Sudah beberapa waktu mereka bertarung, Gamya dan adik seperguruan Jiang sedang melihat pertarugan Kencana Emas. Tampak mereka seperti setara dalam pertarungan, tetapi sebenarnya Kencana bisa dengan mudah mengalahkan Jiang hanya dengan beberapa kali tarikan nafas saja. Kencana sedikit terganggu dengan Gamya yang mampu membuatnya jatuh keposisi berlutut kapan saja.
Namun saat ini Gamya hanya melihat dan tidak menunjukkan dirinya ingin ikut campur pertarungan muridnya. Melihat posisi yang menguntungkan itu Jiang berusaha semakin memojokkan Kencana sambil tertawa lantang. Namun Kencana Emas bahkan belum berpindah dari tempat dia berdiri Kencana sedikit berkelit ketika golok Jiang hampir mengenai wajahnya dan secara bersamaan Kencana melancarkan serangan tapak kearah dada Jiang yang menyebabkan benturan yang cukup kuat, serangan itu membuat Jiang mundur beberapa langkah lalu memuntahkan dara segar.
“Kuakui murid Gamya tidak bisa dianggap remeh, selanjutnya giliranku terimalah…” Kencana Emas berkata sambil tersenyum tipis lalu menyusul Jiang. Kencana Emas mulai mengeluarkan serangan tapak kearah Jiang, serangan tapak itu sangat kuat bahkan setiap serangan yang berhasil di hindari Jiang selalu memberikan luka gores seakan angin bisa melukai tubuhnya.
Kencana Emas mengalihkan pandangannya sesaat kepada Gamya ketika sedang berhadapan dengan Jiang. Kini jarak pertarungan antara Jiang dan gurunya semakin jauh, rupanya Kencana mengetahui jika Gamya masih mempengaruhi gerakkannya. Jarak yang sudah cukup jauh membuat Jiang tidak dapat lagi mengandalkan kemampuan Gamya yang selama ini sedikit mempengaruhi gerak Kencana Emas.
Kencana Emas yang melihat Jiang mulai ketir hanya tersenyum tipis tanpa melontarkan kata-kata. Kencana menebak jika Jiang hanya mengandalkan kemampuan Gamya dan berusaha mendapatkan kemenangan tanpa perlu bersusah payah. Namun hal itu tidak bisa dikatakan kemenangan jika akan berdampak buruk kepada diri sendiri, kini Jiang harus menelan kenyataan pahit dan harus menyerahkan nyawanya.
“Cih, jika kau tidak ingin mati cepat serahkan Pusaka Langit dan kami akan membiarkan kau tetap hidup…” Jiang tetap tenang sesaat tubuhnya terkena serangan telak beberapa kali didadanya.
“Kuakui murid Gamya memang seorang pendekar hebat tetapi tidak kusangka jika muridnya juga bisa membual.” Kencana sedikit menaikkan alisnya sambil melipat satu tangannya kebelakang.
Mendengar perkataan Kencana Emas dada Jiang memanas bukan hanya marah tetapi serangan Kencana Emas membuat dada Jiang terasa sempit karena serangan tenaga dalam yang tinggi. Jiang mengambil kuda-kuda dan memutar goloknya, dari gerakkan yang jiang lakukan muncul sebuah rantai yang diikuti api menjalar menyelimuti golok tersebut.
Melihat hal itu Kencana Emas menaikkan alisnya sambil menyambut serangan yang datang. Jiang berusaha mati-matian untuk memberikan satu serangan saja kepada Kencana Emas tetapi tidak ada satu seranganpun yang mampu memberikan luka gores terhadapa Kencana “bagaimana dia bisa sekuat ini.” Jiang bergumam sambil menggigit bibirnya.
Kini Jiang sadar jika dirinya tidak mampu mengalahkan Kencana seorang diri, Jiang sedikit menoleh kekanan namun alangkah terkejutnya Jiang mendapati Gamya dan adik seperguruannya sudah cukup jauh. Wajahnya memucat diiringi keringat dingin berjatuhan dari wajah dan sekujur tubuhnya, sebab baru kali ini dia merasakan serangan yang amat berat.
