Wu Long mengingat kembali pertemuannya dengan Shin Kang, penguasa Negeri Naga Api, saat berada di Perguruan Matahari dan Rembulan. Di sanalah, jauh di lembah terpencil, ia pertama kali mendengar nama itu—sebuah nama yang kini membawa kekhawatiran tersendiri.“Aku sudah lama tak mengayunkan Pedang Matahari dan Pedang Rembulan dalam pertempuran,” gumamnya pelan. “Ingin sekali dikenal sebagai Pendekar Matahari dan Rembulan... Bagaimana kabar Shun Ming sekarang?” Hatinya terasa getir; sudah lama ia meninggalkan perguruan itu tanpa pesan, tanpa kepastian. Tapi ia tahu, Shun Ming memiliki pengetahuan tentang Benua Empat Elemen—pengetahuan yang mungkin berguna dalam pencariannya.Tak lama, Wu Long tiba di Perguruan Matahari dan Rembulan. Pandangannya bertemu dengan seorang gadis yang berdiri di halaman depan, wajahnya bersinar cerah, seolah-olah alam di sekitarnya pun ikut tersenyum. Gadis itu mendekat dengan langkah ringan, dan seketika, Wu Long terpaku—keindahan Shun Ming melampaui ingatan
Benua Empat Elemen adalah daratan yang luar biasa, dipenuhi dengan keajaiban dan kekuatan elemen purba: api, angin, air, dan tanah. Keempat negara besar di benua ini saling menjaga keseimbangan dengan perjanjian yang telah bertahan selama ratusan tahun. Namun, tanda-tanda kehancuran mulai muncul ketika sebuah meteor misterius jatuh di pusat benua, membawa kekuatan asing yang mengancam menghancurkan harmoni elemen.Fire Dragon Country - Shin KangDi sebelah timur, Shin Kang, seorang pemimpin yang terkenal dengan keberanian dan kekuatan luar biasa, memimpin Fire Dragon Country. Negeri ini dikenal karena lautan pasir vulkanik dan naga-naga api yang terbang bebas di langit. Shin Kang adalah pemegang Pedang Inferno, senjata legendaris yang mampu membakar apa pun hingga abu. Namun, kebanggaannya akan kekuatan apinya membuatnya sering dianggap arogan oleh pemimpin negara lain.Shin Kang juga bisa summon Naga Api Shankar yang mampu menyemburkan api besar untuk membakar satu kota.Shin Kang pe
Langit cerah membentang di atas pelabuhan Negeri Naga Api, memperlihatkan warna kemerahan yang berpadu dengan kilauan air laut. Aroma asin udara bercampur dengan bau arang terbakar, menyambut Shun Ming dan Wu Long saat kapal mereka merapat. Shun Ming menghirup dalam-dalam udara itu, matanya berbinar melihat kemegahan negeri yang berdiri di depan mereka."Indah sekali negeri ini!" serunya, suaranya dipenuhi kekaguman, seolah seluruh keindahan dunia terkumpul di sini.Wu Long, berdiri tegak di sebelahnya, tidak menunjukkan antusiasme yang sama. Matanya tajam memindai penjaga bersenjata yang berbaris di sepanjang dermaga, helm mereka berkilat diterpa matahari. Dadanya terasa berat, pikirannya dipenuhi kekhawatiran. Shin Kang, pemimpin Negeri Naga Api, adalah sosok yang harus diwaspadai, terutama karena Seruling Bambu Putih yang kini ia bawa.“Jangan terlalu terpesona, Shun Ming,” ucapnya rendah, nyaris seperti gumaman. “Kita tidak tahu apa yang menanti di sini. Negeri ini bisa jadi peran
Wu Long merasakan hawa dingin menjalari punggungnya, sementara Shun Ming hanya berdiri diam, matanya berbinar penuh rasa ingin tahu. Aroma kayu terbakar semakin menusuk hidung, menguatkan firasat bahwa perjalanan mereka baru saja dimulai.Wu Long menarik napas dalam, seolah hendak berkata sesuatu, namun mendadak suasana di pelabuhan berubah. Suara seruan perintah menggema, dan sekelompok prajurit berbaris mendekat, membawa aura ketegangan yang hampir menyesakkan udara. Langkah mereka berat dan terkoordinasi, mendominasi dermaga dengan kehadiran yang mengintimidasi.“Pengawas pelabuhan, kami membutuhkan laporan Anda,” ujar seorang pria berpakaian lebih mewah, jubah merah dengan lambang naga keemasan di dadanya. Wajahnya keras, dengan mata tajam yang menyapu sekeliling.Prajurit yang tadi berbicara dengan Wu Long langsung berdiri tegak memberi hormat. “Tuan Jenderal Kang Wei,” katanya dengan nada hormat. “Tidak ada hal mencurigakan, selain dua pendatang ini.”Jenderal Kang Wei menoleh,
