Bimala terbangun di teras rumah sederhana Pelayan Minun. Dia seperti mendengar suara-suara iblis. Dia pun mendongak ke atas langit. Sesaat kemudian Minun datang hendak membawakan selimut untuknya.“Apa sebaiknya Nona tidur di dalam saja,” pinta Minun.“Aku harus di sini untuk menjaga Yang Mulia Ratu,” jawab Bimala.Minun pun menyerahkan selimut padanya. Bimala menerima selimutnya sambil tersenyum.“Terima kasih.”“Jika ada perlu sesuatu, bangunkan saja aku,” ucap Minun.Bimala mengangguk. Saat Minun hendak masuk ke dalam, Bimala memanggilnya.“Bagaimana dengan keadaan Yang Mulia Ratu?” tanya Bimala.Minun berhenti melangkah lalu menoleh ke Bimala.“Yang Mulia sudah tertidur lelap,” jawab Minun.Bimala tenang mendengarnya.“Boleh kah aku bicara sesuatu pada Ibu,” pinta Bimala.Minun pun mengangguk lalu duduk di hadapannya.“Ada apa, Nona?” tanya Minun heran dan penasaran.“Sebenarnya aku mengenal pemuda buruk rupa yang diasuh oleh para perampok itu,” ucap Bimala. “Tapi aku tidak yakin
Dua kuda yang ditunggangi Tanaka dan Roh Panglima itu masih melintasi hutan malam yang gelap. Namun kobaran api di kepala kuda itu mampu menerangi jalanan di hadapannya. Kuda siluman itu dengan cepat membawa mereka.“Kita akan kemana, Tuanku?” tanya Roh Panglimanya dengan heran.“Kau ikuti saja aku,” jawab Tanaka.Mereka pun melintasi perkampungan yang banyak prajurit yang sedang mencari Yang Mulia Ratu. Para Prajurit tampak terkejut melihat dua kuda siluman melintas ditunggangi Tanaka dan Roh Panglima.“Berhenti!” teriak Prajurit itu sambil mengarahkan anak panah.Tanaka pun cuek saja. Dia terus saja melintasi mereka diikuti Roh Panglima. Prajurit itu sangat marah. Dia pun melesatkan anak panahnya. Prajurit-prajurit yang lain pun turut membantunya menyerang Tanaka dan Roh Panglima dengan anak panah.“Apa perlu hamba memanggil bala tentara, Tuanku?” tawar Roh Panglima.“Tak perlu!” jawab Tanaka.Seketika Tanaka mengarahkan tangannya ke arah mereka. Lagi, puluhan anak panah itu berbali
Panglima terbaru itu datang menghadap Sang Raja di ujung malam itu. Dia memiliki perawakan tinggi dan bertubuh kekar. Dia bernama Panglima Araca. Matanya tampak mengantuk karena dibangunkan prajurit saat tengah terlelapnya.“Ampun, Yang Mulia. Hamba datang atas panggilan Yang Mulia,” ucap Panglima Araca sambil membungkuk di hadapannya.“Sekarang kau bawa pasukanmu untuk mencari manusia buruk rupa yang telah membawa pasukan silumannya memasuki wilayah kita!” perintah Raja Tala padanya.Panglima Araca tampak terkejut.“Manusia buruk rupa?”“Ya,” sahut Sang Raja. “Dia telah menghancurkan kapal-kapal perang milikku di pelabuhan dan membunuh para prajurit di sana. Kau cari dia sampai ketemu. Kau harus membawanya hidup-hidup ke hadapanku!”“Baik, Yang Mulia.”Panglima Araca langsung pergi dari hadapan Sang Raja. Saat Panglima itu menghilang dari hadapannya, Sang Raja langsung bergegas pergi dari sana. Dia ingin menenangkan pikirannya dari semua masalah yang tengah dihadapinya. Putra Mahkota
