Ch.6 Lembah Siluman
Tubuh Lengkukup yang digendong Kencana Emas nyaris terbelah menjadi dua bagian, Kencana Emas tidak pernah menduga jika serangan semacam itu dapat berbalik arahnya. Gamya dan Xue dapat melihat dengan jelas Kencana dan Lengkukup bersimbah darah, mereka menduga jika salah satunya terkena serangan maka dijamin tidak akan selamat.
Lengkukup terluka sangat parah, nafasnya hampir tidak bisa dikendalikan luka pada bagian tubuhnya cukup dalam, Kencana menebak setidaknya ada ratusan urat yang putus. Kencana tidak menoleh kebelakan dan berusaha lari sejauh mungkin dari pandangan, sambil berlari Kencana menotok jalan nadi Lengkukup. Usaha yang cukup jitu dari Kencana sehingga Lengkukup masih dapat bernafas tetapi darah tetap keluar.
Kencana Emas tidak ada pilihan lain, kini dia harus menemukan tempat yang aman secepat mungkin. Di perjalanan tiba-tiba Kencana tehenti seketika mendapati jalan buntu didepannya, rumor yang dikatakan jika diarah selatan tepatnya di ujung hutan, disanalah Curup 7 Kenangan berada. Kencana tidak pernah menduga jika dirinya akan sampai ketempat yang selama ini dicarinya.
Tempat yang menyimpan sejuta misteri, bahkan dikabarkan Kitab Surgawi berada didalam Curup 7 Kenangan ini. Kencana tidak punya waktu untuk berfikir apa lagi untuk memilih, terlebih lagi dia harus mengobati Lengkukup secepat mungkin, “Aku harus cepat jika tidak nyawa anak ini bisa melayang…” batin Kencana.
Kencana memutuskan dirinya akan mempertaruhkan nyawa dan bertaruh keberuntungan. Tiga detik sebelum Kencana Emas melompat kedalam Curup 7 Kenangan, Kencana Emas mengaliri tubuhnya dengan seluruh tenaga dalam yang dia miliki. Dari arah utara Kencana dikejutkan dengan kedatangan Gamya dan Xue yang beberapa waktu lalu tertinggal dibelakang kini berhasil mengejar, Kencana tidak menduga jika mereka bisa mengejarnya secepat ini.
Rupanya mereka mengikuti darah yang tercecer dari tubuh Lengkukup, Xue menunjuk kearah Kencana Emas seakan memberi tau gurunya. Kencana menarik nafasnya dalam lalu melompat tanpa pertimbangan yang cukup.
Disisi lain Gamya dan Xue baru saja tiba ditepian Curup 7 Kenangan mereka sadar jika mereka telah terlambat, “ Guru aku rasa kita telah kehilangan Pusaka Langit…” ucap Xue kepada Gamya seraya menunjuk kebawah tepat kearah Kencana melompat. “Aku rasa juga demikian, tapi yang lebih penting Kencana akhirnya bisa tewas. Tidak ada yang berhasil kembali jika sudah masuk kedalam Curup 7 Kenangan ini.”
Gamya memutuskan untuk pergi ketika tidak memiliki pilihan selain melepas Pusaka Langit dari incarannya. Xue sebenarnya tidak ingin cepat berlalu terlebih dirinya belum smepat membalas luka yang diderita akibat Lengkukup. Sesekali Xue menoleh kebelakang tetapi langkahnya tetap megikuti Gamya gurunya.
“Semudah itukah Kencana tewas? mungkin tidak…”
Beberapa menit berlalu Kencana Emas tidak sedikitpun berkedip ketika angin menerpa, tangannya memeluk erat Lengkukup, berusaha menyeimbangkan tubuh namun Kencana Emas belum menemukan dasarnya, Kencana menduga jika dasarnya akan segera terlihat tetapi hampir 1 jam lamanya Kencana belum juga ada tanda dirinya akan menyentuh tanah.
