Share

46. Imbalan Sepadan

Penulis: Hakayi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Kenapa aku harus merasakan ini, Tuan Guruku?!” erang Tanaka sambil menahan sakit dari anak panah yang bertubi-tubi menusuk dadanya.

Tak ada suara yang terdengar lagi. Sesaat kemudian dia tampak lemas. Kepalanya menjutai tak berdaya. Air liur menetesi tanah di bawahnya. Dan tepat di tengah malam itu, Lelaki Buruk Rupa itu terbangun. Dia terkejut melihat Baluku tersenyum di hadapannya. Tanaka melihat ke sekitar. Dia masih berada di dalam gua itu. Dia cubit lengannya. Rupanya yang dia rasakan tadi hanya mimpi. Namun tanaka heran, kenapa dia bisa merasakan sakitnya? Bukan kah jika bermimpi tak akan terasa sakit? Pikirnya.

Seketika Roh Panglima memberikan makanan dan minuman padanya. Tanaka langsung meminum airnya dengan kehausan dan memakan makanannya dengan cepat dan lahap.

“Kau telah selesai melakukan tugas terakhirmu, muridku,” ucap Baluku.

Tanaka terbelalak mendengarnya hingga dia berhenti makan.

“Aku telah selesai melakukan tugas terakhirku?”

“Ya,” sahut Baluku. “Sekarang semua roh
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   47. Terbongkarnya Sebuah Rahasia

    Pagi sekali Ratu Anin tampak gelisah di kamarnya. Dia masih belum mendapatkan jawaban alasan Raja Tala untuk menggugurkan kandungannya. Sudah lebih satu bulan dia mencari tahu bersama Kepala Pelayannya, namun tak kunjung mendapatkan jawaban juga.“Aku harus menyamar,” ucap Ratu Anin dalam hatinya.Saat itu juga, Ratu Anin menyamar menjadi pelayan. Dia meminta Kepala Pelayan untuk mendadaninya. Dia ingin memasuki kediaman Raja dan berharap bisa menemukan sebuah petunjuk untuk jawabannya. Saat sudah berdandan ala pelayan, Ratu Anin pun diam-diam pergi ke kediaman Raja. Dia bersekongkol dengan pelayan yang selalu mengantarkan makanan dan keperluan di kediaman Raja. Kini Sang Ratu dapat masuk dengan lega sambil membawa makanan dan minuman untuk Sang Raja.Prajurit Penjaga di kediaman Sang Raja pun membiarkan Ratu Anin masuk. Mereka sama sekali tidak menyadarinya. Saat Ratu Anin hampir tiba di depan pintu ruangan Raja, tiba-tiba dia mendengar obrolan Sang Raja dengan Pejabat Istana di dala

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   48. Gadis Pembawa Anak Panah

    Sang Ratupun tengah memacukan kudanya menembus hutan belantara. Kepala Pelayan dan empat pelayan lain mengikutinya dengan kuda masing-masing. Mereka tidak tahu kemana Sang Ratu akan membawanya. Tak lama kemudian, sepuluh lelaki bertopeng keluar dari balik pohon lalu menghadang mereka. Sontak Sang Ratu dan kelima pelayannya langsug menghentikan kuda masing-masing.“Bukankah para perampok itu telah dihukum gantung semua? Kenapa masih ada di negeri ini?” tanya Sang Ratu pada pelayannya.“Ampun, Yang Mulia, hamba tidak tahu.”Para perampok itu tertawa.“Kau pikir hanya mereka saja yang bisa merampok di negeri ini?” ucap salah satu dari mereka yang berbadan paling besar dan tinggi itu. “Sekarang turun dari kuda kalian, serahkan semua harta benda yang kalian miliki dan kuda-kuda itu pada kami!”Kelima pelayan yang sudah terlatih itu langsung melompat dari atas kuda masing-masing lalu mengeluarkan pedang di punggung dan bersiap melawan mereka.Para perampok itu tertawa.“Kau pikir kami takut

