Max mengepalkan tangannya erat. "Entahlah, aku sendiri juga tidak menyangka."
Tangan Olivia melingkar apik di lengan Max yang kekar lalu menyenderkan kepalanya di sana. "Bukankah harusnya istrimu itu ada di dalam mansion? Kenapa tiba-tiba ada di sini dan berbuat rusuh? Apa jangan-jangan selama ini dia sering keluar dari mansion tanpa meminta izin?""Tidak mungkin." Max menurunkan tangan Olivia dari lengannya lalu menggenggamnya erat. "Aku sudah menyuruh salah seorang pelayan untuk terus mengawasinya dua puluh empat jam. Pelayan selalu bilang kalau Lily hanya berdiam diri di dalam kamar, tidak bepergian.""Kau percaya dengan pelayanmu?" Olivia menarik wajah Max dan menatap kedua matanya lurus. "Bisa jadi Lily menyogok mereka dengan sejumlah uang supaya pelayan itu diam."Kening Max mengerut dalam. "Tidak mungkin pelayan itu berani melakukannya.""Lalu? Bagaimana cara Lily bisa keluar malam ini kalau bukan karena pelayanmu yang mengizinkan"Kau mengenal Finley? Kenapa tidak pernah cerita? Pria tampan itu terkenal susah untuk berkenalan dengan seseorang." Vina tak melepaskan pandangannya dari Lily yang tengah menatap ke arah luar lewat kaca mobil. Keduanya sudah berada di dalam mobil hendak perjalanan ke tempat lain. "Ceritanya panjang, nanti akan aku ceritakan lewat ponsel sewaktu aku pulang." Badan Lily terasa lelah. Dia belum pernah keluar dari mansion begitu lama sebelumnya. Apalagi insiden tadi membuat moodnya kacau. Mendengar kata pulang membuat Vina menjadi cemas. "Malam ini jangan pulang, aku takut kalau kau akan menjadi sasaran amukan Max." Alih-alih ikut takut, Lily malah tertawa kecil. "Bukankah tujuan kita memang ingin membuat Max marah?" "Tapi--" "Tenang saja, Max tidak akan berani berbuat apapun. Justru dia harus tahu bahwa aku bukanlah Lily yang dulu, yang bisa dikekang seperti burung dalam sangkar." Meski wajah Lily nampak tenang, Vina te
Lily tersenyum getir. "Mau kau melabelinya dengan level tertinggi sekalipun, kau tetap tidak bisa mengubah fakta bahwa dia memang hanyalah selingkuhanmu.""Kau--" tangan Max sudah mengayun ke atas namun Lily sama sekali tidak takut."Kenapa diam? Pukul saja aku." Lily memperlihatkan sisi wajahnya dengan berani.Tangan Max mengepal erat kemudian perlahan turun. Lily hampir membuat harga dirinya sebagai seorang pria jatuh."Perpisahan memang jalan yang terbaik untuk kita berdua." Suara Lily pelan namun terdengar tegas. "Beri aku waktu sebulan untuk mengumpulkan uang, setelah itu aku pastikan kau bisa menikahi selingkuhanmu yang berharga." Setelahnya dia mengatur kursi roda untuk masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu.Max meraup wajahnya kasar. Dia hampir saja kehilangan kendalinya. Sejujurnya dia terkejut melihat perubahan Lily. Padahal selama ini, Lily adalah wanita patuh dan pendiam namun sekarang Max tak menyangka jika Lily seperti menyimpan seribu rahasia seperti ucapan Olivia se
"Kau berpikir kalau kau adalah seorang Nyonya di rumah ini?" Fernita melipat kedua tangannya di depan dada dan menatap Lily dengan angkuh. "Jangan harap kau berpikir bisa berbuat seenaknya setelah kematian suamiku." Jika dulu Lily selalu menjaga sikap untuk tidak banyak bicara dan hormat, kini Lily terlihat lebih tenang dan santai. "Apa maksud ibu? Apa ini tentang Mira? Si pelayan tak tahu diri yang telah mencuri satu set perhiasan milikku?" Fernita menyipitkan kedua matanya tak suka. "Mira adalah salah satu pelayan terlama yang sudah berdedikasi untuk keluarga Kalandra. Meski dia terbukti bersalah, kau tetap tidak bisa memecatnya begitu saja." "Kalau tidak dipecat harus diapakan? Apa harus mengelus-elus puncak kepalanya sambil berkata tidak apa-apa seperti anak anjing?" Lily tertawa kecil. "Ibu ini lucu sekali." Rahang Fernita mengetat. "Kau mengejekku?" Inda pun nampak terkejut melihat Nyonya-nya berani menjawab ucapan Fernita, tidak seperti Li
