Home / Fantasi / Legenda Kitab Surgawi / Ch. 245 Hutan Siluman 10

Share

Ch. 245 Hutan Siluman 10

Author: ACANKUN
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Saat ini, Ling melesat dengan kecepatan tinggi untuk memberikan serangan terhadap Tong Guan yang masih dalam keadaan terbaring di tanah.

Namun setelah melihat Ling bergerak ke arahnya, Tong Guan langsung bereaksi dengan kembali bangkit lalu memasang kuda-kuda.

Melihat reaksi pria itu, Ling sama sekali tidak perduli dan masih melakukan gerakan untuk melukai Tong Guan.

“Hia..!!”

Ling melancarkan aksinya yang membuat pria itu menelan ludah sebelum ia sempat bereaksi untuk menahan serangan tersebut.

“Cih!”

Tong Guan berdecak pada saat tebasan pedang Ling mengenai pedang miliknya, “Tekanan macam apa ini? Tidak mungkin Bocah ini memiliki kemampuan yang sangat tinggi.. Sial! Dia terlalu kuat.”

Dia bergumam sembari menahan serangan yang di lakukan oleh Ling, tapi rasa ingin meluapkan amarah dalam dirinya sudah mencapai batas, hingga membuat ia berkata, “Jangan meremehkan kemampuan ku Bocah sialan!”

Mendengar perkataan tersebut, Ling tidak menanggapinya, melainkan ia terus melakukan gerakan m
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Amirul Hakim
mne smbungan cerita nye...lepak ar mcm ni
goodnovel comment avatar
wahyu aja
Mana kelanjutannya Thour? Tetap semangat.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Legenda Kitab Surgawi   Ch. 246 Pulang

    Beberapa saat berlalu, pada akhirnya mereka dapat keluar dari hutan Siluman dengan keadaan selamat, meski sempat mendapat kendala karena serangan dari para Siluman yang masih berusaha untuk menyerang.Setelah berada cukup jauh dari hutan tersebut, mereka tidak langsung berhenti melainkan terus berjalan untuk menemukan tempat yang cukup aman, akan tetapi di perjalanan itu mereka kembali bertemu dengan dua orang murid Hua Tuo.Melihat keberadaan dua orang tersebut, Hua Tuo berjalan sedikit lebih cepat dari yang lainnya lalu memeluk mereka satu persatu.“Aku bersyukur kalian selamat!” ujar Hua Tuo sembari tersenyum dengan manis.Kedua orang murid pria tua itu langsung meneteskan air mata pada saat bertemu dengan gurunya, tetapi hal itu tidak berlangsung dengan lama karena merasa malu akan hal tersebut.Namun mereka berdua sempat membuka mata dengan lebar pada saat melihat Ling yang berada di dekat Heng Juehsa serta Yu Lian, tepat dari arah belakang pria tua itu.Mereka cukup terkejut den

  • Legenda Kitab Surgawi   Bab 247 Di Bawah Bayang-Bayang Pengkhianatan

    Fang berdiri di depan Tetua En Jio, napasnya terengah-engah seolah mengejar waktu. Matanya penuh kekhawatiran, sementara penduduk desa mulai berkumpul di sekitar rumah sang tetua, menantikan berita yang ia bawa. “Apa yang terjadi? Di mana Heng Juesha dan yang lainnya?” tanya Tetua En Jio dengan nada serius, berusaha menahan rasa takut yang mulai merayapi hatinya. Fang mengusap dahinya, masih tak percaya dengan apa yang telah dilihatnya di hutan. "Heng Juesha dan rombongan dalam perjalanan, tapi ada sesuatu yang lebih mendesak. Mereka diserang oleh siluman di Hutan Siluman, dan musuh baru telah muncul." Tatapan semua orang berubah tegang, terdengar bisikan di antara penduduk desa. Mereka tahu Hutan Siluman terkenal dengan kejahatan mistiknya, tapi kabar ini menyiratkan ancaman yang lebih besar. “Katakan lebih jelas, Fang,” desak Tetua En, wajahnya semakin keras. "Apa yang sebenarnya terjadi di sana?" Fang menarik napas dalam sebelum menjawab, “Ketua Heng terluka, tapi ada yang lebi