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   49. Kesempurnaan Ilmu

    Para Prajurit yang datang dengan kuda masing-masing itu ternganga saat melihat pohon-pohon di tempat persembunyian Putra Mahkota tampak terbakar. Di tengah-tengah berdiri Putra Mahkota dengan mata menyala dan wajah sedikit menghitam. Di sekitar Putra Mahkota tampak puing-puing sisa dahan yang terbakar. Pimpinan Prajurit tampak mengangkat tangan untuk menghentikan pasukan di belakangnya. Pasukan di belakangnya heran.“Kenapa?”“Apa dia benar-benar Putra Mahkota yang kita cari?” tanya Pimpinan Prajurit dengan heran.Pasukannya menatap Putra Mahkota dengan lekat. Seketika Putra Mahkota menoleh pada mereka dengan mata yang sudah tidak lagi menyala.“Ada apa kalian menyusulku kemari?” tanya Putra Mahkota.Semua pun langsung turun dari kuda lalu berlutut padanya saat menyadari dia memang Putra Mahkota.“Ampun, Yang Mulia. Yang Mulia Raja meminta kami untuk menjemput Yang Mulia,” jawab Pimpinan Prajurit itu.Putra Mahkota terbelalak mendengarnya.“Ayah tahu aku sedang bersembunyi di sini?” t

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   50. Penghuni Samudera

    Salah satu awak kapal tampak sedang menyembunyikan seruling di tepi kapal. Tanaka yang sedang duduk di sisi kapal menatapnya dengan heran. Seruling itu terdengar sedih. Sangat memilukan siapa pun yang mendengarnya. Dia menoleh pada Roh Panglima.“Apa yang sedang mereka lakukan?” tanya Tanaka penasaran. “Jika mereka hendak menghiburku, harusnya bukan dengan nada seruling yang memilukan begitu? Itu sama saja membuatku sedih dan teringat masa laluku.”“Mereka tengah memanggil istri-istri mereka,” jawab Roh Panglima.“Memanggil istri-istri mereka? Hey! Mereka tak punya waktu untuk bercumbu dengan istri masing-masing. Mereka ke sini sedang bertugas untuk mengantarku ke daratan Manggala!” kesal Tanaka. “Apa sebaiknya aku hukum saja mereka dan aku gantikan dengan awak kapal yang lainnya?”“Jangan, Tuanku,” mohon Roh Panglima. “Mereka memanggil istri-istri mereka untuk meminta makanan kepada mereka. Mereka akan memberikan makanan itu untuk Tuan.”Tanaka mengernyit mendengarnya.“Makanan untu

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   51. Anggur Sakti

    Putra Mahkota tiba di istana. Dia langsung menghadapa Sang Raja dengan berlutut di hadapannya. “Kenapa Ibu pergi meninggalkan istana, Ayah?” tanya Putra Mahkota dengan sedihnya. “Harusnya aku yang bertanya padamu! Kenapa Ibumu meninggalkan kita?” teriak Raja Tala dengan geram padanya. “Kau anak tidak berguna! Aku memintamu untuk menjaga ibumu baik-baik, kau malah menyepi di sebuah bukit! Memangnya apa yang kau kejar di bukit itu? Bukan kah para pendekar di istana ini sangat mumpuni untuk mengajarkan semua ilmu bela diri padamu?” “Ampun, Ayah!” “Sekarang kau harus cari ibumu! Dan jika menemukannya paksa ibumu pulang ke istana!” perintah Raja Tala dengan tegas padanya. “Baik, Ayah!” Putra Mahkota pun pergi dari sana. Dia menahan kesalnya karena Sang Raja terlalu sibuk dengan urusannya. Akhirnya mau tidak mau Putra Mahkota membawa pasukannya untuk mencari keberadaan Sang Ratu. Harusnya dia bertanya pada Roh Penjaganya. Namun dia teringat saat pertama kali diajarkan ilmu Iblis padan

