POV Detektif Johan
Tiba di kantor catatan sipil, aku langsung menemui Bram, orang biasa membantuku dalam urusan di sini. Kami berdua mulai mencari tahu berkas-berkas yang mungkin ada hubungannya dengan kasus Ray. Seperti yang dicerita Ray kemarin, dia terdaftar lahir pada tanggal 15 Desember, hari di mana dia ditemukan di depan pintu Panti Asuhan. Dari berkas yang aku temukan, aku bisa melihat beberapa data mengenai Ray. Dia mempunyai darah A RH-. Artinya orang yang mempunyai darah itu pasti bukan orang asli Indonesia. Mungkin ini semua ada hubungannya dengan Sapu tangan 8 Miles yang dia punya.Tak banyak data yang aku dapat tentang Ray di catatan sipil, hanya data standar saja yang tercatat di sana. Sesuai jadwal aku langsung menuju ke kantor Inspektur James. Aku sudah terbiasa keluar masuk gedung kepolisian, para petugas sudah mengenal siapa aku, karena sebagian rekan-rekan di kesatuanku masih banyak yang bertugas dan menjadi petinggi di kepolisian. Tapi walaupun begitu aku tetap mengikuti protokol kunjungan untuk menemui inspektur James.
Seorang petugas mengantarku menuju ruangan inspektur James, saat dia melihatku yang lama tak bertemu langsung, dia bangun dari kursinya dan menyambutku.
"Ahhh...Piere! Duduklah!" katanya mempersilakanku duduk.
Aku pun duduk dengan santai di sofa yang ada di ruangan inspektur James.
"Tumben banget kamu mampir ke kantorku, ada info penting yang ingin kamu berikan?" katanya.
"Hmmm...., justru aku ingin minta info darimu," jawabku sambil menatap Inspektur James yang terlihat mengerutkan keningnya.
"Info apa yang ingin kamu tanyakan?" tanyanya sambil berjalan menghampiri lalu duduk di sofa bersamaku.
"Apa kamu masih ingat kasus penemuan bayi tujuh belas tahun silam?" tanyaku
"Tujuh belas tahun silam ya?" jawab inspektur James, sesaat dia manatap wajahku dengan ekspresi yang aneh.
"Ya, saat itu kasusnya bersamaan dengan penemuan mayat William van Bosch di dekat rumahku," kataku sambil balas menatapnya.
"Yaa..., ya.., aku masih ingat, ada apa dengan kasus itu, apa kamu tertarik untuk menanganinya?" kata inspektur James.
"Betul, kemarin sore aku sudah menerima kasusnya, klienku ingin aku menyelidiki siapa orang tua bayi itu," jawabku.
"Si bayi sekarang sudah beranjak dewasa dan dia ingin menemukan kedua orang tuanya." lanjutku.
"Hahaha..., ternyata kita semakin tua, rasanya baru beberapa tahun lalu kejadiannya."
"Kita memang sudah tua, coba saja kamu berkaca, kumis tebalmu itu sudah memutih, rambutku pun sama," kataku sambil mengusap kepalaku.
"Hahaha..., benar kita berdua sudah tua, setidaknya semangat kita tak kalah dengan anak muda," kata Inspektur James.
"Kita sambil minum kopi ya," lanjutnya sambil berdiri dan menuangkan kopi dari mesin pembuat kopi ke dalam dua gelas yang diambilnya, kemudian membawanya.
"Jadi apa yang bisa aku bantu untuk kasusmu itu?" tanya inspektur James setelah kembali duduk di sofa depanku.
"Apa aku bisa lihat berkas penemuan bayi saat itu yang ada di kepolisian?" tanyaku.
"Hmmm..., tentu saja, aku akan ambilkan untukmu , kalau Cuma berkas itu," jawab inspektur James dengan santai. Kemudian inspektur James langsung menghubungi anak buahnya untuk membawakan berkas kasus yang aku minta. Tak lama seorang petugas masuk membawakan sebundel berkas yang diminta, lalu inspektur James memberikannya padaku. Setelah petugas itu keluar dari ruangan.