  • Legenda Kitab Surgawi   Bab 248 Kegelapan yang Melingkupi Desa

    Ling berlari dengan kecepatan penuh menuju arah ledakan di gudang desa. Kepulan asap hitam menyelimuti langit malam, dan api berkobar semakin besar, membakar semua yang berada di dalam gudang. Suara retakan kayu yang terbakar disertai teriakan panik dari warga memenuhi udara, menambah suasana mencekam yang merasuki seluruh desa.Fang, Tetua En Jio, dan beberapa penjaga desa juga berlari mengikuti di belakang Ling, masing-masing bersiap dengan berbagai senjata. Namun, saat mereka mendekati gudang yang terbakar, Ling tiba-tiba merasakan sesuatu yang aneh. Instingnya mengisyaratkan bahaya, bukan dari api, melainkan dari sesuatu yang tersembunyi di baliknya."Berhenti!" seru Ling, tangannya terangkat untuk memberi isyarat pada semua orang.Semua berhenti serentak, bingung dan waspada, menatap Ling dengan mata penuh tanya."Ada sesuatu yang tidak beres," katanya lirih sambil memfokuskan pendengarannya. Suara api dan gemuruh mulai tersisih di latar belakang, dan Ling mendengar suara langkah

  • Legenda Kitab Surgawi   Bab 249 Pengepungan Desa

    Ling berdiri tegak di hadapan pemimpin penyerang, merasakan darahnya berdesir penuh semangat. Setiap detak jantungnya menambah kekuatan dan keberanian, membuatnya semakin siap menghadapi tantangan ini. Di sekelilingnya, suara pertempuran semakin menderu, tetapi semua itu terasa jauh dari perhatiannya. Yang ada di pikirannya hanyalah satu tujuan: melindungi desanya. Pemimpin bertopeng itu melanjutkan serangan, dengan kecepatan dan ketepatan yang mengesankan. Ia melancarkan serangan demi serangan, masing-masing dengan kekuatan yang cukup untuk mengirimkan lawan terbang. Ling menghindar dan menangkis dengan sekuat tenaga, berusaha untuk tidak terdesak lebih jauh. “Aku tahu siapa kau, anak muda. Kau adalah Ling, yang dikenal dengan keberanian dan kekuatan yang tidak biasa,” ujar pemimpin itu dengan nada mengejek. “Tetapi keberanian saja tidak cukup untuk menghentikanku!” “Kalau begitu, aku akan buktikan sebaliknya!” balas Ling, suaranya penuh semangat. Ia mengumpulkan seluruh energinya,

  • Legenda Kitab Surgawi   Bab 250 Rencana Pertahanan

    Malam itu, di dalam balai desa Suban Dara, suasana tegang terasa. Para warga berkumpul, wajah-wajah mereka mencerminkan ketakutan dan kekhawatiran akan ancaman yang mungkin datang kembali. Ling, Fang, Heng Juesha, dan Yu Lian berdiri di depan kerumunan, siap menyampaikan rencana mereka. “Saudara-saudara sekalian,” Ling memulai, suaranya bergetar namun penuh ketegasan. “Hari ini kita telah berhasil mempertahankan desa kita dari serangan musuh. Tetapi kita tidak bisa menganggap ini sebagai akhir. Mereka akan kembali, dan kita harus bersiap.” “Bagaimana kita bisa bersiap?” tanya seorang warga, wajahnya penuh kecemasan. “Mereka memiliki kekuatan dan jumlah yang lebih banyak.” Fang mengangguk, menyadari beban tanggung jawab yang dihadapi mereka. “Kita perlu memperkuat pertahanan desa. Kita harus memperbaiki benteng, menyiapkan jebakan, dan melatih para penjaga.” “Dan kita harus menemukan cara untuk mengetahui siapa pemimpin mereka,” tambah Heng Juesha. “Jika kita tahu siapa yang mem

  • Legenda Kitab Surgawi   Bab 251 Bayangan di Balik Hutan

    Pagi itu, kabut tebal menyelimuti desa Suban Dara. Udara dingin dan keheningan yang tidak biasa menciptakan suasana yang suram. Ling sudah bangun sejak subuh, mempersiapkan diri untuk melanjutkan latihan. Di tengah persiapan, firasat buruk terus menghantuinya. Sesuatu terasa salah. Saat Ling menuju ke balai desa, dia melihat Fang berdiri di sana, menatap ke arah hutan di seberang desa dengan tatapan serius. "Ada apa, Fang?" tanya Ling sambil mendekatinya. Fang menoleh dan menghela napas dalam-dalam. "Aku tidak tahu, Ling. Tapi rasanya ada sesuatu yang mengintai kita. Seperti bayangan gelap yang mengancam, namun belum menampakkan dirinya." Ling menyipitkan mata, melihat ke arah yang sama. Di balik pepohonan rimbun hutan, dia merasakan kehadiran yang aneh. Dia tidak bisa melihatnya, tetapi nalurinya mengatakan bahwa ada sesuatu yang berbahaya di sana. “Kita harus meningkatkan kewaspadaan,” jawab Ling akhirnya. “Kita tidak bisa membiarkan desa ini lengah.” *** Sementara itu, di jal

