Pelayan Minun memberikan ramuan pada Sang Ratu. Sang Ratu lalu meminumnya, setelah itu dia mengelus perutnya.“Apa Yang Mulia baik-baik saja?” tanya Minun dengan khawatir.“Aku baik-baik saja,” jawab Sang Ratu. “Sekarang aku sedang berpikir, apakah kita akan tetap bersembunyi di sini tanpa bertindak untuk mencari anakku?”“Bersembunyi di sini yang terbaik untuk saat ini, Yang Mulia. Lagipula, Nona Bimala telah berjanji untuk membantu Yang Mulia mencari keberadaan Putra Mahkota yang sesungguhnya jika benar dia masih hidup,” jawab Minun.“Aku tidak tenang jika belum menemukannya. Jika memang dia sudah mati, aku ingin melihat di mana jasadnya,” ucap Sang Ratu.Minum khawatir mendengarnya.“Tunggu di sini saja, Yang Mulia. Hamba khawatir jika Yang Mulia ikut mencari, itu akan membahayakan kandungan Yang Mulia. Bagaimana pun, Yang Mulia harus menyelamatkan kadungan Yang Mulia. Jika Putra Mahkota sesungguhnya memang telah tiada, kerajaan ini akan memilikinya sebagai generasi penerus kerajaa
Hentakan kuda yang dinaiki Tanaka, Roh Panglima dan satu tentaranya tampak menggema. Api menyala-nyala di kepala kuda masing-masing. Tak lama kemudian Tanaka menghentikan kudanya. Roh Panglima dan Tentaranya juga ikut menghentikan kudanya dengan heran.“Ada apa, Tuanku?” tanya Roh Panglima.“Aku mendengar suara pasukan kuda sedang menuju kemari,” jawab Tanaka.Roh Panglima dan Tentaranya tampak terkejut mendengarnya. Tanaka pun mencabut golok hitam di punggungnya, bersiap melawan pasukan kuda yang datang itu. Dia yakin, pasukan kuda itu pasti kiriman dari istana untuk mencarinya karena telah menghancurkan pelabuhan dan membakar semua kapal milik kerajaan di sana.Roh Panglima dan Tentaranya tampak menunggu. Kini mereka pun dapat mendengar dengan jelas pasukan berkuda yang semakin mendekat itu. Tak lama kemudian, benarlah dugaan Tanaka. Pasukan Putra Mahkota bersama Panglima Araca kini tiba di hadapannya.Mata Putra Mahkota terbelalak ketika mendapati Tanaka. Dia tahu sang buruk rupa i
Asap hitam itu tiba-tiba memudar lalu pandangan Tanaka menjadi terang. Dia melihat makhluk hitam itu telah menghilang dari hadapannya. Roh Panglima bersama satu tentaranya langsung mendekat ke Tanaka dengan khawatirnya.“Ampun, Tuanku. Hamba tidak dapat mengejar Roh itu,” ucap Roh Panglima dengan merasa bersalah.Tanaka menatap Roh Panglimanya dengan lekat.“Apa kau tahu siapa dia?” tanya Tanaka dengan rasa penasarannya.“Dia adalah adik Baluku, Tuanku,” jawab Roh Panglima.Tanaka terbelalak mendengarnya.“Adik Tuan Guru Baluku?”“Benar, Yang Mulia. Pada zaman dahulu, Yang Mulia Baluku memiliki seorang adik yang berhasil kabur dari kerajaannya saat kerajaannya runtuh. Rupanya dia masih hidup dan sekarang sepertinya sedang bersemayam di tubuh Putra Mahkota dan hamba yakin dialah yang mengajarkan kesaktian pada Putra Mahkota,” jawab Roh Panglima.Tanaka tampak semakin terkejut mendengarnya. Dia tahu, urusannya dengan Putra Mahkota belumlah selesai. Dia harus segera mendapatkan benda pus