“Kuucapkan selamat tinggal…” Kencana tidak ingin membuang waktu ketika melihat kesempatan. Dengan cepat Kencana mengarahkan jari telunjuknya tepat kearah kening Jiang yang seketika membuat keningnya berlubang, serangan telunjuk Kencana tidak pernah diduga oleh Jiang dan membuatnya harus meregang nyawa.
Disisi lain Gianjoyo yang saat itu pergi mencari sumber suara mendapati Kencana Emas baru saja membunuh Jiang. Gamya dan adik seperguruannya juga melihat, tetapi mereka tidak dapat menolong Jiang. Untuk membalaskan kematian muridnya Gamya berjanji akan memberikan kematian yang menyakitkan terhadap Kencana Emas. Melihat kedatangan Gianjoyo itu Gamya lalu dengan cepat memerintahkan untuk segera menangkap Gianjoyo demi menghilangkan jejak.
Gianjoyo menyadari jika posisinya dalam bahaya, melihat orang yang sedang mengejarnya Gianjoyo berlari tanpa menoleh kebelakang. Disisi lain Kencana Emas yang melihat kesempatan itu segera melarikan diri masuk kedalam lebatnya hutan.
“Buka pintu, ini aku Gianjoyo cepat buka pintu!” pekik Gianjoyo, Kirana yang mendengar sedikit lega suaminya kembali akan tetapi pirasat buruk mulai mengisi hatinya. Kirana segera memeluk suaminya, tetapi Gianjoyo tidak memberikan expresi apapun melainkan wajahnya begitu pucat dan berkeringat dingin.
“Ki..kita harus cepat pergi dari sini. aku baru saja melihat Kencana Emas bertarung dengan kelompok aliran hitam, salah satu dari mereka mengejarku” ucap Gianjoyo terbata.
Lengkukup yang saat itu berada diruang tamu rumahnya mendengar jelas perkataan Gianjoyo yang telihat sangat ketakutan. Tetapi belum sempat mereka meninggalkan rumah, tiba-tiba pintu terpental menghantam salah satu meja, dari luar tampak seseorang sedang memegang golok. Kirana dengan cepat menarik Lengkukup untuk bersembunyi kedalam kamar dan meninggalkan Gianjoyo sendiri.“Oh, sepertinya aku akan makan enak malam ini.” Ucap orang itu yang tidak lain Xue adik seperguruan Jiang yang beberapa waktu lalu tewas ditangan Kencana Emas.
Gianjoyo berharap tidak akan terjadi apa-apa, dan dapat bernegosiasi dengannya tetapi orang itu sedikitpun tidak tersenyum. Xue melangkah masuk kedalam rumah Gianjoyo tanpa rasa bersalah sedikitpun, sedangkan Gianjoyo hanya bisa mematung karena ketakutan. Gianjoyo merasakan kekuatan yang sangat mengerikan didalam tubuh orang itu, tampak dirinya menjulurkan lidahnya yang cukup panjang, dari situ tampak giginya yang runcing.
Melihat Gianjoyo yang sudah ketakutan Xue semakin beringas, tubuh besarnya menghempas hempas seolah sedang kerasukan. Xue menghancurkan semua yang dia lihat membuat Gianjoyo semakin merasa takut. “Ampun, aku mohon jangan…” Gianjoyo berkata sambil memelas, sungguh tindakan yang tidak patut bagi seorang pendekar.
“Apakah pantas seorang Gianjoyo melakukan hal serendah itu?”
Gianjoyo berpendapat akan lebih baik mengalah untuk sebuah kemenangan tetapi sayangnya Xue berada ditingkat yang berbeda. Dirinya memang murid yang jarang bertarung tetapi soal kekuatan Xue jauh lebih unggul daripada Jiang kakak seperguruannya.