Tanaka keluar dari dalam gua bersama Roh Panglimanya. Langkahnya terhenti, lalu menoleh pada Roh Panglima seperti hendak memerintahnya.“Panggil semua tentaramu,” pinta Tanaka.Roh Panglima terbelalak mendengarnya.“Tuan ingin menyerang Kerajaan Tala?” tanya Roh Panglima heran. “Jangan Tuanku, tugas tuanku belum selesai. Tuanku harus mendapatkan Pedang Perak Cahaya Merah dahulu sebelum Tuan membalaskan dendam.”“Aku belum ingin menyerang kerajaan itu! Aku ingin menggunakan tentaramu untuk mendapatkan petunjuk di mana keberadaan Pedang Perak Cahaya Merah itu,” jawab Tanaka.Roh Panglima agak tenang mendengarnya.“Kalau begitu, baiklah!” ucap Roh Panglima. Kemudian dia memejamkan matanya.Seketika pasukan berkuda berdatangan. Para penunggangnya menggunakan jubah hitam tanpa terlihat wujud wajahnya. Jumlahlah sangat banyak. Mungkin jika dihitung lebih dari 1000 tentara. Hanya rongga hitam yang terlihat di dalam penutup jubah hitam itu. Mereka semua turun dari kuda lalu berlutut di hadapa
Makhluk berjubah itu langsung menyerang pasukan Panglima Araca. Prajurit yang berada di hadapannya langsung melawannya dengan pedangnya. Seketika Makhluk yang serupa berdatangan mengepung mereka. Kini Panglima Araca dan para prajuritnya bertarung melawan makhluk-makhluk itu. Mereka adalah pasukan Roh Panglima yang diperintahkan Tanaka mencari tanda keberadaan Pedang Perak Cahaya Merah.Panglima Araca beradu pedang dengan makhluk itu di atas kuda masing-masing. Satu persatu prajuritnya mati terpenggal. Kini Panglima Araca menghadapi mereka dengan sisa prajurit yang sedikit. Sesaat kemudian makhluk itu mengarahkan pedangnya ke leher Panglima. Panglima Araca tampak tak bisa berkutik.“Tunjukkan padaku di mana keberadaan Pedang Perak Cahaya Merah?” tanya Makhluk itu pada Panglima.Panglima Araca terbelalak mendengarnya.“Pedang Perak Cahaya Merah?” ucapnya dengan heran bercampur ketakutan. “Aku baru ini mendengarnya dan siapa kalian sebenarnya?”Mendengar itu Makhluk itu langsung menghila
Pelayan Minun memberikan ramuan pada Sang Ratu. Sang Ratu lalu meminumnya, setelah itu dia mengelus perutnya.“Apa Yang Mulia baik-baik saja?” tanya Minun dengan khawatir.“Aku baik-baik saja,” jawab Sang Ratu. “Sekarang aku sedang berpikir, apakah kita akan tetap bersembunyi di sini tanpa bertindak untuk mencari anakku?”“Bersembunyi di sini yang terbaik untuk saat ini, Yang Mulia. Lagipula, Nona Bimala telah berjanji untuk membantu Yang Mulia mencari keberadaan Putra Mahkota yang sesungguhnya jika benar dia masih hidup,” jawab Minun.“Aku tidak tenang jika belum menemukannya. Jika memang dia sudah mati, aku ingin melihat di mana jasadnya,” ucap Sang Ratu.Minum khawatir mendengarnya.“Tunggu di sini saja, Yang Mulia. Hamba khawatir jika Yang Mulia ikut mencari, itu akan membahayakan kandungan Yang Mulia. Bagaimana pun, Yang Mulia harus menyelamatkan kadungan Yang Mulia. Jika Putra Mahkota sesungguhnya memang telah tiada, kerajaan ini akan memilikinya sebagai generasi penerus kerajaa
Hentakan kuda yang dinaiki Tanaka, Roh Panglima dan satu tentaranya tampak menggema. Api menyala-nyala di kepala kuda masing-masing. Tak lama kemudian Tanaka menghentikan kudanya. Roh Panglima dan Tentaranya juga ikut menghentikan kudanya dengan heran.“Ada apa, Tuanku?” tanya Roh Panglima.“Aku mendengar suara pasukan kuda sedang menuju kemari,” jawab Tanaka.Roh Panglima dan Tentaranya tampak terkejut mendengarnya. Tanaka pun mencabut golok hitam di punggungnya, bersiap melawan pasukan kuda yang datang itu. Dia yakin, pasukan kuda itu pasti kiriman dari istana untuk mencarinya karena telah menghancurkan pelabuhan dan membakar semua kapal milik kerajaan di sana.Roh Panglima dan Tentaranya tampak menunggu. Kini mereka pun dapat mendengar dengan jelas pasukan berkuda yang semakin mendekat itu. Tak lama kemudian, benarlah dugaan Tanaka. Pasukan Putra Mahkota bersama Panglima Araca kini tiba di hadapannya.Mata Putra Mahkota terbelalak ketika mendapati Tanaka. Dia tahu sang buruk rupa i
