Earnest terdiam sejenak saat berada di dekat mobil, pandangannya tertuju pada jendela di mana bayangan Emilio tengah berdiri di sana. Setelah melihatnya ia berangsur masuk ke dalam mobil. Earnest terdiam duduk di kursi belakang, satu tangannya menopang kepalanya. Raut wajahnya sudah terlihat tidak baik, sungguh serius dan semrawut. “Tuan, apa langsung pulang?” sang sopir bertanya dengan hati-hati. “Tidak, pergi ke tempat biasa,” jawabannya begitu jelas, tegas dan singkat. Mobil pun melaju meninggalkan kediaman Emilio, sepanjang perjalanan Earnest tidak bisa duduk tenang, dia masih memikirkan apa yang akan dilakukan Eito pada Emilio? dia terus berpikir, menguras otaknya berusaha mencari solusi agar tidak terjadi pertumpahan darah di antara kedua putra yang telah dibesarkannya walau sebenarnya, mereka tumbuh mengikuti keadaan yang membuatnya kuat dan mampu menerjang gelapnya dunia yang dibangun oleh ayahnya sendiri. Earnest memejamkan ke
Di samping mobil bersandar seorang pria bertubuh tinggi dan tegap, ia mengenakan setelan jas buatan tangan yang membalut tubuhnya, dengan gayanya yang sedikit santai, satu tangan dimasukkan ke dalam saku celananya, tangan yang lainnya memegang rokok, asap rokok keluar dari mulutnya menghilang bersamaan dengan angin yang mulai berhembus. Ezra keluar dari gedung pusat perbelanjaan, saat keluar dia melihat sosok Sebastian, matanya begitu bersinar, ia hanya mengulas senyum sembari berjalan menghampiri Sebastian. “Kenapa kamu berada di sini?” Sebastian tidak menjawab, ia mendekap tubuh Ezra lalu menundukkan kepalanya untuk mencium bibir Ezra yang ranum. Keduanya berdiri di tepi jalan, Sebastian tidak memikirkan keadaan sekitar ia masih saja meneruskan ciumannya di depan umum. Tanpa sadar Ezra merangkul leher Sebastian, berusaha mengimbangi ritme pria yang ada di hadapannya, semakin dalam ciuman yang diberikan oleh Sebastian, semakin dia ten
Ezra cukup kesal, salahnya sendiri terlalu menganggap remeh Sebastian, ternyata dia bisa melakukan apa pun sama seperti yang dia katakan sebelumnya. Ya, dia lupa bahwa Sebastian adalah tangan kanan Tuan muda Emilio, jadi tentu saja dia bisa melakukan apa pun yang dia mau seperti sekarang ini. Pada saat ini tubuhnya hanya dibungkus oleh sehelai handuk besar, sama sekali tidak mengenakan apa pun. Ezra sedikit panik tapi, dia tidak bisa berbuat apa pun lagi. Sebastian sudah berada tepat di depannya. Sebastian merubah posisinya, dia langsung menekan tubuh Erza pada dinding, kecupan kecil terjatuh pada bahunya yang terbuka, sentuhan bibirnya yang sangat terasa hangat kala menyentuh kulit putih Ezra. Sebenarnya Ezra tidak ingin membiarkan Sebastian mencapai tujuannya semudah itu, akan tetapi dia tetap kurang berpengalaman dalam hal seperti ini, sedangkan Sebastian sudah terlihat cukup ahli dalam menggoda wanita, dengan lihainya dia menciumi bibir Ezra
Langit malam tampak sama, begitu gelap. Angin malam terasa semakin dingin dan menusuk tulang menembus pakaian yang membalut tubuh, seorang pria tengah berdiri di rooftop, kedua tangannya mecengkeram pagar pembatas, dilihat dari sana, area bawah begitu kecil, orang-orang bagaikan semut yang berlalu lalang. Emilio diam mencoba merasakan angin yang berhembus menyentuh kulitnya yang tipis, ia kembali mengenang saat pertama kali dia memberanikan diri untuk tampil dan berusaha menyelamatkannya jadi ajang bunuh diri. Ia duduk, menyandarkan tubuhnya pada dinding pembatas, matanya terpejam sejenak, ia mengambil sebungkus rokok, mengeluarkan satu batang dan menjepitnya di antara bibirnya yang tipis. Tangan satunya mencari maci miliknya di semua saku hingga akhirnya dia menemukannya di saku dalam jasnya. Ia menyalakan macisnya dan menempatkan rokoknya di depan macis, api biru itu membakar sedikit ujung rokoknya dan Emilio menariknya perlahan, ia menyesapnya lalu me
