Share

Bab 6

Penulis: Gilva Afnida
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-19 13:09:25

Setelah perdebatan dengan Mira, akhirnya Lily bisa keluar dari mansion. Dia menyerahkan soal Mira pada Inda karena dia sudah kehilangan banyak waktu untuk pergi.

Saat menghirup udara luar, entah mengapa Lily merasakan aroma yang berbeda dibanding saat terkurung di dalam mansion, yaitu aroma kebebasan.

Sebuah mobil mewah sudah terparkir rapi di jalanan depan mansion. Lily yakin jika mobil itu pasti dari Vina. Saat Lily hampir mendekat, seorang pria berseragam keluar dari mobil dan menghampirinya.

"Apa Anda Nyonya Lily Orlantha?" tanya pria itu dengan sopan.

"Betul."

"Nona Vina sudah lama menunggu Anda."

Kemudian pria itu meminta izin untuk mendorong kursi roda Lily lalu membukakan pintu mobil.

Setelah Lily berhasil masuk dan siap, mobil segera melaju dengan kecepatan sedang. Lily mencoba menikmati suasana jalanan luar dengan membuka sedikit jendelanya untuk meredakan degup jantungnya yang terasa lebih kencang.

Angin kencang dari arah luar yang mengenai wajah membuatnya sedikit tenang.

Dulu setelah kecelakaan terjadi, beberapa kali Lily mengalami trauma saat hendak menaiki mobil. Untungnya Tuan Antony berinisiatif membawanya ke psikiater untuk segera mendapatkan penanganan. Jadi rasa trauma itu sedikit berkurang meskipun terkadang Lily dapat merasakan ketakutannya kembali.

Jika dipikir-pikir, sebenarnya Tuan Antony baik karena mampu membuat putranya bertanggungjawab meskipun berakhir mengurung Lily dalam mansion selama kurang lebih dua tahun.

Namun Lily tak lekas menemukan jawaban soal mengapa Tuan Antony tidak membicarakan soal kedua kakinya yang lumpuh? Padahal beberapa dokter sudah mengatakan bahwa Lily masih ada kesempatan untuk bisa kembali berjalan.

Lily menghela napasnya panjang. Berpikir soal masa lalu hanya akan mendatangkan keresahan. Jadi Lily memutuskan untuk menyenderkan punggungnya di kursi, berusaha untuk memejamkan mata agar bisa tenang.

Tak terasa mobil berhenti di jalanan--depan sebuah gedung mewah yang sudah terlihat ramai dari arah depan. Lily menengok suasana gedung itu dari jendela mobil.

Si sopir mobil sudah keluar dari mobil lalu membukakan pintu dan membantu Lily untuk turun.

"Nona Vina hanya mengatakan untuk mengantar Anda sampai sini saja, apa Anda keberatan?" tanya si sopir.

"Tidak apa-apa, aku bisa masuk ke sana sendiri."

"Baik, Nyonya." Si sopir segera pamit undur diri.

Lily mencoba masuk ke dalam gedung pertemuan yang bertuliskan Ocean dengan menekan tombol pada kursi rodanya.

Vina sudah memberi kabar pada Lily sebelumnya bahwa dia sudah masuk terlebih dahulu karena ada suatu urusan. Jadi dia akan masuk ke sana sendirian.

Saat dia mendekat ke arah pintu, salah satu pria berseragam mencegahnya untuk masuk. Sedari tadi dia menatap penampilan Lily dari arah kejauhan. "Maaf, Nona. Bisakah Anda menunjukkan undangan sebelum masuk?"

"Sa-saya tidak ada undangan," jawab Lily sedikit gugup. "Saya kesini bersama seorang teman dan dia sudah masuk duluan."

"Kalau begitu, Anda tidak bisa masuk. Hanya orang yang memiliki undangan saja yang bisa masuk."

Lily membuka tas untuk merogoh ponsel namun entah bagaimana ponselnya tidak dia temukan di dalam sana. "Bisakah kau memanggilkan temanku? Aku tidak membawa ponsel. Dia bernama-"

"Bisakah Anda segera menepi karena kursi roda Anda menghalangi orang-orang untuk masuk," ujar petugas yang lain memotong ucapan Lily.