Mereka melangkah ke jalan berbatu yang membawa mereka ke jantung kota Negeri Naga Api. Bangunan-bangunan kayu menjulang dengan atap melengkung yang dihiasi ukiran naga, ujung-ujungnya berkilauan keemasan di bawah matahari sore. Suara hiruk-pikuk pedagang, langkah kaki para pejalan, dan bunyi gemerincing lonceng kecil dari para penjaja barang memenuhi udara. Aroma rempah-rempah bercampur dengan asap kayu terbakar menggelitik hidung mereka."Negeri yang indah ... sayang sekali negeri ini tidak bersahabat dengan pendatang," ucap Shun Ming.Wu Long tetap waspada, matanya terus mengamati sekeliling. Ia bisa merasakan tatapan-tatapan tajam dari beberapa penjaga yang berdiri di persimpangan jalan. Wajah mereka tertutup helm, tetapi gerak-geriknya penuh siaga. “Mereka tidak hanya menjaga,” pikir Wu Long. “Mereka mencari sesuatu... atau seseorang.”Shun Ming, meski masih terpesona oleh keindahan negeri ini, mulai memahami beratnya situasi. Ia berjalan di belakang Wu Long, tidak lagi berlari-la
Wu Long mendongak, wajahnya tegang. “Dia sudah dekat,” katanya pelan, hampir seperti berbicara pada dirinya sendiri. Shun Ming menggigit bibirnya, merasakan sesuatu yang besar dan mengerikan sedang mendekat—sesuatu yang tidak bisa mereka hindari.Langit di atas Negeri Naga Api berubah menjadi pusaran awan gelap yang berkilauan dengan semburat merah darah. Angin kencang berputar, membawa hawa panas yang menyesakkan. Suara gemuruh makin keras, mengguncang setiap jengkal tanah. Wu Long dan Shun Ming berlari mencari perlindungan di antara gang-gang sempit, tetapi sensasi aneh di udara membuat Wu Long berhenti tiba-tiba.“Dia di sini,” gumam Wu Long, napasnya memburu. Matanya terpaku ke arah pusat kota, di mana menara istana Shin Kang menjulang, ujungnya terlihat seperti menusuk langit yang mengancam.Shun Ming mencengkeram lengan Wu Long, wajahnya penuh ketakutan. “Apa maksudmu? Siapa di sini? Raja Void?”Belum sempat Wu Long menjawab, ledakan besar mengguncang udara. Api raksasa membumbu
Raja Void menyeringai di balik topeng peraknya, meski sinar matanya yang dingin memancarkan kesan murka. "Kau berpikir benda kecil itu bisa menghentikanku?" katanya, suaranya seperti kilatan es yang menusuk tulang. Wu Long tidak gentar. Ia mengangkat Seruling Bambu Putih di tangannya, suaranya makin kuat, melodi memikat namun penuh ancaman mengisi udara. Shun Ming, meskipun hatinya penuh ketakutan, berdiri kokoh di depannya, belati kecilnya mencerminkan cahaya api yang masih mengamuk di sekitar mereka. Shin Kang, yang sebelumnya hanya mengarahkan naga apinya pada Raja Void, kini mengalihkan perhatian ke Wu Long. "Berani sekali kau, orang asing!" serunya. Dengan satu gerakan, ia memerintahkan naga apinya meluncur ke arah Wu Long. Penampilan Wu Long yang jauh berbeda saat ditemui Shin Kang di Perguruan Matahari dan Rembulan ini membuat pemimpin negeri api ini tidak mengenalinya.Naga api meluncur dengan cepat menuju ke arah Wu Long, sementara Pendekar seruling bambu putih ini masih t