Asap hitam itu tiba-tiba memudar lalu pandangan Tanaka menjadi terang. Dia melihat makhluk hitam itu telah menghilang dari hadapannya. Roh Panglima bersama satu tentaranya langsung mendekat ke Tanaka dengan khawatirnya.“Ampun, Tuanku. Hamba tidak dapat mengejar Roh itu,” ucap Roh Panglima dengan merasa bersalah.Tanaka menatap Roh Panglimanya dengan lekat.“Apa kau tahu siapa dia?” tanya Tanaka dengan rasa penasarannya.“Dia adalah adik Baluku, Tuanku,” jawab Roh Panglima.Tanaka terbelalak mendengarnya.“Adik Tuan Guru Baluku?”“Benar, Yang Mulia. Pada zaman dahulu, Yang Mulia Baluku memiliki seorang adik yang berhasil kabur dari kerajaannya saat kerajaannya runtuh. Rupanya dia masih hidup dan sekarang sepertinya sedang bersemayam di tubuh Putra Mahkota dan hamba yakin dialah yang mengajarkan kesaktian pada Putra Mahkota,” jawab Roh Panglima.Tanaka tampak semakin terkejut mendengarnya. Dia tahu, urusannya dengan Putra Mahkota belumlah selesai. Dia harus segera mendapatkan benda pus
Bimala dan Pelayan Minun tampak gelisah menantikan Tabib Istana bersama tabib-tabib lain yang sedang membantu Sang Ratu untuk melahirkan itu. Akhirnya hari itu telah tiba. Sang Ratu pun tak bisa lagi menahannya karena waktu kelahiran anak keduanya itu telah tiba.Sementara Bimala dan Pelayan Minun belum mendapat kabar dari Tanaka. Mereka tidak tahu apakah Tanaka sudah berhasil atau belum membunuh Baluku hingga kutukan itu terlepas dan tidak akan dialami oleh bayi yang sedang berusaha dikeluarkan oleh para tabib itu.Tak lama kemudian terdengar suara tangisan bayi. Bimala dan Pelayan Minun tampak haru bercampur was-was. Mereka was-was jikalau bayi itu akan terlahir buruk rupa juga seperti Tanaka.“Oh anakku!” teriak Sang Ratu di dalam sana terlihat menangis haru.Bimala dan Pelayan Minun saling menatap dengan ragu.“Apakah bayi itu juga terlahir buruk rupa?” bisik Pelayan Minun dengan penasaran pada Bimala.“Aku tidak tahu, Bi,” jawab Bimala dengan berbisik juga.“Bimala, Pelayan Setia
Baluku terbelalak ketika pulau yang menjadi tempatnya dikurung para dewa itu sudah dikelilingi kapal-kapal yang berisi pasukan dari Tanaka. Baluku kini berdiri di atas puncak batu karang yang paling tinggi. Matanya kini tertuju pada Tanaka yang berdiri gagah di samping Roh Panglima.“Kami sudah datang, Tuan Guru!” teriak Tanaka.Baluku kian geram mendengarnya.“Panglima dan prajurit-prajurit keparat! Kenapa kalian lebih setia pada muridku dibanding denganku yang sudah membangkitkan kalian dari alam roh hingga bisa hidup seperti manusia lagi?!!! Harusnya kalian berpihak padaku, bukan pada manusia buruk rupa itu!!!” teriak Baluku dengan geramnya.“Bukan kah Yang Mulia membangkitkan kami untuk setia pada Tuan Tanaka? Bukan pada Yang Mulia?” jawab Roh Panglima.Baluku kian geram mendengarnya. Baluku pun mengangkat tangannya. Seketika batu-batu kecil di atas permukaan karang itu terangkat lalu tak lama kemudian batu-batu kecil itu menyalakan api yang tampak panas.Tanaka dan Roh Panglima p
