Saat itu, Xiacun sempat menolak perkataan Lengkukup dan menganggap ucapan tersebut sebagai bualan semata, akan tetapi karena merasa takut dengan sikapnya sendiri, akhirnya ia mencoba untuk percaya dengan mengangguk kan kepala pelan.
Namun, sebenarnya ia masih ragu dengan itu semua, sebelum ia melihatnya sendiri, akan tetapi jika perkataan Lengkukup benar, maka ia tidak tau lagi harus berbuat apa, terlebih lagi tindakannya saat ini, mungkin akan membuat nyawanya terancam.
Bukan tidak mungkin, jika Lengkukup bisa membunuhnya kapanpun dia mau, karena Xiacun sendiri tidak mampu berbuat banyak melawan perampok itu, meski ia cukup kuat untuk menahan beberapa orang sekaligus.
"Ah, wanita itu pergi kearah Timur," ucap Xiacun.
"Terima kasih, aku akan pergi dari sini," timpal Lengkukup seraya melangkahkan kaki.Tetapi, belum sempat ia melangkah lebih jauh, tiba-tiba Xiacun menghentikan langkahnya, dengan menarik sebelah tangan kan
Dalam perjalanan ditengah gelapnya malam, Lengkukup sempat tidak tau harus mencari kemana lagi perempuan tersebut.Namun ia memiliki pirasat, jika wanita itu bahkan tidak jauh dengan dirinya, akan tetapi berusaha bersembunyi diantara rumah penduduk.Karena merasa diikuti dari arah belakang, Lengkuikup lantas mengambil tindakan dengan cara berlari, ia menuju hutan yang mengarah kedesa Suban tempat yang akan ia tuju."Akhirnya kau keluar juga," gumam Lengkukup setelah melirik kearah kiri.Lengkukup menyadari, jika wanita itu bahkan mengikutinya kemanapun ia pergi, akan tetapi Lengkukup bahkan mengetahui hal tersebut ketika berada dipenginapan.Ia hanya menduga jika wanita itu, sedang mencari sebuah informasi yang ia butuhkan, akan tetapi Lengkukup sedikit berfikir sebelum kembali menduga jika wanita mengetahui pembunuhan yang terjadi terhadap 2 kubu kelompok aliran hitam beberapa hari yang lalu.Jika hal itu
Pada saat itu, Lengkukup memastikan jika ia berasal dari kelompok aliran putih, akan tetapi wanita itu bahkan tidak percaya dengan ucapan Lengkukup tersebut.Dia kemudian sedikit memaksa Lengkukup dengan cara mendekatkan diri kepadanya, sehingga membuat jarak mereka hanya beberapa jengkal saja.Namun, Lengkukup bahkan tidak perduli dengan wanita tersebut, karena ia tau jika wanita itu penuh siasat yang akan mengelabuinya."Berhenti memaksaku! jika kau terus melakukannya, aku tidak akan segan menyakitimu," ucap Lengkukup."Benarkah? bukankah sebelumnya kau berniat membunuhku?" tanya wanita itu sembari terkekeh melihat tingkah Lengkukup.Pada saat itu, Lengkukup bahkan sempat dibuatnya salah tingkah, karena jarak yang begitu dekat, serta nafas yang begitu hangat menyentuh bagian tubuh Lengkukup.Tubuh wanita itu bahkan tidak terlalu tinggi dari pada Lengkukup, sehingga bisa dikatakan sejajar, melihat usia wani
Setelah mendengar perkataan Lee Nara, Lengkukup bahkan tidak menurkan kewaspadaan, karena bisa jadi wanita itu akan mengambil kesempatan ketika ia Lengah.Namun, Lee Nara bahkan tidak menunjukkan sikap jika ia akan melarikan diri, sehingga Lengkukup akhirnya membiarkan Lee Nara untuk menjelaskan apa yang ia ketahui.Tetapi Lee Nara malah meminta bayaran untuk informasi tersebut, sehingga membuat Lengkukup merasa tertarik, karena sedikit membuatnya penasaran."Baiklah! Sebutkan berapa aku harus membayar?" tanya Lengkukup kemudian mengeluarkan beberapa keping emas dari kantung kulit yang ia miliki.Namun Lee Nara kemudian meminta semua uang yang berada di kantung kulit tersebut, sehingga sempat membuat Lengkukup mendengus kesal, akan tetapi ia bahkan menuruti permintaan Lee Nara.Ketika itu, Lee Nara bahkan sempat menghitung jumlah semua kepingan emas itu, sembari mendengus kesal, karena merasa tidak sebanding deng