Wu Long meniup Seruling Bambu Putihnya dengan intensitas yang meningkat, nada-nada tajam meluncur di udara, menciptakan badai energi yang mendinginkan udara panas di pelabuhan. Shin Kang, yang tadinya penuh percaya diri, mulai mengerutkan dahi. Sesuatu tentang Wu Long terasa familier. Dia memicingkan mata, mencoba mengingat. "Kau… Pendekar Pedang Mentari dan Rembulan!" Shin Kang berseru, tangannya gemetar. "Jadi kau yang mencuri Seruling Bambu Putih dari dasar Lembah Mentari?" Wu Long menoleh sekilas, bibirnya membentuk garis tegas. "Aku tidak mencuri apa pun. Seruling ini milikku, seperti darah yang mengalir dalam nadiku." Dia kembali meniup seruling, kali ini nada-nadanya menjadi lebih menggema, seperti ribuan bilah angin tajam yang menyerang naga api Shin Kang. Naga api mengerang keras, tubuhnya yang menyala-nyala mulai bergetar tak terkendali. Api yang semula mengamuk kini berkurang intensitasnya, dan Shin Kang berusaha keras mempertahankan kendali. "Kau pikir seruling itu bisa
BOOOM!Suara ledakan menggema dari dasar lembah yang terpencil, mengguncang tanah hingga bebatuan berjatuhan dari tebing-tebing curam. Lembah itu, yang selama ini dijuluki sebagai Lembah Iblis, tertelan kegelapan yang semakin pekat oleh kabut tebal yang menggantung seperti tirai neraka.Dedaunan yang bergerak seperti berbisik ketakutan saat angin kencang berputar liar, membawa aroma belerang dan abu yang menyengat. Pepohonan tua yang melingkupi hampir seluruh lembah berderak seperti hendak roboh, seakan takut pada kekuatan yang kini tengah bangkit dari dalam kehancuran lembah yang tak tersentuh ini.BOOOM!Ledakan lain meledak lebih keras, meretakkan tanah dan menciptakan lubang-lubang menganga di permukaan lembah. Burung-burung hantu yang biasanya menjadi penghuni setia tempat ini beterbangan panik, meninggalkan sarang mereka tanpa berani menoleh ke belakang.Di tengah kepulan asap hitam yang berputar seperti pusaran maut, seorang pemuda berdiri dengan kepala tegak. Pakaiannya serba
Angin dingin berembus pelan, menyapu halaman istana Nirvana Surgawi yang diselimuti cahaya keemasan. Aroma dupa membaur dengan wangi bunga plum yang merekah di sudut-sudut taman. Suasana sakral itu mendadak pecah oleh suara nyaring penuh kemarahan."Wu Long! Kenapa kau begitu tega membuat Ayah terluka?!"Suara melengking Putri Kaisar menggema di antara pilar-pilar megah. Mata jernihnya membara, menatap pemuda berbalut jubah hitam yang berdiri tegak tanpa sedikit pun gentar. Angin membelai rambut panjangnya yang terurai, menciptakan siluet yang tegas di bawah cahaya langit.Wu Long hanya menyipitkan mata, bibirnya melengkung tipis. "Jangan menyalahkan Wu Long, Ling'er ... aku yang salah!" suara lemah Kaisar Nirvana Surgawi menyela, menahan erangan kesakitan. Tangannya yang berlumuran darah masih menggenggam pedangnya erat, seolah tak rela melepaskan pertarungan yang baru saja terjadi."Sudah bagus aku tidak membunuh ayahmu setelah ia berulang kali mencoba membunuhku!" Wu Long berseru d
Wu Long menatap Kaisar Nirvana Surgawi dengan tajam. Udara di sekeliling mereka bergetar, seolah alam semesta pun menahan napas menyaksikan dua kekuatan besar yang akan bertarung.Tanpa peringatan, Wu Long melesat maju dengan kecepatan luar biasa. Pedang Jiwa Malamnya memancarkan cahaya kebiruan yang berpendar, menebas ruang dengan energi yang cukup untuk membelah gunung. Kaisar Nirvana Surgawi hanya tersenyum tipis, mengangkat Tombak Surya Abadi dan mengayunkannya dengan gerakan yang seolah lamban namun sarat dengan kekuatan luar biasa."CLANG!"Benturan dua senjata sakti menciptakan gelombang kejut dahsyat yang memecahkan lantai marmer istana. Getaran energi menyebar, meruntuhkan pilar-pilar raksasa dan membuat langit-langit bergetar. Wu Long terpental ke belakang, namun ia berputar di udara, mendarat dengan anggun di atas reruntuhan.Kaisar Nirvana Surgawi melangkah maju, mata emasnya bersinar penuh wibawa. "Kekuatanmu sudah meningkat, Wu Long. Tapi belum cukup untuk mengalahkanku.