Dilain sisi Lengkukup tidak menyembunyikan ketakutannya dia berusaha memekik, tapi Kirana dengan cepat langsung menutup mulut anaknya dengan kedua tangan. Dalam dekapan ibunya Lengkukup menangis sejadi-jadinya, tapi suaranya tidak bisa keluar hanya butiran air mata yang membasahi wajah kecil Lengkukup.
“Keluar kalian semua, cepat!” Xue berteriak yang membuat ketakutan Kirana semakin menjadi.
Tentu teriakkan Xue itu menyulut api yang sejak tadi sudah membara. Bagi seorang ayah keselamatan keluarganya adalah hal utama, tidak peduli jika dirinya akan mati untuk melindungi mereka. Gianjoyo berniat mati bersama orang itu jika tidak bisa membunuhnya. “Hentikan! Kau manusia Iblis, Selangkah lagi kau maju aku akan membunuhmu.”
Xue seolah tidak mendengar perkataan Gianjoyo, dirinya menyadari tindakan yang Gianjoyo lakukan hanya untuk pengalihan semata. Xue lalu menuju kamar tempat Kirana bersembunyi tanpa perduli Gianjoyo berusaha menahannya.
Gianjoyo tidak memiliki pilihan lain kecuali bertarung hidup dan mati, dirinya mengambil sebilah pedang yang tergantung disalah satu dinding rumahnya dan langsung menghunuskan pedang itu tepat kearah Xue. Tetapi Xue sedikitpun tidak bergeming ketika pedang Gianjoyo menembus bagian dada tepat kearah jantungnya.
Namun serangan Gianjoyo berbalik arah, pedang yang menembus jantung Xue tiba-tiba menembus jantungnya sendiri. Dalam keadaan panik Gianjoyo berusaha menarik pedangnya tetapi Xue justru mendekatkan diri kepada Gianjoyo yang membuat Gianjoyo semakin kesakitan.
“Siapakah orang ini? Batin Gianjoyo.
Pada akhirnya Gianjoyo harus mati dengan penuh penyesalan karena tidak bisa melindungi keluarganya. Rasa penyesalan itu terlihat dari air mata Gianjoyo yang keluar tanpa bisa dikendalikan, pemandangan terakhir Gianjoyo adalah Kirana yang ditarik rambutnya oleh Xue. Melihat Gianjoyo sudah tidak berdaya Kirana ingin menangis tetapi tidak bisa karena rambutnya sedang ditarik oleh Xue. Kirana menyesal karena selama ini tidak pernah belajar beladiri, kini dia mendapatkan bukti jika dunia persilatan itu sangat kejam. Kirana tidak bisa menahan air mata yang sejak tadi terbendung dikelopak matanya. Butiran air mata membasahi wajah Kirana mengharap belas kasih Xue yang saat ini menjilati bibirnya.“Ampuni kami tuan, setidaknya biarkan anakku pergi dari sini” Ucap Kirana sambil menangis tidak dapat berbuat apa-apa. Genggaman rambut Kirana tiba-tiba dilepaskan, harapannya seolah menjadi kenyataan Kirana lantas berlari me
Beberapa waktu lalu Kencana Emas yang melesat kedalam hutan, rupanya berusaha menyelinap kembali kedesa untuk mengambil Pedang Pusaka yang tertinggal dirumahnya. Tidak butuh waktu lama Kencana Emas sudah berada tepat didepan pintu rumahnya tetapi belum sempat hendak melangkah, Kencana Emas dikejutkan oleh seseorang yang datang. Kencana Emas bertanya-tanya ada perlu apa sepuh tua ini datang kepadanya malam-malam begini, Kencana hanya menduga-duga sebelum sepuh itu mulai berbicara.” Maaf menggangumu, tetapi ada sesuatu yang harus aku sampaikan mengenai Gianjoyo kau tau kan?” Kencana Emas tidak langsung menjawab tetapi membiarkan sepuh itu menyelesaikan kata-katanya, Kencana juga bingung dirinya tidak punya urusan dengan keluarga Gianjoyo tetapi Kencana menduga jika kedatangan sepuh tua adalah untuk meminta tolong. “Ah sudahlah, mereka sedang dalam masalah, kau harus membantunya…” Sepuh itu kembali melanjutkan kalimat
