Dua mobil beriringan masuk ke halaman luas sebuah vila yang cukup besar dan mewah di kawasan puncak. Vila dua lantai milik keluarga Alfa, bercat putih dengan arsitektur modern yang terlihat paling besar di antara bangunan lain di sekelilingnya. Tak salah vila ini jadi pilihan karena keluarga Alfa adalah pencetus awal acara liburan bersama akhir tahun ini.
Begitu turun dari mobil dua keluarga itu segera saling menyambut. Nela dan Meira saling berpelukan, begitupun Melody yang mendapat pelukan hangat dari Nela. Rudi bersalaman dengan Meira dan Fendy, kemudian memeluk hangat Melody selayaknya putri kandungnya yang lama tak berjumpa.
“Sehat selalu, Sayang?” sapa Rudi begitu melepas pelukan singkatnya kemudian mengusap lembut kepala Melody.
“Sehat selalu, Om,” jawab Melody sambil tersenyum.
“Kak Mel,” sapa Boy yang mendekat ke arah gadis itu setelah salim pada kedua orang tua Melody.
“Hai Boy, tambah tinggi aja, lo,” sapa Melody sambil mengacak ram
Sedikit ganti suasana ya bahas acara liburan Alfa dan Melody yang pastinya lebih seru dan maaf semakin "dewasa" ☺️🙏☺️
Melody bertahan pada posisi berdirinya, menatap tak percaya sosok yang malam ini berada di kamarnya. Tubuh tegap yang hanya berbalut kaos warna gelap tanpa lengan dengan bawahan celana pendek yang pada akhirnya menampilkan pemandangan langka seorang Alfa yang berkulit putih bersih. Pemandangan langka yang baru sekali ini dia lihat dari cowok itu. Melody merasa malu menyaksikannya, tapi keterkejutannya justru membuat dia tak mengalihkan pandangan dari cowok yang duduk diam di pinggir ranjangnya. Jika boleh jujur, Alfa pun merasakan hal yang sama. Baju minim Melody yang nampak halus dan elegan melekat pas di tubuh mungil ramping dan putih itu saat ini sangat mengganggu fikirannya. Secuek apapun dirinya, dia tetaplah lelaki normal yang memiliki hasrat. Selama ini dia fine melihat penampilan Melody di rumah yang seringkali mengenakan t-shirt santai dan celana hotpants yang seringkali memamerkan kulit mulusnya. Dia sudah terbiasa melihat pemandangan seperti itu karena di luar san
Melody tengah membantu Pak Mat menyiram bunga ketika orang-orang kembali dari acara jogging pagi itu. Boy segera berlari menghampiri calon kakak iparnya yang pagi ini nampak cantik dan seksi dengan rok mini santai di atas lutut. “Kak Mel udah baikan?” tanya Boy dengan nada khawatir. “Udah mendingan, kok,” jawab Melody sambil tersenyum. Namun sepertinya Boy tak percaya begitu saja. Dia menoleh ke arah mamanya dan mama Melody yang baru tiba. “Eh Sayang, badan kamu sudah enakan?” tanya Nela yang mendekat dengan raut wajah penuh kekhawatiran. "Mel udah baik-baik aja, Tante," jawab Melody sambil tersenyum meyakinkan. “Tante Mei, Kak Mel kalau sakit apakah suka bohong?” tanya Boy yang sengaja bertanya pada Meira karena merasa perempuan itu adalah yang paling mengenal putrinya di banding orang lain. Tiga lelaki dewasa lainnya yang baru datang hanya duduk-duduk di teras vila menyimak percakapan pagi itu. Meira tersenyum dan mengangguk ke arah
Melody memilih berbaring sambil menarik selimut tebalnya sampai batas dada sebagai isyarat bahwa dia tak ingin terjadi apa-apa malam ini. Cukup Alfa tidur di sampingnya tanpa berbuat sesuatupun seperti yang terjadi kemarin malam. Di ranjang luas itu, Alfa berbaring miring menghadap Melody. Lampu tidur sudah di nyalakan, sinar temaramnya menjanjikan suasana romantis yang syahdu. Melody mencoba menahan nafas supaya tak menangkap aroma parfum maskulin yang entah kenapa berhasil membuatnya semakin gila dan berfantasi ria. Dia tak ingin pertahanan dirinya roboh, dengan sekuat tenaga menahan diri sendiri jangan sampai melihat ke arah Alfa karena takut tergoda pada dada bidang yang kenyataannya memang sungguh nyaman sebagai tempat untuk menghilangkan rasa dinginnya malam. Apalagi dada tanpa pelapis kain seperti yang dia rasakan kemarin malam. “Ahhh … tidakkkkk … kenapa anganku menjadi segini mesumnya???” keluh Melody dalam hatinya. Alfa hanya senyum-senyum melihat sikap dia
