu abru, Reyhan mengantarku pulang.

“Rey, semalam Kei telfon gue berkali-berkali. Tapi tadi pagi gue telfon balik nggak bisa.”

“Lo udah coba w******p dia?”

“Udah. Cuman centang satu doang. Gue khawatir.” ujarku.

“Tenang dulu. Siapa tau dia lagi ketemu klien, jadi ponselnya mati. Lo bersih-bersih, istirahat dulu aja sambil terus coba cari tau kabar pacar lo.”

Aku mengangguk namun tetap tidak menghilangkan rasa khawatirku. Entah mengapa perasaanku tidak enak.

Sampai di depan rumahku, aku sedikit terkejut namun cepat tergantikan rasa lega saat melihat mobil Kei yang terparkir di halam rumahku.

“Tuh, orang yang lo cari-cari.” ucap Reyhan saat melihat mobil Kei.

“Makasi ya, Rey. Lo hati-hati pulangnya.”

“Iya bawel. Dah, masuk sana lo.” Aku mengangguk lalu segera masuk kedalam rumahku.

Saat masuk, aku cukup terkejut karena kondisi rumahku yang gelap. Hanya cahaya remang-remang dari televise yang menyala. Aku segera mencari keberadaan Kei.

“Kei, aku pulang.” namun tak ada sahutan darinya.

Sampai tiba-tiba…

“ASTAGA KEI!” teriakku histeris karena menemukannya terkapar di kamar mandi kamarku dengan keadaan yang mengenaskan.

Badannya basah kuyup dengan shower kamar mandi yang maish setia mengguyur tubuhnya.

“Kei bangun. Kei.” aku menepuk-nepuk pelan pipinya.

Kei pun perlahan membuka matanya. Ada apa dengan dirinya. Matanya merah seperti habis menangis. Bibirnya sangat pucat.

“Ayo ganti baju dulu. Kamu basah kuyup, Sayang.” aku berusaha membantu Kei bangun.

Mendudukkannya di sofa kamarku. Lalu mencari bajunya yang ada beberapa di lemariku.

“Ini kamu ganti baju dulu. Keringin badan dulu. Nanti kamu sakit, Kei.”

“Frey— kenapa kamu tega?” ucapnya lirih sambil menatapku sendu.

“Aku nggak ngerti maksud kamu, Kei. Kamu mending ganti baju dulu.”

“Kamu kenapa tega selingkuh dibelakang aku, Freya?”

Kali ini aku benar-benar terkejut, selingkuh? What the hell?!

“Kei kamu ngelindur? Aku selingkuh? Nggak mungkin dong, Kei.”

“Lalu ini apa?” ia menunjukkan layar ponselnya ke arahku. Mataku membulat sempurna. terkejut melihat foto yang ditunjukkan Kei kepadaku.

“Ini— ini nggak seperti yang kamu pikir Kei!”

“Ini—“

Related chapters

  • Let Me Go   BAB 5

    Aku terdiam mematung di tempatku berdiri. Menatap layar ponsel Kei yang menampilkan foto saat aku dan Reyhan berpelukan di Villa. Aku tidak tau darimana Kei bisa dapat foto itu, bahkan aku bingung, siapa yang bisa-bisanya memotret kejadian itu.“Kurangnya aku apa, Freya?”Aku menggeleng sambil menangis sesenggukan. “Ini nggak seperti yang kamu pikir, Kei.”“Aku bisa jelasin ke kamu. Percaya sama aku. Please?” mohonku dengan memegang tangan Kei erat-erat.Kei hanya menunguk, mengusap air matanya yang keluar. Aku merasa bersalah dibuatnya. Melihatnya seperti ini, membuat hatiku sangat sakit.“Dengan kasih ijin kamu pergi tanpa pengawasanku mungkin adalah kesalahan terbesarku.” ujarnya lirih.“Enggak, Kei. Please dengerin penjelasanku dulu.”Kei menatap mataku lekat-lekat. “Apa kamu lebih nyaman cerita tentang masalahmu sama dia, Frey? Apa aku nggak bisa