Kencana semakin panik ketika melihat Lengkukup hampir tidak bernafas. Hampir tidak ada harapan bagi Kencana, ketika tubuhnya mulai tidak bisa mempertahankan keseimbangan, bahkan tenaga dalam yang dia miliki hampir habis, “Aku rasa kali ini aku tidak beruntung…” batin Kencana kembali berbisik.
“Benarkah kali ini tidak ada keberuntungan atau akan datang keajaiban?”
Ketika tubuhnya terombang ambing, bak seonggok daun yang diterbangkan angin Kencana merasa dirinya akan segera menemui ajal. Namun Kencana dikejutkan oleh kantong kulit yang disimpannya menyala kemerahan, cahaya itu semakin lama semakin membesar. Rupanya Pusaka Langit bereaksi ketika darah yang mengucur deras dari tubuh Lengkukup membasahinya. Kencana memperhatikan jelas cahaya merah itu semakin membesar tetapi Kencana tidak kuasa melihat cahaya itu sehingga dirinya menutup mata dan tiba-tiba tampak pepohonan sudah dekat dengan dirinya ketika cahaya itu ikut menghilang.
Angin bertiup sangat kencang, Kencana Emas hampir kehilangan keseimbangannya, dengan cepat Kencana berputar beberapa kali dan dengan ilmu meringankan tubuh miliknya, Kencana Emas menginjak pepohonan seolah itu adalah tempat bermain, dirinya berlari diatas dedaunan. Dengan sekejap mata akhirnya Kencana berhasil sampai disebuah Lembah anta beranta.
Kencana Emas memutar otak tidak mengerti apa yang telah terjadi,dirinya sedang berfikir tetapi tidak menemukan jawaban. Melihat tubuh Lengkukup sudah sangat pucat bahkan terasa kaku, Kencana menduga lengkukup sudah tidak bisa diselamatkan. “Maafkan aku…” gumam Kencana dirinya berniat meninggalkan Lengkukup tetapi Kencana ingin memastikan terlebih dahulu. Kencana lantas memeriksa nadi Lengkukup, bagai sebuah keajaiban jantung Lengkukup masih berdetak meski tidak terlalu kuat.
Kencana Emas terdiam sesaat, sebelum kembali memutar otaknya. Sebuah ide terpintas oleh Kencana supaya bisa memberikan sedikit tenaga kepada Lengkukup. Hal pertama yang Kencana lakukan ialah merobek pakaiannya lalu membalut luka Lengkukup sebisanya, karena luka itu cukup besar robekan pakaian Kencana tidak cukup untuk menutupi semuanya.
Hal kedua yaitu mencari Permata Siluman, Kencana beranggapan dirinya berhasil tiba di Lembah Siluman meski tidak begitu yakin. Di dunia persilatan Permata Siluman merupakan sesuatu yang sangat berharga bahkan tidak jarang orang akan membelinya dengan harga yang sangat tinggi tergantung seberapa besar Permata Siluman yang dimiliki.
Hasiat yang luar biasa dari Permata Siluman yang bisa meningkatkan tenaga dalam secara cepat membuatnya sering diburu dan diperjual belikan. Kencana sedikit merasa beruntung karena bisa mencari Permata Siluman untuk mengobati Lengkukup tetapi jika tebakannya itu benar. Kencana sedikit menoleh kekanan dan membiarkan Lengkukup terbaring ditanah begitu saja, tampak dari kejauhan ada sosok tinggi besar sedang berjalan kearahnya, sosok itu mengeluarkan suara yang menggelegar.
“Kebetulan sekali aku sudah sangat lapar, terlebih aku juga bisa mendapatkan Permatanya…” Ucap Kencana sambil tersenyum seraya menyusul sosok yang dilihatnya tetapi Kencana sedikit terkejut ketika sosok itu ikut bereaksi ketika Kencana menimbulkan gerakan. Tak sedikitpun Kencana memperlambat gerakan seraya mencabut Pedang Pusaka miliknya. Jarak mereka sudah semakin dekat, Kencana melihat tampak gigi dari sosok itu begitu besar dirinya menduga itu adalah sosok Siluman yang berumur hampir puluhan tahun.
