Gening Jati meringis kesakitan, meratapi hampir belasan luka yang ada dibagian-bagian penting ditubuhnya, seperti sebuah mimpi buruk, pria itu masih dapat merasakan tenaga dalam didalam tubuhnya tapi tidak dapat menggunakannya.Sekarang tenaga dalam sebesar itu, akan tertidur untuk selamanya, Resi Sembadah memutuskan semua jalur energi didalam tubuh, bentuknya seperti akar, hanya diketahui jika orang yang mempelajarinya secara khusus, atau orang yang memiliki penglihatan gaib.Bagaimanapun kelumpuhan tenaga dalam bagi pendekar sama saja dengan mati. Sekuat apapun dia berusaha, tenaga dalam pria itu tentu tidak akan dapat digunakan lagi.''Ini semua karena olahnya! ''Gening Jati bergumam, menatap kearah Galuh Tapa yang tersenyum kecil. ''Semua rencanaku hancur karena dirinya!.''''Jangan menyalahkan siapapun atas kejahatanmu, Gening Jati!, ''ucap Resi Sembadah, ''bagaimanapun kau telah merencanakan pembantaian, ini adalah hukuman yang setimpal untukmu.''Setelah mengatakan hal demikian
Mahluk itu lebih besar dari mahluk yang lainnya, lebih kuat dan memiliki sesuatu yang berbeda, tampak dari tubuhnya, sebuah bongkahan batu berwarna hitam meruncing sangat tajam.Ketika bongkahan batu itu melesat degan cepat, beberapa bayangan yang ada mampu dihancurkannya.Dan bukan itu saja, setiap bayangan yang berhasil dilenyapkan, selalu terdengar suara kecil dari mulutnya yang hitam, nampaknya mahluk itu menikmati pertempuran ini.Bukan hanya Galuh Tapa, Andaran dan teman-temannya yang berada pada tenaga dalam level dua keatas juga merasakan hal yang sama.Itu adalah mahluk aura yang berbeda dari yang lainnya, tercipta dari dendam yang berlebihan dan keserakahan yang luar biasa.Sehingga membuat Andaran menghunus pedangnya, ketika beberapa orang mulai menjauhi mahluk itu.''Aku akan melawan mahluk ini, kalian semua! ''ucap Andaran. ''Musnakan semuanya tanpa tersisa.''''Apa kau yakin akan mengahadapi mahluk itu sendirian? ''salah satu dari temannya berkata, terdengar khawatir seb
''Paman, aku rasa dia mempunyai kemampuan yang lebih hebat dari pada ketika dia masih hidup dahulu ''sambung Galuh Tapa, ''Tapi aku yakin kau lebih hebat dari dirinya, aku percaya itu.''''Tentu saja, aku tidak akan kalah, ''ucap Andaran. ''Dan terimakasih akan keyakinanmu!''''Sudah siap paman, dia datang! ''ucap Galuh Tapa, sembari melompat kebelakang menghindari serangan yang sebentar lagi datang dan ternyata.Ahk!''Serangan itu tepat mendarat mengenai wajah Andaran, membuat pria itu terlempar beberapa puluh meter kebelakang.''Paman kau baik- baik saja?''''Aku tidak apa-apa! ''Teriak Andaran sedikit kesal, ''Kau jangan terlalu mengkhawatirkanku, lebih baik kau diam saja.''Namun secara tiba-tiba, setelah dia mengatakan hal itu, mahluk aura langsung menyerang.''Akh!''Galuh Tapa menutup matanya, pada serangan kedua yang berhasil mendarat tepat kebagian perut, sekali lagi, pria itu terlempar kebelakang.''Aku sudah muak dengan semua ini! ''Teriak Andaran sembari mengepalkan tinju