Sedetik kemudian beberapa orang berjalan masuk mendahuluinya meski dengan agak susah karena jalan utama yang tidak lebar. Diantara mereka ada yang menatap Lily dengan tatapan aneh.

"Anda lihat bukan? Kursi roda Anda membuat orang-orang susah untuk masuk." Si petugas itu terlihat sedikit marah.

"Tapi aku harus masuk, temanku sudah menunggu di dalam sana."

Petugas itu tersenyum sinis. "Apa Anda pikir saya percaya? Anda bahkan tidak memiliki undangan."

"Tapi orang-orang yang masuk tadi tidak kau mintai undangan."

"Mereka berbeda dari Anda. Mereka bagian dari keluarga Chen, salah satu keluarga terkenal yang diundang."

Mendengar itu, Lily bernapas lega. "Apa keluarga Kalandra diundang? Aku menantu dari keluarga Kalandra."

Dua petugas yang berjaga itu tertawa, membuat Lily mengerutkan keningnya.

"Kau pikir kami akan percaya? Tidak mungkin keluarga Kalandra memiliki menantu yang lumpuh sepertimu," ujar si petugas tidak sopan.

"Iya, lebih baik kau segera menyingkir," sahut penjaga satunya. "Kau pasti hanya penguntit untuk mendapatkan keuntungan dari acara ini bukan?"

"Aku bukan seorang penguntit. Aku memang anggota keluarga Kalandra," kekeh Lily. "Biarkan aku untuk masuk dan berbicara dengan temanku, Vina Prajaya."

Petugas itu kembali tertawa. "Vina Prajaya? Kau memang terlalu mengada-ada. Dia kan anak pengusaha sukses, tidak mungkin dia memiliki teman sepertimu."

Lily menahan kekesalannya. Dari mansion dia sudah mendapat hinaan dari pelayannya dan kini mendapat hinaan dari penjaga gedung?

Dunia begitu kejam untuk wanita berkaki lumpuh sepertinya.

"Sudah sana lekas pergi!" seru penjaga itu sambil mendorong kursi roda Lily dengan kencang.

Lily memegang tepian kursi rodanya dengan erat karena kursi roda milik Lily terdorong hingga nyaris ke jalanan yang ramai jika tidak ada seseorang yang menahannya. Dia juga memejamkan kedua matanya karena ketakutan.

"Kau tidak apa-apa?" Saat mendengar suara itu, perlahan Lily membuka matanya. Dadanya masih berdegup kencang dengan napas yang tersengal-sengal.

Wajah pria di depannya itu membuat Lily mengerutkan keningnya dalam. "Apa aku sudah mati?"

Bab terkait

  • Layunya Cinta sang Nyonya   Bab 7

    Lily mengerjapkan matanya saat mendengar pria yang menyelamatkannya itu malah tertawa. "Apa aku terlihat seperti malaikat sampai kau mengira sudah mati?" tanya pria itu.Dalam hati Lily membenarkan. Wajah pria yang bernama Finley itu memang mirip seperti malaikat dalam cerita dongeng. Kulitnya putih pucat dengan bola mata hijau serta tatapan mata yang teduh. Garis rahangnya tegas dengan bentuk bibir yang sempurna. Finley memang lebih pantas disebut malaikat dibandingkan manusia."Oh maaf, aku kira tadi aku tertabrak mobil atau apa." Lily membetulkan anak rambutnya yang berantakan. "Terima kasih karena sudah menolongku.""Sama-sama." Finley menatap ke sekeliling. "Apa kau sendirian? Kau nyaris saja tertabrak mobil kalau aku tidak menahan kursi rodamu.""Ya, temanku sudah masuk ke dalam gedung itu." Lily menunjuk ke arah pintu utama gedung. "Aku ingin masuk tapi aku tidak bisa karena penjaga bilang aku tidak memiliki undangan." Lily memainkan jari-jemarinya untuk menenangkan perasaannya