    Last Updated : 2021-11-06
  • Let Me Go   BAB 6

    Aku memencet bel apartment Kei terus menerus. Menunggu sang pemilik membukakan pintunya. Belum terlihat tanda-tanda jika Kei akan membuka pintu, aku mememcet belnya kembali. Sampai akhirnya terdengar bunyi pintu terbuka.“Kenapa kamu disini?” tanya Kei dengan raut wajah terkejut karena melihatku berdidi di depan pintu apartment nya.“Ada yang mau aku omongin sama kamu. Kita nggak bisa nunda-nunda masalah kayak gini, Kei.”“Pulang lah. Aku lagi nggak mau nge-bahas itu.” lalu Kei berniat untuk menutup pintunya, namun aku buru-buru mencegahnya dan langsung masuk kedalam tanpa persetujuannya.“Freya. Aku lagi butuh waktu.”Aku menggeleng tegas. “Nggak bisa. Waktu kamu udah aku kasih semalem. Sekarang kita harus bahas ini. Kmau nggak bisa terus-terusan salah paham sama aku.”Kei mengacak rambutnya kesal. “Tolong ngertiin aku, Frey! Aku nggak bisa bahas ini sekaran

    Last Updated : 2021-11-07
  • Let Me Go   BAB 7

    Pagi ini, aku sudah berada di tempat yang rutin aku kunjungi. Tempat dimana aku bisa mencurahkan semua keluh kesahku tanpa malu. Setiap kemari, aku selalu se maksimal mungkin berdandan cantik, menggunakan outfit yang indah dan tak lupa aku membawa beberapa bunga kesukaannya.Aku berjongkok di depan batu bertuliskan ‘DAYANA JULIA SEBASTIAN’. Ya, nama Mamaku sangat cantik bukan? Aku mengusap batu nisan yang bertuliskan nama Mamaku.“Mama, Freya datang lagi loh.” ucapku dengan senyum tulus yang menghiasi raut wajahku.“Ini, Freya bawa bunga kesukaan Mama. Bunga Matahari.” aku meletakkan beberapa bouquet di depan batu nisannya lalu merubah posisiku menjadi duduk di samping makam Mamaku.“Mama apa kabar di sana? Pasti bahagia dong ya? Mama sama Papa selalu jagain Freya kan dari atas sana?” aku melihat batu nisan disebelah makam Mama.Ya, makam Mama dan Papa memang bersebelahan. Padahal da

    Last Updated : 2021-11-08
  • Let Me Go   BAB 8

    “Halo Freya, barusan sampe?” tanya Tante Mora saat melihatku berjalan ke arahnya.“Iya, Tante. Tante kabarnya baik kan?”Tante Mora tersenyum lembut lalu mengusap lenganku pelan, “Baik dong, Sayang. Sana kamu samperin Kei. Dia ada di deket barbeque”“Oke, Tante.” aku berjalan ke tempat yang dibilang Tante Mora sambil celingukkan mencari keberadaan Kei.Setelah mencari-cari, akhirnya aku melihat Kei yang sedang berdiri di dekat kolam renang. Namun, kelihatannya dia sedang berbicara dengan seseorang.“Kei.” panggilku yang membuat dia dan orang yang sedang berbicaranya ikut menengok ke arahku. Wahh ternyata seorang perempuan muda yang sedang berbicara dengannyaMelihatku yang memanggilnya, ia melemparkan senyum manis lalu menghampiriku. “Hai, Sayang.”“Kamu ngobrol sama siapa?” tanyaku sambil melirik ke perempuan tadi.“Ohh… I