Beberapa pendekar kelas tinggi seperti Prahmana dan surgantara berada pada tahanan bawah tanah, mereka akan dibebaskan setelah melakukan tapa, untuk membersihkan perbuatan yang dilakukan selama ini.Ini adalah teradisi ditempat ini, mereka akan melakukan ritual puasa satu tahun penuh dengan doa-doa yang dirapalkan setiap waktu.Tapa ini dilakukan mungkin satu tahun lamanya, tapi selagi mereka melakukannya dengan sungguh-sungguh, satu tahun bukanlah waktu yang lama.Pada saat perkumpulan itu, Tabib Nyai Pirut mengeluarkan dua bakul yang terbuat dari anyaman bambu yang dijalin sangat rapi membentuk seperti kotak. Didalam setiap bakul, ada lima botol kecil ramuan yang memiliki energi kehidupan yang sangat besar.''Ambilah bakul ini, mungkin ini kelak akan berguna?, ''ucap Nyai Pirut, ''isinya ada sepuluh butul ramuan. Ramuan yang aku teliti dan disimpan selama ratusan tahun. Satu ramuan setara dengan tiga puluh tumbuhan embanglai ajaib atau setara dengan sepuluh buah tanam ingur bening
Setelah Tiga hari tiga malam lamanya, panglima kumbang mengaum dengan keras. Suara macan hitam, terdengar disetiap sisi pedepokan pedang bayangan, membuat semua orang menjadi terkejut, karena tidak biasanya hewan itu mengaum didalam pedepokan. Resi Sembadah bersama Andaran dan beberapa orang yang lain bergegas menuju ke telaga cahaya kehidupan. Mereka cukup yakin, bahwa suara auman panglima kumbang adalah tanda bahwa ritual Galuh Tapa telah berakhir. Setiba dirumah batu Andaran dan yang lainnya, menemui Galuh Tapa sedang berada dipinggir bibir telaga. ''Apa kau yang menarik pemuda ini keluar? ''tanya Andaran kembali mengelus kening panglima kumbang, ''kerja bagus, kau benar-benar teman yang baik.'' Andaran lalu memakaikan pakaian Galuh Tapa, tentu saja pemuda itu tidak sadarkan diri saat ini, tapi setelah merasakan jantung Galuh Tapa yang masih berdetak masih kuat, Andaran tersenyum kecil. ''Kau kembali, anak muda!'' Hingga akhirnya Galuh Tapa dibawah kerumah Resi Sembadah, d
Ketika Galuh Tapa masih terbuai dalam lamunan, secara tiba-tiba dia dikejutkan oleh panglima kumbang. Macan itu menggeram beberapa saat kemudian menyodorkan kepalanya kewajah pemuda ini.''Dari mana saja dirimu, kumbang? ''tanya Galuh Tapa.''Gerr ''''Aku tidak percaya mereka memberimu begitu saja, kau mungkin sedang berbohong.''''Gerr.'' Nampaknya macan hitam marah dengan perkataan pemuda itu.''Baiklah aku percaya denganmu, tapi jangan marah?''Sekali lagi dia merasa aneh, Galuh Tapa bisa merasakan binatang itu. Dia juga bisa merasakan pikiran domba yang berkeliaran sepanjang rumah orang, beberapa binatang yang lain juga seperti burung-burung kecil yang sedang berkicau.Perasaan-perasaan itu timbul begitu saja, kemudian hilang seperti debu-debu kecil yang diterpa angin.Untuk beberapa waktu Galuh Tapa hanya terdiam tanpa mengatakan apapun, meski sesekali Andaran memanggilnya.Perasaan itu jelas menganggu dirinya, bagaiman tidak? ketika dia hendak berniat menyembelih seekor kambing
Sesuatu yang dimaksud Galuh Tapa adalah badai gunung.Resi Sembadah berpesan bahwa puncak gunung dempo selalu menyimpan sesuatu yang bebahaya yang sulit diperidiksi, seperti badai atau sambaran halilintar ditengah kawah beerapi.Setelah melakukan perjalanan dalam beberapa jam, akhirnya mereka berdua memijakan kaki diatas puncak gunung yang disebut puncak api gunung dempo. Permukaan dipenuhi dengan batu dan debu volkanik, bau belerang jelas tercium menyesakkan dada panglima kumbang.Sekitar ratusan meter jaraknya sekarang antara Galuh Tapa dengan puncak api. Kawah berapi yang selalu mengeluarkan asap tebal dari kejauhan, pada jarak ini, sebenarnya bau belerang semakin menyengat.Panglima kumbang tidak berniat berjalan lebih jauh lagi mendekati puncak Api, dia sedikit takut.Galuh Tapa menyadari rasa takut panglima kumbang yang pasti ada alasannya, sebab energi kuat mulai tepancar dari sekitar kawah tesebut.Hari ini mulai menutup, berganti malam dengan rembulan sabit seperti menggantu
