"Sebenarnya itu mudah. Kau tinggal melepaskannya saja dan bersikap tidak peduli," jawab Max dengan enteng. Padahal dia sendiri harus merasakan dulu yang namanya perceraian baru bisa melepaskan Olivia.Wajah Ernes nampak memucat. Dia seperti telah kehilangan semangat untuk saat ini."Aku sepertinya telah berbuat kesalahan fatal," gumam Ernes.Max mengerutkan keningnya. "Kesalahan fatal?"Ernes pun akhirnya menceritakan soal alasan Serena mengurung diri di dalam kamar.Setelah mendengar cerita dari Ernes. Max pun menepuk salah satu bahunya dan menatapnya dengan tatapan prihatin."Itu memang kesalahan fatal. Aku harap kau tidak lagi mengulangi perbuatanmu yang bodoh itu di masa depan."Kedua bahu Ernes semakin merosot ke bawah. "Tidak bisakah kau membantuku saat ini?""Membantu apa? Kau sudah menyia-nyiakan kesempatan terakhir yang diberikan Serena untukmu. Pantas saja dia marah besar sampai mengurung diri di dalam kamar.""Selama ini dia masih berharap kau bisa kembali padanya, menjadi
"Mencurigakan bagaimana?" tanya Vina penasaran.Akhir-akhir ini dia disibukkan oleh pekerjaan di Perusahaan. Tidak sempat untuk memikirkan permasalahan lain."Menurutku Max seperti sengaja melakukan ini supaya aku terus kembali mengambil minyaknya. Bahkan dia tahu kalau minyak esensial milikku sudah habis, padahal aku tidak memberitahu siapapun."Mendengar itu, Vina terdiam sejenak. "Bagaimana kalau kau meminta bantuan pada Finley? Aku yakin dia akan membantumu untuk menemukan minyak esensial yang sama.""Finley?" Lily menimang-nimang nama itu sejenak lalu tersenyum kecut."Sepertinya tidak perlu. Pria itu sudah banyak membantuku selama ini, aku tidak ingin membuat hutang budi lagi."Vina menganggukkan kepalanya mengerti. Lily sudah menceritakan soal Finley padanya. Memang tidak pantas kalau Lily harus meminta bantuan lagi pada Finley."Kalau begitu... satu-satunya cara saat ini, kamu harus datang dan bertanya pada Max untuk mencari tahu sendiri jawabanny
"Dengar baik-baik, Nyonya Fernita. Aku tidak pernah membuat hidupmu menderita atau terhina karena kedatanganku ke mansion ini dulu. Justru anak yang telah kau lahirkan itu lah yang membuat hidupku seperti terkutuk karena sudah kehilangan segalanya.""Lihatlah diriku... bukankah terlihat sangat baik setelah berpisah darinya?" lanjut Lily dengan tersenyum mengejeknya.Plak! Fernita menamparnya begitu keras, membiat Lily memegang pipinya yang berdenyut-denyut dan terasa panas.Fernita sendiri sudah tak tahan untuk tidak menampar Lily yang mulutnya sangatlah tajam baginya dan dia sudah merasa puas."Jaga ucapanmu, Li-"Plak!Fernita menatap Lily tak percaya. Lily telah membalas tamparannya bahkan lebih keras dua kali hingga membuat rahangnya terasa sangat sakit."Kurang ajar!" teriaknya tak terima.Plak!Tak tanggung-tanggung, Lily menampar wajah Fernita dua kali yang membuat Fernita tidak bisa berkata-kata lagi."Kalau kau menamparku sekali,