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-20
  • Layunya Cinta sang Nyonya   Bab 8

    Acara pesta sedang berlangsung saat Lily berhasil memasuki gedung. Alunan suara musik klasik yang menenangkan segera terdengar. Lily menatap takjub pada pertunjukan musik klasik yang terlihat mewah. "Sebenarnya ini acaranya siapa? Kenapa bisa begitu mewah?"Melihat wajah Lily yang terkagum-kagum membuat Vina terkekeh kecil. "Anniversary pernikahan Tuan Kenneth dan Nyonya Wina yang dua puluh lima. Kau tahu mereka bukan?""Tentu saja." Siapa yang tidak tahu tentang Kenneth Willem? Seorang pengusaha kaya raya kedua se-Asia yang terkenal sangat mencintai istrinya, Wina Atmaja."Dengar-dengar ini adalah acara di hari ketiga setelah sebelumnya mengadakan pesta besar-besaran selama dua hari di Dubai," bisik Vina yang membuat Lily terkejut."Pasti Nyonya Wina bahagia karena diperlakukan begitu istimewa oleh Tuan Kenneth. Lihat saja cara dia membuat acara pernikahan untuk istrinya yang begitu mewah," tukas Lily merasa iri.Vina menatap sahabatnya dengan prihatin

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-09
  • Layunya Cinta sang Nyonya   Bab 9

    Para tamu yang berkumpul menjadi berisik setelah mendengar ucapan Tamara. Beberapa diantaranya menunjuk ke arah Lily dan menatapnya tajam.Tangan Lily mengepal erat, menatap Tamara dengan kesal. Tamara layaknya provokator yang memanas-manasi situasi. Padahal memang pelayan itu sendiri yang terjatuh karena kakinya tersandung lantai. Bagaimana mungkin malah situasi ini menjadi kesialan bagi Lily hanya dengan kesaksian palsu dari Tamara Lim?"Tapi aku tidak menabraknya sama sekali. Aku yakin diantara orang-orang yang berkumpul di sini pasti ada yang melihatku tidak menabrak pelayan itu, bukan?" tanya Lily menatap ke semua orang.Namun respon orang-orang justru tak acuh pada ucapan Lily. Mereka masih saling berbisik, membicarakan sosok Lily yang belum pernah mereka lihat."Hei, kau..." Lily mendekati si pelayan yang masih bersimpuh sambil menundukkan kepalanya. "...aku tadi tidak menabrakmu kan? Kau sendiri yang tersandung lantai sampai terjatuh dan menumpahkan semu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-09
  • Layunya Cinta sang Nyonya   Bab 10

    "A-apa?" Lily terkejut mendengar ucapan Kenneth. "Tapi aku tidak bersalah.""Bersalah atau tidak. Biar polisi nanti yang menentukan."Vina yang tidak menyangka akan menjadi runyam pun ikut membuka suaranya. "Tuan, saya berani menjadi saksi jika Lily tidak membuat kekacauan. Pelayan itulah yang telah menuduh Lily.""Kau anak dari Vins Prajaya bukan? Apa kau ingin keluargamu juga ikut terseret dalam urusan ini? Aku tak menjamin jika ayahmu akan kuat menanggung akibatnya kalau kau ikut terlibat." Ucapan Kenneth membuat Vina menahan napasnya.Ayahnya memiliki hubungan kerja sama bisnis dengan Kenneth. Jika dia membuat kekacauan, sudah pasti hubungan bisnis mereka akan hancur. Vina tidak yakin keluarganya akan kuat menanggung akibat itu."Vina..." Lily menggenggam tangan Vina, menatapnya dalam sambil menggelengkan kepala seolah mengisyaratkan agar Vina tidak ikut campur.Vina menatap sedih pada sahabatnya karena tidak bisa berbuat apa-apa. "Maafkan aku, Lily," lir

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10
  • Layunya Cinta sang Nyonya   Bab 11