Ch.6 Lembah Siluman Tubuh Lengkukup yang digendong Kencana Emas nyaris terbelah menjadi dua bagian, Kencana Emas tidak pernah menduga jika serangan semacam itu dapat berbalik arahnya. Gamya dan Xue dapat melihat dengan jelas Kencana dan Lengkukup bersimbah darah, mereka menduga jika salah satunya terkena serangan maka dijamin tidak akan selamat. Lengkukup terluka sangat parah, nafasnya hampir tidak bisa dikendalikan luka pada bagian tubuhnya cukup dalam, Kencana menebak setidaknya ada ratusan urat yang putus. Kencana tidak menoleh kebelakan dan berusaha lari sejauh mungkin dari pandangan, sambil berlari Kencana menotok jalan nadi Lengkukup. Usaha yang cukup jitu dari Kencana sehingga Lengkukup masih dapat bernafas tetapi darah tetap keluar. Kencana Emas tidak ada pilihan lain, kini dia harus menemukan tempat yang aman secepat mungkin. Di perjalanan tiba-tiba Kencana tehenti seketika mendapati jalan buntu didepannya, rumor y
Kencana Emas sedikit tertegun melihat Permata Siluman yang baru saja ditemukan dari potongan tubuh siluman yang sudah tidak berbentuk didepannya. Terlihat permata siluman itu sedikit berbeda dari biasa, warna merah menyala menunjukkan jika itu merupakan permata siluman yang sangat langka tidak seperti permata yang biasa dia jumpai. Pandangan Kencana luas menelisik keberadaan Lembah Siluman, kini dirinya sedikit merasa yakin jika tempat ini merupakan tempat yang ingin dijumpainya. Mimpi Kencana Emas seolah menjadi kenyataan ketika berhasil menginjak tanah Lembah Siluman. Hampir 1 tidak, mungkin 2 menit Kencana terdiam sambil memegangi permata siluman ditanganya. Kencana seakan lupa tentang keberadaan Lengkukup seolah ingin membiarkan Lengkukup mati begitu saja dan melanjutkan perjalanan seorang diri. “Apakah Lengkukup akan mati begitu saja? Tentu saja tidak.” Kencana beberapa kali berfikir sambil menggelengk
Kencana menyadari jika tepat disamping mereka terdapat sebuah Gua, dirinya berniat memasuki Gua yang tampak terlihat sangat menyeramkan. Kencana segera menggendong Lengkukup untuk mengobatinya kembali didalam Gua, akan tetapi baru bebarapa langkah Kencana Emas menuju Gua itu, tampak beberapa tulang belulang yang cukup besar berserakan. Kencana Emas menduga jika didalam Gua itu ada sesuatu yang bernyawa, Kencana Emas berteriak dengan keras seolah memanggil penghuni Gua itu keluar, seketika itu teriakkan Kencana Emas mendapat tanggapan dari penghuni Gua. Suara raungan menggema didalam Gua diiringi sesosok yang menyeramkan menampakkan kaki kakinya yang begitu besar, mata yang mengeluarkan cahaya kemerahan, seketika melotot kearah Kencana Emas tetapi Kencana Emas membalas dengan tatapan dingin sorot mata itu tanpa bergeming sedikitpun. Sosok itu rupanya siluman lumut yang hampir berumur 100 tahun, keberadaanya sudah se
Kencana menjadi satu dari sedikit orang yang selamat dari desanya, karena selama ini Kencana pergi bersama sang guru sebagai pengembara, dengan niat membalaskan dendam Kencana menghabiskan hampir seluruh waktu, untuk berlatih tenaga dalam dan seni bela diri. Hingga dia berhasil mengumpulkan 50 lingkaran tenaga dalam hanya dalam waktu 20 tahun, pada akhirnya Kencana tidak pernah merasakan hal yang dianggap mudah oleh kebanyakan orang seperti cinta. Kencana Emas tidak ingin jika Langkukup bernasib sama dengannya, tanpa menunggu lagi Kencana membuka kantong kulit yang masih terikat. Kencana sedikit merasa aneh, terlihat kantong kulit yang sebelumnya basah oleh darah dari tubuh Lengkukup kini sudah kering bahkan tidak ada noda sedikitpun. Perlahan Kencana memegangnya, terbesit dipikiran Kencana untuk memakainya sendiri supaya bisa membalaskan dendam pribadinya. Akan tetapi tentu Kencana tidak ingin Lengkukup mati karen