"Bekerja sama?" "Ya. Aku ingin berinvestasi ke perusahaanmu sebesar satu milyar. Bagaimana?"Lily termenung sejenak setelah mendengar nominal yang diucapkan oleh Max barusan.Perusahaan milik Max yang bernama Korporasi Kalandra itu memang terus meningkat dan berkembang pesat sampai sekarang.Jika Lily menerima tawaran dari Max, Lily yakin perusahaan Elvi yang sedang dirintis olehnya bersama Vina itu akan mendapatkan banyak keuntungan."Bagaimana? Kau setuju?" tanya Max lagi."Kalau aku menolak bagaimana?" Kening Max mulai mengerut. Tapi Max tetap menunjukkan raut wajah tenang. "Kalau menolak, itu berarti tidak ada lagi minyak esensial untukmu."Lily mulai menegakkan punggungnya. Max sedang mengancamnya, mau tak mau dia harus menerima. "Baiklah, kau bisa membicarakan hal itu pada Vina nanti."Max tersenyum senang. Tidak menyangka akan menjadi semudah itu.Setelah itu dia mengeluarkan botol kecil berisi minyak esensial dan memberikannya pada L
Di sebuah restoran mewah bernama Sky blue. Fernita duduk dengan anggun bersama Olivia yang juga nampak cantik dan juga mempesona.Malam ini Fernita mengenakan gaun panjang berlengan panjang berwarna hitam yang bertabur dengan kristal.Sedang Olivia nampak menawan dan seksi dengan gaun panjang biru tua namun terdapat belahan tengah dibawah yang memamerkan kedua kaki jenjangnya. "Olivia, sepertinya Max harus kembali ke sisimu secepatnya."Ucapan Fernita menghentikan tangannya yang sedang memotong daging steak."Apa maksud Tante?"Setelah menyesap wine miliknya, Fernita berkata dengan tenang. "Aku tahu kalau hubungan kalian telah merenggang. Sekarang aku ingin kamu merayu Max lagi karena sepertinya dia sudah menggila."Kening Olivia mengerut. "Menggila?"Seingat Olivia, Max nampak baik-baik saja. Dia bahkan terkesan sedang memamerkan hubungan barunya dengan Serena."Ya." Kemudian Fernita menceritakan soal kedatangan Lily tadi sore ke mansion.Se
Pagi ini masih jam sepuluh tepat tapi Max yang berada di ruangan AC masih merasa badannya begitu gerah.Cuaca di luar memang sedang sangat panas. Matahari bersinar begitu teriknya.Meski begitu, Max tetap berusaha fokus untuk menandatangani tumpukan dokumen yang berada di atas meja.Saat dia begitu fokus, beberapa kali layar ponselnya menyala dan itu terlihat dari sudut matanya. Sengaja Max mematikan nada dering agar kinerjanya saat ini tidak terganggu oleh suara telepon.Namun sudah beberapa kali layar ponselnya menyala, menandakan si penelepon begitu gigih untuk meneleponnya.Kesal karena panggilan tersebut, Max pun menaruh pulpennya dan memilih untuk meraih ponsel.Saat menatap layar, betapa terkejutnya dia karena membaca nama si penelepon yang begitu istimewa. Rupanya itu Lily.Padahal selama tiga hari belakangan dia sudah berulang kali mengirim pesan bahkan mencoba menelepon namun tetap diabaikan oleh wanita itu.Kenapa tiba-tiba sekarang malah menghubunginya? Bahkan sampai beber
Fernita masih mengelak. Baginya, Olivia adalah wanita anggun dan memiliki derajat yang setara dengan putranya.Rasa-rasanya, tidak mungkin Olivia memilih untuk merendahkan diri pada suami orang hanya demi meraih ambisinya sendiri."Tidak mungkin Olivia berbuat buruk seperti itu. Untuk apa dia merendahkan diri hanya demi ambisinya yang tidak seberapa itu..."Max meremas puncak kepalanya karena merasa frustasi. "Terserah ibu mau percaya atau tidak. Yang jelas Olivia sudah berbuat banyak kejahatan di belakang ibu. Salah satunya mencuri sketsa desain milik Lily namun malah menuduhnya balik. Akhirnya Lily dibantu oleh Serena untuk melaporkan hal itu pada pihak polisi.""Mereka yang tersakiti merasa sedikit lega setidaknya Olivia akan dihukum meskipun itu ringan, tapi dengan tidak tahu malu ibu malah meminta Tuan Herman Larma untuk membela Olivia."Merasa sakit hati, kedua mata Fernita mulai nampak membasah namun tetap berusaha dia sembunyikan. Putranya berbicara terlalu kejam hingga menus
