Share

Bab 2

Author: Gilva Afnida
last update Last Updated: 2024-11-19 13:04:07

Apa yang diucapkan oleh Vina benar. Selama Lily masih terikat dengan keluarga Kalandra, dia tidak akan bisa melakukan apa-apa.

Setelah menutup panggilan. Lily segera menelepon Max meski dia sendiri tahu Max tidak akan pernah menjawab panggilan darinya. Entah pria itu yang terlampau sibuk atau memang Lily tidak dipedulikannya, yang jelas pria itu tak pernah sekalipun menjawab panggilan apalagi meneleponnya. Jika Max ada urusan mendesak dengan Lily, dia akan menghubungkan panggilan melalui asistennya, Eddie.

Panggilan dari Lily tidak dijawab, padahal Lily ingin segera membicarakan perihal perceraian dengan Max. Lily yakin jika Max pasti akan menyetujui persoalan itu, mengingat Antony sudah meninggal dua minggu yang lalu. Jadi tidak akan ada yang menghalangi mereka berdua untuk berpisah.

Mengabaikan hal itu, Lily menekan tombol pada kursi rodanya supaya bisa memutar balik. Dia ingin segera istirahat jadi dia menekan interkom untuk meminta bantuan pada pelayan.

"Tolong bantu aku untuk berbaring di kasur, Inda."

"Baik, Nyonya."

Tak lama kemudian, ada seseorang yang mengetuk pintu, Lily mempersilahkannya untuk masuk. Wanita bertubuh gemuk yang bernama Inda itu datang dan membantu Lily untuk berbaring di atas kasur.

"Terima kasih, Inda."

"Sama-sama, Nyonya."

Inda adalah satu-satunya pelayan yang memperlakukan Amarilis dengan baik. Berbeda halnya dengan pelayan-pelayan lain yang bersikap ketus padanya. Amarilis berpikir mungkin karena perlakuan Max yang tidak peduli terhadapnya, membuat para pelayan jadi bersikap tidak hormat.

Inda masih berdiri di samping ranjang seraya memperhatikan tubuh Lily yang semakin kurus. "Nyonya, tolong jaga kesehatan anda. Saya rasa, tubuh anda jadi terasa sedikit ringan dibandingkan kemarin."

Lily terkekeh kecil. "Bagaimana mungkin kamu bisa merasakan berat tubuh seseorang terasa berbeda hanya dalam waktu yang begitu singkat? Sepertinya kau hanya mengada-ada."

"Entahlah, tapi saya merasa tubuh Nyonya semakin bertambah kurus. Padahal saat pertama kali Nyonya datang kesini, anda masih terlihat segar dan ideal. Saya dulu sampai kewalahan saat menggotong anda."

Mendengar itu, Lily tersenyum getir. "Tidak apa, Inda. Anggap saja supaya tidak menyulitkanmu untuk menggendongku di saat aku membutuhkan bantuan."

"Ah, jangan berkata seperti itu, Nyonya." Ucapan Lily barusan terdengar menyedihkan di telinganya. "Berat atau tidak itu sudah menjadi tanggung jawab saya sebagai pelayan. Saya memang digaji untuk hal itu."

"Terima kasih, Inda. Kau sangat baik terhadapku, tidak seperti pelayan-pelayan yang lain."

Mendengar itu Inda menatap Lily dengan ragu. Kemudian dia mendekatkan diri ke arah Lily seraya berbisik, "Sebenarnya pelayan-pelayan itu bersikap ketus karena ada alasannya, Nyonya."

Kening Lily mengerut dalam. "Emm... alasan? Apa maksudmu alasannya karena sikap Max yang cenderung tidak peduli terhadapku? Jadi semua pelayan jadi ikut-ikutan bersikap begitu?"

"Tidak, tentu saja tidak. Meskipun Tuan Max terlihat tidak peduli terhadap anda, kami tetap akan menjalankan tugas selama kami dibayar. Para pelayan bersikap ketus karena Nona Olivia-lah yang menyuruh kami melakukan seperti itu, tapi tentu saja saya tidak mau menuruti perintahnya. Saya dibayar Tuan Max untuk melayani anda, bukan untuk mengabaikan anda."

