Wu Long melangkah pelan memasuki Desa Qui Lin, sebuah desa yang selalu tenang dan tersembunyi di balik pegunungan. Kabut pagi menyelimuti rumah-rumah dengan lembut, memberikan kesan misterius seolah-olah desa itu terputus dari dunia luar. Suara langkah kakinya hampir tidak terdengar di atas tanah yang lembap, dan hanya sesekali terdengar gemerisik daun dari pohon tua di pinggir jalan. Udara terasa dingin, membawa aroma khas tanah basah dan rerumputan yang baru dipotong.Pikiran Wu Long penuh dengan pertanyaan. Kitab Pedang Hantu yang baru saja diberikan oleh Roh Naga Putih masih terasa berat di dalam kantongnya, seolah-olah menyimpan kekuatan yang belum ia pahami sepenuhnya. Ketika ia sampai di depan rumah sederhana yang ditempati oleh Dewa Jenius, Wu Long menarik napas dalam-dalam. Ia sudah terlalu lama dalam perjalanan, dan hari ini dia datang untuk mencari jawaban.Pintu rumah terbuka perlahan, dan dari balik kabut, sosok tua namun tangguh muncul. Dewa Jenius menatap Wu Long dengan
Wu Long terus berjalan menuju barat, angin pegunungan menyapu wajahnya seakan memberinya kekuatan baru. Desa Qui Lin semakin jauh di belakang, sementara pikirannya tertuju pada Pulau Pendekar Hantu yang kini menjadi tujuannya. Perjalanan ini, meskipun berbahaya, adalah satu-satunya cara untuk menguak kekuatan sejati Kitab Pedang Hantu. Namun, bayangan akan roh-roh pendekar sakti yang menjaga pulau itu tak henti-hentinya menghantui pikirannya.Ketika akhirnya ia tiba di kota Sui Jian, hari mulai beranjak malam. Suasana kota yang ramai dipenuhi pedagang, penjaga, dan pengelana dari berbagai daerah tak bisa mengalihkan fokus Wu Long. Ia tahu siapa yang harus dicari—Lao Shen, si tukang kapal legendaris yang dikenal mampu membuat kapal untuk melintasi lautan badai.Wu Long berjalan menuju dermaga, tempat para tukang kapal bekerja. Asap tipis mengepul dari bengkel-bengkel kayu, sementara suara gesekan alat dan palu memecah kesunyian malam. Di salah satu pojok dermaga, ia menemukan seorang p
Perahu Wu Long terombang-ambing di tengah lautan badai. Ombak menghantam kapal dengan ganas, membuat tubuhnya terhuyung, tapi matanya tetap fokus ke depan. Di ujung pandangannya, Pulau Pendekar Hantu mulai tampak samar-samar di balik kabut tebal. Udara di sekitarnya berubah semakin dingin, seolah hawa kematian mulai menyelimutinya.“Pulau ini benar-benar angker,” gumam Wu Long pada dirinya sendiri, napasnya mulai tertahan oleh ketegangan yang mengalir dalam darahnya. Sebelum terlalu dalam dalam pikirannya, tiba-tiba dari dasar laut muncul angin pusaran yang nyaris membalikkan kapalnya.Bruak!Kapal terhantam gelombang besar hingga hampir terbalik. Wu Long mencengkeram kuat tali layar, mencoba menjaga keseimbangan. Seketika ia mengeluarkan seruling Bambu Putihnya, meniupkan nada pelindung, nada yang menenangkan ombak dan angin di sekitarnya.Nada seruling itu bergema, melayang-layang di udara sebelum akhirnya menembus gelombang laut. Perlahan, badai mulai mereda, angin yang mengamuk be
Wu Long melangkah dengan hati-hati memasuki labirin di Pulau Pendekar Hantu. Udara di sekitarnya semakin berat, mengandung aura kematian dan energi dari jiwa-jiwa yang sudah lama menghilang. Suara langkahnya menggema di dinding-dinding batu yang terasa hidup, seperti labirin itu sendiri merupakan makhluk purba yang mengawasi setiap pergerakannya.“Kau sudah mengalahkan Tiga Roh Pendekar Kembar,” gumam Wu Long, seolah mengingatkan dirinya bahwa kemenangan itu hanya salah satu dari banyak rintangan yang menantinya.Langit di atas labirin tertutup kabut kelabu, dan Wu Long bisa merasakan hawa dingin menyelusup ke dalam tulangnya. Setiap sudut labirin penuh jebakan tersembunyi; seakan-akan tembok-tembok batu itu bisa bergerak dan berubah bentuk kapan saja. Di kejauhan, terdengar raungan makhluk-makhluk yang tak dikenal, seolah sedang menunggu mangsa yang berikutnya.Wu Long mengencangkan genggaman pada Seruling Bambu Putih yang ada di tangannya. Hatinya tenang, namun kewaspadaannya tetap