Sosok itu kembali berkata yang membuat Kencana sedikit merasa ketakutan, karena telah membangkitkan salah satu iblis kemuka bumi. Namun Kencana masih sedikit tenang, mengetahui jika hati iblis itu dapat dikendalikan dengan Kitab Surgawi yang kini berada disekitar Lembah Siluman. Kencana hanya butuh waktu sampai Lengkukup berusia 20 tahun, sementara Lengkukup sekarang masih berumur 7 tahun, Kencana menebak jika dirinya harus mendapatkan Kitab Surgawi paling lambat 12 tahun lagi karena 1 tahunnya pasti digunakan untuk persiapan. Kini hati iblis yang sudah bangkit itu sangat menyesal karena telah mendapat wadah yang salah dan terjebak didalam tubuh Lengkukup. “Kau pasti penyebabnya? Kau harus membayar semua ini!” Tiba-tiba sosok yang mengambil alih tubuh Lengkukup kemudian menyerang Kencana Emas tanpa perhitungan. Gerakkannya sangat lincah, dan memilki pola yang aneh, Kencana Emas hampir t
Kencana sangat terkejut mendapati Lengkukup sudah sadar bahkan kondisinya jauh lebih baik, dan yang lebih mengejutkan bagi Kencana adalah kekuatan dari Lengkukup. Kencana menebak jika hati iblis telah menyatu dengan Lengkukup sehingga Lengkukup mempunyai kekuatan yang sangat besar, mata Kencana berkaca-kaca mendapati hal itu, tidak pernah diduganya Lengkukup akan sembuh dengan sangat cepat. Kencana ingin bertanya kepada Lengkukup tetapi belum sempat Kencana membuka mulut puluhan siluman yang tersisa menyerang mereka berdua secara bersamaan. “Biar aku atasi sendiri paman..!” ucap Lengkukup sangat percaya diri seraya menyambut siluman yang datang. Beberapa siluman yang menyerang sempat merasa ragu menghadapi Lengkukup, tetapi mereka tetap menyerang karena rekan mereka sudah terlalu banyak yang tewas ditangan Kencana Emas. Mendapati hal itu Kencana tidak ingin berdiam diri, terlebih deng
Ling terdiam dalam keheningan, tatapannya masih terpaku pada tempat di mana sosok berjubah putih itu menghilang. Lengkukup dan En Jio berdiri di sisinya, mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Namun, pertanyaan yang menggantung di udara tidak segera menemukan jawaban."Siapa dia?" En Jio akhirnya memecah kesunyian, suaranya bergetar lemah. "Penjaga Kuil Tianlong? Aku tidak pernah mendengar tentang sosok seperti itu..."Lengkukup, yang biasanya tenang dan penuh perhitungan, hanya menggelengkan kepala. "Dia muncul tepat saat kita membutuhkannya. Entah siapa atau apa tujuannya, kita sebaiknya bersyukur."Ling menghela napas panjang, tubuhnya masih lelah setelah serangan besar yang hampir menghabisi kekuatannya. "Kita harus segera pergi dari sini. Tempat ini penuh dengan kegelapan, dan aku merasakan sesuatu yang tidak beres."Mereka bertiga mengangkat diri, meskipun tubuh mereka masih t
Sima Yan berdiri tegak di hadapan Ling, Lengkukup, dan En Jio. Aura kegelapan yang memancar dari tubuhnya membuat udara di sekitar mereka terasa berat. Pedangnya yang besar dan hitam berkilauan dengan cahaya merah yang jahat, menandakan kekuatan yang luar biasa.Ling mengepalkan tangannya lebih kuat di sekitar gagang pedangnya. Napasnya terasa berat, dan dadanya bergemuruh dengan adrenalin. Dia tahu ini bukan hanya pertarungan melawan seorang musuh yang kuat, tapi juga perjuangan untuk tetap hidup."Kita tidak bisa membiarkan dia menang!" desis Ling dengan penuh semangat, meski dia tahu dalam hatinya bahwa mereka mungkin tidak akan bertahan dari pertarungan ini.Lengkukup berdiri di sampingnya, menatap dingin ke arah Sima Yan. "Kita bertarung sampai napas terakhir. Tidak ada pilihan lain."En Jio, yang masih terluka, mengangguk dengan susah payah. Meskipun kondisinya jauh dari ideal, dia tahu tidak ada waktu untuk mundur.