"Lily, Lily?"Lily tersentak lalu segera berbisik pada Vina, "Vina, aku merasa ada seseorang yang sedang mengawasiku.""Jangan bercanda! Kau membuatku takut," ucap Vina."Aku tidak bercanda. Aku sedang serius.""Sekarang kau ada dimana?""Aku sedang ada di studio," jawab Lily sambil menatap ke sekelilingnya dengan was-was.Dia belum pernah merasa begitu waspada selama ini. Baru kali ini dia merasa perasaannya tak enak dan instingnya mengatakan kalau dia sedang diikuti."Jangan kemana-mana aku akan segera ke sana."Lily menganggukkan kepalanya meski tahu Vina tidak bisa melihatnya. "Cepat datang kemari sebelum- Ahh.. hmmm.."Tiba-tiba Lily dibekap oleh seseorang dari arah belakang. Dia berusaha untuk meronta-ronta namun sangat sulit. Tubuhnya yang lemah tidak bisa melawan kekuatan yang lebih besar darinya.Insting Lily memang tidak salah. Benar-benar ada orang yang mencurigakan di dalam studionya."Hmmpt... hmmmpt!" Selain meronta-ronta, Lily berusaha keras mengeluarkan suaranya untuk
"Lily, Lily?"Lily tersentak lalu segera berbisik pada Vina, "Vina, aku merasa ada seseorang yang sedang mengawasiku.""Jangan bercanda! Kau membuatku takut," ucap Vina."Aku tidak bercanda. Aku sedang serius.""Sekarang kau ada dimana?""Aku sedang ada di studio," jawab Lily sambil menatap ke sekelilingnya dengan was-was.Dia belum pernah merasa begitu waspada selama ini. Baru kali ini dia merasa perasaannya tak enak dan instingnya mengatakan kalau dia sedang diikuti."Jangan kemana-mana aku akan segera ke sana."Lily menganggukkan kepalanya meski tahu Vina tidak bisa melihatnya. "Cepat datang kemari sebelum- Ahh.. hmmm.."Tiba-tiba Lily dibekap oleh seseorang dari arah belakang. Dia berusaha untuk meronta-ronta namun sangat sulit. Tubuhnya yang lemah tidak bisa melawan kekuatan yang lebih besar darinya.Insting Lily memang tidak salah. Benar-benar ada orang yang mencurigakan di dalam studionya."Hmmpt... hmmmpt!" Selain meronta-ronta, Lily berusaha keras mengeluarkan suaranya untuk
Fernita masih mengelak. Baginya, Olivia adalah wanita anggun dan memiliki derajat yang setara dengan putranya.Rasa-rasanya, tidak mungkin Olivia memilih untuk merendahkan diri pada suami orang hanya demi meraih ambisinya sendiri."Tidak mungkin Olivia berbuat buruk seperti itu. Untuk apa dia merendahkan diri hanya demi ambisinya yang tidak seberapa itu..."Max meremas puncak kepalanya karena merasa frustasi. "Terserah ibu mau percaya atau tidak. Yang jelas Olivia sudah berbuat banyak kejahatan di belakang ibu. Salah satunya mencuri sketsa desain milik Lily namun malah menuduhnya balik. Akhirnya Lily dibantu oleh Serena untuk melaporkan hal itu pada pihak polisi.""Mereka yang tersakiti merasa sedikit lega setidaknya Olivia akan dihukum meskipun itu ringan, tapi dengan tidak tahu malu ibu malah meminta Tuan Herman Larma untuk membela Olivia."Merasa sakit hati, kedua mata Fernita mulai nampak membasah namun tetap berusaha dia sembunyikan. Putranya berbicara terlalu kejam hingga menus