Wu Long terus berlari menuju cahaya itu, walaupun setiap langkahnya semakin berat. Keringat dingin menetes di dahinya, tubuhnya terasa lebih lemah dari sebelumnya, namun semangatnya tak goyah. Cahaya di ujung pandangan seolah memanggilnya, membuatnya semakin yakin bahwa di sanalah Pedang Hantu berada. Hawa kematian yang mengelilingi pulau ini semakin tebal, dan aura-arwah para pendekar pedang yang telah gugur terasa semakin dekat.Ketika Wu Long mendekati cahaya tersebut, suara berat menggema dari belakangnya, disusul oleh tiga sosok bayangan yang tiba-tiba muncul, melayang tanpa suara di udara. Mereka adalah Roh Tiga Pendekar Kembar, yang telah lama menjaga pulau ini. Mata mereka memancarkan cahaya kehijauan yang mematikan, pedang, golok, dan tongkat mereka siap untuk bertarung kembali.“Takdir kita bertemu lagi, Wu Long,” ucap salah satu roh, suaranya seperti datang dari dalam liang kubur.Wu Long menghentikan langkahnya, menatap ketiga sosok tersebut. "Kalian masih belum puas? Buka
Saat Wu Long menggenggam Pedang Hantu, getaran aneh terasa menjalar dari gagang hingga ke lengannya. Aura pedang itu begitu kuat, seakan hidup dengan energi yang liar. Namun, perasaan itu tak sebanding dengan gelombang hawa marah yang tiba-tiba memenuhi udara sekitarnya. Suara-suara seram mulai terdengar, bergema di antara pepohonan di Pulau Pendekar Hantu.“Manusia hina! Beraninya mengusik pusaka suci kami!”Wu Long tersentak, matanya melebar saat melihat kabut kelabu berkumpul di sekelilingnya. Dari kabut itu muncul sosok-sosok yang tampak memudar, roh-roh pendekar pedang yang telah lama gugur di medan laga, yang masih terikat pada pulau ini.Mata Wu Long mengamati satu per satu roh itu. Mereka tampak mengenakan pakaian prajurit dari berbagai zaman, masing-masing membawa pedang berkilauan dengan aura mematikan. Wajah mereka tidak lagi manusiawi, dipenuhi kebencian dan dendam, seolah-olah kematian tidak mampu memadamkan keinginan mereka untuk bertarung.“Kembalikan pedang itu, atau k
Wu Long berdiri tegak, tubuhnya masih lelah, namun pandangannya tetap waspada saat suara misterius itu bergema di udara. Suara itu bergetar seperti angin yang berbisik di antara pepohonan, namun jelas memiliki kekuatan yang tak terduga. Mata Wu Long menyipit, tangannya semakin erat menggenggam Pedang Hantu, dan detak jantungnya semakin cepat.“Siapa lagi yang akan muncul sekarang?” gumamnya dengan suara rendah, merasa tubuhnya belum siap untuk pertarungan berikutnya.Kabut tipis yang melayang di sekelilingnya perlahan terpisah, menampakkan sosok yang tinggi dan berjubah hitam. Sosok itu melangkah dengan tenang, seolah tidak terpengaruh oleh kekuatan pulau yang telah menelan banyak jiwa. Matanya yang berkilau memancarkan kebijaksanaan namun sekaligus menakutkan, sementara senyumnya yang samar terlihat di bawah bayang jubahnya.“Aku sudah menunggu kedatanganmu, Wu Long,” suara sosok itu terdengar lebih jelas, membuat Wu Long terkejut.“Menungguku?” Wu Long menatapnya dengan tajam, menco