Cuaca sedikit mendung mewarnai malam pergantian tahun baru. Gerimis sudah membasahi bumi sejak siang tadi, namun untungnya semakin malam cuaca semakin cerah meskipun tak nampak bintang ataupun rembulan di langit. Setidaknya, bukan hujan deras dan badai yang mewarnai malam ini hingga bisa membatalkan acara banyak orang yang sudah jauh-jauh hari merencanakan kebersamaan. Mungkin dengan keluarga mereka, teman-teman atau orang terkasih mereka. Malam pergantian tahun adalah saat paling istimewa untuk di habiskan bersama. Kita review kehidupan selama setahun kemarin yang sudah di jalani, yang baik di tingkatkan dan yang kurang baik untuk segera di rubah menjadi baik atau di tinggalkan. Untuk tahun yang baru datang, kita siapkan sebaik mungkin rencana-rencana terbaik untuk mencapai segala mimpi dan harapan kita, dengan doa dan usaha yang berjalan bersama niscaya semua pasti akan tergenggam kedua tangan kita. Melody beserta semua penghuni vila menghabiskan waktu dengan persi
Libur tahun baru sudah berakhir. Rutinitas harian kembali menyapa lagi di mulai per hari ini di tanggal 2 januari. Hampir setengah hari penuh Melody tidak keluar dari ruang kerjanya. Beberapa orang manager mengajaknya diskusi mengenai pelaksanaan program kerja di tahun ini yang sudah mereka rencanakan semenjak dua bulan sebelumnya. Di usia mudanya Melody benar- benar di tuntut kecakapannya untuk memimpin banyak orang dan mengendalikan perusahaan besar keluarganya. Untuk proyek properti sendiri belum ada pembahasan. Semenjak pagi Melody belum bertemu dengan Bimo. Mungkin dia sibuk dengan program kerja perusahaannya sendiri atau mungkin sedang sibuk di ruang kerjanya yang bertempat di lantai 23. Melody sama sekali belum tahu kondisi di luar. Ketika para manager pamit undur diri dari ruangnya, gadis itu segera mengangkat kedua tangannya ke atas. Sedikit menggerakkan anggota tubuhnya untuk merileks-kan otot-otot tegangnya yang semenjak tadi di ajak serius.Diliriknya fossil mungi
Melody menatap heran ke arah Sisil.“Hari ini kan ada meeting pengusaha se-Jakarta Pusat, Mel. Nggak semua emang, tapi kebetulan perusahan keluarga kita dapat undangannya, tepatnya undangan mendadak yang baru masuk kemarin siang pas tanggal merah pula. Kevin sama Alfa kemarin malam udah teleponan juga kok, gitu juga Om Fendy dan papa gue.”Melody mengernyit heran bagaimana bisa dia tak tahu sama sekali tentang agenda hari ini. Ingatannya kembali dia layangkan ke hari kemarin ketika perjalanan balik dari Puncak ke Jakarta. Dia dan Alfa pisah mobil dan selama perjalanan Melody banyakan tidur karena merasa lelah dan pegal-pegal efek mulai pagi mereka keluar vila, ke tempat wisata kemudian siangnya langsung otw Jakarta. Mungkin itu yang membuatnya tak mengetahui apapun mengenai pertemuan mendadak para pengusaha hari ini. Melihatnya payah pasti papanya juga tak tega melibatkannya.“Trus kok elo tiba-tiba datang ke sini, tau banget kalo gue butuh elo