Pagi ini masih jam sepuluh tepat tapi Max yang berada di ruangan AC masih merasa badannya begitu gerah.Cuaca di luar memang sedang sangat panas. Matahari bersinar begitu teriknya.Meski begitu, Max tetap berusaha fokus untuk menandatangani tumpukan dokumen yang berada di atas meja.Saat dia begitu fokus, beberapa kali layar ponselnya menyala dan itu terlihat dari sudut matanya. Sengaja Max mematikan nada dering agar kinerjanya saat ini tidak terganggu oleh suara telepon.Namun sudah beberapa kali layar ponselnya menyala, menandakan si penelepon begitu gigih untuk meneleponnya.Kesal karena panggilan tersebut, Max pun menaruh pulpennya dan memilih untuk meraih ponsel.Saat menatap layar, betapa terkejutnya dia karena membaca nama si penelepon yang begitu istimewa. Rupanya itu Lily.Padahal selama tiga hari belakangan dia sudah berulang kali mengirim pesan bahkan mencoba menelepon namun tetap diabaikan oleh wanita itu.Kenapa tiba-tiba sekarang malah menghubunginya? Bahkan sampai beber
Di sebuah restoran mewah bernama Sky blue. Fernita duduk dengan anggun bersama Olivia yang juga nampak cantik dan juga mempesona.Malam ini Fernita mengenakan gaun panjang berlengan panjang berwarna hitam yang bertabur dengan kristal.Sedang Olivia nampak menawan dan seksi dengan gaun panjang biru tua namun terdapat belahan tengah dibawah yang memamerkan kedua kaki jenjangnya. "Olivia, sepertinya Max harus kembali ke sisimu secepatnya."Ucapan Fernita menghentikan tangannya yang sedang memotong daging steak."Apa maksud Tante?"Setelah menyesap wine miliknya, Fernita berkata dengan tenang. "Aku tahu kalau hubungan kalian telah merenggang. Sekarang aku ingin kamu merayu Max lagi karena sepertinya dia sudah menggila."Kening Olivia mengerut. "Menggila?"Seingat Olivia, Max nampak baik-baik saja. Dia bahkan terkesan sedang memamerkan hubungan barunya dengan Serena."Ya." Kemudian Fernita menceritakan soal kedatangan Lily tadi sore ke mansion.Se
"Bekerja sama?" "Ya. Aku ingin berinvestasi ke perusahaanmu sebesar satu milyar. Bagaimana?"Lily termenung sejenak setelah mendengar nominal yang diucapkan oleh Max barusan.Perusahaan milik Max yang bernama Korporasi Kalandra itu memang terus meningkat dan berkembang pesat sampai sekarang.Jika Lily menerima tawaran dari Max, Lily yakin perusahaan Elvi yang sedang dirintis olehnya bersama Vina itu akan mendapatkan banyak keuntungan."Bagaimana? Kau setuju?" tanya Max lagi."Kalau aku menolak bagaimana?" Kening Max mulai mengerut. Tapi Max tetap menunjukkan raut wajah tenang. "Kalau menolak, itu berarti tidak ada lagi minyak esensial untukmu."Lily mulai menegakkan punggungnya. Max sedang mengancamnya, mau tak mau dia harus menerima. "Baiklah, kau bisa membicarakan hal itu pada Vina nanti."Max tersenyum senang. Tidak menyangka akan menjadi semudah itu.Setelah itu dia mengeluarkan botol kecil berisi minyak esensial dan memberikannya pada L
"Dengar baik-baik, Nyonya Fernita. Aku tidak pernah membuat hidupmu menderita atau terhina karena kedatanganku ke mansion ini dulu. Justru anak yang telah kau lahirkan itu lah yang membuat hidupku seperti terkutuk karena sudah kehilangan segalanya.""Lihatlah diriku... bukankah terlihat sangat baik setelah berpisah darinya?" lanjut Lily dengan tersenyum mengejeknya.Plak! Fernita menamparnya begitu keras, membiat Lily memegang pipinya yang berdenyut-denyut dan terasa panas.Fernita sendiri sudah tak tahan untuk tidak menampar Lily yang mulutnya sangatlah tajam baginya dan dia sudah merasa puas."Jaga ucapanmu, Li-"Plak!Fernita menatap Lily tak percaya. Lily telah membalas tamparannya bahkan lebih keras dua kali hingga membuat rahangnya terasa sangat sakit."Kurang ajar!" teriaknya tak terima.Plak!Tak tanggung-tanggung, Lily menampar wajah Fernita dua kali yang membuat Fernita tidak bisa berkata-kata lagi."Kalau kau menamparku sekali,