    Max mengepalkan tangannya erat. "Entahlah, aku sendiri juga tidak menyangka."Tangan Olivia melingkar apik di lengan Max yang kekar lalu menyenderkan kepalanya di sana. "Bukankah harusnya istrimu itu ada di dalam mansion? Kenapa tiba-tiba ada di sini dan berbuat rusuh? Apa jangan-jangan selama ini dia sering keluar dari mansion tanpa meminta izin?" "Tidak mungkin." Max menurunkan tangan Olivia dari lengannya lalu menggenggamnya erat. "Aku sudah menyuruh salah seorang pelayan untuk terus mengawasinya dua puluh empat jam. Pelayan selalu bilang kalau Lily hanya berdiam diri di dalam kamar, tidak bepergian.""Kau percaya dengan pelayanmu?" Olivia menarik wajah Max dan menatap kedua matanya lurus. "Bisa jadi Lily menyogok mereka dengan sejumlah uang supaya pelayan itu diam."Kening Max mengerut dalam. "Tidak mungkin pelayan itu berani melakukannya.""Lalu? Bagaimana cara Lily bisa keluar malam ini kalau bukan karena pelayanmu yang mengizinkan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10
  • Layunya Cinta sang Nyonya   bab 12

    "Kau mengenal Finley? Kenapa tidak pernah cerita? Pria tampan itu terkenal susah untuk berkenalan dengan seseorang." Vina tak melepaskan pandangannya dari Lily yang tengah menatap ke arah luar lewat kaca mobil. Keduanya sudah berada di dalam mobil hendak perjalanan ke tempat lain. "Ceritanya panjang, nanti akan aku ceritakan lewat ponsel sewaktu aku pulang." Badan Lily terasa lelah. Dia belum pernah keluar dari mansion begitu lama sebelumnya. Apalagi insiden tadi membuat moodnya kacau. Mendengar kata pulang membuat Vina menjadi cemas. "Malam ini jangan pulang, aku takut kalau kau akan menjadi sasaran amukan Max." Alih-alih ikut takut, Lily malah tertawa kecil. "Bukankah tujuan kita memang ingin membuat Max marah?" "Tapi--" "Tenang saja, Max tidak akan berani berbuat apapun. Justru dia harus tahu bahwa aku bukanlah Lily yang dulu, yang bisa dikekang seperti burung dalam sangkar." Meski wajah Lily nampak tenang, Vina te

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-11
  • Layunya Cinta sang Nyonya   Bab 13

    Lily tersenyum getir. "Mau kau melabelinya dengan level tertinggi sekalipun, kau tetap tidak bisa mengubah fakta bahwa dia memang hanyalah selingkuhanmu.""Kau--" tangan Max sudah mengayun ke atas namun Lily sama sekali tidak takut."Kenapa diam? Pukul saja aku." Lily memperlihatkan sisi wajahnya dengan berani.Tangan Max mengepal erat kemudian perlahan turun. Lily hampir membuat harga dirinya sebagai seorang pria jatuh."Perpisahan memang jalan yang terbaik untuk kita berdua." Suara Lily pelan namun terdengar tegas. "Beri aku waktu sebulan untuk mengumpulkan uang, setelah itu aku pastikan kau bisa menikahi selingkuhanmu yang berharga." Setelahnya dia mengatur kursi roda untuk masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu.Max meraup wajahnya kasar. Dia hampir saja kehilangan kendalinya. Sejujurnya dia terkejut melihat perubahan Lily. Padahal selama ini, Lily adalah wanita patuh dan pendiam namun sekarang Max tak menyangka jika Lily seperti menyimpan seribu rahasia seperti ucapan Olivia se

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-11
  • Layunya Cinta sang Nyonya   Bab 1

