Share

Bab 6: Mimpi dan Pakta Surga

Roro terus berjalan melewati kegelapan hutan, membawa tubuh Gema yang tak sadar di punggungnya. Setiap langkah terasa semakin berat, namun dia tidak mau berhenti.

Rasa sakit di tubuhnya, serta kelelahan yang tak tertahankan, menjadi tantangan yang harus dia hadapi demi menyelamatkan bocah yang kini bergantung padanya.

Setelah perjalanan panjang yang terasa seperti berjam-jam, Roro akhirnya menemukan sebuah gua kecil yang tersembunyi di balik semak-semak lebat. Gua itu tampak cukup aman untuk berlindung, jauh dari jalur yang mungkin akan dilalui oleh pasukan musuh.

Dengan sisa tenaga yang ada, Roro memasuki gua tersebut dan meletakkan tubuh Gema dengan hati-hati di atas permukaan tanah yang datar.

Suara nafas Gema yang lemah membuat Roro semakin cemas, namun dia tahu dia harus tetap tenang. Dia menyalakan api kecil dengan ranting-ranting yang dia kumpulkan, mencoba menghangatkan tubuh mereka berdua.

“Kau harus bertahan, Gema... kumohon bertahanlah,” Roro berbisik pelan, suaranya dipenuhi dengan keputusasaan yang dia coba sembunyikan.

Roro merawat Gema dengan penuh kasih sayang, seperti seorang kakak yang merawat adik kecilnya. Dia membersihkan luka-luka Gema, mencoba mengurangi rasa sakit yang mungkin dirasakannya. Setiap malam, Roro tetap terjaga, memastikan api tetap menyala dan Gema tetap hangat.

Namun, meskipun sudah berhari-hari berlalu, Gema tidak kunjung sadar. Wajahnya tampak tenang, namun ada guratan rasa sakit yang terlihat jelas di raut wajahnya. Roro bisa melihat keringat dingin yang terus mengalir di dahi Gema, seolah bocah itu sedang bertarung melawan sesuatu di dalam mimpinya.

Suatu malam, ketika angin di luar gua berhembus dengan keras, Roro mendengar Gema mulai bergumam dalam tidurnya. Suara itu pelan, hampir tak terdengar, namun penuh dengan kecemasan.

“Tidak... jangan... tolong...”

Roro menunduk lebih dekat, berusaha mendengarkan dengan jelas apa yang Gema katakan. Hatinya semakin resah melihat bocah itu terguncang dalam tidurnya. Gema mulai bergerak gelisah, tubuhnya berkeringat lebih deras, dan dia terus bergumam dengan nada yang semakin putus asa.

“Gema, bangun... kumohon bangunlah,” Roro memanggilnya dengan suara lembut, mengguncang bahu Gema dengan hati-hati. Namun, bocah itu tidak merespon. Malah, gumaman Gema semakin jelas dan aneh.

“Api... mereka... semua terbakar...,” suara Gema terdengar getir, penuh dengan rasa takut dan rasa bersalah yang dalam.

Roro mencoba untuk menenangkannya, tetapi Gema tetap terperangkap dalam mimpinya. Dia melihat Gema berkeringat semakin deras, wajahnya penuh dengan ketegangan, seolah dia sedang menyaksikan tragedi besar di dalam mimpinya.

Tiba-tiba, Gema mengucapkan sesuatu yang membuat Roro terdiam. Kata-kata yang dia gumamkan terdengar seperti bahasa kuno, bahasa yang belum pernah didengar oleh Roro sebelumnya. Suara Gema terdengar datar, namun penuh dengan kekuatan yang tidak bisa dijelaskan.

“Pakta Surga... takdir... terikat dalam darah...”

Roro tertegun, tubuhnya merinding mendengar kalimat-kalimat aneh yang keluar dari mulut Gema. Sebelum dia bisa mencerna lebih jauh, tubuh Gema tiba-tiba mulai bersinar lembut, memancarkan cahaya yang tidak wajar di tengah kegelapan gua.

“Gema...?” Roro berbisik ketakutan, matanya melebar melihat cahaya itu semakin terang.

Lalu, tanpa peringatan, tubuh Gema perlahan-lahan terangkat dari tanah. Dia melayang di udara, mata tertutup rapat, sementara cahaya semakin menguat di sekeliling tubuhnya.

