POV RAY
Malam ini perasaan suntuk membuat langkahku sampai di gedung bioskop pusat kota, sejak kepergian Alex dan Troya, tak ada lagi yang bisa menemaniku saat-saat seperti ini. Berkeliaran sendiri membuatku bebas memilih film yang akan kutonton. Ternyata walau malam minggu, bioskop tak sepenuh biasanya, aku masih bebas memilih kursi.
Film sudah diputar dari sepuluh menit yang lalu, dengan diatar petugas aku masuk dan menuju kursi yang ditunjuk petugas sesuai nomor yang ada di tiket. Begitu mau duduk aku malah dikejutkan dengan orang yang aku temui dam duduk disamping. kebetulan yang membuatku merasa senang namun sekaligus menyesakkan. Maria duduk di sebelahku, tapi ada Andre juga di sampingnya.
Sepanjang pemutaran film, aku hanya bisa terdiam, hanya sepatah kata yang keluar dari mulut, itupun hanya untuk say hello saja pada mereka berdua. Hatiku sesak melihat cewek yang aku suka sedang berkencan dengan pacarnya. Ya
POV DETEKTIF JOHAN Hujan gerimis masih membasahi bumi malam ini, Aku masih duduk di belakng mejaku dan memandang ke arah luar jendela. Jam di dinding sudah menujukkan pukul sepuluh lewat lima belas menit, namun putri kesayanganku belum juga pulang. Masih terbayang dimataku cara putriku berpakaian, dia memakai baju yang menurutku dapat memancing lawan jenis untuk berpikir yang tak senonoh apalagi saat hujan gerimis seperti malam ini. Andre, memang cukup tampan, wajahnya cukup dia jadikan modal untuk menarik perhatian para gadis dan aku mempunyai dugaan kalau Andre itu seorang playboy. Putriku yang berparas cantik rasanya tak rela bila harus jalan bersama Andre. Ya wajah cantik putriku berasal dari perpaduan serasi antara wajah istriku dan aku. Begitupun dengan Justin, mereka berdua mewarisi semua kebaikan yang ada pada kami berdua. Setiap menit berlalu, Aku makin gelisah menunggu kedatangan Maria. Mungkin aku terlalu berlebihan
POV RAY "Aww... ampun!" seruku sambil meringis saat ibu asuh menjewer telingku. Beliau sudah menungguku di pintu. "Ray, lihat Ini sudah jam berapa?" kata ibu Asuh sambil tangan kanannya masih menjewer telingaku. "Ibu sudah beberapa kali bilang, jangan keluyuran malam-malam. Anak-anak lain saja tidak ibu ijinkan untuk pergi sampai selarut ini! Kamu malah pergi begitu saja selesai kebaktian," kata Matron mengomeliku. "Iya maafkan Ray, matron," kataku sambil memegangi tangannya minta Matron melepaskan jewerannya. "Ray, ibu sangat khawatir kepadamu. Apa tadi Kamu bertemu orang-orang aneh?" tanyanya dengan suara yang sedikit bergetar, mungkin karena rasa khawatirnya, tapi apa yang beliau dengan maksudn orang-orang aneh? "Orang Aneh? Tidak Matron, tadi saya Cuma bertemu preman-preman yang ingin memalak," jawabku. "Preman, di mana, kamu tidak terluka kan?" tanyanya terlihat panik, lalu dengan mata
POV Ray Lembaran itu ternyata berisi artikel yang menjelaskan tentang sebuah sekte yang bernama Dark Lantern. Sekte yang menganggap kelompoknya sebagai pembawa Messenger of Mesiah. Maksudnya apa? Sambil meneruskan membaca artikel-artikel itu, aku coba memikirkan apa sebenarnya hubungannya denganku dan orang tuaku. Namun ketika membaca kalau sekte itu memburu orang-orang yang dianggap mempunyai kekuatan iblis, aku baru mengerti. Kekuatan iblis yang di maksud dalam artikel itu adalah kekuatan yang aku dan teman-temanku miliki. Agni pengendali api, Alex pengendali air, Troya pengendali tanah dan kekuatan yang kumiliki, juga berbagai macam kemampuan yang tak dimiliki oleh manusia biasa pada umumnya. Di artikel itu juga Aku melihat gambar sebuah simbol yang sama seperti yang ada pada saputanganku. "Ini cuma cerita bohong kan, mana ada kekuatan iblis?" tanyaku, setelah membaca semua isi artikel yang diberikan detektif Johan