    [Suamimu datang ke sini dengan selingkuhannya.] Lily Orlantha membaca sebaris pesan dan foto yang dikirim Vina Prajaya dengan nanar. Maxwell Kalandra, suami yang selalu menatapnya dingin setiap bertemu pandang dengannya sejak pernikahan dua tahun lalu, tampak berbinar saat menatap seorang wanita yang menggelayut manja di sampingnya. Hati Lily pedih, terlebih kala pandangannya turun pada kedua kakinya yang telah lumpuh. Jika Max tidak menabraknya dua tahun yang lalu, ayahnya mungkin masih hidup. Lily juga masih bebas berkeliaran di luaran sana tanpa terkurung menyedihkan di dalam sangkar yang gelap dan sepi seperti ini. Dan Lily tidak perlu mencintai sendirian.Sayangnya, nasi sudah menjadi bubur. Di bawah tekanan Ibu tirinya yang membawa perihal pengobatan terbaik untuk adiknya yang autis, Lily terjebak dalam pernikahan semu. Drrrt! Notifikasi email di ponsel membuat Lily tersadar dari lamunan. Ada pesan masuk dari sekolah desainer terkenal di Paris bernama Belle Sc

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-19

Bab terbaru

  • Layunya Cinta sang Nyonya   Bab 13

    Lily tersenyum getir. "Mau kau melabelinya dengan level tertinggi sekalipun, kau tetap tidak bisa mengubah fakta bahwa dia memang hanyalah selingkuhanmu.""Kau--" tangan Max sudah mengayun ke atas namun Lily sama sekali tidak takut."Kenapa diam? Pukul saja aku." Lily memperlihatkan sisi wajahnya dengan berani.Tangan Max mengepal erat kemudian perlahan turun. Lily hampir membuat harga dirinya sebagai seorang pria jatuh."Perpisahan memang jalan yang terbaik untuk kita berdua." Suara Lily pelan namun terdengar tegas. "Beri aku waktu sebulan untuk mengumpulkan uang, setelah itu aku pastikan kau bisa menikahi selingkuhanmu yang berharga." Setelahnya dia mengatur kursi roda untuk masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu.Max meraup wajahnya kasar. Dia hampir saja kehilangan kendalinya. Sejujurnya dia terkejut melihat perubahan Lily. Padahal selama ini, Lily adalah wanita patuh dan pendiam namun sekarang Max tak menyangka jika Lily seperti menyimpan seribu rahasia seperti ucapan Olivia se

  • Layunya Cinta sang Nyonya   bab 12

    "Kau mengenal Finley? Kenapa tidak pernah cerita? Pria tampan itu terkenal susah untuk berkenalan dengan seseorang." Vina tak melepaskan pandangannya dari Lily yang tengah menatap ke arah luar lewat kaca mobil. Keduanya sudah berada di dalam mobil hendak perjalanan ke tempat lain. "Ceritanya panjang, nanti akan aku ceritakan lewat ponsel sewaktu aku pulang." Badan Lily terasa lelah. Dia belum pernah keluar dari mansion begitu lama sebelumnya. Apalagi insiden tadi membuat moodnya kacau. Mendengar kata pulang membuat Vina menjadi cemas. "Malam ini jangan pulang, aku takut kalau kau akan menjadi sasaran amukan Max." Alih-alih ikut takut, Lily malah tertawa kecil. "Bukankah tujuan kita memang ingin membuat Max marah?" "Tapi--" "Tenang saja, Max tidak akan berani berbuat apapun. Justru dia harus tahu bahwa aku bukanlah Lily yang dulu, yang bisa dikekang seperti burung dalam sangkar." Meski wajah Lily nampak tenang, Vina te

  • Layunya Cinta sang Nyonya   Bab 11

    Max mengepalkan tangannya erat. "Entahlah, aku sendiri juga tidak menyangka."Tangan Olivia melingkar apik di lengan Max yang kekar lalu menyenderkan kepalanya di sana. "Bukankah harusnya istrimu itu ada di dalam mansion? Kenapa tiba-tiba ada di sini dan berbuat rusuh? Apa jangan-jangan selama ini dia sering keluar dari mansion tanpa meminta izin?" "Tidak mungkin." Max menurunkan tangan Olivia dari lengannya lalu menggenggamnya erat. "Aku sudah menyuruh salah seorang pelayan untuk terus mengawasinya dua puluh empat jam. Pelayan selalu bilang kalau Lily hanya berdiam diri di dalam kamar, tidak bepergian.""Kau percaya dengan pelayanmu?" Olivia menarik wajah Max dan menatap kedua matanya lurus. "Bisa jadi Lily menyogok mereka dengan sejumlah uang supaya pelayan itu diam."Kening Max mengerut dalam. "Tidak mungkin pelayan itu berani melakukannya.""Lalu? Bagaimana cara Lily bisa keluar malam ini kalau bukan karena pelayanmu yang mengizinkan