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   52. Tiba di Manggala

    Kapal layar yang dinaiki Tanaka sebentar lagi akan berlabuh di pelabuhan Manggala. Para prajurit penjaga pelabuhan itu tampak heran melihat kedatangan kapal layar asing itu. Pimpinan dari Prajurit penjaga itu berdiri dengan khawatir.“Kapal dari mana yang hendak berlabuh itu?” tanya Pimpinan Prajurit dengan heran.Para prajurit lainnya pun tampak berdiri dengan tegang.“Aku baru ini melihat kapal layar seperti ini, Tuanku. Mungkin mereka kapal musuh yang diam-diam akan menyerang kerajaan kita!” ucap Prajurit dengan khawatirnya.Pimpinan Prajurit itu tampak tegang.“Semuanya! Naiki kapal kalian masing-masing dan bersiaplah mengusir kapal layar itu!” teriak Pimpinan Prajurit pada para Prajuritnya.“Siap, Tuanku!” teriak para prajuritnya.Prajurit-prajurit itupun berlarian menuju kapal masing-masing. Gendang di tabuh. Terompet bergema. Semua Prajurit yang berada di sana tampak siaga. Para prajurit yang sudah menaiki kapal layar masing-masing langsung berlayar menuju lautan malam untuk me

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   53. Apakah Dia Putra Mahkota?

    Bimala terbangun di teras rumah sederhana Pelayan Minun. Dia seperti mendengar suara-suara iblis. Dia pun mendongak ke atas langit. Sesaat kemudian Minun datang hendak membawakan selimut untuknya.“Apa sebaiknya Nona tidur di dalam saja,” pinta Minun.“Aku harus di sini untuk menjaga Yang Mulia Ratu,” jawab Bimala.Minun pun menyerahkan selimut padanya. Bimala menerima selimutnya sambil tersenyum.“Terima kasih.”“Jika ada perlu sesuatu, bangunkan saja aku,” ucap Minun.Bimala mengangguk. Saat Minun hendak masuk ke dalam, Bimala memanggilnya.“Bagaimana dengan keadaan Yang Mulia Ratu?” tanya Bimala.Minun berhenti melangkah lalu menoleh ke Bimala.“Yang Mulia sudah tertidur lelap,” jawab Minun.Bimala tenang mendengarnya.“Boleh kah aku bicara sesuatu pada Ibu,” pinta Bimala.Minun pun mengangguk lalu duduk di hadapannya.“Ada apa, Nona?” tanya Minun heran dan penasaran.“Sebenarnya aku mengenal pemuda buruk rupa yang diasuh oleh para perampok itu,” ucap Bimala. “Tapi aku tidak yakin

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   54. Dua Kuda Siluman

    Dua kuda yang ditunggangi Tanaka dan Roh Panglima itu masih melintasi hutan malam yang gelap. Namun kobaran api di kepala kuda itu mampu menerangi jalanan di hadapannya. Kuda siluman itu dengan cepat membawa mereka.“Kita akan kemana, Tuanku?” tanya Roh Panglimanya dengan heran.“Kau ikuti saja aku,” jawab Tanaka.Mereka pun melintasi perkampungan yang banyak prajurit yang sedang mencari Yang Mulia Ratu. Para Prajurit tampak terkejut melihat dua kuda siluman melintas ditunggangi Tanaka dan Roh Panglima.“Berhenti!” teriak Prajurit itu sambil mengarahkan anak panah.Tanaka pun cuek saja. Dia terus saja melintasi mereka diikuti Roh Panglima. Prajurit itu sangat marah. Dia pun melesatkan anak panahnya. Prajurit-prajurit yang lain pun turut membantunya menyerang Tanaka dan Roh Panglima dengan anak panah.“Apa perlu hamba memanggil bala tentara, Tuanku?” tawar Roh Panglima.“Tak perlu!” jawab Tanaka.Seketika Tanaka mengarahkan tangannya ke arah mereka. Lagi, puluhan anak panah itu berbali

