Liburan akhir tahun yang dinanti-nanti Elora tiba juga. Setelah semua masalah yang terjadi, kesibukan di kantor, dan jadwal kampus yang padat, Elora merasa benar-benar perlu me-recharge energinya. Kak Laura, Colin, dan Arion, akan ikut bersama Elora dan Rico. Mia dan Danu juga. Ini pasti jadi liburan yang sangat menyenangkan.
Seperti usul Rico, mereka berlibur ke Situ Gunung, bagian dari Taman Nasional Gunung Gede Pangrango di daerah Sukabumi. Setelah menginap di Situ Gunung selama dua malam, Elora dan Rico akan langsung ikut Mia dan Danu ke rumah Mia, di Sukabumi juga. Mereka mau menghadiri acara lamaran Mia dan Danu, yang diadakan tepat pada hari terakhir di bulan Desember ini.Mobil Jeep hitam Rico dan mobil SUV biru Colin berhenti di depan bangunan villa yang sudah mereka sewa, hari Rabu pagi. Dari villa itu, jaraknya sudah dekat ke objek-objek wisata di Situ Gunung. "Waah... Segar banget udaranya...!" Mia setengah memekik, saat turun daElora dan Rico berjalan bergandengan tangan, menyusuri jalan berumput yang masih agak basah oleh embun. Tadi pagi jam enam, Rico sudah mengajak Elora keluar. Seperti yang dikatakannya kemarin, mereka pagi ini mau trekking mengelilingi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Mungkin tidak sampai seluruhnya, tapi Elora tahu, Rico sangat hobi trekking seperti ini. Mereka berpakaian santai, kaus, celana training panjang, sepatu kets, dan membawa ransel berisi bekal. Elora mengikat rambutnya model ekor kuda."Kamu belum pernah trekking kayak gini? Daki gunung juga nggak pernah?" tanya Rico."Belum pernah... Aku suka baca novel petualangan, tapi kalo berpetualang beneran, belum pernah," sahut Elora."Mulai sekarang, aku bakal sering ngajak kamu berpetualang. Biar kamu bisa tau banyak tempat."Elora tertawa. "Emangnya kita mau ke mana lagi?""Ya banyak..." Rico memandangnya. "Asal kamu mau, aku bisa bawa kamu ke mana aja."Ah
"El, El... Arah jam tiga, El... Ada cowok bule, cakep banget...," Mia berbisik sambil menyenggol, atau lebih tepatnya, menendang kaki Elora di bawah meja kafe."Aduh…! Apaan sih, Mi?" Elora menggertakkan gigi saking kesalnya. "Sakit, tau...!""Liat dulu dong... Kananmu...," Mia masih berbisik, sambil melirik ke kanan. Tapi ia menutupi wajahnya dengan naskah milik Elora yang ada di atas meja.Elora ikut melirik ke kanan mejanya. Ada beberapa orang cowok sedang duduk-duduk sambil ngobrol, gelas-gelas kopi tergeletak di atas meja mereka. Salah satunya, cowok bule yang disebut Mia.Mia memang punya selera yang bagus terhadap cowok, Elora harus mengakui. Cowok bule itu tinggi, kulitnya putih, matanya biru, dan badannya tegap. Tapi... Elora melihat sebatang rokok terselip di bibirnya."Ah, nggak, nggak...! Dia ngerokok...," Elora langsung mengomel.Ia memalingkan wajahnya, tepat saat cowok bule itu
"Pagi, Mbok Ika...," Elora menyapa Mbok Ika yang sedang duduk di teras depan rumahnya.Kebiasaan Mbok Ika di pagi hari adalah duduk berjemur, sambil sarapan dengan cemilan ringan dan segelas teh tawar hangat. Mbok Ika tersenyum semringah menyambut Elora."El… Kamu udah sarapan belum? Ini ada combro, sama nagasari. Enak lho..." Mbok Ika memang selalu baik hati, menawarkan makanan pada Elora."Nagasari aku mau dong, Mbok... Kesukaan aku nih..."Elora mengambil sebungkus nagasari dengan gembira, sepertinya sudah lama dia tidak makan cemilan itu."Udah mau berangkat ke kantor? Baru jam enam kok...," tanya Mbok Ika agak heran.Wanita itu tahu kalau jam kantor Elora dimulai jam delapan. Dan cuma butuh waktu setengah jam dari rumah ke kantor Elora, biasanya Elora baru berangkat sekitar jam tujuh."Iya, Mbok... Mau berangkat lebih pagi, soalnya ada kerjaan," Elora beralasan."El, bantuin Mbok d