"Olivia?" Lily memiringkan kepalanya, masih mencerna dengan baik ucapan Inda. "Ta-tapi untuk apa dia melakukan hal itu? Maksudku apa dia tidak cukup dengan mengambil Max saja?"

Mendengar pertanyaan itu, Inda hanya mampu menaikkan kedua bahunya. "Saya tidak tahu persis apa alasannya. Dugaan saya mungkin dia cemburu dengan status anda yang merupakan istri sah. Saya harap, anda bisa lebih berhati-hati dengan Nona Olivia."

Setelah itu Inda pamit pergi dari keluar kamar.

Sepanjang malam, Lily tidak bisa memejamkan matanya untuk terlelap. Banyak hal yang memenuhi ruang pikirannya. Selain rencananya tentang sekolah di luar negeri, dirinya juga berencana hendak melakukan terapi untuk kedua kakinya yang lumpuh. Beberapa dokter bilang masih ada harapan untuk kakinya agar bisa kembali berjalan, namun tentu saja memerlukan biaya yang tidak murah.

Jika uang bulanan dari Max dia kumpulkan sampai sekarang, sudah pasti dia bisa berjalan normal dengan menjalani terapi perawatan dari ahlinya.

Tapi apa lagi yang mau dikata? Uang bulanannya sudah habis oleh ibu tirinya yang egois.

***

Tepat pukul dua dini hari, Lily yang masih terjaga mendengar suara deru mobil di tengah sunyinya malam. Lily menyibak jendelanya yang kebetulan berjarak beberapa senti saja dari kasurnya.

Dia mengintip ke arah bawah--tepatnya pekarangan rumah.

Di sana mobil mewah sudah terparkir rapi, namun Lily tak tahu mobil tersebut milik siapa.

Lily hapal mana saja mobil milik Max yang sering digunakannya dan itu bukan miliknya.

Hanya saja, setelah beberapa saat Lily menunggu, Max keluar dari mobil dan terlihat berbicara dengan penumpang yang masih ada di dalam.

Tak lama, penumpang itu menyembulkan kepalanya keluar mobil untuk berbicara dengan Max.

Olivia….

Tangan Lily mengepal. Tentu saja, ia tak dapat mendengar apa yang telah mereka perbincangkan, tapi yang jelas Max nampak bahagia karena selalu tersenyum saat berbicara dengan Olivia.

Persis seperti di sebuah foto yang dikirimkan Vina beberapa saat yang lalu.

Melihat Olivia, Lily menjadi teringat dengan ucapan Inda.

Apakah benar Olivia yang membuat para pelayan menjadi tidak hormat padanya?

Padahal jika dilihat-lihat, Olivia memiliki wajah yang polos dan baik hati.

Atau mungkin, wajah polos itulah yang meluluhkan hati semua orang, termasuk Max?

“Tidak apa, Lily. Sebentar lagi, kamu akan lepas dari sangkar emas ini,” lirihnya menguatkan diri.

Related chapters

  • Layunya Cinta sang Nyonya   Bab 3

    Pagi menjelang, Max sudah bersiap mengenakan setelan kerjanya. Dia sudah keluar dari kamar dan menuruni anak tangga menuju ke ruang makan. Sambil berjalan, dia melihat layar ponsel. Dia meneliti kembali beberapa panggilan yang masuk dalam ponselnya. Pekerjaan yang banyak, membuatnya terkadang melewatkan panggilan dari seseorang.Saat menggulir layar, netranya langsung tertuju pada satu panggilan tak terjawab yang membuat jarinya berhenti. Itu panggilan dari Lily kemarin malam. "Katakan, apa saja yang dilakukan si wanita lumpuh sepanjang hari kemarin?" ujar Max pada seorang pelayan begitu dia masuk ke dalam ruang makan.Pelayan tersebut menundukkan kepala sambil berkata, "Seperti biasa, Tuan. Hanya terdiam di balkon kamar tanpa melakukan apa-apa."Kening Max mengerut dalam. Selama tiga hari berturut-turut dia mendengar dari pelayan bahwa Lily hanya merenung di balkon kamar tanpa melakukan apa-apa. Apa kiranya Lily sedang mengalami gangguan jiwa?Tepat setelah dia berpikir seperti it