POV DETEKTIF JOHAN Menyelidiki Dark Lantern, membuatku tenggelam dalam sebuah kenyataan yang bertentangan dengan logikaku sendiri. Semakin banyak aku menggali informasi, aku seperti menapaki jalan menuju kegelapan. Kadang merasa kalau saat ini aku terbawa pada sebuah kisah fiksi dan sedang berusaha untuk memahami apa yang terjadi di sekelilingku, semakin aku meragukan keberadaan sekte ini, semakin banyak bukti yang aku dapatkan. Aku membaca sebuah nama yang ada dalam artikel itu. Nama itu mengantarkan aku pada sebuah ingatan dalam kasus tujuh belas tahun yang lalu, Thomas van Bosch. Apa hubungannya dengan William van Bosch, jasad yang dulu kami temukan? Banyak pertanyaan yang ingin segera terjawab, aku pun menuju ke kantor Inspektur James, rupanya dia sudah menunggu-nunggu kedatanganku. "Hai Piere. Bagaimana kabarmu?" sapa inspektur James yang menyambutku di kantornya. "Aku baik-baik saja. Aku bu
POV Detektif Johan Keluar dari kantor kepolisian, aku melajukan mobilku melewati jalan utama menuju rumahku. Hiruk pikuk jalanan masih saja tetap ramai walau hujan mengguyur deras, hingga jalanan macet. Beberapa kendaraan mulai membunyikan klakson dengan tidak sabar, begitu pun denganku. Perhatianku teralihkan saat seorang anak laki-laki berlari ketakutan, dia tak menghiraukan jalanan yang sedang macet, terus berlari dengan menyelip di sela-sela mobil. Aku memperhatikan anak laki-laki itu, di belakang dia, beberapa orang mengejar. Orang-orang yang memakai setelan jas hitam, mirip seragam para agen rahasia. Buat apa mereka mengejar satu orang anak dengan melibatkan beberapa orang personil? Rasa penasaran membuatku langsung membawa mobilku menepi, hingga mobil dibelakangku membunyika klakson. Tapi tak aku pedulikan. Setelah kuparkir mobil dibahu jalan, aku langsung mengejar kelima orang yang berpakaian jas hitam
POV Detektif Johan Setelah terlebih dulu menghubungi Robert dan membuat janji bertemu, aku pun berangkat dengan mengendarai motor. Robert mengajakku bertemu di taman kota, dia sudah menungguku sambil minum kopi dan sepotong roti ditangannya. Dia tampak santai dan tenang, tak ada yang mengira kalau ketenangannya hanyalah kamuflase dari pekerjaannya membunuh. "Halo Detektif Johan, silakan duduk," sambutnya saat melihatku datang dan mempersilakanku duduk di bangku taman bersamanya. "Sorry, kalau kemarin sambutannya tidak menarik. Tapi itulah pekerjaan kami, membunuh orang," lanjutnya sambil tersenyum kecil. "Bagaimana bisa kalian melakukan itu? Sedangkan negara kita dilindungi oleh hukum," tanyaku sambil mengerutkan kening. "Hahaha..., anda belum paham tentang tugas kami," kata Robert lalu kembali meminum kopinya. "Ya, karena menurutku tindakan anda berlebihan," kataku tak menu