Elora sudah keluar rumah jam enam pagi ini, sudah pasti tujuannya cari rental untuk cetak naskahnya. Untunglah daerah sekitar rumahnya memang dekat kampus, jadi banyak rental komputer yang buka pagi. Elora masuk ke salah satu rental yang cuma beberapa blok dari rumah.Dia sudah selesai mencetak semua naskahnya. Setelah ini, tinggal dijilid satu-satu, dan siap dikirim. Pas jam makan siang, dia bisa keluar kantor sebentar untuk mengirim naskah itu.Elora terburu-buru keluar dari rental. Sudah hampir jam setengah delapan. Belum lagi, dia masih harus jalan kaki ke halte. Sepertinya dia bakal telat masuk kantor hari ini.Suara motor menderu di belakangnya. Elora menoleh."Kamu...?" ucapan Elora terhenti.Rico dan Vespa-nya berhenti di samping Elora. Cowok itu memakai jaket kulit hitam dan celana denim biru kali ini."Kamu nggak kerja?" tanya Rico, dahinya berkerut menatap Elora."Ini baru mau berangka
Hari Sabtu pagi, Elora bangun jam enam. Biasanya kalau weekend, dia bisa bangun lebih siang. Tapi gara-gara perjanjian semalam, mau tak mau dia harus bangun lebih pagi, apa lagi kalau bukan memasak sarapan untuk Rico.Karena belum sempat belanja, Elora memilih masak nasi goreng saja, dengan bahan yang ada di dapurnya, telur dadar dan ikan teri. Ia mengisi rantang secukupnya, lalu berjalan keluar rumah. Sebaiknya dia cepat-cepat, karena makin siang, kontrakan bisa makin ramai, dan dia tak mau kepergok mengantar sarapan buat Rico. Bisa tambah heboh gosip dari si Gina nanti!Elora tiba di depan kamar kontrakan Rico. Jam setengah tujuh. Untunglah dia tidak bertemu Mbok Ika. Dan untung juga, penghuni kontrakan lain sepertinya belum bangun. Ia menaruh rantang itu di atas sebuah kursi plastik, yang terdapat di depan kamar Rico. Elora baru saja mau berbalik, ketika pintu kamar mendadak terbuka.Rico berdiri di balik pi
"Kita mau ke mana?"Rico menghentikan motornya di kompleks pertokoan yang ramai, di depan sebuah bangunan dua lantai, yang kelihatan seperti kafe dengan cat warna-warni yang semarak. Elora membaca papan nama di depan bertuliskan : EZ Cafe, Cakery and Ice Cream."Mampir bentar... Ini punya temanku," jawab Rico.Ia melangkah ke pintu kafe, membukanya, dan menoleh memandang Elora. Elora mau tak mau mengikutinya masuk.Kafe itu bernuansa romantis, dengan kombinasi warna pastel yang lembut. Meja dan kursi warna-warni tertata rapi. Elora melirik arlojinya, sudah hampir jam enam sore. Pengunjung kafe lumayan ramai, hampir semua meja terisi. Mereka pasti sedang nongkrong menikmati malam minggu. Wajah-wajah ceria tampak di mana-mana, kontras sekali dengan suasana hati Elora saat ini.Rico menghampiri counter, seorang cowok bertubuh tinggi besar menyambut dengan gembira. Cowok itu kayaknya bukan orang lokal, karena kulitnya putih bersemu kemer