  • Legenda Kitab Surgawi   Bab 252 Tekad yang Tak Terbendung

    Saat malam semakin larut, pertempuran di desa Suban Dara semakin sengit. Tanah desa yang biasanya tenang kini bergetar di bawah langkah-langkah berat para prajurit bayangan yang tanpa henti menyerang. Ling, yang berada di garis depan, dengan cepat menyesuaikan dirinya dengan setiap gerakan lawan. Pedangnya bergerak seperti kilatan petir, menusuk dan menebas, memotong bayangan-bayangan gelap yang mengancam desanya.Namun, serangan pemimpin kelompok bayangan yang bertubuh besar itu menguji batas kekuatannya. Dengan satu tebasan, pedang raksasa musuh itu mampu menghancurkan pertahanan Ling dan hampir membuatnya jatuh ke tanah."Apakah ini semua yang bisa kau lakukan, anak muda?" ejek pemimpin bayangan itu dengan suara rendah, matanya yang merah membara terlihat lebih menyeramkan di bawah kilauan bulan. Ling terhuyung beberapa langkah ke belakang, merasakan sakit di lengannya akibat benturan serangan. Namun, matanya tetap fokus. Dia tidak boleh menyerah sekarang. Dia teringat akan semua

  • Legenda Kitab Surgawi   Bab 253 Tekad yang Tak Terbendung bag.2

    Kilatan cahaya yang dihasilkan dari benturan antara pedang pusaka Ling dan energi hitam dari pemimpin bayangan menciptakan gelombang kejut yang menghancurkan pepohonan dan mengguncang tanah desa Suban Dara. Semua orang yang menyaksikan pertempuran itu tertegun, bahkan beberapa prajurit bayangan mundur, ketakutan oleh kekuatan luar biasa yang terpancar dari pertempuran tersebut.Ling menggertakkan giginya, seluruh tubuhnya terasa sakit akibat benturan tadi. Meski begitu, semangatnya tidak surut. Cahaya biru dari Pedang Pemabalik Surga masih berkilau, memberikan keyakinan bahwa ada kekuatan yang lebih besar dari kegelapan yang ia hadapi."Aku tidak akan kalah... Aku harus melindungi desa ini!" teriak Ling dalam hatinya, sementara darah segar menetes dari luka-lukanya.Pemimpin bayangan mengangkat pedang raksasanya sekali lagi, kali ini dengan lebih kuat. “Kau memang kuat, anak muda, tapi kekuatanmu tidak cukup untuk mengalahkanku!” seru pemimpin itu sambil mengayunkan pedangnya ke arah

Latest chapter

  • Legenda Kitab Surgawi   Bab 344: Cahaya di Tengah Kegelapan

    Ling terdiam dalam keheningan, tatapannya masih terpaku pada tempat di mana sosok berjubah putih itu menghilang. Lengkukup dan En Jio berdiri di sisinya, mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Namun, pertanyaan yang menggantung di udara tidak segera menemukan jawaban."Siapa dia?" En Jio akhirnya memecah kesunyian, suaranya bergetar lemah. "Penjaga Kuil Tianlong? Aku tidak pernah mendengar tentang sosok seperti itu..."Lengkukup, yang biasanya tenang dan penuh perhitungan, hanya menggelengkan kepala. "Dia muncul tepat saat kita membutuhkannya. Entah siapa atau apa tujuannya, kita sebaiknya bersyukur."Ling menghela napas panjang, tubuhnya masih lelah setelah serangan besar yang hampir menghabisi kekuatannya. "Kita harus segera pergi dari sini. Tempat ini penuh dengan kegelapan, dan aku merasakan sesuatu yang tidak beres."Mereka bertiga mengangkat diri, meskipun tubuh mereka masih t