"Dari kasus ini apa kamu punya tambahan info dari klienmu?" tanya inspektur James sambil menatapku.
"Tentu saja, klienku menceritakan kalau dia menerima kiriman uang setiap bulan sebesar dua puluh juta dari orang yang tak bisa dilacak sampai hari ini," kataku.
"Apa terima uang ..., pengirimnya tak bisa dilacak sampai hari ini?" inspektur James yang sedang meneguk kopinya, hampir saja menyemburkan dari mulutnya mendengar perkataanku.
"Kamu tak percaya? sepertinya anak itu tidak membual. Sore nanti aku akan datang ke panti untuk membuktikannya," jelasku.
"What a damn..., selama ini tak ada yang tahu pengirimnya?"
"Ya, tak ada yang tahu. Alamat yang ada semua palsu. Kira-kira menurutmu apa motifnya?" kataku
"Bukan money laundry, mungkin?"
"Entahlah, besar kemungkinan itu kiriman dari orang tuanya bukan? apa mungkin ada hubungan dengan keluarga hendrajaya grup?" tanyaku sambil kembali mantap wajah inspektur James.
"Kita tak bisa menduga ke arah itu dulu, orang kaya di negeri ini cukup banyak. Apa ada informasi lain?" tanya inspektur James.
"Ada, ini adalah sapu tangan bertuliskan Ray, saat ditemukan dulu, dipakai untuk menyelimuti si bayi dan sebuah simbol dengan tulisan 8 Miles." jelasku sambil memperlihatkan saputangan dan foto yang dikirim Ray padaku.
"8 Miles? Sepertinya tak asing," kata inspektur James sambil manatap foto yang ada di layar ponselku.
"Kamu mengenal simbol ini?" tanyaku penasaran.
"Apa itu nama suatu komunitas?" lanjutku saat melihat dia sedang berpikr keras dan mengingat.
"Bukan...., " jawabnya ngegantung.
"Lalu?"
"Sebentar aku lagi coba mengingat semua, tapi aku belum yakin. Aku akan coba periksa file-file lama," kata Inspektur James lalu membuka laptopnya.
"Baiklah James, terima kasih atas kopinya, kabari aku ada informasi penting tentang yang kita bicarakan barusan," kataku sambil sekalian pamit.
"Ok Piere, kalau kamu tak mau menunggunya, kamu akan lanjut kemana ?" tanya James.
"Setelah ini aku akan ke panti asuhan, tapi mungkin akan mampir dulu ke perpustakaan untuk mencari beberapa info mengenai lambang ini," kataku sambil menunjukan saputangan Ray.
"Nanti aku kabarin juga kalau sudah membuka file lama, Sering-seringlah mampir Piere!" kata inspektur James.
"Tentu James, itu juga kalau ada kasus," jawabku sambil tersenyum dan meninggalkan ruangan inspektur James.
Dari kantor polisi aku langsung menuju ke perpustakaan. Aku mencari-cari segala hal tentang yang namanya 8 Miles. Pastinya tidak mudah. Aku mulai mencari tentang tempat dan istilah-istilah yang menggunakan kata 8 Miles. Aku juga mengakses internet untuk mencari tahu tentang 8 Miles. Tapi tak ada satupun yang cocok dengan simbol 8 Miles. Emang banyak istilah, hanya saja tak ada yang cocok. Terlebih simbolnya. Seperti sebuah lentera atau bangunan menara. Tapi sepertinya lentera. Aku tak punya bakat seni untuk melihat hal-hal semendetail ini.
Waktu berlalu dengan cepat, sampai aku tak menyadarinya hingga putriku, Maria menelepon.
"Hallo Ayah?! Ada di mana?" Suaranya terdengar kesal, saat melihat jam tanganku, ternyata waktu sudah lewat dari janjiku pada Maria.