Sehingga membuat Galuh Tapa mengikuti ujung akar yang menempel disepanjang dinding goa, hingga terhenti pada sungai kecil bergemericik dan bergema didalam ruangan lain pada goa itu.Air itu mengalir dari balik batu besar yang berwarna hitam dibagian hulu, dan masuk kedalam lubang batu dibagian hilir, jarak keduanya mungkin hanya beberapa meter saja.Setiap tepi sungai yang selebar satu meter itu dipenuhi dengan akar bunga melati yang berserabut.Nampaknya karena air inilah bunga melati diatas sana masih bisa hidup dan mekar, Tapi tentu saja itu adalah sebuah keajaiban.Galuh Tapa melanjutkan langkahnya, dia terhenti diruangan terakhir pada suatu tempat.Nampaknya tempat itu dijadikan tempat suatu pujaan, terlihat dari beberapa patung yang ada.Tempat itu dikelilingi dengan sungai magma yang membara, luas sungai magma tidak terlalu lebar hanya beberapa meter saja.Setelah melompati sungai magma, Galuh Tapa memijakan kaki ditempat yang nampaknya seperti tempat pemujaan, beberapa patung
"Aku tidak sempat menanyakan hal itu pada ayahku, kedatangan kita bersamaan dengan surat panggilan dari Negri Singunan untuk Ayahanda" ucap Ringgina."Surat dari Negri Singunan?" Galuh Tapa terlihat kecewa."Negri Singunan memberi informasimengenai Putra bungsu mereka. Pangeran Rengkeh dikabarkan belum kembali setelah melakukan Kunjungan ke Negri Bumi Besemah.""Rengkeh?" Galuh Tapa bergumam pelan."Apa kau mengetahui nama itu?" Ringgina bertanya."Ah, aku belum pernah mengenal namapangeran dari Negri Singunan." Galuh Tapa berbohong, tentu saja dia mengetahui Pangeran Rengkeh, karena dia sendirilah yang berhasil mengalahkan pemuda licik itu beserta senopati dan anak buahnya."Tapi jangan risau, Ayahku memang sedang kembali lagi ke Negri Singunan, disini ada tabib hebat yang bisa membuat penawar racun itu, dia adalah kepercayaan Ayahku.""Benarkah?""Ya, aku akan menemui tabib itu besokpagi" Ringgina tersenyum kecil, meski diatidak begitu yakin dapat meminta sangtabib untuk membua
Sehingga Angsa Putih mendesah pelan, lantas menepuk pundak temannya tiga kali. "Ki Santa tidak di undang dalam rapat itu, ketentuan nasip para tawanan tergantung Paduka Raja Jaya Negara beserta pejabat kerajaan. Kita hanya persatuan Hulubalang, bahkan Damar Tirta tidak di undang dalam rapat itu."Ki Jangga menatap mata Angsa putih dengan tajam, untuk beberapa saattidak berkedip sedikitpun. Lantasmengalihkan pandangan pada seributawanan dengan kebencian."Tenangkan perasaanmu kawan! Tidak ada gunanya kau menaruh dendam padatawanan yang tidak lagi berdaya." AngsaPutih menuangkan arak pada dua cawan,kemudian salah satunya disodorkan kepada Ki Jangga. "Akan ada waktunya kau bisa mengamuk sesuka hatimu, tentu saja bukan pada seribu orang di sana yang tidak memiliki kemampuan, atau pula pada tua bangka Ki Santa.Ki Jangga terdiam lagi, kali iniurat-urat di keningnya keluar bak cacingdibalik kulit, tampak sedang berpikirmungkin pula mencerna perkataansahabatnya."Perang belum berhe
