Beberapa ratus kilometer di luar kota Danau Hitam, suasana mencekam menyelimuti pinggiran hutan yang dipenuhi pepohonan menjulang tinggi dan kabut tipis yang merayap di antara akar-akar kayu. Aroma tanah basah bercampur dengan ketegangan yang terasa di udara.Di tempat itu, rombongan dari Klan Murong berdiri dengan waspada, menghadapi sekelompok sosok berjubah hitam yang muncul entah dari mana. Mata Murong Giu menyipit tajam, menganalisis situasi dengan cepat."Siapa kalian!? Berani-beraninya membuat masalah dengan Klan Murong!" seru Murong Yi dengan ekspresi tegang, tangannya erat menggenggam gagang pedangnya.Rombongan klan Murong baru saja meninggalkan Paviliun Alkemis dan tengah dalam perjalanan pulang ke kediaman mereka ketika sebuah inskripsi teleportasi tiba-tiba menyala di bawah kaki mereka. Sebelum sempat bereaksi, mereka sudah terlempar ke tempat ini, ratusan kilometer jauhnya dari kota Danau Hitam.'Bagaimana mungkin seseorang mampu memindahkan kami semua dengan begitu muda
Anggota klan Murong yang awalnya berjumlah kurang dari selusin kini telah berkurang drastis, setengah dari mereka tergeletak tak bernyawa di tanah yang bersimbah darah. Aroma logam yang menusuk bercampur dengan debu dari kegaduhan yang berlangsung.Murong Giu menggertakkan giginya. Tangannya yang menggenggam pedang bergetar bukan karena takut, melainkan kemarahan yang membara. Matanya merah padam, penuh dendam melihat anggota klannya jatuh satu per satu."Sialan! Beraninya kau membunuh anggota klan Murong! Mati kau!" raungnya, mengangkat pedangnya tinggi ke udara.Sekejap kemudian, udara di sekitar Murong Giu bergetar. Lingkaran inskripsi bercahaya biru muncul di atas udara, simbol-simbol kuno berpendar di dalamnya, berputar seakan menari dalam tarian kematian. Dari dalam lingkaran itu, puluhan bilah energi pedang terbentuk, bersinar tajam, bergetar siap membidik ke arah targetnya."Hujan Seribu Pedang!" seru Murong Giu, lalu dengan gerakan tangannya, bilah-bilah energi itu meluncur
Telapak tangannya terulur, dan seketika bilah energi Qi yang tajam mencuat dari ujung jarinya, memanjang bagaikan pedang bercahaya yang siap mencabik apapun yang menghadangnya. Mata pria tua berjubah hitam itu menyala penuh kekejaman. Dengan gerakan cepat dan penuh kekuatan, ia menebaskan bilah energi itu dari atas ke bawah, berusaha membelah Murong Giu menjadi dua bagian.Namun, sebelum serangan itu mencapai sasarannya, suara dentingan tajam memenuhi udara. Murong Yi melesat dengan kecepatan luar biasa, pedangnya terhunus menahan bilah energi lawan dengan kekuatan penuh. Percikan cahaya menyebar ke segala arah akibat bentrokan dahsyat antara kedua energi yang terbentur."Tetua Yi?" Murong Giu terengah-engah, ekspresi di wajahnya menunjukkan kelegaan sekaligus kewaspadaan."Kita harus menghadapinya bersama, Tetua Giu." Murong Yi menggertakkan giginya, tekanan lawan terasa seperti gunung yang menekan bahunya. "Meskipun dia lebih kuat satu tingkat dari kita, bukan berarti kita tidak bi