Wu Long berdiri di antara reruntuhan yang berdebu, napasnya masih berat dan terengah-engah akibat pertarungan sengit melawan Chen Tian. Suara deru angin menyapu puing-puing, seakan ikut menangisi luka dan kelelahan yang masih membekas di tubuhnya. Meski demikian, bayang-bayang kegelisahan menari di balik matanya; hatinya tahu, satu pertarungan terakhir—pertarungan yang akan menentukan segalanya—masih menantinya.Di puncak gunung suci, Istana Kaisar Nirvana Surgawi menjulang megah, seolah terlahir dari legenda. Kabut tipis bercampur sinar keemasan mengelilingi menara-menara istana, memantulkan kilau mistis yang menyulap langit menjadi kanvas lukisan surgawi. Namun, di balik keindahan yang memukau itu, tersembunyi aura mengerikan yang seolah mengawasi setiap langkah yang mendekat.Wu Long mengulurkan tangannya dengan mantap, menggenggam Pedang Jiwa Malam—senjata yang kini kembali ke pelukannya seolah membawa janji akan balas dendam dan keadilan. Dengan langkah pasti, ia menyusuri jalan
Tubuh Wu Long terpental keras, menghantam bebatuan dengan dentuman yang menggetarkan tanah. Pedang Jiwa Malam terlepas dari genggamannya, menancap beberapa langkah darinya. Darah mengalir dari luka di dadanya, menetes di tanah yang kini penuh retakan akibat pertempuran dahsyat.Chen Tian melangkah mendekat dengan penuh percaya diri. Aura gelapnya semakin pekat, membuat udara di sekitarnya bergetar dengan tekanan yang hampir tak tertahankan. Iblis Penebas Langit berdenyut, seakan merayakan kemenangan yang sudah di depan mata.“Kau sudah kalah, Wu Long.” Suaranya dingin dan tajam. “Kekuatanmu tak cukup untuk menandingi kehendak kegelapan.”Wu Long berusaha bangkit, tetapi lututnya bergetar hebat. Matanya yang penuh tekad menatap Chen Tian dengan kebencian dan semangat yang tak padam. Namun tubuhnya tak mampu lagi merespons dengan cepat. Ia terengah-engah, menyadari bahwa dalam kondisinya sekarang, mustahil baginya untuk menang.Chen Tian mengangkat pedangnya tinggi-tinggi, bersiap mengh
Langit menggelegar, membelah kegelapan dengan kilatan petir ungu yang menari liar di antara awan merah darah. Suara gemuruh mengguncang tanah, seakan langit sendiri marah atas pertarungan yang akan menentukan takdir dunia. Hujan mulai turun, tiap tetesnya terasa seperti belati dingin yang menusuk kulit.Di bawahnya, Wu Long berdiri dengan napas tersengal. Jubah putihnya yang dulu bersih kini ternoda darah dan debu, mencerminkan pertempuran sengit yang telah ia lalui. Meski tubuhnya dipenuhi luka, matanya tetap menyala dengan tekad yang tak tergoyahkan. Di tangannya, Pedang Jiwa Malam berdenyut, seolah memahami beban yang dipikul pemiliknya.Chen Tian melangkah maju dengan aura mencekam. Setiap langkahnya mengguncang tanah, bayangannya memanjang di atas tanah yang bergetar di bawah tekanan energinya. Pedang raksasa hitamnya, Iblis Penebas Langit, berdenyut, retakan-retakan energi hitam menjalar di sekelilingnya, seakan hendak merobek realitas itu sendiri.“Wu Long, terimalah takdirmu.”