Ketika mereka keluar dari gua, lembah yang dulunya gelap sekarang diterangi cahaya redup matahari yang mulai tenggelam. Udara terasa lebih berat, seolah sesuatu yang jahat menyelimuti mereka dari kejauhan. Langit di atas Gunung Tianfeng mulai berubah menjadi merah darah, pertanda bahwa bahaya semakin dekat.
Suasana di dalam ruangan besar itu mendadak tegang. Pria berjubah hitam yang berdiri di hadapan mereka tampak mengintimidasi, dengan senyum penuh kebencian yang menyiratkan keyakinan mutlak pada kekuatannya. Cahaya dari kristal elemen hijau memantul di zirah hitamnya, mempertegas aura kegelapan yang menyelimuti tubuhnya."Aku adalah pengawal elemen ini," ucap pria itu dengan suara rendah yang bergetar. "Namaku Hei Long, dan kalian tak akan bisa melewati gerbang kehidupan ini."Ling menatap pria itu dengan tajam, mempersiapkan diri. "Kalau begitu, kita tak punya pilihan lain selain melawanmu."Lengkukup dan En Jio mengambil posisi di sebelah Ling. Meskipun mereka tahu bahwa Hei Long adalah lawan yang kuat, mereka tidak punya waktu untuk ragu. Kristal elemen hijau itu adalah kunci untuk melengkapi kekuatan Kitab Dewa Naga, dan mereka harus mendapatkannya, apa pun risikonya."Serahkan saja elemen itu
Malam mulai menyelimuti perbukitan, namun Ling, Lengkukup, dan En Jio terus melangkah. Suasana semakin mencekam saat kabut tipis mulai muncul, menyelimuti jalanan setapak yang semakin sempit. Hutan lebat di kiri dan kanan mereka seolah menjadi dinding kegelapan yang tak tertembus. Hanya suara langkah kaki mereka yang terdengar di tengah keheningan itu."Kita semakin dekat," kata Lengkukup, matanya terus mengawasi setiap gerakan di sekitar. "Aku bisa merasakan kehadiran sesuatu yang tidak biasa di sini."Ling mengangguk setuju. Dari kitab Dewa Naga yang berada dalam genggamannya, ia bisa merasakan energi yang semakin kuat. "Lembah itu tak jauh lagi. Energi dari elemen berikutnya sangat jelas terpancar dari sana."En Jio, yang biasanya penuh semangat, kali ini tampak lebih tenang. "Apa kalian sudah siap? Kalau pasukan hitam benar-benar menunggu di sana, ini akan menjadi pertempuran yang sulit."
Setelah berhasil mengalahkan Pengawal Bayangan dan mengamankan elemen es, Ling, Lengkukup, dan En Jio melanjutkan perjalanan mereka menuju perbukitan yang lebih rendah, meninggalkan puncak es yang mencekam di belakang. Udara di sini lebih hangat, tapi suasana tegang masih melingkupi mereka. Masing-masing terdiam, merenungkan pertempuran yang baru saja mereka lalui.“Kita sekarang memiliki dua elemen,” kata Lengkukup, memecah keheningan. “Tapi musuh kita pasti semakin sadar dengan keberadaan kita.”Ling mengangguk. “Kita harus bergerak cepat. Mereka tidak akan tinggal diam dan membiarkan kita mengambil semua elemen begitu saja.”En Jio, yang biasanya ceria, kali ini terlihat lebih serius. “Kalau mereka sudah mengirim Pengawal Bayangan, berarti kekuatan besar sedang memantau kita. Kita harus siap menghadapi mereka, kapan pun mereka menyerang.”