“Jangan mengada-ada!” teriak Tanaka pada Bimala. Mendengar kabar itu seakan mendengar petir di siang bolong.“Aku tidak mengada-ada! Sekarang Ibu kandungmu sedang berada bersamaku. Dia sedang mencarimu karena baru tahu akan hal ini,” ucap Bimala dengan lemah.Roh Panglima menghampiri Tanaka dengan kudanya.“Ayo, kita harus segera pergi dari sini, Tuanku,” pinta Roh Panglima.Tanaka tidak menggubris panggilan Roh Panglima. Sebenarnya dia masih penasaran dengan apa yang dikatakan Bimala.“Ayo, Tuanku. Kita harus segera pergi dari sini sebelum adik Baluku kembali dan membawa pasukannya,” pinta Roh Panglima sekali lagi.Tanaka menatap Bimala yang lemah.“Maafkan aku. Kali ini aku tidak percaya padamu dan maafkan aku telah merebut benda pusaka milikmu,” ucap Tanaka. “Aku melakukan ini untuk sebuah alasan.”“Karena ingin balas dendam kan?” ucap Bimala.Tanaka bergetar mendengarnya. Dia heran kenapa Bimala tahu akan hal itu.“Aku tahu kau telah membunuh ayahku,” ucap Bimala. “Dan aku memaafk
Tanaka mamacukan kuda berkepala apinya dengan kencang menembus hutan. Roh Panglima mengejarnya dari belakang.“Tuanku! Kita harus ke istana Tuanku! Kita harus merebut Pedang Perak Cahaya Merah Itu dari adik Baluku!” teriak Roh Panglima.Tanaka tidak menggubris teriakannya. Dia terus saja memacukan kudanya. Ketika dia tiba di depan mulut gua tempat penyimpanan semua harta benda, Tanaka menghentikan kudanya lalu turun dari gua. Roh Panglima tiba lalu turun dari kuda dan mendekatinya dengan khawatir.“Tuanku, kita harus ke istana sekarang juga sebelum adik Baluku menggunakan pedang itu untuk membunuh Yang Mulia Baluku,” mohon Roh Panglima.Tanaka menoleh padanya dengan geram. Dia mengeluarkan golok hitamnya.“Kau sudah tidak mau lagi mendengar omonganku?!” tegas Tanaka.“Ampun, Tuanku. Hamba akan selalu setia pada Tuanku sampai akhir hayat Tuanku,” ucap Roh Panglima berlutut padanya.“Aku bisa saja membunuhmu sekarang juga! Sekarang ikuti mauku atau kau akan mati dengan golokmu sendiri?!
Angin berhembus kencang saat Bimala tiba di kediamannya bersama Tanaka dan Roh Panglima. Gadis itu turun dari kudanya, diikuti oleh Tanaka dan Roh Panglima. Saat Bimala memeriksa kediamannya, dia terkejut melihat Sang Ratu dan Pelayannya itu sudah tidak ada di sana.“Kemana mereka?” tanya Bimala dengan khawatir dan bingung.Sementara Tanaka dan Roh Panglima terdiam heran. Tanaka curiga kalau Bimala telah membohonginya.“Kau sengaja membohongiku bahwa Ibu kandungku ada bersamamu?” tanya Tanaka curiga.Bimala menoleh padanya. “Aku tidak berbohong. Dia bersamaku dengan pelayannya sudah beberapa hari ini. Aku memintanya untuk tinggal di sini.”Bimala pun mencari sesuatu di sana. Dia berharap Sang Ratu meninggalkan pesan padanya. Namun saat dia mencoba mencari-cari, dia tidak menemukan pesan apapun di sana.“Mungkin dia pergi dari sini,” ucap Bimala. “Yang Mulia ingin mencarimu dan sangat ingin bertemu denganmu, Tanaka.”“Kalau begitu ayo kita cari,” pinta Tanaka yang sudah mulai percaya p
Putra Mahkota tampak tengah menghadap Raja Tala. Di punggungnya tampak terlihat Pedang Perak Cahaya Merah sudah dimilikinya.“Kenapa kau pulang? Harusnya kau cari ibumu sampai ketemu!” ucap Raja Tala dengan penuh amarah.“Ampun, Yang Mulia,” ucap Putra Mahkota. “Hamba telah mencari Ibu kemana-mana, namun sepertinya ada yang menyembunyikannya. Akhirnya hamba bertemu dengan Panglima Araca yang hendak mencari para iblis itu, akhirnya hamba menemaninya untuk menemukan pimpinan dari pasukan Iblis itu, namun hamba tidak bisa melawannya, hingga Panglima Araca mengorbankan dirinya demi hamba. Namun kabar baiknya, hamba mendapatkan benda pusaka yang selama ini ayah cari-cari.”Raja Tala berdiri mendengar itu.“Benda pusaka apa itu?” tanya Raja Tala penasaran.Putra Mahkota pun mencabut Pedang Perak Cahaya Merah di punggungnya. Melihat Pedang itu menyala-nyala, Raja Tala terbelalak. Pedang itulah yang dicarinya selama ini. Pedang itulah yang membuat anak kandungnya harus mendapatkan kutukan bur