Mereka pun masuk ke dalam butik. Di depan meja tamu, Sandra sudah menyuruh pegawainya untuk membuatkan minuman hangat dan beberapa cemilan. Dia juga menyuruh pegawai untuk menutup tirai jendela dan mengunci pintu. "Inda, kau boleh pulang terlebih dahulu." Bagaimanapun masalahnya, Lily tidak mau menyulitkan Inda. Pelayannya itu harus tetap kembali ke mansion. "Tapi, Nyonya-" "Kau akan dipecat kalau terlalu lama ikut denganku." Inda terlihat gundah. Di satu sisi dia ingin ikut dengan Lily namun di sisi lain dia juga masih membutuhkan uang. "Pergilah, aku pastikan kita akan bertemu lagi suatu hari nanti. Terima kasih sudah mengantarku sampai sini." Tangan Lily menggenggam erat tangan Inda, seolah memberinya kekuatan dan harapan. "Baiklah, Nyonya. Pastikan Anda menepati janji." Dengan berat hati Inda meninggalkan butik dan meninggalkan Lily bersama Vina. "Sebenarnya ada apa?" Vina nampak tak sabar. Dia bahkan meneliti tubuh Lily, tak
Di kantor Max, saat matahari mulai meninggi, Eddie berdiri di depan meja dan menatap Max yang masih fokus pada lembaran dokumen. "Pelayan bilang Lily keluar dari mansion dengan membawa koper setelah berdebat panjang di depan ibumu." Gerakan tangan Max langsung terhenti, fokusnya pada dokumen di depannya menjadi buyar. Dia mendongakkan kepalanya dan menatap Eddie dengan dingin. "Apa sekarang kau mulai tertarik untuk mencampuri urusan rumah tanggaku?" Eddie tidak takut terhadap Max, jadi dia melanjutkan ucapannya, "Akan sangat terasa aneh kalau kau masih duduk di dalam ruangan sedang istrimu kabur dari mansion." "Itu bukan urusanmu." Max hendak melanjutkan urusannya saat Eddie kembali bersuara. "Aku menasehati mu sebagai sepupu." Dengan kesal Max mencampakkan bolpoin di atas meja. "Di kantor kau adalah bawahan ku bukan sepupuku." "Kejarlah dia selagi bisa. Aku rasa hanya dia wanita yang mampu bertahan berumah tangga denganmu selama dua tahun setelah kau buat kedua kakinya lum
Kedua mata Lily membulat mendapati Max dan Olivia berdiri di depan pintu utama. Awalnya Lily sangat terkejut namun dia berusaha profesional sebagai pekerja."Maaf, kami sudah tutup. Silahkan kembali lagi besok," ujarnya lagi berusaha tenang meski hatinya remuk redam.Dia baru saja keluar dari mansion pagi tadi, Max bahkan terlihat tidak peduli. Tiba-tiba saja dia datang ke sini dengan membawa kekasihnya. Apa dia sengaja melakukannya? Untuk memamerkan kemesraan di depan Lily?Ini adalah kali kedua Lily berhadapan langsung dengan Olivia setelah yang pertama kali adalah kemarin malam di suatu keadaan yang tak terduga."Ah, kau memberiku kejutan yang luar biasa, Max." Suara Olivia terdengar lembut dan gerak-geriknya begitu anggun.Tatapannya lurus ke arah Lily, rasa ketidaksukaan terlihat jelas di sorot matanya.Meski tubuhnya kurus karena tuntutan kerja namun wajahnya begitu cantik dan mempesona. Auranya terlihat mahal, sangat cocok bersanding dengan Max yang tampan.Pantas orang-orang