"Ohh iya sayang, Ayah masih di perpustakaan," jawabku.
"Ayah aku akan ikut saja deh ke panti asuhannya. Cepat jemput aku" katanya.
"Baiklah, tunggu Ayah akan menjemputmu," jawabku sambil bergegas keluar dari perputakaan dan pergi menjemput Maria.
Sepanjang perjalanan aku berusaha mengingat-ingat kejadian tujuh belas tahun lalu, saat aku dan inspektur James mendapat laporan penemuan bayi.
POV MARIA Pagi ini aku sengaja berangkat lebih pagi dari biasanya, kejadian kemarin membuatku menyisakan rasa kesal yang sangat menganjal di hatiku. Ya semua gara-gara kejadian kemarin, Andre meninggalkan aku begitu saja di hari ultahku. Andre tanpa pamit, pergi entah ke mana. Begitu tiba di sekolah aku langsung mencari Andre di kelas. "Andreee!" panggilku ketika sampai di kelas dan aku langsung mendatangi mejanya. "Ada apa sayang?" tanya Andre sambil tersenyum dan wajah tanpa dosa. "Kenapa kemarin kamu tega banget ninggalin aku?" kataku sambil menahan rasa kesal di hati. Mendengar pertanyaanku, Andre mengerjapkan matanya. Seakan dia baru mengingat apa yang sudah dilakukannya. "Aduuhh Maaf sayang, kemarin darurat banget. Aku harus pergi, ada urusan yang sangat penting, jadi sekali lagi maaf ya," jawab Andre dengan wajah yang memohon sambil merapatkan kedua telapak tangan d
POV Maria Bel jam istirahat sudah berbunyi, Andre menghampiriku untuk mengajakku ke kantin sekolah. Namun aku menolaknya secara halus. "Kenapa sayang, kamu masih marah ya?" tanya Andre. "Nggak kok, Aku hanya mau ke perpustakaan sebentar," jawabku sambil tersenyum pada Andre. "Ohh Ok, mau aku temanin?" Tanya Andre. Aku hanya mengelengkan kepala menjawabnya, karena tahu Andre bukan type cowok yang mau sempatkan waktu mengunjungi perpustakaan, kecuali sangat mendesak. "Ok sayang..., aku ke kantin ya," kata Andre sambil keluar dari kelas bersama beberapa tema. Setelah Andre keluar aku pun segera mengambil jaket milik Ray yang ada di tas ranselku. Kemudian aku menghampiri Ray dan memberikan jaketnya. "Makasih ya Ray," kataku sambil menatap Ray yang masih asyik dengan buku tebal yang tadi aku lihat. Ray menegadahkan wajahnya dan menatap aku sekilas, lalu meneri
POV Maria Kurang lebih setengah jam kemudian setelah terlibat kemacetan kami pun sampai di panti asuhan KASIH IBU. Bangunannya lumayan tua. Terlihat ada patung Bunda Maria berdiri di depan gedung. Setelah mobil di parkir di tempat parkir, kami pun keluar. Seorang suster menyambut kami. "Ray, kamu bersama siapa?" tanyanya sambil menatap ke arahku dan Ayah. "Suster Elizabeth, kenalkan ini Detektif Johan dan putrinya," jawab Ray langsung memperkenalkan kami. "Oh, Tuhan Memberkati kalian. Ada keperluan apa detektif sampai datang ke tempat ini?" tanya Suster Elizabeth keheranan. "Ada sesuatu yang ingin saya tanyakan tentang Ray, kalau boleh," jawab ayahku, sambil melirik Ray. "Hmm.. baiklah, mari ikut!" kata Suster Elizabeth yang sebelum menjawab, melihat ke arah Ray. Ray mengangguk seperti meng-iyakan, dan Kamipun langsung menuju ke dalam panti. "Maaf Saya pe