"Tawanan?" Ki Jangga berkata geram.Wajah pak tua itu terlihat tergores tipisakibat panah yang melesat ke arahkepalanya. "Aku akan membunuh kaliansemuanya, semuanya!" Dia berteriak keras."Musuh sudah mengaku kalah, tidak adayang berhak untuk membunuh mereka." Ki Santa membantah keputusan Ki Jangga."Tua Bangka, kau bukan orang suci yangbisa menentukan siapa yang layak dan tak layak hidup di sini." Ki Jangga beteriak kesal, ya diantara Sesepuh tua hanya dia yang terluka, bagaimana wajah orang itu tidak merah karena marah atau pula karena malu?"Tidak ada yang boleh membunuh siapapun yang mengaku kalah, menyerah dan mengangkat bendera putih" Ki Santaberkata lagi, menegaskan bahwaucapannya tidak main-main.Orang tua itu melirik beberapa pendekarhebat yang berada di hadapannya satupersatu, bahkan Damar Tirta selaku ketua Persatuan Hulubalang. Terlihat tiada orang yang membantah keputusan orang tua itu, kecuali Ki Jangga."Meski kita dalam medan perang, tapitoleransi hidup haru
Baru saja berdiri, -menyeka darah yangmengalir dari luka di dada akibat tebasan Ki Santa, Angsa Putih segera mematukkepala mereka hingga mati.Hingga Ki Santa tersenyum kecil di kejauhan, dia memang sengaja tidak membunuh mereka berdua agar Angsa Putih tidak merasa kecil hati atau, tidak terlalu terhina. Sudah cukup perselisihan selama ini hanya karena beranggapan-siapa paling hebat dari siapa?Namun terlihat Angsa Putih meludah dua kali, orang tua itu lalu menyapukan pandangan di sekitarnya mencoba menemukan Ki Santa tapi tidak berhasil.Kemudian senyum kecil tersungging dibibirnya yang peot dan berkerut, lalusemenit kemudian terkekeh. "Sekarang aku mengakui, dia lebih hebat dariku. Tuabangka Ki Santa itu, sudah sepatutnyanamanya di kenal di seluruh dunia Persilatan di tanah Pasmah."Hingga kemudian Angsa Putih kembali memasuki kerumunan pertempuran. Dia bergerak cepat, melawan orang-orang yang terlihat cukup kuat. Orang tua itu juga membantu beberapa prajurityang sedang dalam
"Senjatamu besar sekali, tapi bergeraklambat." Kerangka Ireng berkata datar, lali melepaskan kembali dua serangan hingga dua larik cahaya keluar dari matatombaknya, melesat cepat.Damar Tirta harus rela merebahkantubuhnya, menopang dengan telapaktangan kanan. Dua larik cahaya tipis itulewat satu jengkal di atas wajah, terusnyasar dan mengenai lima tubuh di belakang Damar Tirta.Hingga lima detik setelah tubuh orang itu dilewati cahaya -meledak seperti terpanggang.Damar Tirta berdecak kesal, dia memutartubuhnya kemudian secara bersamaanmenjentikkan jari telunjuk. Pedang cahaya miliknya melesat ke arah Krangka Ireng, tapi pria itu memiliki tubuh yang licin, dengan mudah dia menghindari serangan Damar Tirta.Tidak menarik kembali pedangnya Damar Tirta terus melajukan pedang hingga menembus dua puluh orang bawahan Kerangka Ireng. empat kali lipat lebih banyak dibandingkan serangan Pria berzirah perang itu.Baru dalam beberapa menit saja, telahterjadi pertukaran ratusan serangan
Sehingga sontak saja semua prajurit yang mendengar perkataan pria itu berteriak penuh semangat, seolah tubuh mereka mendidih karena marah. Dada mereka berdetak lebih cepat dari sebelumnya, mata mereka nanar tajam menyambut derap penjajah."Teriakan keberanian" Pekik Candi Jaya. "Hidup kita untuk mati, mati kita untuk hidup.""Hidup kita untuk mati, mati kita untuk hidup."Sontak pula para prajurit Jalang Pasmahmengikuti teriakan yang bergema darimulut prajurit Bumi Besemah, hingga dalam hitungan detik saja seisi benteng pertahanan dipenuhi teriakan bergema.Ki Santa dan dua orang bersamanya tersenyum kecil di atas tiang menara tertinggi, sebuah kata bijak yang membangkitkan semangat juang, pikirnya.Lalu dua menit kemudian, terdengar suara terompet dari tanduk kerbau berbunyi di sisi paling selatan kemudian disusul suara terompet di sisi paling utara. Lalu setelah itu, genderang perang bertabuh-tabuh, tanda musuh sudah berada di depan mata.Bak semut hitam, musuh berbaris rapimele