    Last Updated : 2024-11-19
  • Layunya Cinta sang Nyonya   Bab 4

    "Tidak mungkin..." lirih Lily bergumam. "Tapi kenapa-" Belum sempat Lily menanyakan alasannya, Max sudah berjalan jauh dari hadapannya. Lily merasa kesal tapi tak dapat berbuat apa-apa. Bagaimanapun, ini adalah kesalahannya sendiri yang tidak teliti.Drrrt. Drrrt.Ponselnya yang berada dalam saku terasa bergetar. Saat Lily melihat, itu panggilan dari Vina."Ada apa?" Suara Lily yang lirih membuat Vina bertanya-tanya."Kenapa suaramu begitu? Kau sakit?"Lily menghela napasnya lelah. "Vina, sepertinya meminta cerai dari Max tidak akan mudah.""Kenapa begitu?""Jika aku meminta cerai, maka aku harus membayar dua puluh milyar kepada keluarga Kalandra. Itu sudah tertulis dalam surat perjanjian dua tahun yang lalu dan aku telah menandatanganinya.""Br*ngs*k!" Umpatan Vina sedikit membuat Lily terkejut. "Kalandra memang keluarga bejat! Anak mereka telah membuatmu kehilangan ayah dan kedua kakimu. Tak hanya itu, mereka juga mengurungmu dalam mansion selama dua tahun. Lalu sekarang... mereka

    Last Updated : 2024-11-19
  • Layunya Cinta sang Nyonya   Bab 5

    "Anda tidak diperbolehkan untuk keluar, Nyonya." Salah satu pelayan paruh baya bernama Mira tiba-tiba menghadang Lily untuk keluar."Aku akan pergi ke sebuah acara bersama Max. Dia sudah menyuruh seseorang untuk menjemputku di luar mansion." Lily berusaha merancang alasan palsu, seperti yang disuruh Vina."Tapi Tuan Max sama sekali tidak memberitahu apapun soal itu. Lebih baik Anda kembali masuk ke dalam kamar sebelum Tuan Max marah." Mira hendak mengambil alih Inda untuk mendorong kursi roda Lily namun segera dicegah oleh Inda."Biar aku saja yang mengantarnya," ujar Inda.Mira menatap tajam ke arah Inda."Tunggu, aku tidak akan kembali masuk ke kamar karena aku akan pergi!" kekeh Lily."Tapi, Nyonya..."Lily langsung menunjukkan ponsel. "Kalau kau masih mencegahku, aku akan menghubungi Max untuk mengadukan sikapmu."Alih-alih takut, Mira tersenyum sinis sambil berkata, "Apa Anda pikir saya takut? Tuan Max tidak pernah memperhatikan Anda. Lebih baik Anda tidak berbuat nekat atau Anda

    Last Updated : 2024-11-19
  • Layunya Cinta sang Nyonya   Bab 6

    Setelah perdebatan dengan Mira, akhirnya Lily bisa keluar dari mansion. Dia menyerahkan soal Mira pada Inda karena dia sudah kehilangan banyak waktu untuk pergi. Saat menghirup udara luar, entah mengapa Lily merasakan aroma yang berbeda dibanding saat terkurung di dalam mansion, yaitu aroma kebebasan.Sebuah mobil mewah sudah terparkir rapi di jalanan depan mansion. Lily yakin jika mobil itu pasti dari Vina. Saat Lily hampir mendekat, seorang pria berseragam keluar dari mobil dan menghampirinya."Apa Anda Nyonya Lily Orlantha?" tanya pria itu dengan sopan."Betul.""Nona Vina sudah lama menunggu Anda." Kemudian pria itu meminta izin untuk mendorong kursi roda Lily lalu membukakan pintu mobil.Setelah Lily berhasil masuk dan siap, mobil segera melaju dengan kecepatan sedang. Lily mencoba menikmati suasana jalanan luar dengan membuka sedikit jendelanya untuk meredakan degup jantungnya yang terasa lebih kencang.Angin kencang dari arah luar yang mengenai wajah membuatnya sedikit tenang