Murong Giu menolak tenggelam dalam ketakutan. Dengan sisa keberaniannya, ia segera melangkah mundur, membuka jarak, dan mengayunkan pedangnya dengan kecepatan penuh.Swish! Swish! Swish!Beberapa bilah energi Qi melesat tajam, membelah udara dengan suara berdesing, bergerak cepat menuju pria tua berjubah itu. Namun, harapannya untuk mengenai lawan segera pupus.Sosok berjubah itu bergerak dengan kecepatan yang sulit dipercaya, tubuhnya seolah menghilang dan muncul kembali dalam tarian bayangan yang anggun. Ia melayang ke samping, menghindari setiap bilah energi tanpa kesulitan sedikit pun. Murong Giu hanya bisa melihat bagaimana serangannya seakan menebas udara kosong, tak satupun yang menyentuh sasaran.Sebelum Murong Giu sempat bereaksi, sebuah aura dingin tiba-tiba menjalari tulang punggungnya. Nalurinya berteriak bahaya, namun semuanya terjadi terlalu cepat.Dugh!Sebuah pukulan keras menghantam perutnya, membuat matanya melebar dan napasnya terhenti seketika. Rasa sakit yang lua
Pria tua berjubah itu menyeringai keji, matanya bersinar penuh kegilaan saat melihat tubuh Murong Giu hampir hancur di bawah tekanan Artefak Jiwa miliknya. Tungku raksasa yang melayang di udara terus menekan dengan kekuatan luar biasa, membuat tanah di sekitarnya retak dan menciptakan pusaran energi yang mengerikan."Tak ada yang bisa bertahan dari tekanan tungku itu," gumam pria tua itu dengan suara penuh kepuasan. "Akhir manusia rendahan ini sudah ditentukan."Namun, sebelum ia sempat menikmati kemenangannya lebih lama, sesuatu yang tak terduga terjadi.Sebuah tekanan dahsyat tiba-tiba menyelimuti area itu. Udara bergetar, sementara pepohonan di sekitar mulai bergoyang liar meskipun tidak ada angin yang bertiup.Pria tua itu merasakan firasat buruk menyeruak dalam hatinya."Apa ini...?" bisiknya, matanya menyipit curiga.Aura mengerikan muncul entah dari mana, seolah berasal dari segala penjuru. Tekanan energi yang luar biasa membuat bulu kuduknya meremang, dadanya terasa sesak, se
Pria tua itu menyipitkan matanya, mengamati sosok pemuda yang berdiri melayang di udara dengan santai. Ia dapat merasakan bahwa pancaran aura Du Shen hanya berada di ranah Golden Core tahap dua.Mengetahui hal ini membuatnya semakin yakin bahwa tekanan dahsyat yang ia rasakan beberapa saat lalu bukan berasal dari kekuatan asli pemuda itu.'Pasti ada Artefak misterius yang digunakan bocah ini untuk menakut-nakutiku sebelumnya,' pikirnya sambil menyeringai dengan lidah terjulur.Keyakinannya bertambah kuat. Jika memang Du Shen hanya memiliki kekuatan sebesar itu, maka tidak ada alasan baginya untuk mundur. Dan ia tak perlu khawatir untuk menangani Artefak kuat apapun itu. Karena ia sendiri memiliki banyak kartu truf tersembunyi di dalam lengan bajunya."Tak peduli trik apa yang kau gunakan barusan, aku akan memastikan kau mati di sini hari ini!"Dengan cepat, pria tua itu membentuk segel tangan, jari-jarinya bergerak lincah merangkai simbol-simbol kuno di udara. Tungku raksasa yang me
Pria tua itu melompat mundur dengan kecepatan tinggi, matanya membelalak melihat gelombang energi Qi berwarna hijau gelap menyebar seperti banjir yang mengamuk. Begitu menyentuh tanah, energi itu langsung mengikis apa pun yang dilewatinya. Batang-batang pohon yang kokoh mulai membusuk seketika, dedaunan yang terkena aliran energi tersebut berubah menjadi abu, dan bahkan tanah pun tampak meleleh, meninggalkan cekungan hitam yang berbau busuk. "Ack!" "Argh!" Beberapa jeritan terdengar tak jauh dari sana, dan begitu pria tua itu menoleh, selusin anak buahnya sudah tampak terkapar di atas tanah, menggeliat menahan rasa sakit yang membuat tubuh mereka meleleh. melihat dampak pada gelombang energi Qi itu, pria tua tersebut langsung menyimpulkan. ‘I-Ini… racun?!’ Pria tua berjubah hitam itu, merasakan jantungnya berdegup kencang. Wajahnya berubah pucat saat menyadari betapa mematikannya energi yang dikeluarkan pemuda itu. Tanpa ragu, ia segera menarik kembali tungku jiwanya yang te