Setelah Lee Nara selesai berbicara Lengkukup hanya bisa menarik nafasnya dalam, sebelum akhirnya ia keluarkan dengan pelan.Ia menyadari telah melakukan sebuah kesalahan yang mungkin akan menimbulkan masalah baru bagi dirinya dikemudian hari.Lengkukup sempat menyesali perbuatannya karena tidak langsung membunuh pria itu, yang kini berhasil lolos dari tangannya, terlebih lagi masih ada 2 orang yang ia ketahui masih selamat atas pembantaian yang ia lakukan beberapa hari yang lalu."Andai saja aku membunuhnya waktu itu..." gumam nya pelan."Apa yang barusan kau ucapkan?" tanya Lee Nara menelisik, ketika ia sempat memperhatikan Lengkukup."Tidak! aku hanya menyesal tidak langsung membunuhnya...!" timpal Lengkukup."Kenapa kau tertarik sekali dengan pembunuhan? bukankah tidak baik melakukan itu semua?" tanya Lee Nara memastikan."Kau tidak akan mengerti!"
Ketika Lee Nara menaiki tubuhnya, Lengkukup bahkan tidak sedikitpun mengeluh, akan tetapi lingkaran tangan Lee Nara yang terlalu erat sempat membuat dirinya menahan nafas beberapa saat sebelum akhirnya ia mulai terbiasa.Hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat baru baginya, terlebih usianya yang sedikit berbeda dengan Lee Nara, sempat membuatnya merasa seperti sedang dipermainkan.Namun, karena tidak ingin membuang waktu lebih lama, Lengkukup akhirnya mulai melangkahkan kaki, setapak demi setapak untuk melewati jalan tersebut."Kau sebenarnya ingin kemana?" tanya Lee Nara memastikan."Sebuah desa!" ujar Lengkukup."Hemp! Aku pikir kau akan mengajakku kesuatu tempat untuk berdua saja," timpal Lee Nara kemudian terkekeh."Kalau boleh aku tau, desa apa yang sedang kau tuju?" tanya nya kembali."Suban Dara, kau tempatnya?" jawab Lengkukup dengan memberi pertanyaan kepada Lee Nara.Ketika m
Kini semuanya seperti sebuah taruhan, yang mungkin akan menyelamatkannya, atau malah sebaliknya, ia sempat berfikir jika semua itu bukanlah sebuah keberuntungan akan tetapi sebuah kesialan, karena telah melakukan kesalahan.Lengkukup sempat menduga jika semua orang yang berada dihadapannya, telah mengetahui identitas aslinya, dan sempat menatap Lee Nara beberapa kali, sebelum kembali menjadi waspada.Dirinya menebak, jika semua orang yang sedang mengepungnya, menginginkan sesuatu dari dirinya, sehingga hal itu sempat membuatnya berfikir keras sembari mencari jawaban yang pasti."Keluarlah! kalian tidak perlu bersembunyi lagi," ucap Lengkukup. "Apa yang kalian inginkan dariku?" tambahnya seraya melipat sebelah tangan kebelakang."Kau mempunyai sesuatu yang kami cari!" sahut salah seorang yang tiba-tiba melangkahkan kaki kearah Lengkukup."Aku merasa tidak memilikinya! benda apa