  • Layunya Cinta sang Nyonya   Bab 10

    "A-apa?" Lily terkejut mendengar ucapan Kenneth. "Tapi aku tidak bersalah.""Bersalah atau tidak. Biar polisi nanti yang menentukan."Vina yang tidak menyangka akan menjadi runyam pun ikut membuka suaranya. "Tuan, saya berani menjadi saksi jika Lily tidak membuat kekacauan. Pelayan itulah yang telah menuduh Lily.""Kau anak dari Vins Prajaya bukan? Apa kau ingin keluargamu juga ikut terseret dalam urusan ini? Aku tak menjamin jika ayahmu akan kuat menanggung akibatnya kalau kau ikut terlibat." Ucapan Kenneth membuat Vina menahan napasnya.Ayahnya memiliki hubungan kerja sama bisnis dengan Kenneth. Jika dia membuat kekacauan, sudah pasti hubungan bisnis mereka akan hancur. Vina tidak yakin keluarganya akan kuat menanggung akibat itu."Vina..." Lily menggenggam tangan Vina, menatapnya dalam sambil menggelengkan kepala seolah mengisyaratkan agar Vina tidak ikut campur.Vina menatap sedih pada sahabatnya karena tidak bisa berbuat apa-apa. "Maafkan aku, Lily," lir

  • Layunya Cinta sang Nyonya   Bab 9

    Para tamu yang berkumpul menjadi berisik setelah mendengar ucapan Tamara. Beberapa diantaranya menunjuk ke arah Lily dan menatapnya tajam.Tangan Lily mengepal erat, menatap Tamara dengan kesal. Tamara layaknya provokator yang memanas-manasi situasi. Padahal memang pelayan itu sendiri yang terjatuh karena kakinya tersandung lantai. Bagaimana mungkin malah situasi ini menjadi kesialan bagi Lily hanya dengan kesaksian palsu dari Tamara Lim?"Tapi aku tidak menabraknya sama sekali. Aku yakin diantara orang-orang yang berkumpul di sini pasti ada yang melihatku tidak menabrak pelayan itu, bukan?" tanya Lily menatap ke semua orang.Namun respon orang-orang justru tak acuh pada ucapan Lily. Mereka masih saling berbisik, membicarakan sosok Lily yang belum pernah mereka lihat."Hei, kau..." Lily mendekati si pelayan yang masih bersimpuh sambil menundukkan kepalanya. "...aku tadi tidak menabrakmu kan? Kau sendiri yang tersandung lantai sampai terjatuh dan menumpahkan semu

  • Layunya Cinta sang Nyonya   Bab 8

    Acara pesta sedang berlangsung saat Lily berhasil memasuki gedung. Alunan suara musik klasik yang menenangkan segera terdengar. Lily menatap takjub pada pertunjukan musik klasik yang terlihat mewah. "Sebenarnya ini acaranya siapa? Kenapa bisa begitu mewah?"Melihat wajah Lily yang terkagum-kagum membuat Vina terkekeh kecil. "Anniversary pernikahan Tuan Kenneth dan Nyonya Wina yang dua puluh lima. Kau tahu mereka bukan?""Tentu saja." Siapa yang tidak tahu tentang Kenneth Willem? Seorang pengusaha kaya raya kedua se-Asia yang terkenal sangat mencintai istrinya, Wina Atmaja."Dengar-dengar ini adalah acara di hari ketiga setelah sebelumnya mengadakan pesta besar-besaran selama dua hari di Dubai," bisik Vina yang membuat Lily terkejut."Pasti Nyonya Wina bahagia karena diperlakukan begitu istimewa oleh Tuan Kenneth. Lihat saja cara dia membuat acara pernikahan untuk istrinya yang begitu mewah," tukas Lily merasa iri.Vina menatap sahabatnya dengan prihatin