Kedatangan Max dan Olivia tak lagi membuat perasaan Lily bersedih. Justru hal itu memacu semangatnya untuk bangkit. Meskipun nyatanya kini dia kewalahan karena melakoni semuanya sendirian, namun itu jauh lebih baik dibanding saat dia hanya berdiam diri di dalam mansion.Lily sudah membersihkan ruangan depan, jadi kini saatnya untuk membersihkan gudang setelah tadinya barang-barang sudah dikeluarkan oleh suruhan Sandra.Untungnya Sandra juga menyuruh orang untuk menaruh perabotan yang dibutuhkan oleh Lily secepat mungkin. Jadi Lily tidak begitu kesusahan.Setengah jam kemudian Vina datang membantunya meskipun Lily sudah dengan tegas menolak bantuan itu."Halo, dear! Aku sudah datang!" Suara Vina yang riang langsung terdengar saat Lily baru saja selesai membersihkan kamarnya."Kenapa kau bawa banyak barang?" Lily menatap semua goodie bag yang teronggok di lantai. "Untuk apa semua ini?""Jelas untukmu lah." Vina mendudukkan pantatnya di atas sofa. "Aku sedang stres karena papaku memberi
Maklum saja jika gaun itu menarik hati Olivia. Gaun itu juga telah menarik hati beberapa orang yang melihat namun orang-orang langsung mundur saat mendengar harganya yang fantastis. Kebetulan Olivia menyukainya, jadi Lily tercetus ide. Lily menyuruh Sandra untuk membuat Max menawar gaun itu seharga lima kali lipat dari harga seharusnya."Izinkan saya untuk menghubungi pelanggan yang hendak membeli gaun itu. Siapa tahu pelanggan tersebut mau untuk saya ganti dengan rancangan gaun yang lain."Tawaran dari Sandra disetujui oleh Max. Tentu saja itu hanyalah pura-pura saja. Belum ada pembeli yang hendak membeli gaun tersebut.Lily hanya mengawasi mereka dari jauh. Sebelumnya dia juga mewanti-wanti para pegawai untuk tidak memberitahu pada Max soal posisi dirinya di butik. Biarkan Max berpikir jika Lily hanyalah seorang tukang bersih-bersih.Beberapa menit setelahnya, Sandra kembali mendekat. "Pelanggan tadi bersedia untuk mengganti gaunnya dengan gaun yang lain."Ucapan Sandra membuat Oli
"Hei, siapa yang kau sebut busuk, hah?" teriak Vina tak terima. "Justru yang busuk itu temanmu! Dia lah yang mencuri karya desain milik Lily."Dengan cepat Lily menarik lengan Vina dan menenangkannya. "Sudahlah, Vina. Jangan sampai ikut terpengaruh.""Kau tidak ingin membela diri? Dia sudah menjelek-jelekkanmu, Lily."Selain Vina, beberapa timnya yang mendengar keributan juga mulai keluar dan menunjuk wajah Olivia dengan berani."Iya, justru kalianlah yang menjiplak karya milik Nona Lily. Kalau bukan karena Nona Lily berbakat, kami pasti sudah dianggap plagiat. Padahal kalian lah yang mencuri karya desain milik Nona Lily secara diam-diam."Para tamu mulai gaduh karena saling berspekulasi.Seorang MC yang masih berada di situ pun nampak bingung dan berinisiatif menengahi permasalahan. "Mohon untuk tetap tenang. Acara ini bukan untuk ajang menjadi yang terbaik, jadi lebih baik tidak saling menyerang."Olivia ingin kembali bersuara untuk membuat para tamu terpengaruh ucapannya, namun ti
Beberapa jam setelahnya, acara sudah selesai dan berlangsung dengan lancar.Semua model dan para desainer berkumpul di tengah panggung untuk menikmati bagian akhir dari acara, yaitu penampilan salah satu dari penyanyi terkenal.Setelah musik berhenti, semua tamu mulai berdiri dan banyak diantara mereka mendatangi desainer kesukaan mereka.Diantara para desainer, terlihat Tamara dan Lily mendapat antusiasme tinggi."Hebat, aku sangat bangga kita memiliki desainer muda yang hebat.""Benar, aku yakin karya Tamara dan Lily bisa bersaing dengan karya desainer luar nantinya.Vina yang mendengar suara pujian-pujian itu hanya mampu memutar kedua bola matanya.Siapa yang bilang kalau itu karyanya Tamara? Itu semua adalah karya Lily yang dicuri oleh Tamara!"Lily, katakan apa yang sebenarnya terjadi tadi?" bisik Vina di telinga Lily.Masih dengan senyuman di wajahnya, Lily berbisik, "Nanti akan aku ceritakan waktu pulang. Ada banyak orang, tidak enak kalau