Setelah menempuh perjalanan panjang dan penuh tantangan, Wu Long akhirnya tiba kembali di Desa Qui Lin. Saat matahari terbenam, langit membara dengan nuansa merah keemasan, menciptakan suasana magis di desa yang dulunya begitu akrab baginya. Namun, kini perasaan kerinduan itu diselimuti oleh kecemasan. Wu Long tahu bahwa perjalanan yang lebih berbahaya menantinya, dan dia membutuhkan petunjuk dari Dewa Jenius.Dengar-dengar, Peramal Sakti yang bisa membantunya tidak berada di desa ini, tetapi di Dunia Bawah Tanah yang kelam—suatu tempat yang ditakuti oleh banyak orang. Dengan semangat baru, Wu Long memutuskan untuk menantang kegelapan itu. Dia mengarahkan langkahnya ke pintu gerbang yang mengarah ke dunia bawah tanah, terletak di antara dua tebing tinggi yang menjulang.Saat dia melangkah masuk, hawa dingin dan lembab langsung menyergapnya. Suara tetesan air yang menetes dari stalaktit menambah suasana menakutkan. Setiap langkah yang diambil Wu Long membuatnya semakin merasakan ketega
BOOOM!Suara ledakan menggema dari dasar lembah yang terpencil, mengguncang tanah hingga bebatuan berjatuhan dari tebing-tebing curam. Lembah itu, yang selama ini dijuluki sebagai Lembah Iblis, tertelan kegelapan yang semakin pekat oleh kabut tebal yang menggantung seperti tirai neraka.Dedaunan yang bergerak seperti berbisik ketakutan saat angin kencang berputar liar, membawa aroma belerang dan abu yang menyengat. Pepohonan tua yang melingkupi hampir seluruh lembah berderak seperti hendak roboh, seakan takut pada kekuatan yang kini tengah bangkit dari dalam kehancuran lembah yang tak tersentuh ini.BOOOM!Ledakan lain meledak lebih keras, meretakkan tanah dan menciptakan lubang-lubang menganga di permukaan lembah. Burung-burung hantu yang biasanya menjadi penghuni setia tempat ini beterbangan panik, meninggalkan sarang mereka tanpa berani menoleh ke belakang.Di tengah kepulan asap hitam yang berputar seperti pusaran maut, seorang pemuda berdiri dengan kepala tegak. Pakaiannya serba
Angin dingin berembus pelan, menyapu halaman istana Nirvana Surgawi yang diselimuti cahaya keemasan. Aroma dupa membaur dengan wangi bunga plum yang merekah di sudut-sudut taman. Suasana sakral itu mendadak pecah oleh suara nyaring penuh kemarahan."Wu Long! Kenapa kau begitu tega membuat Ayah terluka?!"Suara melengking Putri Kaisar menggema di antara pilar-pilar megah. Mata jernihnya membara, menatap pemuda berbalut jubah hitam yang berdiri tegak tanpa sedikit pun gentar. Angin membelai rambut panjangnya yang terurai, menciptakan siluet yang tegas di bawah cahaya langit.Wu Long hanya menyipitkan mata, bibirnya melengkung tipis. "Jangan menyalahkan Wu Long, Ling'er ... aku yang salah!" suara lemah Kaisar Nirvana Surgawi menyela, menahan erangan kesakitan. Tangannya yang berlumuran darah masih menggenggam pedangnya erat, seolah tak rela melepaskan pertarungan yang baru saja terjadi."Sudah bagus aku tidak membunuh ayahmu setelah ia berulang kali mencoba membunuhku!" Wu Long berseru d
Wu Long menatap Kaisar Nirvana Surgawi dengan tajam. Udara di sekeliling mereka bergetar, seolah alam semesta pun menahan napas menyaksikan dua kekuatan besar yang akan bertarung.Tanpa peringatan, Wu Long melesat maju dengan kecepatan luar biasa. Pedang Jiwa Malamnya memancarkan cahaya kebiruan yang berpendar, menebas ruang dengan energi yang cukup untuk membelah gunung. Kaisar Nirvana Surgawi hanya tersenyum tipis, mengangkat Tombak Surya Abadi dan mengayunkannya dengan gerakan yang seolah lamban namun sarat dengan kekuatan luar biasa."CLANG!"Benturan dua senjata sakti menciptakan gelombang kejut dahsyat yang memecahkan lantai marmer istana. Getaran energi menyebar, meruntuhkan pilar-pilar raksasa dan membuat langit-langit bergetar. Wu Long terpental ke belakang, namun ia berputar di udara, mendarat dengan anggun di atas reruntuhan.Kaisar Nirvana Surgawi melangkah maju, mata emasnya bersinar penuh wibawa. "Kekuatanmu sudah meningkat, Wu Long. Tapi belum cukup untuk mengalahkanku.