Bab terbaru

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   158. Akhir Kisah

    Bimala dan Pelayan Minun tampak gelisah menantikan Tabib Istana bersama tabib-tabib lain yang sedang membantu Sang Ratu untuk melahirkan itu. Akhirnya hari itu telah tiba. Sang Ratu pun tak bisa lagi menahannya karena waktu kelahiran anak keduanya itu telah tiba.Sementara Bimala dan Pelayan Minun belum mendapat kabar dari Tanaka. Mereka tidak tahu apakah Tanaka sudah berhasil atau belum membunuh Baluku hingga kutukan itu terlepas dan tidak akan dialami oleh bayi yang sedang berusaha dikeluarkan oleh para tabib itu.Tak lama kemudian terdengar suara tangisan bayi. Bimala dan Pelayan Minun tampak haru bercampur was-was. Mereka was-was jikalau bayi itu akan terlahir buruk rupa juga seperti Tanaka.“Oh anakku!” teriak Sang Ratu di dalam sana terlihat menangis haru.Bimala dan Pelayan Minun saling menatap dengan ragu.“Apakah bayi itu juga terlahir buruk rupa?” bisik Pelayan Minun dengan penasaran pada Bimala.“Aku tidak tahu, Bi,” jawab Bimala dengan berbisik juga.“Bimala, Pelayan Setia

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   157. Tanaka VS Baluku

    Baluku terbelalak ketika pulau yang menjadi tempatnya dikurung para dewa itu sudah dikelilingi kapal-kapal yang berisi pasukan dari Tanaka. Baluku kini berdiri di atas puncak batu karang yang paling tinggi. Matanya kini tertuju pada Tanaka yang berdiri gagah di samping Roh Panglima.“Kami sudah datang, Tuan Guru!” teriak Tanaka.Baluku kian geram mendengarnya.“Panglima dan prajurit-prajurit keparat! Kenapa kalian lebih setia pada muridku dibanding denganku yang sudah membangkitkan kalian dari alam roh hingga bisa hidup seperti manusia lagi?!!! Harusnya kalian berpihak padaku, bukan pada manusia buruk rupa itu!!!” teriak Baluku dengan geramnya.“Bukan kah Yang Mulia membangkitkan kami untuk setia pada Tuan Tanaka? Bukan pada Yang Mulia?” jawab Roh Panglima.Baluku kian geram mendengarnya. Baluku pun mengangkat tangannya. Seketika batu-batu kecil di atas permukaan karang itu terangkat lalu tak lama kemudian batu-batu kecil itu menyalakan api yang tampak panas.Tanaka dan Roh Panglima p

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   156. Tanaka VS Roh Hitam

    Pelayan Minun berteriak memanggil Bimala saat melihat Sang Ratu sedang kesakitan memegangi perutnya yang besar itu. Bimala bergegas datang dengan panik.“Yang Mulia!” ucap Bimala mendekat ke kasurnya. “Yang Mulia kenapa?”“Perutku sakit sekali, Bimala. Aku sepertinya hendak melahirkan.”Bimala dan Pelayang Minun pun panik mendengarnya.“Tolong panggilkan Tabib, Bi,” pinta Bimala dengan panik pada Pelayan Minun.“Baik, Nona.”Pelayan Minun pun bergegas keluar untuk memanggil Tabib. Bimala pun memegangi tangan Sang Ratu untuk menguatkannya.“Tunggu sebentar lagi, Yang Mulia. Sebentar lagi Tabib akan segera datang.”“Tapi bagaimana jika seandainya sekarang anak ini berhasil dilahirkan sementara Tanaka belum berhasil membunuh Baluku? Apakah kutukan itu akan menghilang jika setelah anak ini lahir, Tanaka baru bisa memusnahkan Baluku?” tanya Ratu dengan bingung sambil menahan sakit di perutnya.“Apapun yang terjadi, sekarang pikirkan saja kesehatan Yang Mulia Ratu dan anaknya nanti. Meskipu