    Last Updated : 2024-11-19
  • Layunya Cinta sang Nyonya   Bab 7

    Lily mengerjapkan matanya saat mendengar pria yang menyelamatkannya itu malah tertawa. "Apa aku terlihat seperti malaikat sampai kau mengira sudah mati?" tanya pria itu.Dalam hati Lily membenarkan. Wajah pria yang bernama Finley itu memang mirip seperti malaikat dalam cerita dongeng. Kulitnya putih pucat dengan bola mata hijau serta tatapan mata yang teduh. Garis rahangnya tegas dengan bentuk bibir yang sempurna. Finley memang lebih pantas disebut malaikat dibandingkan manusia."Oh maaf, aku kira tadi aku tertabrak mobil atau apa." Lily membetulkan anak rambutnya yang berantakan. "Terima kasih karena sudah menolongku.""Sama-sama." Finley menatap ke sekeliling. "Apa kau sendirian? Kau nyaris saja tertabrak mobil kalau aku tidak menahan kursi rodamu.""Ya, temanku sudah masuk ke dalam gedung itu." Lily menunjuk ke arah pintu utama gedung. "Aku ingin masuk tapi aku tidak bisa karena penjaga bilang aku tidak memiliki undangan." Lily memainkan jari-jemarinya untuk menenangkan perasaannya

    Last Updated : 2024-11-20
  • Layunya Cinta sang Nyonya   Bab 8

    Acara pesta sedang berlangsung saat Lily berhasil memasuki gedung. Alunan suara musik klasik yang menenangkan segera terdengar. Lily menatap takjub pada pertunjukan musik klasik yang terlihat mewah. "Sebenarnya ini acaranya siapa? Kenapa bisa begitu mewah?"Melihat wajah Lily yang terkagum-kagum membuat Vina terkekeh kecil. "Anniversary pernikahan Tuan Kenneth dan Nyonya Wina yang dua puluh lima. Kau tahu mereka bukan?""Tentu saja." Siapa yang tidak tahu tentang Kenneth Willem? Seorang pengusaha kaya raya kedua se-Asia yang terkenal sangat mencintai istrinya, Wina Atmaja."Dengar-dengar ini adalah acara di hari ketiga setelah sebelumnya mengadakan pesta besar-besaran selama dua hari di Dubai," bisik Vina yang membuat Lily terkejut."Pasti Nyonya Wina bahagia karena diperlakukan begitu istimewa oleh Tuan Kenneth. Lihat saja cara dia membuat acara pernikahan untuk istrinya yang begitu mewah," tukas Lily merasa iri.Vina menatap sahabatnya dengan prihatin

    Last Updated : 2024-12-09
  • Layunya Cinta sang Nyonya   Bab 9

    Para tamu yang berkumpul menjadi berisik setelah mendengar ucapan Tamara. Beberapa diantaranya menunjuk ke arah Lily dan menatapnya tajam.Tangan Lily mengepal erat, menatap Tamara dengan kesal. Tamara layaknya provokator yang memanas-manasi situasi. Padahal memang pelayan itu sendiri yang terjatuh karena kakinya tersandung lantai. Bagaimana mungkin malah situasi ini menjadi kesialan bagi Lily hanya dengan kesaksian palsu dari Tamara Lim?"Tapi aku tidak menabraknya sama sekali. Aku yakin diantara orang-orang yang berkumpul di sini pasti ada yang melihatku tidak menabrak pelayan itu, bukan?" tanya Lily menatap ke semua orang.Namun respon orang-orang justru tak acuh pada ucapan Lily. Mereka masih saling berbisik, membicarakan sosok Lily yang belum pernah mereka lihat."Hei, kau..." Lily mendekati si pelayan yang masih bersimpuh sambil menundukkan kepalanya. "...aku tadi tidak menabrakmu kan? Kau sendiri yang tersandung lantai sampai terjatuh dan menumpahkan semu