Wu Long berdiri di antara reruntuhan yang berdebu, napasnya masih berat dan terengah-engah akibat pertarungan sengit melawan Chen Tian. Suara deru angin menyapu puing-puing, seakan ikut menangisi luka dan kelelahan yang masih membekas di tubuhnya. Meski demikian, bayang-bayang kegelisahan menari di balik matanya; hatinya tahu, satu pertarungan terakhir—pertarungan yang akan menentukan segalanya—masih menantinya.Di puncak gunung suci, Istana Kaisar Nirvana Surgawi menjulang megah, seolah terlahir dari legenda. Kabut tipis bercampur sinar keemasan mengelilingi menara-menara istana, memantulkan kilau mistis yang menyulap langit menjadi kanvas lukisan surgawi. Namun, di balik keindahan yang memukau itu, tersembunyi aura mengerikan yang seolah mengawasi setiap langkah yang mendekat.Wu Long mengulurkan tangannya dengan mantap, menggenggam Pedang Jiwa Malam—senjata yang kini kembali ke pelukannya seolah membawa janji akan balas dendam dan keadilan. Dengan langkah pasti, ia menyusuri jalan
Tubuh Wu Long terpental keras, menghantam bebatuan dengan dentuman yang menggetarkan tanah. Pedang Jiwa Malam terlepas dari genggamannya, menancap beberapa langkah darinya. Darah mengalir dari luka di dadanya, menetes di tanah yang kini penuh retakan akibat pertempuran dahsyat.Chen Tian melangkah mendekat dengan penuh percaya diri. Aura gelapnya semakin pekat, membuat udara di sekitarnya bergetar dengan tekanan yang hampir tak tertahankan. Iblis Penebas Langit berdenyut, seakan merayakan kemenangan yang sudah di depan mata.“Kau sudah kalah, Wu Long.” Suaranya dingin dan tajam. “Kekuatanmu tak cukup untuk menandingi kehendak kegelapan.”Wu Long berusaha bangkit, tetapi lututnya bergetar hebat. Matanya yang penuh tekad menatap Chen Tian dengan kebencian dan semangat yang tak padam. Namun tubuhnya tak mampu lagi merespons dengan cepat. Ia terengah-engah, menyadari bahwa dalam kondisinya sekarang, mustahil baginya untuk menang.Chen Tian mengangkat pedangnya tinggi-tinggi, bersiap mengh
Langit menggelegar, membelah kegelapan dengan kilatan petir ungu yang menari liar di antara awan merah darah. Suara gemuruh mengguncang tanah, seakan langit sendiri marah atas pertarungan yang akan menentukan takdir dunia. Hujan mulai turun, tiap tetesnya terasa seperti belati dingin yang menusuk kulit.Di bawahnya, Wu Long berdiri dengan napas tersengal. Jubah putihnya yang dulu bersih kini ternoda darah dan debu, mencerminkan pertempuran sengit yang telah ia lalui. Meski tubuhnya dipenuhi luka, matanya tetap menyala dengan tekad yang tak tergoyahkan. Di tangannya, Pedang Jiwa Malam berdenyut, seolah memahami beban yang dipikul pemiliknya.Chen Tian melangkah maju dengan aura mencekam. Setiap langkahnya mengguncang tanah, bayangannya memanjang di atas tanah yang bergetar di bawah tekanan energinya. Pedang raksasa hitamnya, Iblis Penebas Langit, berdenyut, retakan-retakan energi hitam menjalar di sekelilingnya, seakan hendak merobek realitas itu sendiri.“Wu Long, terimalah takdirmu.”