Elora bangun jam lima hari Minggu pagi. Dia pergi ke pasar dekat rumah untuk belanja, karena bahan makanan di dapur sudah habis. Mia belum bangun. Semalam, Mia baru pulang menjelang jam sebelas, katanya dia pergi ke Pantai Anyer bersama Danu. Karena sudah capek, Mia tidak banyak bertanya, dan mereka langsung tidur di kamar masing-masing. Pagi ini, Mia juga belum bangun. Sahabatnya itu biasanya bangun siang kalau hari libur.Elora pulang dan mulai memasak sarapan. Dia sengaja masak yang agak istimewa hari ini, udang goreng tepung dan sayur capcay. Bagaimanapun juga, dia berhutang banyak pada Rico.Jam enam lewat lima belas menit, Elora sudah melangkah ke kamar kontrakan Rico. Dia menaruh rantang di kursi depan kamar, lalu cepat-cepat pergi sebelum dipergoki siapa-siapa.Jam tujuh, Elora sarapan sendiri di ruang tamu, sambil menonton TV. Mau bangun jam berapa si Mia? Rasanya Elora sudah tak sabar untuk cerita.Sampai jam sembilan kur
"Jadi, udah ngerjain PR kamu belum?" Rico kedengaran seperti seorang Pak Guru yang sedang menagih PR dari muridnya.Sabtu pagi ini, Elora sudah menunggu di gazebo, di taman depan gang. Dan seperti biasa, Rico datang dengan mengendarai motor Vespa-nya. Ia berpakaian lebih rapi hari ini, dengan kaus berkerah warna abu-abu, celana kain hitam, dan jaket kulit warna coklat. Ia langsung duduk di samping Elora."Mmm… Yang aku suka dari diri sendiri, aku orangnya suka bantu orang lain, terus rajin..., ramah...," Elora berhenti sejenak. "Sama ceria...""Masih kurang satu. Aku bilang lima," Rico langsung protes."Aku udah nggak tau lagi...," suara Elora memelan.Rico menatap dengan mata tajamnya. "Itu pendapat kamu sendiri, atau kamu nanya orang lain?"Kenapa cowok ini bisa tahu ya?"Aku ada nanya pendapat orang lain juga... Tapi aku milih yang menurut aku sesuai aja...," Elora jujur mengakui."Jadi, k
Elora dan Rico berjalan bergandengan tangan, menyusuri jalan berumput yang masih agak basah oleh embun. Tadi pagi jam enam, Rico sudah mengajak Elora keluar. Seperti yang dikatakannya kemarin, mereka pagi ini mau trekking mengelilingi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Mungkin tidak sampai seluruhnya, tapi Elora tahu, Rico sangat hobi trekking seperti ini. Mereka berpakaian santai, kaus, celana training panjang, sepatu kets, dan membawa ransel berisi bekal. Elora mengikat rambutnya model ekor kuda."Kamu belum pernah trekking kayak gini? Daki gunung juga nggak pernah?" tanya Rico."Belum pernah... Aku suka baca novel petualangan, tapi kalo berpetualang beneran, belum pernah," sahut Elora."Mulai sekarang, aku bakal sering ngajak kamu berpetualang. Biar kamu bisa tau banyak tempat."Elora tertawa. "Emangnya kita mau ke mana lagi?""Ya banyak..." Rico memandangnya. "Asal kamu mau, aku bisa bawa kamu ke mana aja."Ah
Liburan akhir tahun yang dinanti-nanti Elora tiba juga. Setelah semua masalah yang terjadi, kesibukan di kantor, dan jadwal kampus yang padat, Elora merasa benar-benar perlu me-recharge energinya. Kak Laura, Colin, dan Arion, akan ikut bersama Elora dan Rico. Mia dan Danu juga. Ini pasti jadi liburan yang sangat menyenangkan.Seperti usul Rico, mereka berlibur ke Situ Gunung, bagian dari Taman Nasional Gunung Gede Pangrango di daerah Sukabumi. Setelah menginap di Situ Gunung selama dua malam, Elora dan Rico akan langsung ikut Mia dan Danu ke rumah Mia, di Sukabumi juga. Mereka mau menghadiri acara lamaran Mia dan Danu, yang diadakan tepat pada hari terakhir di bulan Desember ini.Mobil Jeep hitam Rico dan mobil SUV biru Colin berhenti di depan bangunan villa yang sudah mereka sewa, hari Rabu pagi. Dari villa itu, jaraknya sudah dekat ke objek-objek wisata di Situ Gunung."Waah... Segar banget udaranya...!" Mia setengah memekik, saat turun da