    Last Updated : 2021-11-09
  • Let Me Go   BAB 9

    "Kei!" teriakku bersamaan dengan Tante Mora.Jujur saja aku tidak mengira jika Kei akan melayangkan tangan pada Dara, adiknya. Karena Kei adalah tipe orang yang sangat-sangat sayang dengan keluarganya. Apalagi adik satu-satunya itu. Mungkin saja, sikap Dara barusan memang sudah melewati batas wajar, dia terlalu terobsesi untuk memisahkanku dnegan kakaknya.Dara yang setelah mendapat tamparan dari Kei, menatap kakak tersayangnya dengan terkejut. Samar-sama kulihat juga air mata mulai membasahi pipinya. Aku pun berjalan pelan ke arah Dara yang masih tersungkur di hadapan Kei dengan mengenaskan.Aku bermaksud membantunya untuk duduk di sofa, namun yang kudapat hanyalah tepisan kasar darinya dan juga tatapan tajamnya. "Ini semua karena lo! Perempuan ular! Lo hasut Kakak gue apa, ha?!" teraiknya ke arahku."Dara! Cukup! Mama nggak pernah didik kamu jadi anak brutal kayak gini!" bentak Tante Mora sambil melotot ke arah Dara.Dara tersenyum remeh, "Cih! S

    Last Updated : 2021-11-12
  • Let Me Go   BAB 10

    "Kei? Ka—mu kapan datengnya?" Aku menghampirinya dengan hati tak karuan. "Sudah sejak tadi." jawabnya dengan tatapan yang tak putus dari Reyhan. Melihat itu, aku berusaha mengalihkan perhatian Kei. "Kamu kesini mau ngapain? Mau ke rumah Mama?" Kei menoleh ke arahku "Apa salahnya aku mau ketemu sama tunanganku? Apa aku perlu ijin buat ketemu kamu?" Skakmat! Aku rasa dia tau kalau aku sedang berusaha mengalihkan perhatiannya. Aku melirik Reyhan yang menatap Kei dengan datar. Seolah dia tidak merasa melakukan kesalahan apapun. Entah mengapa, tatapan mataku teralihkan ke belakang punggung Kei. Seperti ada seseorang yang berdiri di belakangnya. Setelah aku menggeser sedikit posisi berdiriku, aku melihat Karina yang sedang menatap ke arah Reyhan. Aku tidak bisa mendeskripsikan tatapannya. Hanya saja, dia seperti sedang menahan amarah, terlihat dari kedua tangannya yang megepal disisi tubuhnya. "Karina?" panggilku. Karina menatapku deng

    Last Updated : 2021-11-13
  • Let Me Go   BAB 11

    "Kakak barusan datang?" tiba-tiba terdengar suara Dara dari arah pintu. Kei hanya mengangguk sambil menggumamkan kata 'iya' "Kebetulan banget, Sarah mau ketemu Kakak. Kemarin dia mau ngobrol-ngobrol sama Kakak tapi nggak sempat." ujarnya sambil melirik ke arahku sekilas. Anak ini benar-benar! Setiap bertemu dia, aku harus ekstra sabar menghadapinya, kesabaranku juga diuji kalau berbicara dengan dia. Menyebalkan memang! Untung dia adik Kei, jika tidak— "Hai, Kei." Aku menoleh begitu saja saat Sarah menyapa Kei dengan santainya. Eh? Bukankah Sarah seumuran dengan Dara? Seharusnya dia memanggil Kei dengan embel-embel 'Kak' dong? Aku melihat ke arah Kei yang menatap Sarah tidak suka. "Hai. Tolong lain kali sopan sedikit ya. Aku lebih tua dari kamu. Nggak pantes kamu manggil namaku begitu saja." tegur Kei tegas. Kulihat Sarah tertegun di tempatnya. Setelah mengucapkan kata maaf, dia pun menunduk sedih. "Kak

