~Satu ungkapan yang mengubah semua cinta dan rasa. Jiwa merana tak tentu arah mengetahui bahwa dia sebenarnya telah tiada. Aku yang salah memilihnya untuk dapat memperjuangkanku~
***
Hati Amanda terlampau perih. Dihantam berbagai ketidakadilan yang Juna rasakan karena dirinya. Ia naik pitam. Bungkam entah harus mengatakan apa. Tangan yang merampas kerah Roy terkulai lemah. Tertunduk merasa bersalah."Dia mati karena kau, Amanda! Apa kau menyadari itu?" Roy menegaskan. Akibat emosinya, Roy terpaksa mengungkapkan semuanya.
"Sepuluh tahun yang lalu, dia mencintaimu tapi kau mengacuhkannya. Dan lima tahun yang lalu, dia kecelakaan karena dia menyerah mendengar kau dijodohkan dengan pria lain. Bayangkan berapa tahun dia memperjuangkan cintamu? Apa sekarang kau masih meragukan cintanya?"
Amanda tersentak mendeng
~Kepalsuan yang dialami pria berwajah sama berujung pilu. Kejujuran cinta yang ia sematkan pada ibu terjerat dalam dimensi kehidupan yang sendu~ ***"Kak Bahrun." Arafa tertegun melihat kedatangannya yang tepat waktu. Ia tak bisa diam dengan tingkah lakunya. Maka, Pengacara Bahrun masuk saja ke mobil tanpa diperintah. Dengan muka tegas, Arafa tak bisa mengelak. Ia menyeka matanya."Kalau kau tidak bisa menyetir, tidak usah sok-sok an menyetir. Apa Amanda tahu soal ini?" Pengacara Bahrun menasehatinya.Arafa menggelengkan kepala. Merasa perkataannya terlalu kasar, Pengacara Bahrun menghembuskan napas untuk menyesuaikan sikap Arafa yang masih labil."
~Pias waktu tersekat rindu yang menggebu. Bagaimana kabarmu duhai belahan jiwaku ?~ ***Detak bergeming di malam hari yang memikat dingin. Daun-daun pohon di dekat rumah Amanda menari-nari tanpa di hembus angin. Suara petir menyambar membuat kabel listrik rumahnya padam. Malam itu menjadi malam merinding bagi Arafa dan Amanda. Tak ada pendamping terjadinya peneroran yang mereka alami. Tulisan darah yang bertuliskan 'kalian harus mati' di kaca jendela menjadi suatu tanda besar siapa yang telah meneror mereka. Arafa mencoba menelpon Roy namun, tak kunjung ia angkat. Tengah malam s
~Waktu berputar sesuai dengan porosnya. Bagaimana dengan rindu yang berpijak pada targetnya?~ ***"Bangun kak, ini sudah pagi! Jangan terus menghalu!" Celetuk Arafa."Astaghfirullah! Aku harus kerja." Amanda langsung menyabet handuk yang ia tanggalkan di tengah pintu dan masuk ke kamar mandi nyaris kepeleset namun, kaki kuatnya mampu menahannya. Ia menyengir.Karena bangun kesiangan, Arafa yang harus menyiapkan sarapan hari ini. Memasak seadanya saja dan menata piring, nasi serta lauk pauknya di atas meja. Sepuluh menit sudah Amanda mandi, ia meletakkan handuknya di atas kursi. Mendorong kursinya dan duduk dengan nyaman."Seadanya ya kak," ujar Arafa memelas."Tidak apa. Yang penting pagi-pagi sudah diisi perutn
~Gelisah karena banyak mata yang menyelidik. Galau karena rindu terus merajalela. Merana karena cinta masih berada dalam kadar mimpi~ ***Amanda merasa Pengacara Bahrun memberi perhatian lebih padanya. Kenapa bukan Juna? Kapan dia akan kembali?"Sekarang, apa yang harus kita lakukan?" Amanda bertanya lebih dalam."Terus melihat gerak-gerik mencurigakan di rumahmu atau di sekitarmu.""Baiklah, aku juga harus lebih waspada."Ponsel Amanda berdering beberapa saat kemudian. Ia menengok siapa yang menelpon. Nomor tak diketahui siapa. Ia melirik Pengacara Bahrun sebentar. Namun, ia memberanikan diri mengangkat teleponnya."Hallo, dengan detektif Jack's Angel's ada yang bisa saya bantu?"