  • Legenda Kitab Surgawi   Bab 343: Perlawanan Terakhir di Kaki Gunung Tianfeng

    Sima Yan berdiri tegak di hadapan Ling, Lengkukup, dan En Jio. Aura kegelapan yang memancar dari tubuhnya membuat udara di sekitar mereka terasa berat. Pedangnya yang besar dan hitam berkilauan dengan cahaya merah yang jahat, menandakan kekuatan yang luar biasa.Ling mengepalkan tangannya lebih kuat di sekitar gagang pedangnya. Napasnya terasa berat, dan dadanya bergemuruh dengan adrenalin. Dia tahu ini bukan hanya pertarungan melawan seorang musuh yang kuat, tapi juga perjuangan untuk tetap hidup."Kita tidak bisa membiarkan dia menang!" desis Ling dengan penuh semangat, meski dia tahu dalam hatinya bahwa mereka mungkin tidak akan bertahan dari pertarungan ini.Lengkukup berdiri di sampingnya, menatap dingin ke arah Sima Yan. "Kita bertarung sampai napas terakhir. Tidak ada pilihan lain."En Jio, yang masih terluka, mengangguk dengan susah payah. Meskipun kondisinya jauh dari ideal, dia tahu tidak ada waktu untuk mundur.

  • Legenda Kitab Surgawi   Bab 342: Bayangan di Balik Gunung Tianfeng

    Ketika mereka keluar dari gua, lembah yang dulunya gelap sekarang diterangi cahaya redup matahari yang mulai tenggelam. Udara terasa lebih berat, seolah sesuatu yang jahat menyelimuti mereka dari kejauhan. Langit di atas Gunung Tianfeng mulai berubah menjadi merah darah, pertanda bahwa bahaya semakin dekat.

  • Legenda Kitab Surgawi   Bab 341: Pertempuran di Lembah Kematian

    Suasana di dalam ruangan besar itu mendadak tegang. Pria berjubah hitam yang berdiri di hadapan mereka tampak mengintimidasi, dengan senyum penuh kebencian yang menyiratkan keyakinan mutlak pada kekuatannya. Cahaya dari kristal elemen hijau memantul di zirah hitamnya, mempertegas aura kegelapan yang menyelimuti tubuhnya."Aku adalah pengawal elemen ini," ucap pria itu dengan suara rendah yang bergetar. "Namaku Hei Long, dan kalian tak akan bisa melewati gerbang kehidupan ini."Ling menatap pria itu dengan tajam, mempersiapkan diri. "Kalau begitu, kita tak punya pilihan lain selain melawanmu."Lengkukup dan En Jio mengambil posisi di sebelah Ling. Meskipun mereka tahu bahwa Hei Long adalah lawan yang kuat, mereka tidak punya waktu untuk ragu. Kristal elemen hijau itu adalah kunci untuk melengkapi kekuatan Kitab Dewa Naga, dan mereka harus mendapatkannya, apa pun risikonya."Serahkan saja elemen itu

  • Legenda Kitab Surgawi   Bab 340: Perjalanan Menuju Lembah Kematian

    Malam mulai menyelimuti perbukitan, namun Ling, Lengkukup, dan En Jio terus melangkah. Suasana semakin mencekam saat kabut tipis mulai muncul, menyelimuti jalanan setapak yang semakin sempit. Hutan lebat di kiri dan kanan mereka seolah menjadi dinding kegelapan yang tak tertembus. Hanya suara langkah kaki mereka yang terdengar di tengah keheningan itu."Kita semakin dekat," kata Lengkukup, matanya terus mengawasi setiap gerakan di sekitar. "Aku bisa merasakan kehadiran sesuatu yang tidak biasa di sini."Ling mengangguk setuju. Dari kitab Dewa Naga yang berada dalam genggamannya, ia bisa merasakan energi yang semakin kuat. "Lembah itu tak jauh lagi. Energi dari elemen berikutnya sangat jelas terpancar dari sana."En Jio, yang biasanya penuh semangat, kali ini tampak lebih tenang. "Apa kalian sudah siap? Kalau pasukan hitam benar-benar menunggu di sana, ini akan menjadi pertempuran yang sulit."

  • Legenda Kitab Surgawi   Bab 339: Kabar di Balik Perbukitan

    Setelah berhasil mengalahkan Pengawal Bayangan dan mengamankan elemen es, Ling, Lengkukup, dan En Jio melanjutkan perjalanan mereka menuju perbukitan yang lebih rendah, meninggalkan puncak es yang mencekam di belakang. Udara di sini lebih hangat, tapi suasana tegang masih melingkupi mereka. Masing-masing terdiam, merenungkan pertempuran yang baru saja mereka lalui.“Kita sekarang memiliki dua elemen,” kata Lengkukup, memecah keheningan. “Tapi musuh kita pasti semakin sadar dengan keberadaan kita.”Ling mengangguk. “Kita harus bergerak cepat. Mereka tidak akan tinggal diam dan membiarkan kita mengambil semua elemen begitu saja.”En Jio, yang biasanya ceria, kali ini terlihat lebih serius. “Kalau mereka sudah mengirim Pengawal Bayangan, berarti kekuatan besar sedang memantau kita. Kita harus siap menghadapi mereka, kapan pun mereka menyerang.”