Pelayan Minun berteriak memanggil Bimala saat melihat Sang Ratu sedang kesakitan memegangi perutnya yang besar itu. Bimala bergegas datang dengan panik.“Yang Mulia!” ucap Bimala mendekat ke kasurnya. “Yang Mulia kenapa?”“Perutku sakit sekali, Bimala. Aku sepertinya hendak melahirkan.”Bimala dan Pelayang Minun pun panik mendengarnya.“Tolong panggilkan Tabib, Bi,” pinta Bimala dengan panik pada Pelayan Minun.“Baik, Nona.”Pelayan Minun pun bergegas keluar untuk memanggil Tabib. Bimala pun memegangi tangan Sang Ratu untuk menguatkannya.“Tunggu sebentar lagi, Yang Mulia. Sebentar lagi Tabib akan segera datang.”“Tapi bagaimana jika seandainya sekarang anak ini berhasil dilahirkan sementara Tanaka belum berhasil membunuh Baluku? Apakah kutukan itu akan menghilang jika setelah anak ini lahir, Tanaka baru bisa memusnahkan Baluku?” tanya Ratu dengan bingung sambil menahan sakit di perutnya.“Apapun yang terjadi, sekarang pikirkan saja kesehatan Yang Mulia Ratu dan anaknya nanti. Meskipu
“Bagaimana ini bisa terjadi?” tanya Jabali dengan terbelalak tak percaya melihat dirinya, Tanaka, Roh Panglima dan para awak kapal layarnya sedang dibawa terbang berputar mengelilingi tentara mereka yang tengah bertarung di atas lautan itu.“Inilah kemampuanku sekarang, Jabali,” ucap Tanaka.Tanaka pun memandangi Roh Panglima.“Kau hadapai Panglima Setan itu dan aku akan menghadapi murid baru Raja Iblis itu,” perinta Tanaka pada Roh Panglima.“Siap, Tuan Tanaka!”Roh Panglima pun langsung terbang melesat menuju Panglima Setan untuk menyerangnya. Panglima Setan pun terkejut melihat kedatangan Roh Panglima yang tengah melesat ke arahnya itu. Dia pun lansung meninggalkan Karan di atas kapal itu kemudian bertarung dengan Roh Panglima di atas lautan itu dengan jurus meringankan tubuhnya.Sementara Karan di atas kapalnya itu terbelalak ketika mendapati Tanaka kini sudah berada di hadapannya. Karan mundur ke belakang karena ketakutan melihat wajah Tanaka yang menghitam. Dia seperti baru itu
Tiba-tiba awak kapal tampak terbelalak ketika melihat kapal-kapal layar seperti menghadang di hadapan sana.“Tuan, Panglima! Tuan, Panglima!” teriak awak kapal itu.Tanaka dan Roh Panglima yang sedang berada di sisi kapal itu pun menoleh pada awak kapal itu.“Ada apa?” tanya Roh Panglima heran.“Di hadapan sana seperti ada puluhan kapal menghadang, Tuan,” jawab awak kapal itu.Roh Panglima dan Tanaka pun bergegas berjalan ke ujung kapal. Mereka berdua terbelalak melihat kapal-kapal di hadapan.“Tahan layarnya!!!!” teriak Roh Panglima saat melihat pasukan Karan tengah menghadang di hadapan sana dengan sepuluh kapal layar berkarangnya.Seluruh awak kapal Pasukan Tanaka pun mengatur layarnya agar kapal-kapal mereka berhenti berlayar. Saat kapal-kapal pasukan Tanaka berhenti, Tanaka berjalan ke ujung kapal lalu memperhatikan kapal-kapal pasukan Karan itu dengan jelas. Roh Panglima berdiri di sebelahnya.“Apakah benar yang berdiri paling depan di kapal layar terdepan itu murid baru Raja Ba
“Yang Mulia Ratu! Yang Mulia Ratu!” teriak pelayan setianya memasuki ruangan kediamannya. Dia tampak heran tidak melihat ada Ratu di sana.Sesaat kemudian Ratu tampak datang dari belakangnya.“Kau mencariku?” tanya Ratu heran.Pelayan Minun menatap Ratu dengan lega.“Bimala sudah datang, Yang Mulia!” ucap Pelayan Minun dengan lega.Ratu pun sangat senang mendengarnya.“Di mana dia sekarang?”“Dia ada depan gerbang kediamanmu ini, Yang Mulia,” jawab Pelayan Minum.“Suruh dia masuk! Tadi kenapa aku tidak melihatnya,” perintah Ratu.“Baik, Yang Mulia.”Pelayan Minun pun bergegas keluar dari ruangan itu. Ratu pun duduk di tempat duduknya dengan tidak sabar. Dia ingin tahu banyak bagaimana kabar Tanaka darinya. Tak lama kemudian Pelayan Minun datang bersama Bimala. Bimala langsung bersimpuh di hadapannya.“Maafkan aku, Yang Mulia,” ucap Bimala sembari meneteskan air mata. “Aku telah meninggalkan istanamu tidak pamit langsung di hadapanmu.”“Kau tak perlu merasa bersalah, Bimala. Sekarang c