  • Layunya Cinta sang Nyonya   Bab 7

    Lily mengerjapkan matanya saat mendengar pria yang menyelamatkannya itu malah tertawa. "Apa aku terlihat seperti malaikat sampai kau mengira sudah mati?" tanya pria itu.Dalam hati Lily membenarkan. Wajah pria yang bernama Finley itu memang mirip seperti malaikat dalam cerita dongeng. Kulitnya putih pucat dengan bola mata hijau serta tatapan mata yang teduh. Garis rahangnya tegas dengan bentuk bibir yang sempurna. Finley memang lebih pantas disebut malaikat dibandingkan manusia."Oh maaf, aku kira tadi aku tertabrak mobil atau apa." Lily membetulkan anak rambutnya yang berantakan. "Terima kasih karena sudah menolongku.""Sama-sama." Finley menatap ke sekeliling. "Apa kau sendirian? Kau nyaris saja tertabrak mobil kalau aku tidak menahan kursi rodamu.""Ya, temanku sudah masuk ke dalam gedung itu." Lily menunjuk ke arah pintu utama gedung. "Aku ingin masuk tapi aku tidak bisa karena penjaga bilang aku tidak memiliki undangan." Lily memainkan jari-jemarinya untuk menenangkan perasaannya

  • Layunya Cinta sang Nyonya   Bab 6

    Setelah perdebatan dengan Mira, akhirnya Lily bisa keluar dari mansion. Dia menyerahkan soal Mira pada Inda karena dia sudah kehilangan banyak waktu untuk pergi. Saat menghirup udara luar, entah mengapa Lily merasakan aroma yang berbeda dibanding saat terkurung di dalam mansion, yaitu aroma kebebasan.Sebuah mobil mewah sudah terparkir rapi di jalanan depan mansion. Lily yakin jika mobil itu pasti dari Vina. Saat Lily hampir mendekat, seorang pria berseragam keluar dari mobil dan menghampirinya."Apa Anda Nyonya Lily Orlantha?" tanya pria itu dengan sopan."Betul.""Nona Vina sudah lama menunggu Anda." Kemudian pria itu meminta izin untuk mendorong kursi roda Lily lalu membukakan pintu mobil.Setelah Lily berhasil masuk dan siap, mobil segera melaju dengan kecepatan sedang. Lily mencoba menikmati suasana jalanan luar dengan membuka sedikit jendelanya untuk meredakan degup jantungnya yang terasa lebih kencang.Angin kencang dari arah luar yang mengenai wajah membuatnya sedikit tenang

  • Layunya Cinta sang Nyonya   Bab 5

    "Anda tidak diperbolehkan untuk keluar, Nyonya." Salah satu pelayan paruh baya bernama Mira tiba-tiba menghadang Lily untuk keluar."Aku akan pergi ke sebuah acara bersama Max. Dia sudah menyuruh seseorang untuk menjemputku di luar mansion." Lily berusaha merancang alasan palsu, seperti yang disuruh Vina."Tapi Tuan Max sama sekali tidak memberitahu apapun soal itu. Lebih baik Anda kembali masuk ke dalam kamar sebelum Tuan Max marah." Mira hendak mengambil alih Inda untuk mendorong kursi roda Lily namun segera dicegah oleh Inda."Biar aku saja yang mengantarnya," ujar Inda.Mira menatap tajam ke arah Inda."Tunggu, aku tidak akan kembali masuk ke kamar karena aku akan pergi!" kekeh Lily."Tapi, Nyonya..."Lily langsung menunjukkan ponsel. "Kalau kau masih mencegahku, aku akan menghubungi Max untuk mengadukan sikapmu."Alih-alih takut, Mira tersenyum sinis sambil berkata, "Apa Anda pikir saya takut? Tuan Max tidak pernah memperhatikan Anda. Lebih baik Anda tidak berbuat nekat atau Anda

DMCA.com Protection Status