POV MARIA Liburan natal dan tahun baru tinggal beberapa waktu lagi, rencana liburan pun sudah kubicarakan dengan ayah dan bundaku. Namun sebelum itu, aku harus melewati ujian UAS yang di mulai hari ini. Aku sudah berusaha mempersiapkannya, tapi entahlah apa aku bisa mengerjakannya dengan baik ata tidak, yang jelas aku berusaha sekuat tenaga untuk UAS ini. Hampir semua peserta ujian di ruanganku terlihat berkonsentrasi untuk bisa mengerjakan soal-soal, mereka terlihat stress, termasuk aku. Hanya Ray, dia terlihat tenang mengerjakan soal ujian itu. maklum sih dia kan selalu jadi juara satu di angkatanku, dasar kutu buku! Kadang aku merasa kesal bila ada orang yang lebih pintar dariku, tapi dengan kepintaran Ray, aku hanya diam-diam berdecak kagum. Waktu ujian baru berlalu 30 menit, disaat aku dan yang lainnya semakin tenggelam dalam soal-soal yang begitu rumit, Ray dengan santai sudah melenggang ke depan kelas dan mengumpulka
POV MARIA Teriknya panas matahari siang ini, membuatku berjalan melewati rute yang berbeda dari biasanya. Aku melewati gang sempit yang jarang bahkan seingatku baru kali ke dua dengan sekarang melaluinya. Sebuah gang yang memisahkan dua buah gedung tinggi, jalan pintas yang lebih cepat untuk sampai ke stasiun monorail. Baru beberapa puluh langkah aku berjalan di gang, aku merasakan hawa dingin yang sangat aneh. awalnya aku sempat berpikir kalau hawa dingin ini mungkin dari pengaruh dari kelembaban udara karena kurangnya sinar matahari yang mampu menembus ke gang kecil ini. Namun perasaanku mulai tak menentu ketika sudah berada di tengah-tengah gang, hawa dingin terasa mulai menusuk-nusuk kulitku. Ada perasaan takut menyelinap ke dalam hatiku, apalagi saat aku merasa ada bayangan yang berkelebat di belakangku. Aku pun mempercepat langkah kakiku, sambil sekali-sekali melihat ke belakang. takut ada orang yang mengikuti dan berniat jah
POV RAYAku berlari menghampiri Azazel yang masih berlutut di depan kursi kebesarannya. Tanpa banyak berkata lagi aku menerjang dengan pukuran dan tendangan yang yang bertubi-tubi. Dia sekarang tak lebih dari seorang manusia pengguna elemen, kekuatan yang ada pada tubuh Thomas hanya kekuatan milik Thomas saja.DUESH!Azazel beberapakalu terpelanting, walau begitu dia masih bisa bertahan dengan kekuatan elemen milik Thomas. Azazel pun berusaha untuk balik menyerangku dengan mengeluarkan elemen tanah dan membentuk sebuah palu besar, lalu diayunkan palu itu ke arahku sambil melompat. Aku bersiap menunggunya dengan membentuk palu yang lebih besar dari milik Azazel. Begitu serangan palu Azazel mendekat, dengan kekuatan palu yang aku buat, aku hancurkan dengan sekali hantaman paluku.Azazel bergerak secepat kilat dengan elemen petir, melontarkan panah-panah petir yang dengan mudah aku tangkis. Dia pun berusaha untuk lari, tapi aku tak akan melepas
POV RAY Ruangan sekarang menjadi terang lagi. Dengan susah payah aku berdiri sambil memegangi dadaku yang terluka. Mataku mulai berkunang-kunang. Darah sudah banyak yang keluar sepertinya. Tapi aku masih harus berdiri. "Creator?" kata Thomas. Tidak. Ia bukan Thomas. Dia Azrael yang telah mengambil alih tubuh Thomas. "Azrael?! Kenapa kamu tidak menjadi tubuhmu saja yang besar itu?" tanyaku. "Justru wujud manusia adalah wujud yang paling sempurna menurutku. Aku cukup menjadikan tubuhnya sebagai vesel untuk kebangkitanku. Segar sekali rasanya setelah lama terkurung di kegelapan oleh lima creator terkutuk itu selama ribuan tahun. Dan aku tak perlu membunuh mereka karena mereka sudah mati. Hahahahahah," kata Azrael. "Ugh!" rasa sakit didadaku. Ah...darah. Darah itu elemen air bukan? Aku terpaksa melakukannya. Obati lukaku siapa namamu? Dia tidak bernama. Tolonglah. Ahh...aku tertolong. Lukaku mulai tertutup.