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   155. Tanaka VS Karan

    “Bagaimana ini bisa terjadi?” tanya Jabali dengan terbelalak tak percaya melihat dirinya, Tanaka, Roh Panglima dan para awak kapal layarnya sedang dibawa terbang berputar mengelilingi tentara mereka yang tengah bertarung di atas lautan itu.“Inilah kemampuanku sekarang, Jabali,” ucap Tanaka.Tanaka pun memandangi Roh Panglima.“Kau hadapai Panglima Setan itu dan aku akan menghadapi murid baru Raja Iblis itu,” perinta Tanaka pada Roh Panglima.“Siap, Tuan Tanaka!”Roh Panglima pun langsung terbang melesat menuju Panglima Setan untuk menyerangnya. Panglima Setan pun terkejut melihat kedatangan Roh Panglima yang tengah melesat ke arahnya itu. Dia pun lansung meninggalkan Karan di atas kapal itu kemudian bertarung dengan Roh Panglima di atas lautan itu dengan jurus meringankan tubuhnya.Sementara Karan di atas kapalnya itu terbelalak ketika mendapati Tanaka kini sudah berada di hadapannya. Karan mundur ke belakang karena ketakutan melihat wajah Tanaka yang menghitam. Dia seperti baru itu

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   154. Perang Satu Perguruan

    Tiba-tiba awak kapal tampak terbelalak ketika melihat kapal-kapal layar seperti menghadang di hadapan sana.“Tuan, Panglima! Tuan, Panglima!” teriak awak kapal itu.Tanaka dan Roh Panglima yang sedang berada di sisi kapal itu pun menoleh pada awak kapal itu.“Ada apa?” tanya Roh Panglima heran.“Di hadapan sana seperti ada puluhan kapal menghadang, Tuan,” jawab awak kapal itu.Roh Panglima dan Tanaka pun bergegas berjalan ke ujung kapal. Mereka berdua terbelalak melihat kapal-kapal di hadapan.“Tahan layarnya!!!!” teriak Roh Panglima saat melihat pasukan Karan tengah menghadang di hadapan sana dengan sepuluh kapal layar berkarangnya.Seluruh awak kapal Pasukan Tanaka pun mengatur layarnya agar kapal-kapal mereka berhenti berlayar. Saat kapal-kapal pasukan Tanaka berhenti, Tanaka berjalan ke ujung kapal lalu memperhatikan kapal-kapal pasukan Karan itu dengan jelas. Roh Panglima berdiri di sebelahnya.“Apakah benar yang berdiri paling depan di kapal layar terdepan itu murid baru Raja Ba

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   153. Menuju Baluku

    “Yang Mulia Ratu! Yang Mulia Ratu!” teriak pelayan setianya memasuki ruangan kediamannya. Dia tampak heran tidak melihat ada Ratu di sana.Sesaat kemudian Ratu tampak datang dari belakangnya.“Kau mencariku?” tanya Ratu heran.Pelayan Minun menatap Ratu dengan lega.“Bimala sudah datang, Yang Mulia!” ucap Pelayan Minun dengan lega.Ratu pun sangat senang mendengarnya.“Di mana dia sekarang?”“Dia ada depan gerbang kediamanmu ini, Yang Mulia,” jawab Pelayan Minum.“Suruh dia masuk! Tadi kenapa aku tidak melihatnya,” perintah Ratu.“Baik, Yang Mulia.”Pelayan Minun pun bergegas keluar dari ruangan itu. Ratu pun duduk di tempat duduknya dengan tidak sabar. Dia ingin tahu banyak bagaimana kabar Tanaka darinya. Tak lama kemudian Pelayan Minun datang bersama Bimala. Bimala langsung bersimpuh di hadapannya.“Maafkan aku, Yang Mulia,” ucap Bimala sembari meneteskan air mata. “Aku telah meninggalkan istanamu tidak pamit langsung di hadapanmu.”“Kau tak perlu merasa bersalah, Bimala. Sekarang c