Melody dan Alfa berdiri di dekat meja Dista ketika Bimo berjalan menghampiri keduanya.“Kita jadi berangkat sekarang, Mel?” tanya Bimo memastikan jadwal mereka untuk pergi ke lokasi proyek di pagi ini.Alfa menatap diam ke arah Bimo dengan kedua tangan di dalam saku. Bersikap santai dan dingin seperti biasanya.Melody mengangguk, kemudian menoleh ke arah Alfa yang bersandar pilar di sampingnya.“Al, aku berangkat dulu, ya,” pamit Melody dengan kalimat hati-hatinya. Tak mudah meminta ijin kepada lelaki posesifnya ini meski sekedar keluar untuk urusan kantor. Apalagi jelas-jelas yang berangkat bersamanya adalah Bimo.Alfa mengulurkan tangannya mengusap lembut kepala Melody. Tak ada kata, hanya mengangguk dengan tatapan matanya yang melembut, tidak seperti ketika cowok itu menatap lurus ke arah Bimo. Sedangkan cowok yang mendapat tatapan dingin itu hanya diam melihat aksi mesra Alfa kepada Melody barusan. Tak bisa tertebak apa
Pagi yang cerah ceria. Melody sedang mematut diri di depan cermin sehabis mandi ketika Meira mengetuk pintu kemudian langsung masuk ke kamarnya. “Kamu sudah selesai mandi, Sayang?” tanya Meira lembut. “Sudah, Ma, ada apa?” tanya Melody yang merasa jika mamanya ada maunya. “Setelah sarapan kamu ke rumah Tante Nela ya, antarin kue bikinan mama. Mama bikin kue kesukaan Alfa.” Melody terdiam. “Melody berangkat sendiri, Ma?” “Iyalah berangkat sendiri karena setelah ini ada teman-teman arisan mama datang ke rumah.” “Sama mama aja deh, setelah selesai arisan.” Setelah melontarkan permintaanya, Melody justru terdiam karena teringat dan mempertimbangkan sesuatu. Datang ke rumah Alfa sendirian yang artinya harus ketemu sama cowok yang satu bulan lagi akan bertunangan dengannya. Yang dia benar-benar belum pernah sama sekali melakukannya hingga belum terfikir bagaimana dia harus menghadapi cowok itu dan keluarganya. Jujur a
Entah berapa jam Melody tak sadarkan diri dia tak mengetahuinya. Ketika matanya terbuka dia hanya menyadari bahwa kini sedang tidak berada di kamarnya. Sebentar memutar bola matanya hanya ruang kamar serba putih yang di lihatnya. Bau obat menyeruak ke indera penciumannya dan tepat di pergelangan tangannya dia merasakan ada rasa menekan dengan sedikit nyeri. Sebentar segera dia coba menggerakkan tangan dan mengangkatnya. Yang di lihatnya pertama kali adalah selang bening kecil, dan ternyata yang membuat pergelangan tangannya terasa tertekan dan nyeri adalah jarum yang menancap di situ, secara reflek Melody mendongak ke atas melihat kantong infus berisi tinggal separuh yang tergantung di situ. Perlahan ingatan Melody kembali, tentang bagaimana pada akhirnya dia bisa berada di sini. Tak salah lagi, ini adalah rumah sakit. Dengan gerakan lemahnya spontan dia mengelus perut ratanya yang sedikit masih terasa nyeri. Matanya memanas, entah kenapa dia merasakan kehilangan bahkan pada
Sebulan berlalu dari semua kejadian dan kisah tentang Bimo. Cowok itu akhirnya harus merasakan indahnya tinggal di dalam penjara, kasusnya cepat di putuskan karena banyak saksi dan diapun cukup kooperatif tak banyak perlawanan ataupun sanggahan atas tindak kejahatannya. Tak hanya kasus melukai Melody dan Alfa, dia terjerat juga kasus penggunaan narkotika. Di luar itu, ternyata Bimo juga terjerat kasus penggelapan uang perusahaan. Karena begitu urusan pekerjaan yang biasanya di pegang oleh Bimo di alih tangankan kepada orang lain nampak banyak kejanggalan pada laporan aliran keuangan. Terutama keuangan perusahaan Pak Edward yang masuk ke perusahaan Fendy Atma. Setelah di telusur lagi oleh tim forensik kepolisian, di temukan Bimo tak main sendiri, dia di bantu oleh Alisa, perempuan berstatus kekasih tersembunyi Bimo yang bekerja di bagian keuangan perusahaan Fendy Atma. Melody hanya menatap sedih gadis bernama Alisa yang sampai bersujud memohon ampun atas kesalahannya. Namun u