Ketika jarak Kencana dan Siluman itu tidak kurang dari 10 meter dirinya menebaskan Pedang Pusaka seraya berkata, “Tebasan tujuh bintang…” serangan yang begitu dahsyat dari Kencana menciptakan 7 pedang angin sekaligus tetapi serangan itu hampir menguras seluruh tenaga dalamnya. Serangan dari Kencana begitu cepat membuat retakan tanah dijalurnya bahkan siluman itu tidak menyadari jika tubuhnya sudah terbelah menjadi 7 bagian.
“Tunggu sebentar, aku rasa akan sedikit sulit!” Gumam Kencana Emas sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Kencana menarik nafas panjang, dirinya merasa beruntung karena dapat dengan mudah mengalahkan sosok Siluman yang tampaknya sangat kuat. Kencana lalu segera mencari Permata Siluman dari tubuh Siluman yang barusan dia bunuh untuk segera mengobati Lengkukup.
Kencana Emas sedikit tertegun melihat Permata Siluman yang baru saja ditemukan dari potongan tubuh siluman yang sudah tidak berbentuk didepannya. Terlihat permata siluman itu sedikit berbeda dari biasa, warna merah menyala menunjukkan jika itu merupakan permata siluman yang sangat langka tidak seperti permata yang biasa dia jumpai. Pandangan Kencana luas menelisik keberadaan Lembah Siluman, kini dirinya sedikit merasa yakin jika tempat ini merupakan tempat yang ingin dijumpainya. Mimpi Kencana Emas seolah menjadi kenyataan ketika berhasil menginjak tanah Lembah Siluman. Hampir 1 tidak, mungkin 2 menit Kencana terdiam sambil memegangi permata siluman ditanganya. Kencana seakan lupa tentang keberadaan Lengkukup seolah ingin membiarkan Lengkukup mati begitu saja dan melanjutkan perjalanan seorang diri. “Apakah Lengkukup akan mati begitu saja? Tentu saja tidak.” Kencana beberapa kali berfikir sambil menggelengk
Kencana menyadari jika tepat disamping mereka terdapat sebuah Gua, dirinya berniat memasuki Gua yang tampak terlihat sangat menyeramkan. Kencana segera menggendong Lengkukup untuk mengobatinya kembali didalam Gua, akan tetapi baru bebarapa langkah Kencana Emas menuju Gua itu, tampak beberapa tulang belulang yang cukup besar berserakan. Kencana Emas menduga jika didalam Gua itu ada sesuatu yang bernyawa, Kencana Emas berteriak dengan keras seolah memanggil penghuni Gua itu keluar, seketika itu teriakkan Kencana Emas mendapat tanggapan dari penghuni Gua. Suara raungan menggema didalam Gua diiringi sesosok yang menyeramkan menampakkan kaki kakinya yang begitu besar, mata yang mengeluarkan cahaya kemerahan, seketika melotot kearah Kencana Emas tetapi Kencana Emas membalas dengan tatapan dingin sorot mata itu tanpa bergeming sedikitpun. Sosok itu rupanya siluman lumut yang hampir berumur 100 tahun, keberadaanya sudah se
Kencana menjadi satu dari sedikit orang yang selamat dari desanya, karena selama ini Kencana pergi bersama sang guru sebagai pengembara, dengan niat membalaskan dendam Kencana menghabiskan hampir seluruh waktu, untuk berlatih tenaga dalam dan seni bela diri. Hingga dia berhasil mengumpulkan 50 lingkaran tenaga dalam hanya dalam waktu 20 tahun, pada akhirnya Kencana tidak pernah merasakan hal yang dianggap mudah oleh kebanyakan orang seperti cinta. Kencana Emas tidak ingin jika Langkukup bernasib sama dengannya, tanpa menunggu lagi Kencana membuka kantong kulit yang masih terikat. Kencana sedikit merasa aneh, terlihat kantong kulit yang sebelumnya basah oleh darah dari tubuh Lengkukup kini sudah kering bahkan tidak ada noda sedikitpun. Perlahan Kencana memegangnya, terbesit dipikiran Kencana untuk memakainya sendiri supaya bisa membalaskan dendam pribadinya. Akan tetapi tentu Kencana tidak ingin Lengkukup mati karen