Ketika itu, Lengkukup langsung terdiam, sesaat Lee Nara mengambil kalung giok itu dari tangannya.Tidak pernah ia duga sebelumnya, jika Lee Nara akan bertindak demikian, akan tetapi hal tersebut membuatnya sedikit terpukul karena telah membuat hati Lee Nara menjadi terluka olehnya.Dirinya juga menebak, jika Lee Nara tidak benar-benar berniat buruk terhadapnya, sehingga mungkin ia akan meminta penjelasan terhadap tindakan Lee Nara itu, karena iapun dapat memastikan jika kelompok Bandit Gunung itu, akan membunuhnya cepat atau lambat."Bagus! bawa kalung itu kesini!" ucap pria bertopeng itu.Dalam beberapa langkah, Lee Nara akhirnya mencapai mereka dan ia lantas memberikan kalung giok itu kepada pria bertopeng besi itu.Bertepatan dengan dirinya memberikan kalung tersebut, Lee Nara sempat melirik kearah saudaranya dan tanpa ia sadari jika pria be
Pada saat itu, Lee Bara hanya bisa menelan ludahnya sendiri, karena tidak bisa berbuat apa-apa selain melihat Lee Nara diperlakukan dengan tidak pantas.Penyesalan mulai menjalar diseluruh kepalanya, terlebih lagi dirinya tidak bisa menyelamatkan adik semata wayangnya itu.Namun, dirinya masih tetap berusaha melepaskan diri dengan cara meronta sekuat tenaga, akan tetapi usahanya tersebut tidak membuahkan hasil, melainkan beberapa pukulan yang cukup keras mengenai wajahnya."Lepaskan!" pekik Lee Bara."Berteriaklah sekuat tenaga! tidak akan ada yang membantu," ucap salah seorang yang memegangi dirinya.Ketika itu, beberapa rekannya yang lain menghampiri keberadaan Lengkukup, akan tetapi mereka sangat terkejut karena mendapati Lengkukup sudah menghilang dari pandangan mata.Mereka sempat mencari namun tidak kunjung menemukannya, sehingga membuat mereka berfikir jika Lengkukup telah melarikan diri.
Ling terdiam dalam keheningan, tatapannya masih terpaku pada tempat di mana sosok berjubah putih itu menghilang. Lengkukup dan En Jio berdiri di sisinya, mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Namun, pertanyaan yang menggantung di udara tidak segera menemukan jawaban."Siapa dia?" En Jio akhirnya memecah kesunyian, suaranya bergetar lemah. "Penjaga Kuil Tianlong? Aku tidak pernah mendengar tentang sosok seperti itu..."Lengkukup, yang biasanya tenang dan penuh perhitungan, hanya menggelengkan kepala. "Dia muncul tepat saat kita membutuhkannya. Entah siapa atau apa tujuannya, kita sebaiknya bersyukur."Ling menghela napas panjang, tubuhnya masih lelah setelah serangan besar yang hampir menghabisi kekuatannya. "Kita harus segera pergi dari sini. Tempat ini penuh dengan kegelapan, dan aku merasakan sesuatu yang tidak beres."Mereka bertiga mengangkat diri, meskipun tubuh mereka masih t
Sima Yan berdiri tegak di hadapan Ling, Lengkukup, dan En Jio. Aura kegelapan yang memancar dari tubuhnya membuat udara di sekitar mereka terasa berat. Pedangnya yang besar dan hitam berkilauan dengan cahaya merah yang jahat, menandakan kekuatan yang luar biasa.Ling mengepalkan tangannya lebih kuat di sekitar gagang pedangnya. Napasnya terasa berat, dan dadanya bergemuruh dengan adrenalin. Dia tahu ini bukan hanya pertarungan melawan seorang musuh yang kuat, tapi juga perjuangan untuk tetap hidup."Kita tidak bisa membiarkan dia menang!" desis Ling dengan penuh semangat, meski dia tahu dalam hatinya bahwa mereka mungkin tidak akan bertahan dari pertarungan ini.Lengkukup berdiri di sampingnya, menatap dingin ke arah Sima Yan. "Kita bertarung sampai napas terakhir. Tidak ada pilihan lain."En Jio, yang masih terluka, mengangguk dengan susah payah. Meskipun kondisinya jauh dari ideal, dia tahu tidak ada waktu untuk mundur.