    Last Updated : 2024-12-09
  • Layunya Cinta sang Nyonya   Bab 10

    "A-apa?" Lily terkejut mendengar ucapan Kenneth. "Tapi aku tidak bersalah.""Bersalah atau tidak. Biar polisi nanti yang menentukan."Vina yang tidak menyangka akan menjadi runyam pun ikut membuka suaranya. "Tuan, saya berani menjadi saksi jika Lily tidak membuat kekacauan. Pelayan itulah yang telah menuduh Lily.""Kau anak dari Vins Prajaya bukan? Apa kau ingin keluargamu juga ikut terseret dalam urusan ini? Aku tak menjamin jika ayahmu akan kuat menanggung akibatnya kalau kau ikut terlibat." Ucapan Kenneth membuat Vina menahan napasnya.Ayahnya memiliki hubungan kerja sama bisnis dengan Kenneth. Jika dia membuat kekacauan, sudah pasti hubungan bisnis mereka akan hancur. Vina tidak yakin keluarganya akan kuat menanggung akibat itu."Vina..." Lily menggenggam tangan Vina, menatapnya dalam sambil menggelengkan kepala seolah mengisyaratkan agar Vina tidak ikut campur.Vina menatap sedih pada sahabatnya karena tidak bisa berbuat apa-apa. "Maafkan aku, Lily," lir

    Last Updated : 2024-12-10

Latest chapter

  • Layunya Cinta sang Nyonya   Bab 74

    Bukan hanya karena janji itu saja. Pengalamannya dalam menangani seorang wanita sangat minim ditambah dia memiliki ego yang tinggi, membuatnya tak bisa tampil sebagai seorang suami yang baik untuk Lily.Olivia selalu mengatur Max dan Max akan mematuhinya. Sedangkan Lily adalah wanita yang patuh dan taat selama menikah. Mereka sangat berbeda.Hal-hal itu sebenarnya sudah mampu membuat hati Max goyah, namun karena Max masih memegang janji pada Olivia dan ingin menepatinya, maka dia terus mengabaikan Lily.Lagipula kakeknya dulu mengajarkannya harus keras sebagai seorang suami, membuatnya tak ada pilihan lain.Bahkan saat Olivia pergi ke Paris, meninggalkannya selama setahun setelah Max menikah saja, Max masih setia.Tapi akhirnya Max runtuh setelah Lily benar-benar ingin bercerai darinya. Keinginannya untuk tidak berpisah dari Lily semakin tinggi di saat pernikahannya sudah berada di ujung tanduk.Dia baru menyadari kalau dia lebih membutuhkan sosok wanita

  • Layunya Cinta sang Nyonya   Bab 73

    Max menghela napasnya singkat. "Aku turut bersedih atas apa yang menimpa padamu.""Tapi soal membantu, kenapa kau begitu yakin kalau aku akan membantu? Bukannya kau tadi yakin kalau aku dikendalikan oleh Olivia?"Serena memiringkan kepala sambil mengingat-ingat informasi yang telah dia kumpulkan selama beberapa hari. "Sebelum datang aku sudah mengumpulkan banyak informasi tentangmu.""Olivia pernah meninggalkanmu tapi kau tetap menerimanya disaat dia kembali. Awalnya aku berpikir kau begitu bodoh karena mudah dikendalikan oleh seorang wanita. Tapi setelah aku cari tahu lagi, rupanya keluargamu memiliki hutang budi pada keluarga Olivia. Jadi aku menebak, kau pasti tetap berada di sisi Olivia karena ingin balas budi."Mendengar itu, Max segera tahu jika Serena benar-benar memiliki dendam yang dalam pada Olivia. Hatinya terasa tercubit. Bagaimanapun dia adalah orang yang mengenalkan Olivia pada Ernes dulu, jadi secara tidak langsung Max turut andil dalam kerusakan rumah tangga itu.Max t