POV MARIA Sesuai janji Andre, sore ini kami berrencana pergi nonton ke bioskop pusat kota. Satu syarat yang aku ajukan untuk memaafkan Andre karena sudah meninggalkanku di hari ulang tahunku. Aku berdandan dengan make up natural, rambut aku biarkan tergerai, “cantik...” gumamku sambil tersenyum sendiri. Semuanya untuk Andre. Aku perhatikan kembali penampilanku di cermin, malam ini aku mengenakan celana pendek sepaha, kaos lengan edung yang dilapisi lagi dengan jaket jeans lalu melilitkan syal tenun dileher untuk menjagaku tetap hangat bila kena angin malam. Kaos kaki edung yang menutupi lutut hingga sepatu boots kesayanganku. Berjalan santai keluar dari kamarku, Sesaat melirik ke arah meja belajarku dan memperlambat jalanku. Pandanganku tertuju pada hadiah pemberian Ray. Entah kenapa aku tersenyum melihatnya. Seolah-olah boneka salju itu berbicara kepadaku menuruni tangga menuju ke ruang keluarga, di mana kedua orang tuaku sedang
POV RAY Malam ini perasaan suntuk membuat langkahku sampai di gedung bioskop pusat kota, sejak kepergian Alex dan Troya, tak ada lagi yang bisa menemaniku saat-saat seperti ini. Berkeliaran sendiri membuatku bebas memilih film yang akan kutonton. Ternyata walau malam minggu, bioskop tak sepenuh biasanya, aku masih bebas memilih kursi. Film sudah diputar dari sepuluh menit yang lalu, dengan diatar petugas aku masuk dan menuju kursi yang ditunjuk petugas sesuai nomor yang ada di tiket. Begitu mau duduk aku malah dikejutkan dengan orang yang aku temui dam duduk disamping. kebetulan yang membuatku merasa senang namun sekaligus menyesakkan. Maria duduk di sebelahku, tapi ada Andre juga di sampingnya. Sepanjang pemutaran film, aku hanya bisa terdiam, hanya sepatah kata yang keluar dari mulut, itupun hanya untuk say hello saja pada mereka berdua. Hatiku sesak melihat cewek yang aku suka sedang berkencan dengan pacarnya. Ya
POV DETEKTIF JOHAN Hujan gerimis masih membasahi bumi malam ini, Aku masih duduk di belakng mejaku dan memandang ke arah luar jendela. Jam di dinding sudah menujukkan pukul sepuluh lewat lima belas menit, namun putri kesayanganku belum juga pulang. Masih terbayang dimataku cara putriku berpakaian, dia memakai baju yang menurutku dapat memancing lawan jenis untuk berpikir yang tak senonoh apalagi saat hujan gerimis seperti malam ini. Andre, memang cukup tampan, wajahnya cukup dia jadikan modal untuk menarik perhatian para gadis dan aku mempunyai dugaan kalau Andre itu seorang playboy. Putriku yang berparas cantik rasanya tak rela bila harus jalan bersama Andre. Ya wajah cantik putriku berasal dari perpaduan serasi antara wajah istriku dan aku. Begitupun dengan Justin, mereka berdua mewarisi semua kebaikan yang ada pada kami berdua. Setiap menit berlalu, Aku makin gelisah menunggu kedatangan Maria. Mungkin aku terlalu berlebihan
POV RAY "Aww... ampun!" seruku sambil meringis saat ibu asuh menjewer telingku. Beliau sudah menungguku di pintu. "Ray, lihat Ini sudah jam berapa?" kata ibu Asuh sambil tangan kanannya masih menjewer telingaku. "Ibu sudah beberapa kali bilang, jangan keluyuran malam-malam. Anak-anak lain saja tidak ibu ijinkan untuk pergi sampai selarut ini! Kamu malah pergi begitu saja selesai kebaktian," kata Matron mengomeliku. "Iya maafkan Ray, matron," kataku sambil memegangi tangannya minta Matron melepaskan jewerannya. "Ray, ibu sangat khawatir kepadamu. Apa tadi Kamu bertemu orang-orang aneh?" tanyanya dengan suara yang sedikit bergetar, mungkin karena rasa khawatirnya, tapi apa yang beliau dengan maksudn orang-orang aneh? "Orang Aneh? Tidak Matron, tadi saya Cuma bertemu preman-preman yang ingin memalak," jawabku. "Preman, di mana, kamu tidak terluka kan?" tanyanya terlihat panik, lalu dengan mata