Keesokan harinya Elijah terbangun, dengan seorang kecil dan seorang besar tengah tertidur di sampingnya. Ia tidak mengingat apa pun setelah dia tertidur, ia juga tidak mendengar Emilio masuk ke dalam kamar. Dia benar-benar tidur nyenyak tadi malam. Elijah bangkit, dia membawa Stela untuk dimandikan dan memberinya susu, ia membiarkan Emilio tidur lebih lama, sebelum berangkat ke kantor. Saat semuanya telah selesai, Elijah kembali membawa Stela ke kamar, di sana Emilio masih meringkuk, ia mendekatinya tampak keringat memenuhi dahinya, sesekali kepalanya bergerak ke kiri dan ke kanan, terlihat seakan tengah bermimpi buruk. Merasa ada yang tidak beres dia pun meletakkan Stela di kasur, lalu beralih pada Emilio yang masih saja terpejam, dirabanya dahi serta leher Emilio, ia merasakan panas berlebih di punggung tangannya. “Apa yang terjadi? Kenapa panas sekali?” Elijah terus bertanya-tanya dalam benaknya. Ia mundur selangkah, lalu kembali berpikir qpq
Di sebuah taman, padang rumput terhampar luas, pohon-pohon rindang berjejer mengelilingi area pagar pembatas, ada aliran sungai buatan persis seperti aslinya, suasananya sejuk, terdengar kicauan burung yang saling bersautan, di bawah pohon yang rindang duduk seorang pria besar dengan menggendong seorang anak perempuan. Sejenak matanya terpejam, merasakan hembusan angin yang melintas bertabrakan dengan tubuhnya. Satu tangannya mengusap lembut puncak kepala sang anak. Si pria membaringkan tubuhnya di antara padang rumput yang hijau, dia memeluk sang anak lalu kembali memejamkan kedua matanya, menikmati hangatnya mentari yang menyinari tubuhnya dan juga hembusan angin yang melintas. “Stela, rasanya ayah ingin kau tetap kecil seperti ini, aku tidak ingin kehilanganmu ataupun ibumu,” Emilio setengah berbisik pada Stela kecil. Di sisi lain Elijah berteriak ketakutan saat mendapati Emilio menghilang, ia terlebih dahulu mencari Stela ke pavilionnya, tapi dia t
Selesai makan makan, zemilio duduk di sofa, sementara Stela tengah digendong oleh pelayan. Emilio setengah memejamkan matanya, telinganya masih mendengar acara siarann tv yang sedang ditontonnya. Elijah keluar dari dapur seraya membawa segelas air putih serta kantong obat yang diresepkan oleh dokter Rayn untuk Emilio. “Sudah saatnya minum obat, bangunlah sebentar.” “Uhm,” Emilio membuka matanya, perlahan dia merubah posisi duduk sempurna. Elijah menyodorkan beberapa tablet obat pada Emilio, lalu memberikannya air minum setelah Emilio menegak habis obatnya. “Minuimlah lebih banyak, dokter Rayn berpesan untuk minum air putih lebih banyak dari hari biasanya.” “Apa kau percaya padanya?” “Tentu saja, dia kan seorang dokter,” balas Elijah dengan bangga seakan mengagungkan dokter Rayn dihadapannya. “Uhm, apa kau ingin mendengar sesuatu tentangnya?” Emilio sedikit menggodanya, tapi tak disangka dia mengigit umpan
Di tegah salah paham tentang apa yang dikatakan oleh Elijah, tiba-tiba pintu diketuk dari luar, suara yang tak asing itu terdengar jelas. Emilio berbalik, ke arah suara itu berasal, ia menatap tajam ke arah pintu. “Tuan, Tuan Eito datang.” Deg! Emilio merasakan perasaan yang aneh, ia tahu persis jika Eito tidak akan menampakkan dirinya sendiri dengan begitu mudah, ada sesuatu yang mengganjal di hatinya saat mendengar Eito datang ke mansionnya, padahal dia sangat ingin mencarinya dan menangkapnya. “Aku akan turun.” Jawab Emilio datar. Benar saja, di ruang tamu telah berada Eito dengan seorang pria yang tidak pernah ia lihat ataupun berkomunikasi dengannya. Emilio berjalan melihatnya dengan tatapan yang pnuh tanda tanya. Entah bagaimana, ia berhasil , mendapatkan kunci, melihat rekan serta keinginan koleganya sirna begitu saja. Emilio menatap Eito dengan tatapan yang sangat tajam, ia bahkan tidak membiarkan Eito sesuk