Tanaka dan Bimala berdiri di hadapan air terjun itu. Roh Panglima berdiri jauh dari mereka. Mengawasi apa yang akan terjadi diantara mereka.“Kita sudah menunggu,” ucap Tanaka. “Kenapa Pedang Perak Cahaya Merah itu tidak kembali padamu? Apa kau mencoba membohongiku?”“Aku akan melakukan ritual tengah malam nanti di sini,” jawab Bimala. “Tengah Malam nanti Pedang Perak Cahaya Merah itu pasti akan kembali.”Tanaka duduk di atas batu. Dia memandangi air terjun yang terlihat indah itu. Dia masih tidak percaya akan semua kenyataan yang dia dapatkan. Melihat itu, Bimala pun duduk di sebelahnya.“Bagaimana kau bisa menjadi murid Baluku dan mendapat Panglima Iblis itu?” bisik Bimala.“Saat aku tidak sengaja bertemu denganmu di dekat air terjun itu, tiba-tiba ada roh hitam yang mendatangiku dan mengatakan ingin membantuku untuk membalaskan dendam pada Putra Mahkota yang membunuh ayah dan Ibuku, serta membalaskan dendamku pada Raja yang telah menghukum gantung paman-pamanku,” jawab Tanaka.Bima
Bimala dan Pelayan Minun tampak gelisah menantikan Tabib Istana bersama tabib-tabib lain yang sedang membantu Sang Ratu untuk melahirkan itu. Akhirnya hari itu telah tiba. Sang Ratu pun tak bisa lagi menahannya karena waktu kelahiran anak keduanya itu telah tiba.Sementara Bimala dan Pelayan Minun belum mendapat kabar dari Tanaka. Mereka tidak tahu apakah Tanaka sudah berhasil atau belum membunuh Baluku hingga kutukan itu terlepas dan tidak akan dialami oleh bayi yang sedang berusaha dikeluarkan oleh para tabib itu.Tak lama kemudian terdengar suara tangisan bayi. Bimala dan Pelayan Minun tampak haru bercampur was-was. Mereka was-was jikalau bayi itu akan terlahir buruk rupa juga seperti Tanaka.“Oh anakku!” teriak Sang Ratu di dalam sana terlihat menangis haru.Bimala dan Pelayan Minun saling menatap dengan ragu.“Apakah bayi itu juga terlahir buruk rupa?” bisik Pelayan Minun dengan penasaran pada Bimala.“Aku tidak tahu, Bi,” jawab Bimala dengan berbisik juga.“Bimala, Pelayan Setia
Baluku terbelalak ketika pulau yang menjadi tempatnya dikurung para dewa itu sudah dikelilingi kapal-kapal yang berisi pasukan dari Tanaka. Baluku kini berdiri di atas puncak batu karang yang paling tinggi. Matanya kini tertuju pada Tanaka yang berdiri gagah di samping Roh Panglima.“Kami sudah datang, Tuan Guru!” teriak Tanaka.Baluku kian geram mendengarnya.“Panglima dan prajurit-prajurit keparat! Kenapa kalian lebih setia pada muridku dibanding denganku yang sudah membangkitkan kalian dari alam roh hingga bisa hidup seperti manusia lagi?!!! Harusnya kalian berpihak padaku, bukan pada manusia buruk rupa itu!!!” teriak Baluku dengan geramnya.“Bukan kah Yang Mulia membangkitkan kami untuk setia pada Tuan Tanaka? Bukan pada Yang Mulia?” jawab Roh Panglima.Baluku kian geram mendengarnya. Baluku pun mengangkat tangannya. Seketika batu-batu kecil di atas permukaan karang itu terangkat lalu tak lama kemudian batu-batu kecil itu menyalakan api yang tampak panas.Tanaka dan Roh Panglima p