POV Ray Lembaran itu ternyata berisi artikel yang menjelaskan tentang sebuah sekte yang bernama Dark Lantern. Sekte yang menganggap kelompoknya sebagai pembawa Messenger of Mesiah. Maksudnya apa? Sambil meneruskan membaca artikel-artikel itu, aku coba memikirkan apa sebenarnya hubungannya denganku dan orang tuaku. Namun ketika membaca kalau sekte itu memburu orang-orang yang dianggap mempunyai kekuatan iblis, aku baru mengerti. Kekuatan iblis yang di maksud dalam artikel itu adalah kekuatan yang aku dan teman-temanku miliki. Agni pengendali api, Alex pengendali air, Troya pengendali tanah dan kekuatan yang kumiliki, juga berbagai macam kemampuan yang tak dimiliki oleh manusia biasa pada umumnya. Di artikel itu juga Aku melihat gambar sebuah simbol yang sama seperti yang ada pada saputanganku. "Ini cuma cerita bohong kan, mana ada kekuatan iblis?" tanyaku, setelah membaca semua isi artikel yang diberikan detektif Johan
POV RAYAku berlari menghampiri Azazel yang masih berlutut di depan kursi kebesarannya. Tanpa banyak berkata lagi aku menerjang dengan pukuran dan tendangan yang yang bertubi-tubi. Dia sekarang tak lebih dari seorang manusia pengguna elemen, kekuatan yang ada pada tubuh Thomas hanya kekuatan milik Thomas saja.DUESH!Azazel beberapakalu terpelanting, walau begitu dia masih bisa bertahan dengan kekuatan elemen milik Thomas. Azazel pun berusaha untuk balik menyerangku dengan mengeluarkan elemen tanah dan membentuk sebuah palu besar, lalu diayunkan palu itu ke arahku sambil melompat. Aku bersiap menunggunya dengan membentuk palu yang lebih besar dari milik Azazel. Begitu serangan palu Azazel mendekat, dengan kekuatan palu yang aku buat, aku hancurkan dengan sekali hantaman paluku.Azazel bergerak secepat kilat dengan elemen petir, melontarkan panah-panah petir yang dengan mudah aku tangkis. Dia pun berusaha untuk lari, tapi aku tak akan melepas
POV RAY Ruangan sekarang menjadi terang lagi. Dengan susah payah aku berdiri sambil memegangi dadaku yang terluka. Mataku mulai berkunang-kunang. Darah sudah banyak yang keluar sepertinya. Tapi aku masih harus berdiri. "Creator?" kata Thomas. Tidak. Ia bukan Thomas. Dia Azrael yang telah mengambil alih tubuh Thomas. "Azrael?! Kenapa kamu tidak menjadi tubuhmu saja yang besar itu?" tanyaku. "Justru wujud manusia adalah wujud yang paling sempurna menurutku. Aku cukup menjadikan tubuhnya sebagai vesel untuk kebangkitanku. Segar sekali rasanya setelah lama terkurung di kegelapan oleh lima creator terkutuk itu selama ribuan tahun. Dan aku tak perlu membunuh mereka karena mereka sudah mati. Hahahahahah," kata Azrael. "Ugh!" rasa sakit didadaku. Ah...darah. Darah itu elemen air bukan? Aku terpaksa melakukannya. Obati lukaku siapa namamu? Dia tidak bernama. Tolonglah. Ahh...aku tertolong. Lukaku mulai tertutup.