    Last Updated : 2021-11-14
  • Let Me Go   BAB 12

    “Kenapa kamu tiba-tiba tanya kayak gini?” “Nggak apa-apa. Aku cuman pengen tau aja. Selama kita pacaran, kamu sama sekali nggak pernah bahas tentang mantan-mantan kamu, masa lalu kamu gimana, kayak apa.” Aku menatapnya, “Kamu sama sekali nggak pernah bahas hal itu. Aku pacar kamu, Kei. Aku juga berhak untuk tau itu dong.” Kei melepas tatapannya padaku, membenahi posisi duduknya yang agak menjauh dariku. Pandanganku tak lepas dari semua itu. Bahkan aku bisa melihat kedua ibu jari Kei mulai bergerak satu sama lain, kebiasaannya jika sedang gugup. Aku makin curiga dibuatnya. “Masa lalu nggak perlu kamu bahas-bahas lagi. Semua udah lewat. Fokus yang sekarang aja, fokus sama kita kedepannya.” kelaknya. “Gimana aku mau fokus sama kita kedepannya, kalau ternyata kamu sama masa lalu kamu aja masih terus beriringan? Gimana caranya, Kei?” “Ini bukan hal yang harus kita bahas sekarang loh, Frey.” “Nggak harus gimana?” sanggahku dengan nad

    Last Updated : 2022-01-13

Latest chapter

  • Let Me Go   BAB 14

    Aku berdiri mematung di tempatku. Tatapanku hanya tertuju pada gagang pintu yang sedang kupegang tanpa sempat membukanya. Jantungku berdetak tak karuan,diiringi dengan mataku yang mulai memanas. “Freya?” aku tidak bergeming, tetap dalam posisiku. Entahlah aku seperti tak punya keberanian untuk beranjak dari tempatku walau sejengkal saja. Aku mendengar langkah kaki mendekat ke arahku secara perlahan. Batinku berteriak untuk menghentikannya, namun lagi-lagi aku tak bisa berbuat apa-apa. “Freya.” badanku bergetar sedikit saat merasakan tangan besar miliknya menyentuh bahuku dengan pelan. “Hmm?” gumamku pelan tanpa berani melihatnya. Dengan sedikit paksaan, Reyhan membalikkan tubuhku, menghadap ke arahnya. Mendongakkan wajahku agar menatap matanya. “Kok nangis sih lo?” “Freya, gue cuman bercanda. Sumpah deh.” aku menatap kedua matanya. Mencari kebenaran disana. “Lo serius?” Reyhan mengangguk sembari terkekeh. “Iya, gue bercanda doang, Freya. Lo ng

  • Let Me Go   BAB 13

    BAB 13 “Maaf, mungkin aku yang nggak memahami posisi kamu.” ujarku lirih. Kei mendekat ke arahku perlahan, lalu duduk di sampingku. Meraihku kedalam dekapannya. “It’s okay. Aku juga minta maaf udah bentak-bentak kamu, bahkan kasar ke kamu.” Dan begitu saja pertengkaran kami selesai. Yah— jika kalian beranggapan aku bodoh, aku akui aku memang bodoh. Bahkan aku terlalu gila. Mengapa segampang itu aku mengalah? Aku juga tidak tau. Aku tidak bisa terus-terusan bertengkar dengannya. Jujur saja dalam hati kecilku, aku takut kehilangannya. Aku memang sakit, tapi aku akan lebih sakit lagi jika aku kehilangannya. ***** “Halo, Kei.” sapaku saat menjawab panggilan telfon darinya. “Sayang, aku hari ini harus ke luar kota. Mungkin dua sampai tiga hari. Aku harus pantau proyek disana. Kamu aku tinggal nggak apa-apa kan?” Aku berjalan ke arah meja kantorku sembari membaca beberapa dokumen-dokumen penting, “Nggak apa-apa, Kei. Aku bi