Ketika mereka keluar dari gua, lembah yang dulunya gelap sekarang diterangi cahaya redup matahari yang mulai tenggelam. Udara terasa lebih berat, seolah sesuatu yang jahat menyelimuti mereka dari kejauhan. Langit di atas Gunung Tianfeng mulai berubah menjadi merah darah, pertanda bahwa bahaya semakin dekat.
Suasana di dalam ruangan besar itu mendadak tegang. Pria berjubah hitam yang berdiri di hadapan mereka tampak mengintimidasi, dengan senyum penuh kebencian yang menyiratkan keyakinan mutlak pada kekuatannya. Cahaya dari kristal elemen hijau memantul di zirah hitamnya, mempertegas aura kegelapan yang menyelimuti tubuhnya."Aku adalah pengawal elemen ini," ucap pria itu dengan suara rendah yang bergetar. "Namaku Hei Long, dan kalian tak akan bisa melewati gerbang kehidupan ini."Ling menatap pria itu dengan tajam, mempersiapkan diri. "Kalau begitu, kita tak punya pilihan lain selain melawanmu."Lengkukup dan En Jio mengambil posisi di sebelah Ling. Meskipun mereka tahu bahwa Hei Long adalah lawan yang kuat, mereka tidak punya waktu untuk ragu. Kristal elemen hijau itu adalah kunci untuk melengkapi kekuatan Kitab Dewa Naga, dan mereka harus mendapatkannya, apa pun risikonya."Serahkan saja elemen itu
Malam mulai menyelimuti perbukitan, namun Ling, Lengkukup, dan En Jio terus melangkah. Suasana semakin mencekam saat kabut tipis mulai muncul, menyelimuti jalanan setapak yang semakin sempit. Hutan lebat di kiri dan kanan mereka seolah menjadi dinding kegelapan yang tak tertembus. Hanya suara langkah kaki mereka yang terdengar di tengah keheningan itu."Kita semakin dekat," kata Lengkukup, matanya terus mengawasi setiap gerakan di sekitar. "Aku bisa merasakan kehadiran sesuatu yang tidak biasa di sini."Ling mengangguk setuju. Dari kitab Dewa Naga yang berada dalam genggamannya, ia bisa merasakan energi yang semakin kuat. "Lembah itu tak jauh lagi. Energi dari elemen berikutnya sangat jelas terpancar dari sana."En Jio, yang biasanya penuh semangat, kali ini tampak lebih tenang. "Apa kalian sudah siap? Kalau pasukan hitam benar-benar menunggu di sana, ini akan menjadi pertempuran yang sulit."
Setelah berhasil mengalahkan Pengawal Bayangan dan mengamankan elemen es, Ling, Lengkukup, dan En Jio melanjutkan perjalanan mereka menuju perbukitan yang lebih rendah, meninggalkan puncak es yang mencekam di belakang. Udara di sini lebih hangat, tapi suasana tegang masih melingkupi mereka. Masing-masing terdiam, merenungkan pertempuran yang baru saja mereka lalui.“Kita sekarang memiliki dua elemen,” kata Lengkukup, memecah keheningan. “Tapi musuh kita pasti semakin sadar dengan keberadaan kita.”Ling mengangguk. “Kita harus bergerak cepat. Mereka tidak akan tinggal diam dan membiarkan kita mengambil semua elemen begitu saja.”En Jio, yang biasanya ceria, kali ini terlihat lebih serius. “Kalau mereka sudah mengirim Pengawal Bayangan, berarti kekuatan besar sedang memantau kita. Kita harus siap menghadapi mereka, kapan pun mereka menyerang.”