POV ANDRE Pertarunganku dan Puri melawan laki-laki bernama Hund semakin seru, kami berusaha keras mengalahkan dia, walau beberapa kali kami harus berusaha menghindari semua serangan Hund yang tentu saja pengalaman bertarungnya jauh diatas kami berdua. Sering kali aku kewalahan dan hampir terkena sabetan-sabetan pedang besinya yang super tajam. Tapi beruntung aku terlindungi dengan kayu-kayu yang muncul dari penggabungan jolt yang aku pakai. Namun pertarungan kami mendadak terhenti, perlahan tapi pasti suasana menjadi gelap. Aku dan Puri saling pandang. Begitupun Alex dan teman-teman lainnya. Ada rasa panik yang aku rasakan dan mungkin juga Alex dan yang lainnya juga merasakan. "Puri, apa ini sudah saatnya terjadi gerhana?" Tanyaku sambil mendekati Puri. Puri yang terlihat kelelahan hanya menatapku sendu, lalu mengangguk pelan. "Puri, kita masih belum kalah, kita harus terus bertarung" bisikku sambil
POV BALANCER Aku kembali berhadapan dengan Robert. lelaki yang telah membunuh adikku satu-satunya. Aku tak dapat melupakan kejadian itu walau sesaatpun, jasad William yang dilemparkannya ke bawah jembatan. William yang berusaha melindungiku dan anakku dari orang-orang biadab ini. Dia tak dapat mengimbangi serangan-serangan yang diterimanya dari para agen SDI yang mengeroyoknya. Sedangkan aku, Ketika itu baru saja melahirkan. Dalam kondisi yang masih lemah Thomas yang sudah mengetahui keberadaanku, memerintahkan untuk membunuh ku juga William. "Balancer, akhirnya kita selesaikan pertarungan kita yang tertunda," kata Robert. Aku yang malas meladeni ucapannya, lalu memanggil kekuatan elemenku, besi. Seperti biasa, aku dengan kuku-kuku besiku sudah siap mencabik-cabik Robert. Aku langsung menerjangnya, melancarkan serangan-serangan untuk bisa cepat mencabik dan membunuhnya. Robert dengan memakai kekuatan joltnya, dia pun m
POV RAY Aku mengakui kekuatan Thomas, dia sangat kuat. Walaunsejauh ini aku dapat mengimbangi kekuatannya. Aku yang seorang Creator dapat mengimbangi cara bertarung Thomas, yang tak beda jauh dengan cara bertarungku. Aku berdiri di atas platform yang terbuat dari es, ketika aku mengimbangi dia membentuk golem raksasa bersenjatakan tombak bertarung dengan golem raksasa yang dia buat dengan bersenjatakan pedang. Pertarungan kami cukup aneh sekali, kami tidak melakukan pertarungan langsung. Kami saling melemparkan elemen dan menciptakan berbagai bentuk makhluk yang kamu gerakkan dari jauh. Seandainya ada yang melihat pasti mereka seperti melihat dua orang yang bermain mainan remote control untuk saling mengalahkan. Aku bisa mengimbangi cara bertarung seperti itu. Kalau ada kesempatan baru aku menyerangnya secara langsung dengan melemparkan sesuatu untuk melukainya, begitupun dengan Thomas. Dan Sial. Dia Kuat sekali, tak ada satup