Setelah mendengar ucapan para karyawan yang setuju, Lily mulai menggenggam liontin kalung yang sudah lama dia kenakan saat hendak melakukan sesuatu yang besar.Kalung itu yang sempat dicuri oleh Mira dan kini mulai dia kenakan kembali karena ingin membuat ayahnya terus berada di sisinya di saat-saat yang genting.Dengan mengingat itu, Lily kembali tenang dan bisa berpikir dengan jernih."Baiklah, kita tidak boleh membiarkan lawan mengambil apa yang sudah kita kerjakan dengan keras. Siang dan malam sudah kita lalui dengan keringat bercucuran dan kedua tangan yang menjadi kapalan. Jangan sampai pihak lawan yang malah mengambil semua pujian dan keuntungan!""Itu benar!" Para tim mulai kembali bersemangat dan mendengarkan instruksi dari Lily.Setengah jam kemudian.Kini giliran Tamara untuk maju. Urutannya berada di nomor dua terakhir, itu sebelum milik Lily yang tampil menjadi penutup acara.Dengan percaya diri, Olivia memimpin para model untuk masuk.Pa
"Seseorang telah datang ke studio kita sebulan yang lalu." Lily duduk menghadap ke arah Vina yang tengah serius menatap layar laptop.Seketika Vina mendongak dengan tatapan bingung. "Seseorang? Siapa?"Lily menggelengkan kepalanya. "Aku tidak tahu. Kemarin malam Linda memberitahu kalau pemilik ruko pernah memergoki seorang pria datang ke studio saat larut malam. Awalnya pemilik ruko mengira kalau pria itu bagian dari tim kita tapi akhirnya dia menyadari kalau tidak ada pria dalam tim kita."Wajah Vina semakin serius. "Kau sudah tanya ke pemilik ruko?""Sudah. Beliau bilang tidak terlalu memperhatikan sosoknya bagaimana. Hanya yakin kalau itu seorang pria. Pria itu mengenakan jaket dan wajahnya tertutupi masker."Vina menekan pangkal hidungnya. "Ini hal yang serius. Tim kita semuanya perempuan, akan sangat berbahaya jika sampai pria itu datang kembali lagi saat masih ada orang. Aku akan memasang kamera pengawas dan memberitahu para karyawan untuk jangan tinggal se
Lily keluar dari rumah Serena dengan perasaan tidak puas. Sebenarnya dia masih ingin tahu apa yang sedang Max lakukan di rumah Serena.Bukan karena peduli dengan Max, melainkan karena khawatir dengan Serena. Lily tahu Max hanya mencintai Olivia, dia takut kalau Serena akan menjadi sasaran Max yang selanjutnya. Serena adalah wanita yang baik. Meski dia berstatus janda, tapi usianya belum terlalu tua dan masih produktif. Kulitnya masih sangat kencang dan wajahnya juga menarik serta mempesona, sangat disayangkan jika hanya menjalin hubungan dengan Max yang tidak pernah mau membuka hatinya untuk wanita lain.Tetapi Lily harus fokus ke studio desain. Tadi saat Serena pamit untuk ke kamar mandi, Lily mendapat pesan dari Linda. Ada satu gaun yang belum selesai karena ada bahan kain yang telah habis stoknya.Jadi Lily harus pergi untuk membelinya terlebih dahulu lalu kembali ke studio desain.Waktu pelaksanaan fashion week sudah tinggal tujuh hari lagi. Lily merasa