  • Layunya Cinta sang Nyonya   Bab 72

    Pada jam delapan malam di sebuah restoran mewah. Max berjalan menuju ke sebuah meja yang sudah dipesan oleh Fernita untuknya. Demi menghindari suara cerewet dari ibunya yang setiap hari memekakkan telinga, akhirnya Max setuju untuk menemui salah satu wanita pilihan ibunya.Dari kejauhan, Max dapat melihat seorang wanita yang duduk begitu anggun di depan meja. Memiliki wajah yang cantik dan rambut panjangnya terurai ke belakang menutupi kulit punggungnya yang sedikit terekspos. Warna kulitnya sawo matang tapi terlihat sangat terawat dan sehat. Wanita itu mendongakkan kepalanya begitu mendengar suara langkah kaki yang mendekati mejanya. Senyumannya terbit begitu indah dan menciptakan lesung pipi yang menawan. "Maxwell?" Suaranya bahkan terdengar lembut tapi tidak lemah. "Ya. Nona Serena?" Serena menganggukkan kepalanya dan mempersilahkan Max untuk duduk. Max duduk dengan santai. Tujuannya datang hanya untuk menenangkan hati ibunya agar tidak menuntutn

  • Layunya Cinta sang Nyonya   Bab 71

    "Apa mau kalian?" Saphira berusaha memberontak. Kedua tangannya sudah terikat oleh jaket yang dikenakan Lily tadi.Tak dia sangka akan berakhir dengan dia yang diikat oleh Lily sampai tidak bisa bergerak. Awalnya dia kira Lily akan menusuk atau membunuhnya saat itu juga.Rupanya Lily hanya ingin mengikat kedua tangannya di belakang badan, membuatnya tidak bisa banyak bergerak."Brengsek! Aku tidak terima. Aku akan segera teriak kalau kalian tidak segera melepaskan ku!" Saphira berusaha mengancam. Akan ada banyak orang di rumah sakit ini yang bisa mendengar suara teriakannya meski di sepanjang lorong begitu sepi."Teriak saja. Tidak akan ada orang yang akan menolongmu." Vina terdengar tidak takut. Dia memainkan pisau milik Lily di tangannya setelah berhasil mengikat kedua kaki Saphira dengan tali sepatu milik Saphira sendiri.Lily tengah menelepon seseorang. Dia berdiri agak jauh dari posisi Vina dan Saphira sekarang.Saphira menatap ke sekeliling lorong, harusnya saat mendengar keribu

  • Layunya Cinta sang Nyonya   Bab 70

    Saphira menatap penampilan Lily yang sudah jauh berbeda. Anak tirinya itu tak lagi duduk di atas kursi roda. Badannya tegap, kedua kakinya lurus dan jenjang. Wajahnya halus, bersih dan juga lembut. Setiap apa yang dia pakai mencerminkan kemakmuran dan kesejahteraannya saat ini.Diam-diam Saphira mengepalkan tangannya yang terlipat, menaruh rasa iri karena keadaan mereka yang begitu jomplang.Setelah pulang dari penjara, Saphira sangat kesusahan untuk makan. Usianya yang sudah tua dan tidak memiliki pengalaman bekerja yang baik, membuatnya harus mengerjakan pekerjaan yang berat agar mempunyai uang. Terkadang Saphira lebih memilih memulung dibandingkan kerja di bawah perintah orang.Dirinya yang dulu selalu menyuruh orang, bagaimana bisa tiba-tiba disuruh-suruh oleh seseorang demi beberapa lembar uang? Saphira meninggikan egonya hingga alhasil dia kerap kesusahan mencari uang untuk makan.'Ini semua karena anak durhaka itu!' batinnya dengan kesal."Aku gak nyangka

  • Layunya Cinta sang Nyonya   Bab 69

    Saat ini Lily sudah tiba dan disambut oleh Inda yang kedua matanya terlihat membengkak. "Nona, maafkan saya." Hanya itu kata yang terucap begitu melihat kedatangan Inda. "Saya telah gagal."Lily tidak menanggapi ucapan Inda namun malah memeluknya dengan erat. "Ini bukan salahmu, Inda. Kamu sudah berusaha keras, kita akan mencari Arsan sama-sama."Inda tak memiliki daya dan hanya mengangguk lemah. Saat memeluknya, Lily merasa tubuh Inda lebih kurus dari terakhir kali saat dia bertemu. Lily segera melepas pelukannya dan menatap Inda dengan sedih. "Kamu terlihat lebih kurus, pasti kamu sudah mengalami kesulitan selama tiga tahun ini."Sudut bibir Inda terangkat tipis. "Tidak, Nona. Kesulitan saya tidak begitu berarti karena telah menganggap Arsan seperti adik saya sendiri." Inda benar-benar melakukan tugasnya dengan tulus. Mengasuh Arsan selama tiga tahun membuatnya menganggap Arsan seperti adik kandungnya sendiri. Makanya dia merasa sangat kehilangan saat tiba-tiba Arsan menghilang.