Setelah berhasil mendapatkan elemen es dari Puncak Es, Ling, Lengkukup, dan En Jio tidak bisa beristirahat lama. Meski mereka baru saja mengalahkan serigala es yang menjaga elemen tersebut, perasaan cemas tidak pernah benar-benar pergi. Keheningan yang melingkupi pegunungan bersalju seolah menyembunyikan ancaman yang belum terungkap.“Ling,” kata Lengkukup tiba-tiba, matanya tajam menatap ke kejauhan. “Kita sedang diawasi.”Ling yang sedang mengatur napas setelah pertempuran, langsung siaga. Dia mengeluarkan pedangnya dengan gerakan cepat, memfokuskan seluruh indranya untuk mendeteksi ancaman yang disampaikan Lengkukup. Seiring angin dingin yang menusuk, bayangan mulai terlihat di balik kabut tebal.En Jio, yang sebelumnya sedang bercanda untuk menghilangkan ketegangan, kini mengalihkan pandangannya dengan wajah serius. “Sepertinya, penjaga elemen es bukan satu-satunya yang harus kita hadapi.”Dari kabut yang semakin pekat, muncul sosok-sosok berpakaian hitam. Mereka bergerak dengan k
Setelah berhasil mendapatkan elemen api dari Gunung Berapi Hitam, Ling, Lengkukup, dan En Jio tidak memiliki banyak waktu untuk merayakan keberhasilan mereka. Tantangan berikutnya, elemen es, menanti mereka di ujung dunia yang berlawanan, di Puncak Es yang dilapisi salju abadi.“Kita tidak bisa berlama-lama di sini,” ujar Ling, napasnya masih terengah-engah setelah pertarungan yang menegangkan. “Puncak Es jauh, dan kita tidak tahu apa yang menanti kita di sana.”Lengkukup menyetujui, mengangkat elemen api dengan hati-hati. Cahaya merah yang menyala dari elemen itu berdenyut lembut, memberikan rasa hangat yang kontras dengan suhu yang akan mereka hadapi di perjalanan berikutnya.“Kau benar, Ling,” katanya. “Kita harus segera bergerak. Semakin lama kita menunda, semakin besar kemungkinan musuh kita mengetahui keberadaan elemen ini.”En Jio, yang telah berhasil mengalihkan perhatian naga api, berjalan mendekat. Dia tersenyum puas, meskipun wajahnya dipenuhi keringat. “Aku tidak sabar unt
Dengan hati yang penuh semangat dan ketegangan yang meningkat, Ling, Lengkukup, dan En Jio meninggalkan pasar malam. Mereka tahu bahwa perjalanan ini akan menjadi salah satu yang paling menantang yang pernah mereka hadapi. Mereka harus mendapatkan dua elemen yang berlawanan, dan langkah pertama adalah menuju Gunung Berapi Hitam.Di jalan, Ling merenungkan kata-kata lelaki tua itu. Kekuatan tidak hanya datang dari kemampuan fisik, tetapi juga dari keputusan yang mereka buat. Perjalanan ini bukan hanya tentang mencari kunci, tetapi juga tentang menemukan diri mereka sendiri dan menguji batasan mereka.Sesampainya di tepi hutan, mereka berhenti sejenak. Ling bisa merasakan perubahan udara, dari segar menjadi panas dan berbau sulfur. “Kita sudah dekat dengan gunung,” ujarnya.“Kau yakin kita siap menghadapi makhluk yang menjaga elemen api?” Lengkukup bertanya, merasakan ketegangan di udara.“Kita harus percaya satu sama lain,” jawab Ling. “Kita sudah melalui banyak hal bersama. Ini hanya