Melody telungkup di sisi ranjang tempat tubuh Alfa tak sadarkan diri. Sebentar pun dia tak mau meninggalkan lelaki yang sama sekali belum membuka mata semenjak kemarin di bawa ke rumah sakit, masuk ruang operasi sampai dengan di pindahkan ke ruang observasi khusus dengan campur tangan kekuasaan uang atas keinginan keluarga. Mimpi buruk seolah mengejar Melody setiap kali matanya terpejam, hingga menjadikannya bertahan berusaha membuka mata. Tangannya menggenggam erat tangan Alfa, doa tak henti dia panjatkan berharap tiba-tiba tangan itu bergerak balik menggenggam erat tangannya. Hampir dua puluh empat jam belum ada tanda-tanda bahwa Alfa akan tersadar, semua peralatan medis lengkap yang di butuhkan berada di kamar yang cukup luas ini.Meira, Nela, Fendy, Rudi, Boy, Rheiga, Sisil dan Kevin berjaga di luar. Bergantian mereka keluar masuk ruang berusaha membujuk Melody supaya bersedia untuk istirahat sejenak meredakan lelah dan setresnya. Tak henti meyakinkan gadis itu bahwa Alfa
Melody masih mengikuti langkah Bimo yang memperlakukan dirinya sebagai tawanan. Dirinya benar-benar tak habis fikir bagaimana seorang Bimo nekat melakukan kejahatan seperti ini di kondisi sekarang. Sama sekali tidak mempertimbangkan keadaan yang bisa saja tidak berpihak padanya. "Mas Bimo, sadarlah, tindakan Mas Bimo ini tidak benar, berbahaya," Melody masih berusaha bersikap baik menyadarkan cowok ini. Di apa-apain juga, selama bekerjasama dengannya dia selalu menampakkan sikap baik di depannya. Urusan sikap dia itu asli atau palsu, buat Melody saat ini tak jadi soal. Dia hanya ingin selamat dan tidak terjadi apa-apa dengan dirinya dan Bimo, apalagi dengan tindakan-tindakan kekerasan. "Selama ini aku sudah berusaha bersikap benar tapi hal itu tak pernah nampak di mata dan hati kamu, Mel. Hari ini, nggak ada salahnya kan aku sekali berbuat tidak benar tapi pada akhirnya bisa memiliki hidup bersama kamu. Setelah ini kita akan menikmati indahnya surga dunia bersama, Me
Meeting di hari kedua lebih seru dari hari kemarin. Lebih banyak hal dan permasalahan di masing-masing grup yang di bahas pada hari ini selain dari perwakilan masing-masing grup yang harus menyampaikan laporan pertanggungjawaban kuartal satu. Dan tepat mulai jam tiga sore, beberapa kolega yang merupakan tamu undangan mulai di ikutkan masuk ke forum. Termasuk Pak Edward dan sesuai prediksi Alfa, Bimo nampak hadir juga saat ini. Semenjak seseorang yang sedang Alfa waspadai itu masuk ruang, tak hentinya mata cowok itu menatap tajam ke arah Bimo tanpa sungkan-sungkan lagi tak memikirkan apakah cowok itu akan merasa atau tidak jika ternyata sedang di lihatnya. Alfa sengaja memperhatikan setiap gerak gerik Bimo yang sering mencuri pandang ke arah Melody padahal saat ini gadisnya itu banyak diam karena di sesi ngobrol bersama kolega ini para peserta meeting lebih banyak berbincang dengan Pak Fendy selaku Presdir Fendy Atma Group. Setelah penuh dengan diskusi seru antara pes