Saat ini Serena sudah membawa Max ke tempat yang lebih nyaman, yaitu di sebuah ruangan yang dulunya dijadikan ruang kerja milik Ernes.Semua perabotan masih tertata rapi di sana, hanya saja tidak ada berkas ataupun barang di dalam lemari ataupun atas meja karena tidak ada lagi yang menggunakan ruangan ini.Serena menyuruh pelayan membawakan minuman dingin untuk Max. Cuaca sedang sedikit panas, akan terasa menyegarkan jika meminum sesuatu yang dingin seperti es teh.Mereka duduk berseberangan di sofa panjang lalu Max membuka suaranya dengan tenang, "Sekarang aku sudah tahu alasan Ernes begitu patuh pada Olivia."Mendengar itu, sorot mata Serena nampak muram lalu tersenyum pahit. Kiranya Max akan menyampaikan sesuatu yang penting, rupanya hanya hal sepele.Dia berharap terlalu tinggi."Memangnya ada alasan lain selain cinta buta pada Olivia?"Serena memang tidak tahu apa-apa. Yang dia ingat, Ernes menceraikannya lewat pesan singkat dan tidak menjelaskan apapun soal alasannya.Namun sete
"A-aku..." Max bingung bagaimana menjelaskannya pada Lily. Hubungannya dengan Serena sebenarnya hanya sekedar berteman saja. Tapi dia sudah membuat kesepakatan dengan Serena untuk menjadi kekasih pura-pura demi membalas dendam pada Olivia.Namun sejenak kemudian dia berpikir mengapa Lily menanyakan hal itu. Apa ada kemungkinan Lily masih peduli dengannya?"Tunggu, kenapa kau menanyakannya?" Max memiringkan kepalanya sembari berpikir.Lalu langkahnya sudah mendekat ke arah Lily begitu saja, mengikis jarak di antara mereka dengan perlahan. "Apa kau cemburu?" tanyanya sambil tersenyum menyeringai.Jarak mereka sudah sangat dekat namun Lily tak gentar. Meski dia dapat menghirup aroma napas Max yang segar dan juga melihat ketampanan Max yang begitu dekat. Dia harus tetap berdiri tegap.Sekilas, ingatan masa lalu saat Max pernah menjamah tubuhnya pun terlintas. Membuat Lily tanpa sadar memundurkan langkahnya."Aku hanya sekedar ingin bertanya, Max. Tidak ada hal lain." Lily berusaha bersi
Seperti biasa, Andri datang ke kantor Max saat malam. Dia akan melaporkan hasil pencariannya tentang alasan Ernes sangat patuh pada Olivia.Ini sedikit sulit karena Ernes adalah pria yang tertutup.Untung saja pencarian itu membuahkan hasil saat anak buah Andri yang terus membuntuti Ernes, mendapati kalau Ernes sangat sering mengunjungi sebuah rumah sakit. Tepatnya dia mendatangi dokter spesialis anak yang memang terkenal di rumah sakit tersebut.Dari situlah Andri mengetahui tentang sesuatu."Saya sudah mengetahui tentang alasan Ernes sangat patuh pada Nona Olivia, Tuan."Kedua mata Max menyipit dan terlihat tidak sabar. "Katakan.""Tuan Ernes membutuhkan darah Nona Olivia untuk anak sulung pertamanya."Kening Max mengerut dalam. "Apa maksudmu, Andri? Ceritakan lebih jelas lagi."Andri pun menceritakan soal pencariannya dari awal. Lalu dia menemukan fakta dari rumah sakit kalau putri sulung Ernes yang bernama Alina menderita penyakit hemofilia.Penyakit itu membuat Alina harus bergan
"Tidak perlu dipikirkan, Nona. Hati manusia memang bisa berubah. Mungkin saja dia mendapati penyesalan setelah perceraian dengan Nona tiga tahun lalu."Penjelasan Inda dapat menenangkan hati Lily sedikit.Terdapat tatapan sendu di mata Lily. "Kau benar. Memang menyebalkan sekali karena dia baru berubah setelah aku meminta perpisahan." "Lebih baik Nona segera istirahat dan jangan lagi memikirkan soal Tuan Max." Inda sangat mengetahui bagaimana dulu Max memperlakukan Lily selama mereka menikah.Tidak ada cinta dan kepedulian terhadap Lily yang membuat Inda tidak rela jika Lily memikirkan Max lagi. "Saya takut kalau Tuan Max membuat hati Nona menjadi berantakan lagi. Ingatlah soal mimpi-mimpi Nona yang masih banyak belum tercapai...""Ya, kau benar, Inda." Lily yang sempat goyah kembali mendapat pendiriannya lagi.'Max akan menjadi penghalangku lagi kalau sampai aku goyah,' batinnya.***Satu bulan berlalu.Kehidupan Lily berjalan dengan baik. Dia bisa fokus mengerjakan proyek gaun yan