Sosok itu kembali berkata yang membuat Kencana sedikit merasa ketakutan, karena telah membangkitkan salah satu iblis kemuka bumi. Namun Kencana masih sedikit tenang, mengetahui jika hati iblis itu dapat dikendalikan dengan Kitab Surgawi yang kini berada disekitar Lembah Siluman. Kencana hanya butuh waktu sampai Lengkukup berusia 20 tahun, sementara Lengkukup sekarang masih berumur 7 tahun, Kencana menebak jika dirinya harus mendapatkan Kitab Surgawi paling lambat 12 tahun lagi karena 1 tahunnya pasti digunakan untuk persiapan. Kini hati iblis yang sudah bangkit itu sangat menyesal karena telah mendapat wadah yang salah dan terjebak didalam tubuh Lengkukup. “Kau pasti penyebabnya? Kau harus membayar semua ini!” Tiba-tiba sosok yang mengambil alih tubuh Lengkukup kemudian menyerang Kencana Emas tanpa perhitungan. Gerakkannya sangat lincah, dan memilki pola yang aneh, Kencana Emas hampir t
Kencana sangat terkejut mendapati Lengkukup sudah sadar bahkan kondisinya jauh lebih baik, dan yang lebih mengejutkan bagi Kencana adalah kekuatan dari Lengkukup. Kencana menebak jika hati iblis telah menyatu dengan Lengkukup sehingga Lengkukup mempunyai kekuatan yang sangat besar, mata Kencana berkaca-kaca mendapati hal itu, tidak pernah diduganya Lengkukup akan sembuh dengan sangat cepat. Kencana ingin bertanya kepada Lengkukup tetapi belum sempat Kencana membuka mulut puluhan siluman yang tersisa menyerang mereka berdua secara bersamaan. “Biar aku atasi sendiri paman..!” ucap Lengkukup sangat percaya diri seraya menyambut siluman yang datang. Beberapa siluman yang menyerang sempat merasa ragu menghadapi Lengkukup, tetapi mereka tetap menyerang karena rekan mereka sudah terlalu banyak yang tewas ditangan Kencana Emas. Mendapati hal itu Kencana tidak ingin berdiam diri, terlebih deng
Kencana tiba dihadapan Lengkukup yang telah terjatuh sebelumnya, nafas Lengkukup sangat memburu tetapi perlahan membaik, dirinya membuka mata dan mendapati Kencana Emas tengah memeriksa dirinya. Lengkukup tidak begitu peduli dengan kehadirian Kencana yang mungkin sedang berhati-hati dengannya, yang Lengkukup rasakan sekarang ialah nyeri disekujur tubuhnya. Bahkan tangan Kencana sempat ditepis hanya karena Kencana membantu Lengkukup sekedar untuk duduk saja. Kencana ingin membantu, karena merasa iba dengan keadaan yang tengah dirasakan oleh Lengkukup. “Leng, biarkan paman sedikit membantu!” ucap Kencana lirih. “Tidak usah paman, aku masih bisa berdiri…” sahut Lengkukup dengan tertatih menguatkan kakinya seraya berdiri. “Leng, jika kau merasa susah paman selalu ada untukmu. Paman berjanji demi dewa kayangan!” Batin Lengkukup bergejolak setelah Kencana berkata demikian, tiba-tiba