  • Let Me Go   BAB 12

    “Kenapa kamu tiba-tiba tanya kayak gini?” “Nggak apa-apa. Aku cuman pengen tau aja. Selama kita pacaran, kamu sama sekali nggak pernah bahas tentang mantan-mantan kamu, masa lalu kamu gimana, kayak apa.” Aku menatapnya, “Kamu sama sekali nggak pernah bahas hal itu. Aku pacar kamu, Kei. Aku juga berhak untuk tau itu dong.” Kei melepas tatapannya padaku, membenahi posisi duduknya yang agak menjauh dariku. Pandanganku tak lepas dari semua itu. Bahkan aku bisa melihat kedua ibu jari Kei mulai bergerak satu sama lain, kebiasaannya jika sedang gugup. Aku makin curiga dibuatnya. “Masa lalu nggak perlu kamu bahas-bahas lagi. Semua udah lewat. Fokus yang sekarang aja, fokus sama kita kedepannya.” kelaknya. “Gimana aku mau fokus sama kita kedepannya, kalau ternyata kamu sama masa lalu kamu aja masih terus beriringan? Gimana caranya, Kei?” “Ini bukan hal yang harus kita bahas sekarang loh, Frey.” “Nggak harus gimana?” sanggahku dengan nad

  • Let Me Go   BAB 11

    "Kakak barusan datang?" tiba-tiba terdengar suara Dara dari arah pintu. Kei hanya mengangguk sambil menggumamkan kata 'iya' "Kebetulan banget, Sarah mau ketemu Kakak. Kemarin dia mau ngobrol-ngobrol sama Kakak tapi nggak sempat." ujarnya sambil melirik ke arahku sekilas. Anak ini benar-benar! Setiap bertemu dia, aku harus ekstra sabar menghadapinya, kesabaranku juga diuji kalau berbicara dengan dia. Menyebalkan memang! Untung dia adik Kei, jika tidak— "Hai, Kei." Aku menoleh begitu saja saat Sarah menyapa Kei dengan santainya. Eh? Bukankah Sarah seumuran dengan Dara? Seharusnya dia memanggil Kei dengan embel-embel 'Kak' dong? Aku melihat ke arah Kei yang menatap Sarah tidak suka. "Hai. Tolong lain kali sopan sedikit ya. Aku lebih tua dari kamu. Nggak pantes kamu manggil namaku begitu saja." tegur Kei tegas. Kulihat Sarah tertegun di tempatnya. Setelah mengucapkan kata maaf, dia pun menunduk sedih. "Kak

  • Let Me Go   BAB 10

    "Kei? Ka—mu kapan datengnya?" Aku menghampirinya dengan hati tak karuan. "Sudah sejak tadi." jawabnya dengan tatapan yang tak putus dari Reyhan. Melihat itu, aku berusaha mengalihkan perhatian Kei. "Kamu kesini mau ngapain? Mau ke rumah Mama?" Kei menoleh ke arahku "Apa salahnya aku mau ketemu sama tunanganku? Apa aku perlu ijin buat ketemu kamu?" Skakmat! Aku rasa dia tau kalau aku sedang berusaha mengalihkan perhatiannya. Aku melirik Reyhan yang menatap Kei dengan datar. Seolah dia tidak merasa melakukan kesalahan apapun. Entah mengapa, tatapan mataku teralihkan ke belakang punggung Kei. Seperti ada seseorang yang berdiri di belakangnya. Setelah aku menggeser sedikit posisi berdiriku, aku melihat Karina yang sedang menatap ke arah Reyhan. Aku tidak bisa mendeskripsikan tatapannya. Hanya saja, dia seperti sedang menahan amarah, terlihat dari kedua tangannya yang megepal disisi tubuhnya. "Karina?" panggilku. Karina menatapku deng

  • Let Me Go   BAB 9

    "Kei!" teriakku bersamaan dengan Tante Mora.Jujur saja aku tidak mengira jika Kei akan melayangkan tangan pada Dara, adiknya. Karena Kei adalah tipe orang yang sangat-sangat sayang dengan keluarganya. Apalagi adik satu-satunya itu. Mungkin saja, sikap Dara barusan memang sudah melewati batas wajar, dia terlalu terobsesi untuk memisahkanku dnegan kakaknya.Dara yang setelah mendapat tamparan dari Kei, menatap kakak tersayangnya dengan terkejut. Samar-sama kulihat juga air mata mulai membasahi pipinya. Aku pun berjalan pelan ke arah Dara yang masih tersungkur di hadapan Kei dengan mengenaskan.Aku bermaksud membantunya untuk duduk di sofa, namun yang kudapat hanyalah tepisan kasar darinya dan juga tatapan tajamnya. "Ini semua karena lo! Perempuan ular! Lo hasut Kakak gue apa, ha?!" teraiknya ke arahku."Dara! Cukup! Mama nggak pernah didik kamu jadi anak brutal kayak gini!" bentak Tante Mora sambil melotot ke arah Dara.Dara tersenyum remeh, "Cih! S