"Kau yang seharusnya mati, bocah sombong!" raung Mo Difeng dengan kemarahan membara. Suaranya menggema di langit, disertai dentuman energi yang bergetar dari tubuhnya.Dengan gerakan penuh kekuatan, pria tua itu mengangkat tinggi tongkat hitam di tangannya. Di ujungnya tergantung sebuah bendera hitam yang mulai bergetar hebat, seakan merespons kekuatan yang tengah ia salurkan.Mo Difeng membentuk segel dengan tangan satunya. Udara di sekitarnya berubah drastis dan tekanan dahsyat tampak menggetarkan. Cahaya keunguan mulai berpendar dari tongkat itu, membentuk gelombang energi yang berputar mengelilinginya.Dalam hitungan detik, langit di atasnya merekah. Sebuah lingkaran inskripsi raksasa muncul, memancarkan sinar ungu berdenyut dengan simbol-simbol kuno yang terus berputar dalam pola yang tak terhingga. Aura mengerikan terpancar dari lingkaran itu, menekan segala sesuatu di bawahnya.Tak berselang lama, dari dalam inskripsi tersebut, sebuah telapak tangan raksasa mencuat keluar. Ukur
Namun ia tak begitu peduli pada patung itu dan mengalihkan perhatian ke segala arah di dalam aula yang luas itu."Hmm?" Du Shen bergumam lirih sambil menatap sekeliling ruangan luas yang terasa sunyi. Pilar-pilar batu yang menjulang tinggi tampak kokoh menopang langit-langit aula, ia memandangi sekitar seolah tengah mencari seseorang. "Pak tua Zhao... Dia tak ada di sini. Apakah dia masih terjebak dalam dimensi ilusi sebelumnya? Atau jangan-jangan ada ruangan lain selain tempat ini?"Pikirannya terus bergulir, mencoba mencari jawaban. Namun tepat saat ia hendak bergerak untuk menyelidiki lebih jauh, seberkas aura yang familiar tiba-tiba muncul dari sisi timur aula. Aura itu samar namun mengandung nuansa yang tak asing baginya.Du Shen menoleh cepat. Matanya menajam, menyapu arah tempat datangnya aura tersebut.Beberapa langkah dari tempatnya berdiri, sesosok gadis perlahan muncul dari balik kerumunan. Ia tidak sendiri—di dekatnya berdiri dua orang asing yang tampak waspada.Satu adal
Beberapa saat berlalu dalam keheningan yang mendebarkan. Du Shen, yang sejak berdiri tegak dengan mata tertutup, akhirnya membuka kelopak matanya perlahan. Dari balik pupil hitamnya, semburat cahaya hijau tua berkilat tajam seperti bara yang baru saja menyala dari arang yang tertiup angin kencang. Aura dari tubuhnya seketika merembes.Seketika itu pula, atmosfer di sekitar mereka mendadak menjadi berat. Udara seolah menebal, menekan tubuh seperti selimut raksasa yang mengandung niat pembunuhan. Bahkan suara embusan angin tak terdengar lagi, digantikan oleh keheningan mencekam yang seperti berdiri di hadapan binatang buas purba, yang berdiri kokoh dan tak tergoyahkan bagaikan gunung es abadi.Lu Tian, yang semula berbaring santai sambil bersenandung kecil, tiba-tiba menegang. Matanya membelalak, napasnya tercekat di tenggorokan. Rasa sesak menyerangnya begitu cepat hingga ia seketika terduduk, lalu berubah jongkok dengan tangan memegangi sisi kepalanya. Keringat dingin mulai merembe