Lengkukup terdiam mendengar sosok yang menyerupai dirinya secara terang-terangan menawarkan diri untuk membantu Lengkukup dalam membalaskan dendam. Namun belum sempat Lengkukup menjawab, tiba-tiba pandangan Lengkukup kembali seperti semula dengan Kencana Emas yang sedang bermeditasi didepannya, “Sukurlah kau tidak apa-apa!” ucap Kencana. Dengan cepat Kencana memeluk erat Lengkukup yang membuatnya sedikit tersedak karena nafas yang tersangkut. Kencana benar-benar merasa hawatir dengan keadaan Lengkukup sekarang yang belum bisa mengendalikan dirinya sendiri. Kencana menyadari jika cepat atau lambat hati iblis akan segera mengusai tubuh Lengkukup, dengan kejadian itu Kencana tidak akan tinggal diam dan akan segera menemukan cara yang tepat untuk membuat penangkal sementara waktu. “Sudah berapa lama aku tertidur paman?” ucap Lengkukup ketika mendapatkan kesadarannya kembali. “Aku rasa
Lengkukup sedikit terkejut mendengar pertanyaan Kencana yang seakan menuduhnya mencuri jurus yang telah dia peregakan sebelumnya. Dengan penuh keraguan Lengkukup menjelaskan jika dirinya merupakan anak yang mempunyai kemampuan husus, terlebih dia menjadi korban hinaan bagi kebanyakan orang yang merasa iri hati kepada dirinya. Mendengar jawaban dari Lengkukup membuat Kencana bertambah penasaran sekaligus antusias, akan tetapi Kencana tidak sepenuhnya percaya dengan pernyataan yang Lengkukup berikan sebelum dia mencobanya sendiri. “Benarkah demikian, coba kau perhatikan…!!” ujar Kencana seraya memainkan jurus pedang miliknya. Dengan lincah Kencana memainkan pedang pusaka miliknya, hingga membuat Lengkukup terperanga, tidak hanya satu jurus, Kencana bahkan memainkan tiga jurus sekaligus lalu mengakhirinya dengan berseru lantang, “Badai Menerpa…” Dari jurus yang dilakukan Kencana membentuk
Ling terdiam dalam keheningan, tatapannya masih terpaku pada tempat di mana sosok berjubah putih itu menghilang. Lengkukup dan En Jio berdiri di sisinya, mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Namun, pertanyaan yang menggantung di udara tidak segera menemukan jawaban."Siapa dia?" En Jio akhirnya memecah kesunyian, suaranya bergetar lemah. "Penjaga Kuil Tianlong? Aku tidak pernah mendengar tentang sosok seperti itu..."Lengkukup, yang biasanya tenang dan penuh perhitungan, hanya menggelengkan kepala. "Dia muncul tepat saat kita membutuhkannya. Entah siapa atau apa tujuannya, kita sebaiknya bersyukur."Ling menghela napas panjang, tubuhnya masih lelah setelah serangan besar yang hampir menghabisi kekuatannya. "Kita harus segera pergi dari sini. Tempat ini penuh dengan kegelapan, dan aku merasakan sesuatu yang tidak beres."Mereka bertiga mengangkat diri, meskipun tubuh mereka masih t
Sima Yan berdiri tegak di hadapan Ling, Lengkukup, dan En Jio. Aura kegelapan yang memancar dari tubuhnya membuat udara di sekitar mereka terasa berat. Pedangnya yang besar dan hitam berkilauan dengan cahaya merah yang jahat, menandakan kekuatan yang luar biasa.Ling mengepalkan tangannya lebih kuat di sekitar gagang pedangnya. Napasnya terasa berat, dan dadanya bergemuruh dengan adrenalin. Dia tahu ini bukan hanya pertarungan melawan seorang musuh yang kuat, tapi juga perjuangan untuk tetap hidup."Kita tidak bisa membiarkan dia menang!" desis Ling dengan penuh semangat, meski dia tahu dalam hatinya bahwa mereka mungkin tidak akan bertahan dari pertarungan ini.Lengkukup berdiri di sampingnya, menatap dingin ke arah Sima Yan. "Kita bertarung sampai napas terakhir. Tidak ada pilihan lain."En Jio, yang masih terluka, mengangguk dengan susah payah. Meskipun kondisinya jauh dari ideal, dia tahu tidak ada waktu untuk mundur.