  • Legenda Kitab Surgawi   Bab 338: Bayangan di Balik Puncak Es

    Setelah berhasil mendapatkan elemen es dari Puncak Es, Ling, Lengkukup, dan En Jio tidak bisa beristirahat lama. Meski mereka baru saja mengalahkan serigala es yang menjaga elemen tersebut, perasaan cemas tidak pernah benar-benar pergi. Keheningan yang melingkupi pegunungan bersalju seolah menyembunyikan ancaman yang belum terungkap.“Ling,” kata Lengkukup tiba-tiba, matanya tajam menatap ke kejauhan. “Kita sedang diawasi.”Ling yang sedang mengatur napas setelah pertempuran, langsung siaga. Dia mengeluarkan pedangnya dengan gerakan cepat, memfokuskan seluruh indranya untuk mendeteksi ancaman yang disampaikan Lengkukup. Seiring angin dingin yang menusuk, bayangan mulai terlihat di balik kabut tebal.En Jio, yang sebelumnya sedang bercanda untuk menghilangkan ketegangan, kini mengalihkan pandangannya dengan wajah serius. “Sepertinya, penjaga elemen es bukan satu-satunya yang harus kita hadapi.”Dari kabut yang semakin pekat, muncul sosok-sosok berpakaian hitam. Mereka bergerak dengan k

  • Legenda Kitab Surgawi   Bab 337: Perjalanan ke Puncak Es

    Setelah berhasil mendapatkan elemen api dari Gunung Berapi Hitam, Ling, Lengkukup, dan En Jio tidak memiliki banyak waktu untuk merayakan keberhasilan mereka. Tantangan berikutnya, elemen es, menanti mereka di ujung dunia yang berlawanan, di Puncak Es yang dilapisi salju abadi.“Kita tidak bisa berlama-lama di sini,” ujar Ling, napasnya masih terengah-engah setelah pertarungan yang menegangkan. “Puncak Es jauh, dan kita tidak tahu apa yang menanti kita di sana.”Lengkukup menyetujui, mengangkat elemen api dengan hati-hati. Cahaya merah yang menyala dari elemen itu berdenyut lembut, memberikan rasa hangat yang kontras dengan suhu yang akan mereka hadapi di perjalanan berikutnya.“Kau benar, Ling,” katanya. “Kita harus segera bergerak. Semakin lama kita menunda, semakin besar kemungkinan musuh kita mengetahui keberadaan elemen ini.”En Jio, yang telah berhasil mengalihkan perhatian naga api, berjalan mendekat. Dia tersenyum puas, meskipun wajahnya dipenuhi keringat. “Aku tidak sabar unt

  • Legenda Kitab Surgawi   Bab 336: Menuju Gunung Berapi Hitam

    Dengan hati yang penuh semangat dan ketegangan yang meningkat, Ling, Lengkukup, dan En Jio meninggalkan pasar malam. Mereka tahu bahwa perjalanan ini akan menjadi salah satu yang paling menantang yang pernah mereka hadapi. Mereka harus mendapatkan dua elemen yang berlawanan, dan langkah pertama adalah menuju Gunung Berapi Hitam.Di jalan, Ling merenungkan kata-kata lelaki tua itu. Kekuatan tidak hanya datang dari kemampuan fisik, tetapi juga dari keputusan yang mereka buat. Perjalanan ini bukan hanya tentang mencari kunci, tetapi juga tentang menemukan diri mereka sendiri dan menguji batasan mereka.Sesampainya di tepi hutan, mereka berhenti sejenak. Ling bisa merasakan perubahan udara, dari segar menjadi panas dan berbau sulfur. “Kita sudah dekat dengan gunung,” ujarnya.“Kau yakin kita siap menghadapi makhluk yang menjaga elemen api?” Lengkukup bertanya, merasakan ketegangan di udara.“Kita harus percaya satu sama lain,” jawab Ling. “Kita sudah melalui banyak hal bersama. Ini hanya

DMCA.com Protection Status