POV ANDRE Pertarunganku dan Puri melawan laki-laki bernama Hund semakin seru, kami berusaha keras mengalahkan dia, walau beberapa kali kami harus berusaha menghindari semua serangan Hund yang tentu saja pengalaman bertarungnya jauh diatas kami berdua. Sering kali aku kewalahan dan hampir terkena sabetan-sabetan pedang besinya yang super tajam. Tapi beruntung aku terlindungi dengan kayu-kayu yang muncul dari penggabungan jolt yang aku pakai. Namun pertarungan kami mendadak terhenti, perlahan tapi pasti suasana menjadi gelap. Aku dan Puri saling pandang. Begitupun Alex dan teman-teman lainnya. Ada rasa panik yang aku rasakan dan mungkin juga Alex dan yang lainnya juga merasakan. "Puri, apa ini sudah saatnya terjadi gerhana?" Tanyaku sambil mendekati Puri. Puri yang terlihat kelelahan hanya menatapku sendu, lalu mengangguk pelan. "Puri, kita masih belum kalah, kita harus terus bertarung" bisikku sambil
POV BALANCER Aku kembali berhadapan dengan Robert. lelaki yang telah membunuh adikku satu-satunya. Aku tak dapat melupakan kejadian itu walau sesaatpun, jasad William yang dilemparkannya ke bawah jembatan. William yang berusaha melindungiku dan anakku dari orang-orang biadab ini. Dia tak dapat mengimbangi serangan-serangan yang diterimanya dari para agen SDI yang mengeroyoknya. Sedangkan aku, Ketika itu baru saja melahirkan. Dalam kondisi yang masih lemah Thomas yang sudah mengetahui keberadaanku, memerintahkan untuk membunuh ku juga William. "Balancer, akhirnya kita selesaikan pertarungan kita yang tertunda," kata Robert. Aku yang malas meladeni ucapannya, lalu memanggil kekuatan elemenku, besi. Seperti biasa, aku dengan kuku-kuku besiku sudah siap mencabik-cabik Robert. Aku langsung menerjangnya, melancarkan serangan-serangan untuk bisa cepat mencabik dan membunuhnya. Robert dengan memakai kekuatan joltnya, dia pun m
POV RAY Aku mengakui kekuatan Thomas, dia sangat kuat. Walaunsejauh ini aku dapat mengimbangi kekuatannya. Aku yang seorang Creator dapat mengimbangi cara bertarung Thomas, yang tak beda jauh dengan cara bertarungku. Aku berdiri di atas platform yang terbuat dari es, ketika aku mengimbangi dia membentuk golem raksasa bersenjatakan tombak bertarung dengan golem raksasa yang dia buat dengan bersenjatakan pedang. Pertarungan kami cukup aneh sekali, kami tidak melakukan pertarungan langsung. Kami saling melemparkan elemen dan menciptakan berbagai bentuk makhluk yang kamu gerakkan dari jauh. Seandainya ada yang melihat pasti mereka seperti melihat dua orang yang bermain mainan remote control untuk saling mengalahkan. Aku bisa mengimbangi cara bertarung seperti itu. Kalau ada kesempatan baru aku menyerangnya secara langsung dengan melemparkan sesuatu untuk melukainya, begitupun dengan Thomas. Dan Sial. Dia Kuat sekali, tak ada satup