Asap putih mengepul di medan pertempuran, menyelimuti seluruh langit dengan cahaya keemasan. Ledakan Naga Purba yang dilepaskan Pek Long telah menghantam tubuh Chen Tian secara langsung.Wu Long mengatur napas di punggung naga putihnya, matanya tetap waspada. Apakah pertarungan ini sudah berakhir?Namun, sebuah suara menggema dari dalam asap tebal."Hmph. Tak kusangka, kau benar-benar bisa membangkitkan Pek Long."Dari dalam kepulan debu, siluet Chen Tian perlahan muncul. Jubah ungunya telah terkoyak, darah menetes dari sudut bibirnya, dan sebagian zirah obsidian yang melapisi tubuhnya retak. Namun, tatapan tajamnya tidak pudar sedikit pun—justru semakin membara.Wu Long mengernyit. Serangan itu seharusnya cukup untuk menghancurkan seorang Jenderal Langit.Chen Tian mengangkat tangan, dan seketika itu juga, energi hitam membara menyelimuti tubuhnya. Aura surgawi yang menakutkan menjalar ke seluruh medan pertempuran. Batu-batu di tanah melayang, angin berputar kencang, dan langit yang
Wu Long melangkah melewati gerbang terakhir yang terbuka dengan bunyi gemuruh. Ruangan di baliknya tidak seperti aula sebelumnya yang megah, melainkan sebuah medan luas yang tampak seperti dimensi lain. Langit berwarna merah tua berputar dengan badai energi, dan di tengah-tengahnya berdiri sosok tinggi yang memancarkan aura luar biasa.Jenderal Langit Kedelapan, Chen Tian, berdiri dengan kedua tangan bersedekap. Tubuhnya dilapisi zirah obsidian yang berkilauan, dengan jubah ungu yang berkibar tanpa adanya angin. Wajahnya tidak menunjukkan emosi, namun matanya berkilat seperti bintang yang menyaksikan kehancuran dunia. Di punggungnya tergantung senjata yang jarang digunakan para kultivator biasa—Pedang Kembar Penakluk Surga, dua bilah pedang yang masing-masing menyimpan kekuatan kehancuran dan penciptaan.Wu Long menghela napas panjang, tubuhnya masih terasa berat setelah pertarungan dengan Shen Zhi. Namun, ia tidak punya waktu untuk pulih. Chen Tian bukanlah lawan yang bisa diremehkan
Wu Long berdiri dengan susah payah, tubuhnya dipenuhi luka yang memerah, namun matanya tetap memancarkan tekad yang membara. Sebaliknya, Shen Zhi tampak seperti gunung kokoh yang tidak tergoyahkan, meskipun bahunya berlumuran darah akibat tebasan terakhir Wu Long. Aula megah tempat mereka bertarung kini sudah berubah menjadi reruntuhan, dengan patung-patung kuno retak dan lantai penuh retakan akibat kekuatan mereka.Shen Zhi menyeringai, tombaknya yang berselimut api naga masih menyala terang, memancarkan energi yang membuat udara bergetar. “Wu Long, aku akui kau tangguh. Tapi aku adalah Jenderal Langit Ketujuh, penguasa seni tombak surgawi. Tidak ada yang mampu bertahan dariku sejauh ini. Bersiaplah untuk akhir yang menyakitkan!”Wu Long menghapus darah di sudut bibirnya, lalu menancapkan pedang Jiwa Malam ke tanah. Dengan napas berat, ia mulai merapal mantra dengan nada rendah namun menggetarkan jiwa. Aura hitam pekat mulai keluar dari tubuhnya, membungkus seluruh ruangan dengan keg