Ketika mereka keluar dari gua, lembah yang dulunya gelap sekarang diterangi cahaya redup matahari yang mulai tenggelam. Udara terasa lebih berat, seolah sesuatu yang jahat menyelimuti mereka dari kejauhan. Langit di atas Gunung Tianfeng mulai berubah menjadi merah darah, pertanda bahwa bahaya semakin dekat.
Suasana di dalam ruangan besar itu mendadak tegang. Pria berjubah hitam yang berdiri di hadapan mereka tampak mengintimidasi, dengan senyum penuh kebencian yang menyiratkan keyakinan mutlak pada kekuatannya. Cahaya dari kristal elemen hijau memantul di zirah hitamnya, mempertegas aura kegelapan yang menyelimuti tubuhnya."Aku adalah pengawal elemen ini," ucap pria itu dengan suara rendah yang bergetar. "Namaku Hei Long, dan kalian tak akan bisa melewati gerbang kehidupan ini."Ling menatap pria itu dengan tajam, mempersiapkan diri. "Kalau begitu, kita tak punya pilihan lain selain melawanmu."Lengkukup dan En Jio mengambil posisi di sebelah Ling. Meskipun mereka tahu bahwa Hei Long adalah lawan yang kuat, mereka tidak punya waktu untuk ragu. Kristal elemen hijau itu adalah kunci untuk melengkapi kekuatan Kitab Dewa Naga, dan mereka harus mendapatkannya, apa pun risikonya."Serahkan saja elemen itu
Malam mulai menyelimuti perbukitan, namun Ling, Lengkukup, dan En Jio terus melangkah. Suasana semakin mencekam saat kabut tipis mulai muncul, menyelimuti jalanan setapak yang semakin sempit. Hutan lebat di kiri dan kanan mereka seolah menjadi dinding kegelapan yang tak tertembus. Hanya suara langkah kaki mereka yang terdengar di tengah keheningan itu."Kita semakin dekat," kata Lengkukup, matanya terus mengawasi setiap gerakan di sekitar. "Aku bisa merasakan kehadiran sesuatu yang tidak biasa di sini."Ling mengangguk setuju. Dari kitab Dewa Naga yang berada dalam genggamannya, ia bisa merasakan energi yang semakin kuat. "Lembah itu tak jauh lagi. Energi dari elemen berikutnya sangat jelas terpancar dari sana."En Jio, yang biasanya penuh semangat, kali ini tampak lebih tenang. "Apa kalian sudah siap? Kalau pasukan hitam benar-benar menunggu di sana, ini akan menjadi pertempuran yang sulit."
Setelah berhasil mengalahkan Pengawal Bayangan dan mengamankan elemen es, Ling, Lengkukup, dan En Jio melanjutkan perjalanan mereka menuju perbukitan yang lebih rendah, meninggalkan puncak es yang mencekam di belakang. Udara di sini lebih hangat, tapi suasana tegang masih melingkupi mereka. Masing-masing terdiam, merenungkan pertempuran yang baru saja mereka lalui.“Kita sekarang memiliki dua elemen,” kata Lengkukup, memecah keheningan. “Tapi musuh kita pasti semakin sadar dengan keberadaan kita.”Ling mengangguk. “Kita harus bergerak cepat. Mereka tidak akan tinggal diam dan membiarkan kita mengambil semua elemen begitu saja.”En Jio, yang biasanya ceria, kali ini terlihat lebih serius. “Kalau mereka sudah mengirim Pengawal Bayangan, berarti kekuatan besar sedang memantau kita. Kita harus siap menghadapi mereka, kapan pun mereka menyerang.”