POV ANDREAku, Puri, Alek, Tobi, dan para elemental lainnya, kini berhadapan dengan tiga anggota SDI. Mereka yang masing-masing menggunakan sarung tangan jolt, menyeringai ke arah kami. Senyum merendahkan pun tersungging di wajah mereka. Dengan sangat angkuh mereka mendekat ke arah kami."Halo kalian tikus-tikus elemen, kenalkan namaku John. Ada baiknya bukan, jika sebelum mati kalian mengetahui nama siapa yang sudah membunuh kalian, hahaha..." kata orang pertama sambil tertawa mengejek."Aku Scarlet," kata orang kedua, seorang cewek dengan dandanan layaknya laki-laki."Hahaha..., dan Hund, bersiaplah kalian untuk mati," katanya."Kalian tak lihat apa, jumlah kami banyak. Apa sanggup kalian melawan kami?" tanya Alex dengan lagaknya seperti biasa."Hahaha..., lihat teman-teman. Dia meragukan kita!" Kata John sambil melirik kedua temannya."Hahaha...., mereka memang cari mati John! Hai bocah sebanyak apapu
Pov RayAku dan sang Balancer ibuku memimpin para pengguna elemen menuju senayan, dimana bangunan aneh berada. Kami sudah berada di depan bangunan besar yang menjulang yang mengelilingi Tugu Monas. Menurut ramalan tepat jam dua belas siang nanti akan terjadi gerhana matahari, dimana seluruh planet berada pada satu garis lurus.Sebelum itu terjadi, kami harus bisa mengalahkan Thomas dan menghalanginya untuk menjadi wadah dari kekuatan Azazel. Walau kami tahu, itu tidak akan mudah. Tapi kami pantang untuk menyerah, demi kedamaian di dunia ini.Semua bangunan ini sudah dipersiapkan oleh Thomas. Bagunan yang dibuat dengan menggunakan elemen tanah, besi dan elemen es untuk atapnya."Ray cepat temukan Thomas, Kita tak punya banyak waktu lagi. Sebelum terjadi gerhana Matahari, terlambat saja, kita sudah dapat dipastikan akan binasa," kata Ibuku dengan tegas padaku."Iya Ibu, Ray tahu hal itu," jawabku sambil terus melangkah.
POV Ray (6 jam sebelum gerhana)."Sebuah bangunan megah yang aneh tiba-tiba saja muncul dari dalam tanah, kemunculan bangunan itu disertai dengan terjadinya gempa dahsyat. Gempa yang bukan saja terjadi di sekitar kemunculan bagunan aneh itu, tapi hingga melanda keseluruh kota Jakarta."Sebuah headline dari berita yang muncul di beberapa stasiun televisi nasional, yang tentu saja membuat geger seluruh warga. Apalagi peristiwa gempa telah membuat orang-orang menjadi panik, kaca-kaca gedung pecah. Bahkan sebagian bangunan milik warga ada yang rubuh, hingga ada juga yang rata dengan tanah.Seluruh stasiun televisi menyiarkan fenomena aneh ini. Aparat dari kepolisian dan militer pun mensterilkan sekitar Senayan. Hanya pihak pemberitaan yang bisa mendekati lokasi, walau area yang diliput di batasi. Tapi semua lapisan masyarakat bisa melihat bangunan megah itu dari jauh.Bangunan besar, menyerupai sebuah istana raja-raja. Yang tiba-tiba saja ter
POV MariaLelaki berambut abu-abu itu berdiri si depan kami, senyumnya tersungging. Namun aku tak merasakan keramahan dari senyuman itu, tapi kengerian yang mulai menjalar ke seluruh tubuhku."Halo Keponakanku, apa kabar?" sapa lelaki itu."Ahhh...., ponakan!" Pikirku."Thomas....," gumam Ray, dia berdiri dengan posisi waspada.Aku heran siapa laki-laki ini, meski menyebut Ray dengan kata keponakan, tapi Ray terlihat tak bergeming dari tempatnya. Sepertinya ada percakapan batin dari kedua orang ini, yang tak bisa aku dengar."Aku hanya ingin menyapa saja, tak apa kan," kata Thomas."Kenapa?""Wajar bukan seorang paman menyapa keponakannya. Apalagi kalau basa-basi ini diperlukan sebelum kita bertemu lagi dalam pertempuran," kata Thomas. Dia menoleh ke arahku."Sore nona, pacarmu Ray?""Thomas, sudahi semua ini. Kamu tahu siapa Azazel bukan?""Aku tahu Ray, hanya saja aku lebih