Tulisan-tulisan kuno yang bercahaya mulai muncul di udara, melingkupi tubuh Gema. Tulisan-tulisan itu berputar di sekelilingnya, seolah-olah mereka hidup, menari dalam pola-pola yang tidak bisa dipahami oleh Roro.

“Tidak... ini tidak mungkin...” Roro mundur dengan ketakutan, tidak tahu apa yang harus dia lakukan.

Tulisan-tulisan itu terus berputar, semakin cepat, semakin terang. Roro hanya bisa menatap dengan penuh ketakutan, namun di dalam hatinya dia merasakan sesuatu yang kuat—sesuatu yang suci dan penuh dengan kekuatan, namun juga sangat mengerikan.

“Pakta Surga...,” Gema bergumam lagi, suaranya kini bergema di seluruh gua, seolah-olah ada kekuatan yang jauh lebih besar berbicara melalui dirinya.

Roro merasakan hawa dingin menyelimuti tubuhnya, tetapi dia tetap di tempatnya, berusaha menahan rasa takut yang menggigit. Dia tahu bahwa Gema sedang melalui sesuatu yang luar biasa, sesuatu yang mungkin sangat penting bagi masa depan mereka semua.

Kemudian, dengan tiba-tiba, tulisan-tulisan kuno itu menyatu dengan tubuh Gema, menyatu dalam kulitnya, seperti tinta yang meresap dalam kertas. Cahaya itu kemudian meredup perlahan, meninggalkan Gema yang masih melayang di udara, sebelum perlahan turun kembali ke tanah.

Tubuh Gema tergeletak di tanah, kembali tak bergerak. Namun, aura di sekelilingnya terasa berbeda—lebih kuat, lebih penuh dengan energi yang tidak pernah ada sebelumnya. Roro mendekat, berlutut di samping Gema, mencoba membangunkannya sekali lagi.

“Gema... Gema, apa yang terjadi padamu? Tolong, bangunlah,” Roro merintih, menggenggam tangan Gema dengan erat.

Tiba-tiba, mata Gema terbuka dengan cepat, seolah-olah dia baru saja terbangun dari mimpi buruk. Nafasnya terengah-engah, tubuhnya gemetar, dan matanya tampak bingung dan penuh ketakutan.

“Roro... apa yang...?” Gema berbisik dengan suara serak, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi.

Roro tersenyum lega, meski air mata masih mengalir di pipinya. “Kau akhirnya bangun, Gema. Aku... aku sangat takut kau tidak akan pernah bangun lagi.”

Gema masih terlihat bingung, tetapi dia bisa merasakan sesuatu yang berbeda dalam dirinya. Sesuatu yang kuat, yang tidak dia miliki sebelumnya. “Aku... merasa aneh, Roro. Seperti ada sesuatu yang baru di dalam diriku... sesuatu yang besar.”

Roro memeluk Gema erat, seolah-olah takut dia akan kehilangan bocah itu lagi. “Apa pun itu, kita akan menghadapinya bersama, Gema. Aku tidak akan meninggalkanmu.”

Gema balas memeluk Roro, meskipun pikirannya masih dipenuhi dengan pertanyaan. Dia tidak mengerti apa yang baru saja terjadi, tapi dia tahu bahwa hidupnya tidak akan pernah sama lagi.

Medali yang diberikan oleh ibunya, tulisan-tulisan kuno yang muncul, dan kekuatan yang tiba-tiba meledak dari dalam dirinya—semuanya terasa seperti bagian dari takdir yang jauh lebih besar dari yang dia pahami.

Malam itu, di dalam gua kecil yang tersembunyi di kedalaman hutan, Gema dan Roro duduk bersama, mencoba memahami apa yang baru saja mereka alami.

Mereka tahu bahwa perjalanan mereka masih panjang dan penuh bahaya, tapi sekarang, ada sesuatu yang baru dalam diri Gema—sesuatu yang mungkin bisa mengubah nasib dunia.

Di tengah keheningan malam, mereka berdua menyadari bahwa takdir telah memilih jalan yang sulit untuk mereka. Tapi apa pun yang akan datang, mereka siap untuk menghadapi semuanya bersama.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status