Elora sudah siap dengan semua kehebohan yang muncul di kantor hari Senin. Puluhan wartawan dari berbagai media sudah stand by di gedung Max TV dari pagi, mereka menunggu konferensi pers jam sepuluh. Semua manajemen Max TV dan sejumlah petinggi dari UP-News turut hadir. Rico sudah bilang, dia sengaja tak mau hadir, supaya orang-orang tidak mengaitkan merger ini dengan Elora.Tapi sepertinya, publik sudah terlalu jatuh hati dengan pasangan itu. Semua tahu kalau Elora bekerja di Max TV, dan Rico adalah direktur utama, sekaligus ahli waris UP-News. Merger itu ibarat makin menguatkan romantisme mereka berdua.Apalagi ketika nama Max TV diumumkan diganti menjadi ER-News. Kepanjangan sebenarnya adalah Education, Recreation, and News, menurut direktur baru ER-News, Ibu Kanaya, yang sebelumnya adalah salah satu petinggi di UP-News. Tak bisa dihindari lagi, nama baru itu pun dikaitkan dengan pasangan favorit itu. Elora and Rico News, itulah kepanjangan ER-News versi
Elora dan Rico berjalan bergandengan tangan di lorong menuju ruang ICU. Beberapa orang yang mereka lewati menoleh untuk memperhatikan mereka. Kamis sore ini, sepulang dari kantor, mereka langsung meluncur ke rumah sakit. Tante Fey yang menelepon, katanya Om Hilman sudah mulai sadar.Elora bahagia sekali mendengarnya. Dia rela izin tidak masuk kuliah hari ini, demi menjenguk Om Hilman. Dan dia juga baru sadar, ini pertama kalinya Tante Fey mau menelepon dia secara langsung. Biasanya, Kak Laura yang selalu jadi perantara.Kak Laura dan Colin sudah lebih dulu sampai. Mereka sedang duduk di ruang tunggu ICU."Hai, Kak... Hai, Colin...," sapa Elora."El…" Kak Laura langsung memeluk dan mengecup pipi Elora. Wajahnya tampak terharu."Aku sama Colin udah masuk duluan tadi. Kamu masuk sama Rico, ya..."Elora sejenak tertegun."Tante Fey yang minta," sambung Kak Laura, sambil memandang Elora dan Rico bergantian.
Elora lebih banyak diam di dalam mobil, waktu Rico mengantarnya pulang ke rumah. Berbagai perasaan berkecamuk di hatinya, antara sedih, bingung, galau, ragu... Tante Fey ingin Elora minta tolong pada Rico. Tapi Rico sudah pernah bilang, dia tidak kasihan lagi melihat kasus yang menimpa Trista. Trista pantas mendapat hukuman, katanya. Apa Rico masih mau membantu?Rico punya hati yang baik, Elora membatin. Dia pasti mau, dia tak mungkin membiarkan Om Hilman menderita seperti itu.Di sisi lain, Elora juga merasa sungkan kalau melibatkan Rico dalam masalah keluarganya. Semua ini mungkin saja berawal dari masalah dia dengan Trista. Trista yang selalu tak akur dengannya, mungkin iri melihat naskah filmnya sukses besar. Lalu semuanya jadi makin liar, seperti bola salju yang terus menggelinding makin besar, sampai-sampai Rico juga ikut terseret. Apa pantas dia minta Rico terseret lebih jauh lagi? Kenapa dia selalu bawa masalah? Kenapa selalu Rico yang menyel