  • Layunya Cinta sang Nyonya   Bab 68

    "Untuk apa?" Suara Max terdengar dingin dan raut wajahnya nampak tidak peduli tapi sebenarnya dalam hatinya dipenuhi kesenangan karena akan melihat Lily kembali dalam jarak dekat.Sudah tiga tahun lamanya dia menahan rindu dan egonya agar tidak mengacaukan kehidupan Lily di Paris. Dia bahkan menyetujui perceraian demi Lily yang ingin mewujudkan cita-citanya.Max sudah mengalah dan berusaha melupakan. Namun semakin berusaha, Max semakin tak bisa. Bagaimanapun, Lily adalah wanita yang berada di sisinya selama dia terpuruk.Olivia yang dulu dia cintai saja tega meninggalkannya.Apalagi Max akhirnya mengetahui bahwa Lily melupakan cita-cita dan kesenangannya sendiri saat bersedia menikah dengan Max. Tapi Max malah menyia-nyiakannya."Adik kandungnya yang bernama Arsan tengah sakit keras lalu dikabarkan dia hilang dari pengawasan pengasuh. Setelah saya selidiki, petugas rumah sakit mengatakan kalau Arsan dipindahkan oleh ibunya sendiri ke rumah sakit besar yang memili

  • Layunya Cinta sang Nyonya   Bab 67

    Bagaimanapun kecurigaan Lily tidak akan bisa diketahui kalau tidak segera pulang untuk mencari.Lily terlihat resah dan berusaha untuk terus menghubungi Inda. Namun Inda masih belum juga mengetahui keberadaan Arsan.Bahkan saat Lily sudah perjalanan menuju ke bandara pun Inda belum menemukan Arsan. Lily semakin resah.Vina yang berada di sampingnya pun menenangkan Lily. "Aku tahu kalau kamu khawatir padanya. Tapi setidaknya kamu harus makan untuk mengisi perut."Vina sudah diceritakan oleh Lily soal Arsan yang tiba-tiba hilang, kemungkinan diambil oleh Saphira."Bagaimana aku bisa makan kalau aku tidak tahu dimana adikku berada? Dia sedang sakit keras, Vina. Tiba-tiba malah diambil orang dan sampai sekarang tidak diketahui dia ada dimana." Suara Lily terdengar lemah dan tidak bertenaga. "Aku bahkan ada di tempat yang jauh darinya..."Mengerti tentang kegalauan Lily, Vina memilih terdiam dan mengelus pundak sahabatnya itu. "Finley sudah membantu untuk mencari

  • Layunya Cinta sang Nyonya   Bab 66

    Saphira tak menyangka kini dia bisa memiliki peluang untuk kembali menguasai Lily. Matanya berbinar di tengah kegelapan kamar karena tidak adanya listrik untuk penerangan. Tiga tahun lalu saat Saphira tiba-tiba di penjarakan oleh Lily dengan alasan kelalaian dan kekerasan terhadap anaknya, Arsan. Dia langsung kehilangan segalanya. Uang, kemewahan, dan kekasihnya.Tidak ada satupun yang membersamai Saphira kala itu. Dia jatuh miskin dan terseok-seok untuk mencukupi kebutuhannya sendiri.Saphira hanya dijatuhi hukuman setahun. Setelah keluar, dia masih berusaha mencari Lily untuk meminta maaf. Bagaimana juga, dia adalah ibu tirinya dan ibu kandung Arsan. Saphira berharap Lily dapat mempertimbangkan itu untuk menyelamatkan hidupnya.Namun saat kini dia mendengar kabar Lily dari Olivia, timbul rasa dendam dan benci yang teramat dalam.Rupanya Lily menyembunyikan Arsan dan dia pergi ke Paris untuk mewujudkan cita-cita. "Sialan! Pria mana lagi yang dia peras uangnya?" kesal Saphira saat m

DMCA.com Protection Status