Pelayan Minun berteriak memanggil Bimala saat melihat Sang Ratu sedang kesakitan memegangi perutnya yang besar itu. Bimala bergegas datang dengan panik.“Yang Mulia!” ucap Bimala mendekat ke kasurnya. “Yang Mulia kenapa?”“Perutku sakit sekali, Bimala. Aku sepertinya hendak melahirkan.”Bimala dan Pelayang Minun pun panik mendengarnya.“Tolong panggilkan Tabib, Bi,” pinta Bimala dengan panik pada Pelayan Minun.“Baik, Nona.”Pelayan Minun pun bergegas keluar untuk memanggil Tabib. Bimala pun memegangi tangan Sang Ratu untuk menguatkannya.“Tunggu sebentar lagi, Yang Mulia. Sebentar lagi Tabib akan segera datang.”“Tapi bagaimana jika seandainya sekarang anak ini berhasil dilahirkan sementara Tanaka belum berhasil membunuh Baluku? Apakah kutukan itu akan menghilang jika setelah anak ini lahir, Tanaka baru bisa memusnahkan Baluku?” tanya Ratu dengan bingung sambil menahan sakit di perutnya.“Apapun yang terjadi, sekarang pikirkan saja kesehatan Yang Mulia Ratu dan anaknya nanti. Meskipu
“Bagaimana ini bisa terjadi?” tanya Jabali dengan terbelalak tak percaya melihat dirinya, Tanaka, Roh Panglima dan para awak kapal layarnya sedang dibawa terbang berputar mengelilingi tentara mereka yang tengah bertarung di atas lautan itu.“Inilah kemampuanku sekarang, Jabali,” ucap Tanaka.Tanaka pun memandangi Roh Panglima.“Kau hadapai Panglima Setan itu dan aku akan menghadapi murid baru Raja Iblis itu,” perinta Tanaka pada Roh Panglima.“Siap, Tuan Tanaka!”Roh Panglima pun langsung terbang melesat menuju Panglima Setan untuk menyerangnya. Panglima Setan pun terkejut melihat kedatangan Roh Panglima yang tengah melesat ke arahnya itu. Dia pun lansung meninggalkan Karan di atas kapal itu kemudian bertarung dengan Roh Panglima di atas lautan itu dengan jurus meringankan tubuhnya.Sementara Karan di atas kapalnya itu terbelalak ketika mendapati Tanaka kini sudah berada di hadapannya. Karan mundur ke belakang karena ketakutan melihat wajah Tanaka yang menghitam. Dia seperti baru itu
Tiba-tiba awak kapal tampak terbelalak ketika melihat kapal-kapal layar seperti menghadang di hadapan sana.“Tuan, Panglima! Tuan, Panglima!” teriak awak kapal itu.Tanaka dan Roh Panglima yang sedang berada di sisi kapal itu pun menoleh pada awak kapal itu.“Ada apa?” tanya Roh Panglima heran.“Di hadapan sana seperti ada puluhan kapal menghadang, Tuan,” jawab awak kapal itu.Roh Panglima dan Tanaka pun bergegas berjalan ke ujung kapal. Mereka berdua terbelalak melihat kapal-kapal di hadapan.“Tahan layarnya!!!!” teriak Roh Panglima saat melihat pasukan Karan tengah menghadang di hadapan sana dengan sepuluh kapal layar berkarangnya.Seluruh awak kapal Pasukan Tanaka pun mengatur layarnya agar kapal-kapal mereka berhenti berlayar. Saat kapal-kapal pasukan Tanaka berhenti, Tanaka berjalan ke ujung kapal lalu memperhatikan kapal-kapal pasukan Karan itu dengan jelas. Roh Panglima berdiri di sebelahnya.“Apakah benar yang berdiri paling depan di kapal layar terdepan itu murid baru Raja Ba
“Yang Mulia Ratu! Yang Mulia Ratu!” teriak pelayan setianya memasuki ruangan kediamannya. Dia tampak heran tidak melihat ada Ratu di sana.Sesaat kemudian Ratu tampak datang dari belakangnya.“Kau mencariku?” tanya Ratu heran.Pelayan Minun menatap Ratu dengan lega.“Bimala sudah datang, Yang Mulia!” ucap Pelayan Minun dengan lega.Ratu pun sangat senang mendengarnya.“Di mana dia sekarang?”“Dia ada depan gerbang kediamanmu ini, Yang Mulia,” jawab Pelayan Minum.“Suruh dia masuk! Tadi kenapa aku tidak melihatnya,” perintah Ratu.“Baik, Yang Mulia.”Pelayan Minun pun bergegas keluar dari ruangan itu. Ratu pun duduk di tempat duduknya dengan tidak sabar. Dia ingin tahu banyak bagaimana kabar Tanaka darinya. Tak lama kemudian Pelayan Minun datang bersama Bimala. Bimala langsung bersimpuh di hadapannya.“Maafkan aku, Yang Mulia,” ucap Bimala sembari meneteskan air mata. “Aku telah meninggalkan istanamu tidak pamit langsung di hadapanmu.”“Kau tak perlu merasa bersalah, Bimala. Sekarang c