  • Let Me Go   BAB 8

    “Halo Freya, barusan sampe?” tanya Tante Mora saat melihatku berjalan ke arahnya.“Iya, Tante. Tante kabarnya baik kan?”Tante Mora tersenyum lembut lalu mengusap lenganku pelan, “Baik dong, Sayang. Sana kamu samperin Kei. Dia ada di deket barbeque”“Oke, Tante.” aku berjalan ke tempat yang dibilang Tante Mora sambil celingukkan mencari keberadaan Kei.Setelah mencari-cari, akhirnya aku melihat Kei yang sedang berdiri di dekat kolam renang. Namun, kelihatannya dia sedang berbicara dengan seseorang.“Kei.” panggilku yang membuat dia dan orang yang sedang berbicaranya ikut menengok ke arahku. Wahh ternyata seorang perempuan muda yang sedang berbicara dengannyaMelihatku yang memanggilnya, ia melemparkan senyum manis lalu menghampiriku. “Hai, Sayang.”“Kamu ngobrol sama siapa?” tanyaku sambil melirik ke perempuan tadi.“Ohh… I

  • Let Me Go   BAB 7

    Pagi ini, aku sudah berada di tempat yang rutin aku kunjungi. Tempat dimana aku bisa mencurahkan semua keluh kesahku tanpa malu. Setiap kemari, aku selalu se maksimal mungkin berdandan cantik, menggunakan outfit yang indah dan tak lupa aku membawa beberapa bunga kesukaannya.Aku berjongkok di depan batu bertuliskan ‘DAYANA JULIA SEBASTIAN’. Ya, nama Mamaku sangat cantik bukan? Aku mengusap batu nisan yang bertuliskan nama Mamaku.“Mama, Freya datang lagi loh.” ucapku dengan senyum tulus yang menghiasi raut wajahku.“Ini, Freya bawa bunga kesukaan Mama. Bunga Matahari.” aku meletakkan beberapa bouquet di depan batu nisannya lalu merubah posisiku menjadi duduk di samping makam Mamaku.“Mama apa kabar di sana? Pasti bahagia dong ya? Mama sama Papa selalu jagain Freya kan dari atas sana?” aku melihat batu nisan disebelah makam Mama.Ya, makam Mama dan Papa memang bersebelahan. Padahal da

  • Let Me Go   BAB 6

    Aku memencet bel apartment Kei terus menerus. Menunggu sang pemilik membukakan pintunya. Belum terlihat tanda-tanda jika Kei akan membuka pintu, aku mememcet belnya kembali. Sampai akhirnya terdengar bunyi pintu terbuka.“Kenapa kamu disini?” tanya Kei dengan raut wajah terkejut karena melihatku berdidi di depan pintu apartment nya.“Ada yang mau aku omongin sama kamu. Kita nggak bisa nunda-nunda masalah kayak gini, Kei.”“Pulang lah. Aku lagi nggak mau nge-bahas itu.” lalu Kei berniat untuk menutup pintunya, namun aku buru-buru mencegahnya dan langsung masuk kedalam tanpa persetujuannya.“Freya. Aku lagi butuh waktu.”Aku menggeleng tegas. “Nggak bisa. Waktu kamu udah aku kasih semalem. Sekarang kita harus bahas ini. Kmau nggak bisa terus-terusan salah paham sama aku.”Kei mengacak rambutnya kesal. “Tolong ngertiin aku, Frey! Aku nggak bisa bahas ini sekaran

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status