POV ANDREAku, Puri, Alek, Tobi, dan para elemental lainnya, kini berhadapan dengan tiga anggota SDI. Mereka yang masing-masing menggunakan sarung tangan jolt, menyeringai ke arah kami. Senyum merendahkan pun tersungging di wajah mereka. Dengan sangat angkuh mereka mendekat ke arah kami."Halo kalian tikus-tikus elemen, kenalkan namaku John. Ada baiknya bukan, jika sebelum mati kalian mengetahui nama siapa yang sudah membunuh kalian, hahaha..." kata orang pertama sambil tertawa mengejek."Aku Scarlet," kata orang kedua, seorang cewek dengan dandanan layaknya laki-laki."Hahaha..., dan Hund, bersiaplah kalian untuk mati," katanya."Kalian tak lihat apa, jumlah kami banyak. Apa sanggup kalian melawan kami?" tanya Alex dengan lagaknya seperti biasa."Hahaha..., lihat teman-teman. Dia meragukan kita!" Kata John sambil melirik kedua temannya."Hahaha...., mereka memang cari mati John! Hai bocah sebanyak apapu
Pov RayAku dan sang Balancer ibuku memimpin para pengguna elemen menuju senayan, dimana bangunan aneh berada. Kami sudah berada di depan bangunan besar yang menjulang yang mengelilingi Tugu Monas. Menurut ramalan tepat jam dua belas siang nanti akan terjadi gerhana matahari, dimana seluruh planet berada pada satu garis lurus.Sebelum itu terjadi, kami harus bisa mengalahkan Thomas dan menghalanginya untuk menjadi wadah dari kekuatan Azazel. Walau kami tahu, itu tidak akan mudah. Tapi kami pantang untuk menyerah, demi kedamaian di dunia ini.Semua bangunan ini sudah dipersiapkan oleh Thomas. Bagunan yang dibuat dengan menggunakan elemen tanah, besi dan elemen es untuk atapnya."Ray cepat temukan Thomas, Kita tak punya banyak waktu lagi. Sebelum terjadi gerhana Matahari, terlambat saja, kita sudah dapat dipastikan akan binasa," kata Ibuku dengan tegas padaku."Iya Ibu, Ray tahu hal itu," jawabku sambil terus melangkah.
POV Ray (6 jam sebelum gerhana)."Sebuah bangunan megah yang aneh tiba-tiba saja muncul dari dalam tanah, kemunculan bangunan itu disertai dengan terjadinya gempa dahsyat. Gempa yang bukan saja terjadi di sekitar kemunculan bagunan aneh itu, tapi hingga melanda keseluruh kota Jakarta."Sebuah headline dari berita yang muncul di beberapa stasiun televisi nasional, yang tentu saja membuat geger seluruh warga. Apalagi peristiwa gempa telah membuat orang-orang menjadi panik, kaca-kaca gedung pecah. Bahkan sebagian bangunan milik warga ada yang rubuh, hingga ada juga yang rata dengan tanah.Seluruh stasiun televisi menyiarkan fenomena aneh ini. Aparat dari kepolisian dan militer pun mensterilkan sekitar Senayan. Hanya pihak pemberitaan yang bisa mendekati lokasi, walau area yang diliput di batasi. Tapi semua lapisan masyarakat bisa melihat bangunan megah itu dari jauh.Bangunan besar, menyerupai sebuah istana raja-raja. Yang tiba-tiba saja ter
POV MariaLelaki berambut abu-abu itu berdiri si depan kami, senyumnya tersungging. Namun aku tak merasakan keramahan dari senyuman itu, tapi kengerian yang mulai menjalar ke seluruh tubuhku."Halo Keponakanku, apa kabar?" sapa lelaki itu."Ahhh...., ponakan!" Pikirku."Thomas....," gumam Ray, dia berdiri dengan posisi waspada.Aku heran siapa laki-laki ini, meski menyebut Ray dengan kata keponakan, tapi Ray terlihat tak bergeming dari tempatnya. Sepertinya ada percakapan batin dari kedua orang ini, yang tak bisa aku dengar."Aku hanya ingin menyapa saja, tak apa kan," kata Thomas."Kenapa?""Wajar bukan seorang paman menyapa keponakannya. Apalagi kalau basa-basi ini diperlukan sebelum kita bertemu lagi dalam pertempuran," kata Thomas. Dia menoleh ke arahku."Sore nona, pacarmu Ray?""Thomas, sudahi semua ini. Kamu tahu siapa Azazel bukan?""Aku tahu Ray, hanya saja aku lebih