Asap putih mengepul di medan pertempuran, menyelimuti seluruh langit dengan cahaya keemasan. Ledakan Naga Purba yang dilepaskan Pek Long telah menghantam tubuh Chen Tian secara langsung.Wu Long mengatur napas di punggung naga putihnya, matanya tetap waspada. Apakah pertarungan ini sudah berakhir?Namun, sebuah suara menggema dari dalam asap tebal."Hmph. Tak kusangka, kau benar-benar bisa membangkitkan Pek Long."Dari dalam kepulan debu, siluet Chen Tian perlahan muncul. Jubah ungunya telah terkoyak, darah menetes dari sudut bibirnya, dan sebagian zirah obsidian yang melapisi tubuhnya retak. Namun, tatapan tajamnya tidak pudar sedikit pun—justru semakin membara.Wu Long mengernyit. Serangan itu seharusnya cukup untuk menghancurkan seorang Jenderal Langit.Chen Tian mengangkat tangan, dan seketika itu juga, energi hitam membara menyelimuti tubuhnya. Aura surgawi yang menakutkan menjalar ke seluruh medan pertempuran. Batu-batu di tanah melayang, angin berputar kencang, dan langit yang
Wu Long melangkah melewati gerbang terakhir yang terbuka dengan bunyi gemuruh. Ruangan di baliknya tidak seperti aula sebelumnya yang megah, melainkan sebuah medan luas yang tampak seperti dimensi lain. Langit berwarna merah tua berputar dengan badai energi, dan di tengah-tengahnya berdiri sosok tinggi yang memancarkan aura luar biasa.Jenderal Langit Kedelapan, Chen Tian, berdiri dengan kedua tangan bersedekap. Tubuhnya dilapisi zirah obsidian yang berkilauan, dengan jubah ungu yang berkibar tanpa adanya angin. Wajahnya tidak menunjukkan emosi, namun matanya berkilat seperti bintang yang menyaksikan kehancuran dunia. Di punggungnya tergantung senjata yang jarang digunakan para kultivator biasa—Pedang Kembar Penakluk Surga, dua bilah pedang yang masing-masing menyimpan kekuatan kehancuran dan penciptaan.Wu Long menghela napas panjang, tubuhnya masih terasa berat setelah pertarungan dengan Shen Zhi. Namun, ia tidak punya waktu untuk pulih. Chen Tian bukanlah lawan yang bisa diremehkan
Wu Long berdiri dengan susah payah, tubuhnya dipenuhi luka yang memerah, namun matanya tetap memancarkan tekad yang membara. Sebaliknya, Shen Zhi tampak seperti gunung kokoh yang tidak tergoyahkan, meskipun bahunya berlumuran darah akibat tebasan terakhir Wu Long. Aula megah tempat mereka bertarung kini sudah berubah menjadi reruntuhan, dengan patung-patung kuno retak dan lantai penuh retakan akibat kekuatan mereka.Shen Zhi menyeringai, tombaknya yang berselimut api naga masih menyala terang, memancarkan energi yang membuat udara bergetar. “Wu Long, aku akui kau tangguh. Tapi aku adalah Jenderal Langit Ketujuh, penguasa seni tombak surgawi. Tidak ada yang mampu bertahan dariku sejauh ini. Bersiaplah untuk akhir yang menyakitkan!”Wu Long menghapus darah di sudut bibirnya, lalu menancapkan pedang Jiwa Malam ke tanah. Dengan napas berat, ia mulai merapal mantra dengan nada rendah namun menggetarkan jiwa. Aura hitam pekat mulai keluar dari tubuhnya, membungkus seluruh ruangan dengan keg