"Kau salah," ujar pemuda itu sambil menarik napas dalam. Suaranya terdengar kesal, namun tak kehilangan semangatnya. "Aku bukan datang ke sini karena kemauanku sendiri. Aku diseret masuk oleh seorang penjahat tua. Dan lihat ini, dia bahkan mengikat kakiku dengan rantai terkutuk ini." lanjutnya sambil menunjuk ke arah kakinya, Du Shen menurunkan pandangannya, memperhatikan dengan seksama. Rantai hitam itu tampak mencengkeram pergelangan kaki pemuda tersebut dengan erat, seperti binatang buas yang tertidur namun siap menerkam kapan saja. Riak aura hitam samar-samar bergelombang dari permukaannya, menebarkan hawa dingin yang menusuk. Du Shen menyipitkan mata. Energi Qi yang mengalir dari rantai itu terasa bengis, seperti mengandung kutukan yang dibentuk dari niat buruk dan dendam yang tak sederhana. "Rantai itu bukan sesuatu yang biasa," gumam Du Shen, lebih kepada dirinya sendiri. Pemuda itu yang sepertinya tak terlalu terganggu dengan situasinya—mengalihkan perhatian pada Du Sh
Beberapa jam berlalu dalam ketegangan. Langit yang semula cerah perlahan mulai tertutup oleh kabut tipis berwarna kelabu yang muncul entah dari mana. Di depan Paviliun Dewa Kekacauan, ratusan kultivator berdiri menunggu dalam diam. Aura mereka terkendali, namun penuh kewaspadaan. Semua menunggu satu momen saat penghalang kuno itu benar-benar lenyap.Dan akhirnya, itu terjadi.Formasi segel yang melindungi bangunan tua itu mulai bergetar pelan, lalu retak seperti permukaan es yang diinjak. Garis-garis halus menyebar cepat, menciptakan pola aneh sebelum pecah dalam kilatan cahaya. Suara gemuruh yang dalam dan berat terdengar, menggema ke seluruh lembah. Penghalang itu hancur—menguap tanpa sisa.Namun bersamaan dengan itu, gelombang tekanan luar biasa memancar keluar. Tidak seperti sebelumnya, tekanan ini bukan hanya kuat, melainkan mengandung energi yang kacau. Sulit dijelaskan. Tapi semua orang dapat merasakan sesak, panas, dingin, dan hampa bercampur menjadi satu. Beberapa kultivat
Beberapa hari kemudian... Di tengah bentangan pegunungan batu cadas yang membentang sejauh mata memandang, berdiri sebuah istana megah nan misterius. Di sekilingnya hanya terdapat hamparan tanah tandus yang luas. Istana kuno tersebut berdiri dengan gagah, dikelilingi oleh pelindung berbentuk kubah transparan yang memantulkan kilau cahaya warna warni ketika cahaya matahari menyentuh permukaannya. Seolah siapapun tak bisa menyentuhnya sembarangan dari luar. Bangunan kuno itu dikenal dengan nama Paviliun Dewa Kekacauan—tempat misterius yang hanya muncul sekali dalam seratus tahun. Legenda menyebutkan bahwa di dalamnya tersimpan artefak-artefak langka, rahasia kultivasi tingkat tinggi, dan warisan dari zaman leluhur. Aura menekan dan kuat merambat keluar dari dalam pelindung itu, membuat para kultivator yang berkumpul di sekitarnya tak berani mendekat sembarangan. Meski tampak samar karena pengaruh pelindung, pancaran energinya jelas mampu membuat para praktisi muda berkeringat dingi
Di permukaan, apa yang tengah dilakukan oleh Du Shen tampak seperti proses pemurnian biasa—seorang ahli yang duduk bersila di hadapan tungku alkimia, mengendalikan aliran Qi untuk menenangkan energi dalam sebuah inti merah menyala. Namun, kenyataannya jauh dari kata biasa. Dari telapak tangannya, aura gelap nan pekat mengalir ke udara, membentuk simbol-simbol kuno yang berpendar hijau kehitaman. Ukiran inskripsi dari zaman sebelum zaman, yang bahkan tak dikenali oleh alkemis manapun di zaman sekarang, muncul melingkari ruang kecil itu. Di bawah tungku yang ia gunakan, lingkaran sihir berpendar menciptakan beberapa lapisan inskripsi—menyala satu per satu, menunjukkan kerumitan formasi yang ia bangun. Pemurnian ini bukan sekadar proses menghilangkan kotoran dari bahan alam seperti tanaman herbal atau bahan alkimia lainnya. Ini adalah pemurnian inti jiwa manusia—sebuah seni terlarang dan nyaris terlupakan, yang lebih dekat ke necromancy daripada alkimia. Inti jiwa dimurnikan untuk