Setelah kepergian Galuh Tapa. Bagas Sanjaya adalah orang yang bertanggung jawab penuh atas Markas Periangan. Dia mengatur segala hal sendirian, kecuali jika Tiran Putih sedang memiliki waktu luang untuk memberikan masukan untuknya.Galingga Tirta memang petarung hebat,tapi dia tidak memiliki otak. Kecualibertarung dan menggoda gadis-gadiscantik di tempat ini, tiada hal lain yangdilakukan pemuda itu.Tidak beberapa lama, derap langkah kakikuda tiba-tiba memasuki gerbang Markas Periangan. Ada sekitar dua puluh orang penunggang kuda, dan salah satu dari mereka jelas dikenali Bagas Sanjaya, Rangga rajasa."Patih Bagas Sanjaya" Rangga Rajasa memberi hormat. "Setelah mendengar kalian berhasil menaklukkan markas ini, aku segera menyusul bersama dengan beberapa orang yang lainnya. Jangan khawatir, markas kecil di seberang sungai sangat aman terkendali, sekarang Buja Surut beserta pendekar pemanah dan beberapa pendekar lain bertugas mengatur markas itu."Bagas Sanjaya menarik napas lega.
Hingga terang benderang pikiran Pendekar Janggala setelah tiga benda kegelapan itu hilang dari kepalanya. Sekarang pikirannya terasa lebih jernih, kepalanya terasa lebih ringan dari sebelumnya.Seperti yang di ketahui, susuk Magalahtidak akan bisa di cabut kecuali penggunanya akan mengalami kematian.Tapi Galuh Tapa bisa melakukan hal itu,mungkin saja karena energi alam yangbercampur dengan berkah batu mustika yang ada, atau pula karena nasib baik Pendekar Janggala untuk menebus dosa-dosannya.Lidah Pendekar Janggala terasa kelu untuk beberapa saat, dia hendak mengatakan rasa syukur dan terima kasih tapi suaranya terasa terhenti di kerongkongan. Hanya air mata yang menjawab perkataan Pemuda Pedang Pusaka Lintang Kuning."Terima kasih...terima kasih..." Merah Jambon Barat sujud tiga kali di telapak kaki Galuh Tapa, lalu buru mengangkat tubuh Janggala."Kau harus merawat gurumu dengan baik, lukanya perlu diobati!" ucap Galuh Tapa."Kami akan mengingat kebaikan ini, suatu saat nanti j
Belum sampai kuku tajamnya di wajahGaluh Tapa, tiba-tiba gerakannyaterhenti seketika. Wajah bangganya mulai menyurut.lima detik kemudian dia berteriak kesakitan, tubuhnya tersungkur di permukaan tanah, kedua tangannya mencengkram dada dengan kuat. Pak tua itu berguling tak karuan, darah segar keluar menodai pakaian.Ketika hal itu terjadi, Galuh Tapa tidakingin menunggu lama, segera dia melesat di udara. Dia melepaskan beberapa serpihan batu mustika sebagai senjata tepat mengenai kaki orang tua itu, hingga tubuhnya terpasak di tanah, lalu dua buah lagi senjata secara bersamaan mengenai bahu kiri dan kanan.Pendekar Janggala dalam kondisiterlentang, serpihan tertancap dalam dan terasa panas membara. Tangannya berusaha melepaskan dua pedang yang menancap di bahunya tapi tidak mampu.Nampak belum menyerah, kilatan ungumemancar sesaat lalu dua larik cahayamelesat menuju Galuh Tapa, tapi kali inipemuda itu dapat menangkisnya.Beberapa saat kemudian, suasana ditempat itu menjadi pa