Melody sedang berada di ruang kerja Fendy bersama Dista. Mereka membahas rencana meeting direksi kuartal pertama tahun ini yang biasanya di adakan dengan menginap di sebuah cottage atau hotel sekaligus untuk refreshing karyawan di sepertiga tahun pertama. Yang bertujuan untuk menjaga semangat kerja para pejabat perusahaan supaya tetap fresh dalam memimpin dan mempertahankan kinerja terbaik di masing-masing bagiannya. “Jadi gimana, Dis, budgetnya apakah sudah fixed semua?” tanya Fendy pada Dista. “Sudah, Pak. Tadi sudah saya serahkan kepada Alisa supaya di aturkan booking ball room beserta kamar-kamarnya,” jelas Dista. “Berapa total pesertanya nanti?” tanya Fendy selanjutnya. “Total 7 orang direktur di tambah 16 orang manager, Pak,” jawab Dista sambil melihat catatan anggaran budgetnya. “Baik, nanti hitungkan sekalian seperti biasa buat kita, kamu ajak putri dan suami kamu juga, kan? Kasian di tinggal sibuk terus sama kamu,” ujar Fendy sambil t
Begitu Melody menyusul Boy ke lantai dua, Rheiga segera berjalan ke arah kamar tamu yang terletak tak jauh dari ruang keluarga. Di sofa ruang keluarga tempat biasanya di pakai untuk nonton tivi bersama, nampak Alfa dan Hesta yang sedang duduk berdua. Rheiga menahan langkahnya dan berlindung di balik almari hias tempat pajangan pernak pernik koleksi Nela. Dari tempat itu terdengar jelas pembicaraan Hesta dan Alfa.“Al, kamu sungguh bisa maafin kesalahanku, kan?” rayu Hesta tak ubahnya gadis SMA yang mau di putuskan oleh pacarnya. Entah hilang kemana urat malu perempuan itu yang pada hari ini masih nekat untuk menemui lelaki yang kemarin jelas-jelas menolaknya.Alfa diam sambil menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi.“Al, aku mohon, aku tahu kamu marah sama aku, tapi aku tahu hatimu tak sejahat itu ke aku. Apapun yang kamu katakan ke aku di rumahku kemarin bagiku tak lebih dari emosi kamu saja,” lanjut Hesta dengan nada penuh hiba. Menu
Minggu pagi yang cerah. Rheiga dan Alfa sedang duduk santai di pinggir lapangan basket komplek perumahan Alfa. Pagi-pagi tadi Rheiga menyusulnya, mereka menghabiskan waktu bersama dengan jogging menikmati kebersamaan pertemanan mumpung Rheiga sedang tak ada job. Sesuatu hal langka yang terjadi pada Rheiga dan Alfa di hari minggu. Aktifitas pagi mereka awali dengan jogging dan berakhir di sport center komplek perumahan. Ikut tanding basket sebentar bersama klub lokal komplek yang kebetulan sedang menggelar latihan bersama. Sambil beristirahat mereka membahas beberapa hal dan terutama tentang kejadian yang masih hangat kemarin. Tentang Hesta dan Melody. "Jadi elo jalanin rencana sesuai obrolan kita kapan hari?" tanya Rheiga pada Alfa. "Iya, dan sepertinya dugaanku tak meleset jauh, Bimo nampak begitu gencar dan lebih antusias mendekati Melody. Gue hanya perlu menangkap basahnya saja sebagai bukti." "Yang penting elo dan Melody harus tetap hati-hati, kar
Semenjak insiden Alfa dan Hesta pada hari itu, sepertinya Bimo benar-benar merasa peluang untuk mendekati Melody lebih terbuka lagi. Seperti yang dia lihat untuk waktu saat ini, jika dulu hubungan Alfa dan Melody nampak begitu baik dengan hal nyata bahwa Alfa tak segan menunjukkan perhatiannya untuk Melody di depan publik, yang terjadi sekarang adalah kebalikannya. Mereka berdua nampak saling diam. Melody memasang sikap cueknya, nampak begitu acuh dengan Alfa. Pun begitu dengan Alfa, yang ikut mendiamkan Melody dengan tak banyak mengajaknya bicara. Hanya satu dua kata saja mereka nampak bertukar suara, dan itupun tentang kerja. Tak banyak yang tahu rencana mereka berdua, hanya Dista satu-satunya yang mengerti semua cerita tentang Melody. Itupun Melody sampaikan di luar jam kerja, ketika mereka memutuskan pulang kerja bersama dan shoping bersama. Jika saja Dista tak melihat kejadian di ruang Melody pagi harinya, mungkin dia pun termasuk dalam orang-orang yang tidak akan Melod