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   152. Karan

    Baluku berdiri di hadapan seorang lelaki yang sedang berlutut padanya. Lelaki yang dahulu tidak sengaja terdampar di sana karena perahu yang dia naiki terpaksa pecah tergulung ombak hingga dia terdampar dan diselamatkan Baluku di sana. Dia menatap lelaki itu dengan lekat, dengan wajah tegasnya.“Hari ini kau telah berhasil mendapatkan semua ilmu dariku!” ucap Baluku padanya. “Kau sendiri yang bersedia memilih untuk menjadi muridku daripada mati di tanganku! Aku tidak pernah memaksamu untuk datang ke pulauku ini. Perahumu lah yang karam dan membuatmu terdampar di sini!”“Baik, Guru!” ucap Pemuda yang bernama Karan.“Dan untuk bisa bebas dariku,” lanjut Baluku. “Kau harus mendapatkan Pedang Perak Cahaya Merah itu dari mantan Muridku si Buruk Rupa itu. Aku merasakan pedang itu sudah ada pada dirinya saat ini. Dia tengah berada di negeri Nusantara.”“Baik, Guru,” sahut Karan sekali lagi.Baluku pun menatap sebuah kapal setan yang di atasnya sudah berdiri seorang Panglima Setan, Nakoda dan

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   151. Gerbang Peri

    Kapal-kapal yang dinaiki Tanaka bersama kaum Sakwa itu pun akhirnya berlabuh di pelabuhan Nusantara. Roh panglima bersama prajuritnya langsung menyambut kedatangan mereka. Bimala sudah tidak sabar lagi untuk segera bertemu dengan Tanaka. Begitu pun Sakwa. Dia ingin meminta maaf pada kaumnya yang telah meninggalkan mereka di negeri raksasa itu.Saat Tanaka dan kaum sakwa itu turun dari kapal layar masing-masing. Bimala langsung berlari menuju Tanaka lalu memeluknya dengan erat.“Apakah kau berhasil mengembalikan batu permata itu pada Yang Mulia Raja Sujana?” tanya Bimala penasaran.“Batu permata itu ternyata untukku, Bimala,” jawab Tanaka.Bimala terkejut mendengarnya. “Untukmu?”“Iya,” jawab Tanaka. “Raja Sajuna menghadiahkannya padaku! Dia tahu aku hendak membunuh Raja Iblis itu. Katanya batu permata itu akan sepadang dengan kekuatan yang dimiliki raja Iblis itu.”Bimala senang mendengarnya. Kini dia semakin tenang karena Tanaka akan memiliki kekuatan lebih untuk melawan Baluku. Dia

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   150. Tanaka Kembali

    “Ampun Yang Mulia! Jika kami memiliki kesalahan dan dosa hingga Yang Mulia berkunjung ke tempat sederhana kami ini, kami rela dihukum, Yang Mulia!” ucap ayah Numi yang tampak ketakutan melihat kedatangan Raja Saka yang secara mendadak itu.Begitu pun dengan Numi dan Ibunya, mereka pun memohon-mohon ampun pada Raja Saka. Raja Saka yang melihat itu tampak tidak enak hati dan merasa bersalah.“Berdirilah,” pinta Raja Saka.“Ampun, Yang Mulia. Berdiri di hadapan Raja adalah dosa besar bagi kami yang hanya sebagai rakyat jelata. Itu akan membuat leluhur mengutuk kami. Biarkan kampi bersimpuh begini Yang Mulia.”Numi dan Ibunya pun kembali memohon-mohon ampun pada Raja Saka. Sekarang Raja Saka tampak kebingungan sendiri. Dia pun menatap Panglimanya. Pendekar Penggebrak Bumi itu tampak kebingung. Dia tidak mengerti soal urusan asamara itu. Saat Raja Saja menatap Bari, Bari pun tampak mengangkat kedua bahunya. Sementara para warga di sekitar rumah Numi itu masih tampak berlutut di tempat masi

DMCA.com Protection Status