Setelah berhasil mendapatkan elemen es dari Puncak Es, Ling, Lengkukup, dan En Jio tidak bisa beristirahat lama. Meski mereka baru saja mengalahkan serigala es yang menjaga elemen tersebut, perasaan cemas tidak pernah benar-benar pergi. Keheningan yang melingkupi pegunungan bersalju seolah menyembunyikan ancaman yang belum terungkap.“Ling,” kata Lengkukup tiba-tiba, matanya tajam menatap ke kejauhan. “Kita sedang diawasi.”Ling yang sedang mengatur napas setelah pertempuran, langsung siaga. Dia mengeluarkan pedangnya dengan gerakan cepat, memfokuskan seluruh indranya untuk mendeteksi ancaman yang disampaikan Lengkukup. Seiring angin dingin yang menusuk, bayangan mulai terlihat di balik kabut tebal.En Jio, yang sebelumnya sedang bercanda untuk menghilangkan ketegangan, kini mengalihkan pandangannya dengan wajah serius. “Sepertinya, penjaga elemen es bukan satu-satunya yang harus kita hadapi.”Dari kabut yang semakin pekat, muncul sosok-sosok berpakaian hitam. Mereka bergerak dengan k
Setelah berhasil mendapatkan elemen api dari Gunung Berapi Hitam, Ling, Lengkukup, dan En Jio tidak memiliki banyak waktu untuk merayakan keberhasilan mereka. Tantangan berikutnya, elemen es, menanti mereka di ujung dunia yang berlawanan, di Puncak Es yang dilapisi salju abadi.“Kita tidak bisa berlama-lama di sini,” ujar Ling, napasnya masih terengah-engah setelah pertarungan yang menegangkan. “Puncak Es jauh, dan kita tidak tahu apa yang menanti kita di sana.”Lengkukup menyetujui, mengangkat elemen api dengan hati-hati. Cahaya merah yang menyala dari elemen itu berdenyut lembut, memberikan rasa hangat yang kontras dengan suhu yang akan mereka hadapi di perjalanan berikutnya.“Kau benar, Ling,” katanya. “Kita harus segera bergerak. Semakin lama kita menunda, semakin besar kemungkinan musuh kita mengetahui keberadaan elemen ini.”En Jio, yang telah berhasil mengalihkan perhatian naga api, berjalan mendekat. Dia tersenyum puas, meskipun wajahnya dipenuhi keringat. “Aku tidak sabar unt
Dengan hati yang penuh semangat dan ketegangan yang meningkat, Ling, Lengkukup, dan En Jio meninggalkan pasar malam. Mereka tahu bahwa perjalanan ini akan menjadi salah satu yang paling menantang yang pernah mereka hadapi. Mereka harus mendapatkan dua elemen yang berlawanan, dan langkah pertama adalah menuju Gunung Berapi Hitam.Di jalan, Ling merenungkan kata-kata lelaki tua itu. Kekuatan tidak hanya datang dari kemampuan fisik, tetapi juga dari keputusan yang mereka buat. Perjalanan ini bukan hanya tentang mencari kunci, tetapi juga tentang menemukan diri mereka sendiri dan menguji batasan mereka.Sesampainya di tepi hutan, mereka berhenti sejenak. Ling bisa merasakan perubahan udara, dari segar menjadi panas dan berbau sulfur. “Kita sudah dekat dengan gunung,” ujarnya.“Kau yakin kita siap menghadapi makhluk yang menjaga elemen api?” Lengkukup bertanya, merasakan ketegangan di udara.“Kita harus percaya satu sama lain,” jawab Ling. “Kita sudah melalui banyak hal bersama. Ini hanya