Tapi tekanan dari manifestasi tangan Qi itu begitu besar hingga bahkan dia sendiri mulai terdorong mundur, tubuhnya terseret di antara udara tipis yang kini nyaris menyusut karena gesekan energi.Sementara itu, Zhao Lao menoleh cepat ke arah seorang gadis muda yang berdiri kaku di balik formasi pelindung yang hampir runtuh."Artefak ini terlalu kuat... aku tak bisa mengendalikannya lebih lama. Tapi jika aku bisa memanfaatkan momen ini…"Dengan segenap kekuatan terakhir, Zhao Lao melepaskan sebagian kendali pada tangan Qi, dan mengalihkan sebagian besar energi spiritualnya untuk menciptakan portal dimensi kecil. Dalam sekejap, dia menerobos badai energi, dan meraih tubuh Han Jue."Gu-Guru!?" Han Jue tergagap, namun sebelum ia sempat bertanya lebih jauh, tubuh mereka berdua telah terserap masuk ke dalam celah dimensi.Luo Ming, yang baru sadar akan hilangnya keberadaan Zhao Lao, meraung keras seperti binatang buas."Pengecut! Kau kabur saat aku lengah! Dasar tua bangka pengecut!"Namun,
Langit di atas Wilayah Dewa Leluhur telah berubah menjadi ungu gelap yang pekat, seolah menandakan bahwa malam ini bukanlah malam biasa. Dua bulan kembar menggantung di angkasa, menyinari tanah yang telah lama kehilangan kehangatan mentari. Namun cahaya lembut itu tak mampu mengusir hawa dingin yang menyelimuti beberapa sisi wilayah tersebut—tempat di mana dua ahli besar bertarung memperebutkan gelar terkuat dalam rivalitas mereka. Di atas tanah yang hangus dan retak oleh gelombang energi spiritual, Zhao Lao terhuyung sembari menekan dadanya yang terasa seperti diremuk dari dalam. Napasnya berat dan berderak, dan darah merah pekat mengalir dari sudut bibirnya. Meski tubuhnya nyaris tak mampu berdiri, sorot matanya masih memancarkan perlawanan yang dipenuhi tekad. Ia menatap lurus ke depan, ke arah lawannya: Luo Ming, yang juga tampak terluka namun masih berdiri tegak di atas udara, dengan dada naik-turun dalam tarikan napas yang lebih stabil. Tawa Luo Ming meledak di udara ma
"A-aku hanya pesuruh dari kelompok kecil yang disebut Bandit Kapak Hitam," ucap Mu Gui dengan suara gemetar, napasnya tersengal, dan tubuhnya menggigil di bawah tekanan tak kasat mata. Pria berjubah hitam sebelumnya, yang kini telanjang bulat, tampak tak lebih dari seekor kambing malang yang tengah menunggu waktu untuk disembelih. Tubuhnya masih terangkat beberapa jengkal dari tanah, dicekik oleh tekanan Qi milik Du Shen yang begitu dingin dan menakutkan. Du Shen memandangnya dengan tatapan tajam, kilatan kebencian di sorot matanya menunjukkan betapa dalam amarahnya tersimpan. Namun saat mendengar nama "Kapak Hitam," seketika seluruh dunianya di penuhi oleh bara emosi yang meluap-luap. "Bandit Kapak Hitam?" ulang Du Shen dengan suara berat, bibirnya nyaris tak bergerak. "Apa hubungan kalian dengan Bandit Kapak Merah?" Seketika, wajah Mu Gui memucat. Napasnya terhenti sepersekian detik. Nama itu, bukan lah nama yang seharusnya keluar dari mulut sembarang orang. Itu adalah organisa