Baluku berdiri di hadapan seorang lelaki yang sedang berlutut padanya. Lelaki yang dahulu tidak sengaja terdampar di sana karena perahu yang dia naiki terpaksa pecah tergulung ombak hingga dia terdampar dan diselamatkan Baluku di sana. Dia menatap lelaki itu dengan lekat, dengan wajah tegasnya.“Hari ini kau telah berhasil mendapatkan semua ilmu dariku!” ucap Baluku padanya. “Kau sendiri yang bersedia memilih untuk menjadi muridku daripada mati di tanganku! Aku tidak pernah memaksamu untuk datang ke pulauku ini. Perahumu lah yang karam dan membuatmu terdampar di sini!”“Baik, Guru!” ucap Pemuda yang bernama Karan.“Dan untuk bisa bebas dariku,” lanjut Baluku. “Kau harus mendapatkan Pedang Perak Cahaya Merah itu dari mantan Muridku si Buruk Rupa itu. Aku merasakan pedang itu sudah ada pada dirinya saat ini. Dia tengah berada di negeri Nusantara.”“Baik, Guru,” sahut Karan sekali lagi.Baluku pun menatap sebuah kapal setan yang di atasnya sudah berdiri seorang Panglima Setan, Nakoda dan
Kapal-kapal yang dinaiki Tanaka bersama kaum Sakwa itu pun akhirnya berlabuh di pelabuhan Nusantara. Roh panglima bersama prajuritnya langsung menyambut kedatangan mereka. Bimala sudah tidak sabar lagi untuk segera bertemu dengan Tanaka. Begitu pun Sakwa. Dia ingin meminta maaf pada kaumnya yang telah meninggalkan mereka di negeri raksasa itu.Saat Tanaka dan kaum sakwa itu turun dari kapal layar masing-masing. Bimala langsung berlari menuju Tanaka lalu memeluknya dengan erat.“Apakah kau berhasil mengembalikan batu permata itu pada Yang Mulia Raja Sujana?” tanya Bimala penasaran.“Batu permata itu ternyata untukku, Bimala,” jawab Tanaka.Bimala terkejut mendengarnya. “Untukmu?”“Iya,” jawab Tanaka. “Raja Sajuna menghadiahkannya padaku! Dia tahu aku hendak membunuh Raja Iblis itu. Katanya batu permata itu akan sepadang dengan kekuatan yang dimiliki raja Iblis itu.”Bimala senang mendengarnya. Kini dia semakin tenang karena Tanaka akan memiliki kekuatan lebih untuk melawan Baluku. Dia
“Ampun Yang Mulia! Jika kami memiliki kesalahan dan dosa hingga Yang Mulia berkunjung ke tempat sederhana kami ini, kami rela dihukum, Yang Mulia!” ucap ayah Numi yang tampak ketakutan melihat kedatangan Raja Saka yang secara mendadak itu.Begitu pun dengan Numi dan Ibunya, mereka pun memohon-mohon ampun pada Raja Saka. Raja Saka yang melihat itu tampak tidak enak hati dan merasa bersalah.“Berdirilah,” pinta Raja Saka.“Ampun, Yang Mulia. Berdiri di hadapan Raja adalah dosa besar bagi kami yang hanya sebagai rakyat jelata. Itu akan membuat leluhur mengutuk kami. Biarkan kampi bersimpuh begini Yang Mulia.”Numi dan Ibunya pun kembali memohon-mohon ampun pada Raja Saka. Sekarang Raja Saka tampak kebingungan sendiri. Dia pun menatap Panglimanya. Pendekar Penggebrak Bumi itu tampak kebingung. Dia tidak mengerti soal urusan asamara itu. Saat Raja Saja menatap Bari, Bari pun tampak mengangkat kedua bahunya. Sementara para warga di sekitar rumah Numi itu masih tampak berlutut di tempat masi