~Ketika rindu tersekat oleh waktu apakah hanya sesaat aku bisa bertemu?~ ***Cahaya itu menyingsing. Menyinari pepohon yang berfotosintesis. Sedang para kolega pulang dan lega karena sudah mengikuti diskusi hari ini. Pengacara Bahrun dan Amanda naik mobil. Mereka melambaikan tangan pada para koleganya yang juga naik mobil.Mesin dinyalakan, mobil beringsut menghamburkan dedaunan yang berguguran karena musim kemarau telah datang.Sampai pada rumah, Arafa beranjak dari sofa ruang keluarga yang pada saat itu, dia sedang menonton televisi, membukakan pintu. Mereka hampir mengetuk pintu tidak jadi keburu Arafa sudah membukakan pintunya."Bagaimana dengan si sopir itu, kak?" Dia langsung menanyakannya dan panik."Kita
~Satu cinta sudah terlahir sejak dahulu kini tibanya aku tahu siapa kamu~ ***"Baiklah, maaf jika saya mengganggu kegiatan kalian...." ucap si kurir berpamitan. Ia mengendarai motornya lalu menghilang ditelan kecepatan motornya. Pengacara Bahrun menarik tangan Amanda masuk ke dalam. Menutup pintunya dengan wajah kecemasan.Arafa dan Roy menghampiri mereka juga ikut cemas."Ini benar-benar aneh. Kemarin ada sopir taksi sekarang kurir. Siapa yang telah menerorku? Apa mau mereka?""Tenang, Manda. Jangan cemas. Kita sama-sama membongkar siapa di balik semua ini.""Ya sudah, yang penting kita rayakan pesta hari ini," sahut Arafa menenangkan hati Amanda. Melepas dari peneroran itu, mereka kembali ke tepi kolam. Rupanya acara bakar
~Kesedihan mendalam yang dialami tak memungkiri berbagai persoalan hidup menghampiri. Dalam hal ini, siapa yang dapat menghiburmu?~ ***Keadaan jadi semakin rumit dengan keputusan Roy."Lah, kalau kita tinggal di rumah Amanda, kita tidur dimana?" Alifa meragukan keputusannya."Disini ada empat kamar. Kamar Amanda, mama, papa, dan kamar tamu."Amanda tercengang kenapa Roy bisa tahu seisi ruangannya. Ia lupa kalau Juna pernah bilang Roy itu memiliki indera ke tujuh."Kalau begitu, kita bagi kamarnya," sahut Amanda ikut berpendapat.Arafa menatapnya bingung."Jumlah para kolega ini berapa?""Sekitar tiga puluhan.
~Sebuah kata ternyata tidak pantas diungkapkan pada seseorang yang mengenalmu tapi bagaimana jika itu terjadi padamu?~ ***Agen Andara menjadi pusat perhatian di bus saat itu. Semua sudah siap dia masih melakukan aktivitas mandi di belakang bus. Ia segera mencuci muka dengan air yang ada dalam botolnya. Lalu mengenakan jasnya."Siap, kita berangkat," seru Agen Andara sudah siap berangkat ke kantor. Sopir mendengarkan intruksi dari boss, ia menyalakan mesin dan bus siap dijalankan.Berada di bus, Amanda teringat masa-masa camping bersama mereka. Menatap kaca jendela, memori tentang dia juga muncul. Ya, saat dimana Juna memeluk jari kelingkingnya.Roy meminta turun di tengah jalan karena dia berseberangan arus dengan mereka. Ia masih