Setelah berhasil mendapatkan elemen es dari Puncak Es, Ling, Lengkukup, dan En Jio tidak bisa beristirahat lama. Meski mereka baru saja mengalahkan serigala es yang menjaga elemen tersebut, perasaan cemas tidak pernah benar-benar pergi. Keheningan yang melingkupi pegunungan bersalju seolah menyembunyikan ancaman yang belum terungkap.“Ling,” kata Lengkukup tiba-tiba, matanya tajam menatap ke kejauhan. “Kita sedang diawasi.”Ling yang sedang mengatur napas setelah pertempuran, langsung siaga. Dia mengeluarkan pedangnya dengan gerakan cepat, memfokuskan seluruh indranya untuk mendeteksi ancaman yang disampaikan Lengkukup. Seiring angin dingin yang menusuk, bayangan mulai terlihat di balik kabut tebal.En Jio, yang sebelumnya sedang bercanda untuk menghilangkan ketegangan, kini mengalihkan pandangannya dengan wajah serius. “Sepertinya, penjaga elemen es bukan satu-satunya yang harus kita hadapi.”Dari kabut yang semakin pekat, muncul sosok-sosok berpakaian hitam. Mereka bergerak dengan k
Setelah berhasil mendapatkan elemen api dari Gunung Berapi Hitam, Ling, Lengkukup, dan En Jio tidak memiliki banyak waktu untuk merayakan keberhasilan mereka. Tantangan berikutnya, elemen es, menanti mereka di ujung dunia yang berlawanan, di Puncak Es yang dilapisi salju abadi.“Kita tidak bisa berlama-lama di sini,” ujar Ling, napasnya masih terengah-engah setelah pertarungan yang menegangkan. “Puncak Es jauh, dan kita tidak tahu apa yang menanti kita di sana.”Lengkukup menyetujui, mengangkat elemen api dengan hati-hati. Cahaya merah yang menyala dari elemen itu berdenyut lembut, memberikan rasa hangat yang kontras dengan suhu yang akan mereka hadapi di perjalanan berikutnya.“Kau benar, Ling,” katanya. “Kita harus segera bergerak. Semakin lama kita menunda, semakin besar kemungkinan musuh kita mengetahui keberadaan elemen ini.”En Jio, yang telah berhasil mengalihkan perhatian naga api, berjalan mendekat. Dia tersenyum puas, meskipun wajahnya dipenuhi keringat. “Aku tidak sabar unt
Dengan hati yang penuh semangat dan ketegangan yang meningkat, Ling, Lengkukup, dan En Jio meninggalkan pasar malam. Mereka tahu bahwa perjalanan ini akan menjadi salah satu yang paling menantang yang pernah mereka hadapi. Mereka harus mendapatkan dua elemen yang berlawanan, dan langkah pertama adalah menuju Gunung Berapi Hitam.Di jalan, Ling merenungkan kata-kata lelaki tua itu. Kekuatan tidak hanya datang dari kemampuan fisik, tetapi juga dari keputusan yang mereka buat. Perjalanan ini bukan hanya tentang mencari kunci, tetapi juga tentang menemukan diri mereka sendiri dan menguji batasan mereka.Sesampainya di tepi hutan, mereka berhenti sejenak. Ling bisa merasakan perubahan udara, dari segar menjadi panas dan berbau sulfur. “Kita sudah dekat dengan gunung,” ujarnya.“Kau yakin kita siap menghadapi makhluk yang menjaga elemen api?” Lengkukup bertanya, merasakan ketegangan di udara.“Kita harus percaya satu sama lain,” jawab Ling. “Kita sudah melalui banyak hal bersama. Ini hanya