"Bukan aku yang lapor," ucap Rico dengan wajah serius.Sepulang dari kantor, Elora dan Rico mampir makan malam, di sebuah warung lesehan yang menjual seafood. Rico tak pernah gengsi atau malu untuk makan di warung pinggir jalan bersama Elora, dan itu yang bikin Elora tambah kagum. Biarpun sesekali ada saja yang memperhatikan mereka, mungkin mengenali mereka, tapi untungnya, tak pernah ada yang mengganggu.Rico sudah langsung membahas berita tentang Elang dan Trista, biarpun Elora belum tanya. Berita itu memang sudah jadi berita utama di hampir semua stasiun TV. Makin sore, beritanya makin ramai berseliweran."Biarpun aku tau, tapi karena kamu yang minta jangan nuntut Trista, aku nggak lanjutin. Aku nggak bohong, El...," lanjut Rico. Dia asyik menggigit daging ikan gurame.Elora terkejut. "Kamu bilang, kamu tau? Maksud kamu, tau soal mobil selundupan itu? Atau arisan online itu?""Dua-duanya," jawab Rico, masih dengan s
Mereka mampir ke EZ Cafe untuk makan malam, di situ mereka bisa mengobrol dengan tenang. Zack tampak senang menyambut Elora. Dia memegang kedua bahu Elora, seolah ingin menunjukkan dukungannya."Don’t be afraid, El...," ucapnya sambil tersenyum.Elora membalas senyumnya. "Thanks, Zack..."Elora dan Rico duduk setelah memesan makanan. Rico sudah mencopot jas dan dasinya. Lalu, ia menggenggam kedua tangan Elora."Banyak yang mau aku ceritain...""Aku yang cerita duluan, Rico... Ini soal foto aku sama Elang di teras hotel," Elora buru-buru menyela.Akhirnya, Elora pun cerita semuanya yang terjadi Sabtu malam itu, di teras hotel di Bali. Bagaimana Elang tiba-tiba muncul, menggenggam tangannya, dan membuat dia bingung dengan ungkapan perasaan Elang. Tak ada yang disembunyikan Elora, termasuk jawabannya pada Elang."Aku jadi mikir..., setelah semua masalah ini, apa mungkin Elang terlibat?" Elora mengungkapkan rasa curig
"Kalo nanti situasinya nggak baik, saya bawa Mbak El balik ke rumah Mas Rico aja...," kata Pak Tino.Pagi itu, Pak Tino datang ke rumah Kak Laura. Sebenarnya, Pak Tino datang untuk meminta Elora tidak usah masuk kantor saja hari ini. Dia curiga dengan situasi di Max TV. Tapi, Elora bersikeras tetap berangkat. Sekarang, Elora sudah duduk di jok tengah mobil Jeep putih."Lho, jangan Pak... Saya nggak enak sama Om Enrico dan Tante Sonia... Masa saya tiba-tiba seenaknya datang ke rumah mereka, cuma gara-gara masalah kayak gini?" Elora buru-buru menyela."Tapi, Pak Enrico yang bilang gitu, nggak apa-apa kok, Mbak...""Jangan, Pak... Lebih baik, saya tetap di rumah Kak Laura aja, kalo emang ada apa-apa... Tapi harusnya aman kok, paling hebohnya cuma satu hari kemarin.""Saya baru bisa yakin Mbak aman, sampai Mas Rico pulang nanti," jawab Pak Tino.Elora terdiam. Semalam Rico cuma kirim chat, memberitahu kalau me
Elora terbangun karena merasa silau, sinar matahari menembus masuk dari tirai jendela yang terbuka sedikit."Eh, Mbak El... Udah bangun?" suara Adinda memanggil. "Sorry ya, aku berisik ya? Aku habis mandi..." Adinda berdiri di dekat meja rias, di depan cermin besar. Dia tersenyum malu-malu, rambutnya masih kelihatan basah."Nggak...," gumam Elora. "Jam berapa ya?"Rasanya malas sekali untuk bangun, kepalanya masih agak berdenyut."Jam tujuh lewat, Mbak...""Astaga!" Elora tersentak bangun. "Pesawat kita jam sepuluh kan?""Tenang, Mbak... Cuma setengah jam kok ke bandara," Adinda menenangkan Elora. "Kita masih sempat sarapan juga."Elora buru-buru bangun, padahal kepalanya masih pusing. Uh, dia selalu begitu kalau kurang tidur! Akhirnya, dia mandi dengan cepat. Lalu turun ke restoran bersama Adinda untuk sarapan.Semua anggota tim yang lain juga masih sarapan, sambil mengobrol dengan santai. Elora mulai w