"Mencurigakan bagaimana?" tanya Vina penasaran.Akhir-akhir ini dia disibukkan oleh pekerjaan di Perusahaan. Tidak sempat untuk memikirkan permasalahan lain."Menurutku Max seperti sengaja melakukan ini supaya aku terus kembali mengambil minyaknya. Bahkan dia tahu kalau minyak esensial milikku sudah habis, padahal aku tidak memberitahu siapapun."Mendengar itu, Vina terdiam sejenak. "Bagaimana kalau kau meminta bantuan pada Finley? Aku yakin dia akan membantumu untuk menemukan minyak esensial yang sama.""Finley?" Lily menimang-nimang nama itu sejenak lalu tersenyum kecut."Sepertinya tidak perlu. Pria itu sudah banyak membantuku selama ini, aku tidak ingin membuat hutang budi lagi."Vina menganggukkan kepalanya mengerti. Lily sudah menceritakan soal Finley padanya. Memang tidak pantas kalau Lily harus meminta bantuan lagi pada Finley."Kalau begitu... satu-satunya cara saat ini, kamu harus datang dan bertanya pada Max untuk mencari tahu sendiri jawabanny
"Sebenarnya itu mudah. Kau tinggal melepaskannya saja dan bersikap tidak peduli," jawab Max dengan enteng. Padahal dia sendiri harus merasakan dulu yang namanya perceraian baru bisa melepaskan Olivia.Wajah Ernes nampak memucat. Dia seperti telah kehilangan semangat untuk saat ini."Aku sepertinya telah berbuat kesalahan fatal," gumam Ernes.Max mengerutkan keningnya. "Kesalahan fatal?"Ernes pun akhirnya menceritakan soal alasan Serena mengurung diri di dalam kamar.Setelah mendengar cerita dari Ernes. Max pun menepuk salah satu bahunya dan menatapnya dengan tatapan prihatin."Itu memang kesalahan fatal. Aku harap kau tidak lagi mengulangi perbuatanmu yang bodoh itu di masa depan."Kedua bahu Ernes semakin merosot ke bawah. "Tidak bisakah kau membantuku saat ini?""Membantu apa? Kau sudah menyia-nyiakan kesempatan terakhir yang diberikan Serena untukmu. Pantas saja dia marah besar sampai mengurung diri di dalam kamar.""Selama ini dia masih berharap kau bisa kembali padanya, menjadi
Di atas kursi kerjanya, Max mengerutkan kening setelah mendengar suara umpatan yang keluar dari layar ponselnya. Max melirik lagi layar ponsel untuk membenarkan jika yang dia telpon adalah Serena.Itu memang benar Serena."Apa maksudmu, Serena?" tanyanya."Kau tahu, kau adalah pria brengsek sama seperti Ernes! Kalau saja kamu lebih jantan untuk menjelaskan alasan yang sesungguhnya pada Lily dulu, pasti pernikahanmu dengan Lily masih bertahan sampai sekarang."Max memijat pelipisnya yang berdenyut. Entah bagaimana maksud Serena sampai mengaitkan antara pernikahannya dengan sikap Ernes."Seharusnya kalian menghadapi berdua bersama, bukannya malah menutup mulut lalu memilih berselingkuh dengan wanita ular bernama Olivia.""Hah! Selepas kau diceraikan, kau baru menyadari betapa kau mencintai Lily. Tapi apa artinya penyesalan di saat waktu selama pernikahan kau tidak berminat untuk memperbaiki hubungan. Kau itu pengecut, Max. Aku menyesal karena telah mendukungmu agar bisa kembali ke pelu