Baluku berdiri di hadapan seorang lelaki yang sedang berlutut padanya. Lelaki yang dahulu tidak sengaja terdampar di sana karena perahu yang dia naiki terpaksa pecah tergulung ombak hingga dia terdampar dan diselamatkan Baluku di sana. Dia menatap lelaki itu dengan lekat, dengan wajah tegasnya.“Hari ini kau telah berhasil mendapatkan semua ilmu dariku!” ucap Baluku padanya. “Kau sendiri yang bersedia memilih untuk menjadi muridku daripada mati di tanganku! Aku tidak pernah memaksamu untuk datang ke pulauku ini. Perahumu lah yang karam dan membuatmu terdampar di sini!”“Baik, Guru!” ucap Pemuda yang bernama Karan.“Dan untuk bisa bebas dariku,” lanjut Baluku. “Kau harus mendapatkan Pedang Perak Cahaya Merah itu dari mantan Muridku si Buruk Rupa itu. Aku merasakan pedang itu sudah ada pada dirinya saat ini. Dia tengah berada di negeri Nusantara.”“Baik, Guru,” sahut Karan sekali lagi.Baluku pun menatap sebuah kapal setan yang di atasnya sudah berdiri seorang Panglima Setan, Nakoda dan
Kapal-kapal yang dinaiki Tanaka bersama kaum Sakwa itu pun akhirnya berlabuh di pelabuhan Nusantara. Roh panglima bersama prajuritnya langsung menyambut kedatangan mereka. Bimala sudah tidak sabar lagi untuk segera bertemu dengan Tanaka. Begitu pun Sakwa. Dia ingin meminta maaf pada kaumnya yang telah meninggalkan mereka di negeri raksasa itu.Saat Tanaka dan kaum sakwa itu turun dari kapal layar masing-masing. Bimala langsung berlari menuju Tanaka lalu memeluknya dengan erat.“Apakah kau berhasil mengembalikan batu permata itu pada Yang Mulia Raja Sujana?” tanya Bimala penasaran.“Batu permata itu ternyata untukku, Bimala,” jawab Tanaka.Bimala terkejut mendengarnya. “Untukmu?”“Iya,” jawab Tanaka. “Raja Sajuna menghadiahkannya padaku! Dia tahu aku hendak membunuh Raja Iblis itu. Katanya batu permata itu akan sepadang dengan kekuatan yang dimiliki raja Iblis itu.”Bimala senang mendengarnya. Kini dia semakin tenang karena Tanaka akan memiliki kekuatan lebih untuk melawan Baluku. Dia
“Ampun Yang Mulia! Jika kami memiliki kesalahan dan dosa hingga Yang Mulia berkunjung ke tempat sederhana kami ini, kami rela dihukum, Yang Mulia!” ucap ayah Numi yang tampak ketakutan melihat kedatangan Raja Saka yang secara mendadak itu.Begitu pun dengan Numi dan Ibunya, mereka pun memohon-mohon ampun pada Raja Saka. Raja Saka yang melihat itu tampak tidak enak hati dan merasa bersalah.“Berdirilah,” pinta Raja Saka.“Ampun, Yang Mulia. Berdiri di hadapan Raja adalah dosa besar bagi kami yang hanya sebagai rakyat jelata. Itu akan membuat leluhur mengutuk kami. Biarkan kampi bersimpuh begini Yang Mulia.”Numi dan Ibunya pun kembali memohon-mohon ampun pada Raja Saka. Sekarang Raja Saka tampak kebingungan sendiri. Dia pun menatap Panglimanya. Pendekar Penggebrak Bumi itu tampak kebingung. Dia tidak mengerti soal urusan asamara itu. Saat Raja Saja menatap Bari, Bari pun tampak mengangkat kedua bahunya. Sementara para warga di sekitar rumah Numi itu masih tampak berlutut di tempat masi